Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN KEHILANGAN GIGI DENGAN STATUS GIZI PADA LANSIA

DI PANTI WERDHA SALIB PUTIH SALATIGA

JURNAL

OLEH MUHAMMAD
RIDWAN
010111a076

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015

Hubungan Kehilangan Gigi Dengan Status Gizi Pada Lansia


Di Panti Werdha Salib Putih Salatiga
1
HUBUNGAN KEHILANGAN GIGI DENGAN STATUS GIZI PADA LANSIA
DI PANTI WERDHA SALIB PUTIH SALATIGA

Muhammad Ridwan
Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRAK

Masalah gizi yang terjadi pada lansia dapat berupa gizi kurang atau gizi lebih. Lansia di
Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan dalam keadaan kurang gizi adalah 3,4%, berat badan
kurang 28,3%,berat badan lebih 6,7%, obesitas 3,4 % dan berat badan ideal 42,4%. Berdasarkan
data tersebut, masalah gizi yang sering terjadi pada lansia adalah kurang gizi dan berat badan
kurang. Kehilangan gigi merupakan masalah kesehatan mulut yang umum terjadi pada manula, hal
ini menimbulkan dampak yang buruk terhadap kualitas hidup seseorang. Pada manula dengan
hilang gigi sebagian, asupan nutrisi akan berkurang seiring berkurangnya gigi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan cross sectional. Pendekatan cross sectional. Populasi lansia di Panti
Werdha Salib Putih Salatiga bulan Agustus 2015 sebanyak 48 lansia. Metode pengambilan sampel
dengan cara purposive sampling. Sampel penelitian 42 responden. Alat yang digunakan data primer
yaitu lembar observasi kehilangan gigi dan IMT uji statistik menggunakan korelasi Kendall Tau.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata responden kehilangan 15,76 gigi dimana paling
sedikit kehilangan 2 gigi dan paling banyak kehilangan 32 gigi. Sebagian besar lansia status gizinya
kurang sebanyak 24 responden (57,1%), normal sebanyak 8 responden (19,0%), lebih sebanyak 2
responden (4,8%), obesitas I sebanyak 7 responden (16,7%) dan obesitas II sebanyak 1 responden
(2,4%).Tidak ada hubungan antara kehilangan gigi dengan status gizi pada lansia di Panti Werdha
Salib Putih Salatiga dengan nilai p 0,135.
Responden yang gizinya masih kurang diharapkan tetap menjaga kesehatannya dengan cara
memenuhi gizinya dengan makan makanan yang beraneka ragam agar status gizinya menjadi
normal

Kata kunci : Kehilangan Gigi, Status Gizi


Kepustakaan : 18 pustaka (2009 – 2013)

PENDAHULUAN bagi kehidupannya. Konsekuensi tersebut


LATAR BELAKANG dapat menyangkut masalah kesehatan,
ekonomi, serta sosial budaya yang cukup dari
Peningkatan jumlah penduduk lansia pola penyakit sehubungan dengan proses
mengindikasikan adanya keberhasilan penuaan, seperti penyakit degeneratif,
pembangunan dalam bidang kesehatan penyakit metabolik dan gangguan psikososial
terutama disebabkan meningkatnya angka (Darmojo, 2011).
harapan hidup yang berarti akan Lanjut usia (lansia) merupakan proses
meningkatkan jumlah penduduk lansia. Di sisi alamiah yang pasti akan dialami oleh semua
lain peningkatan jumlah penduduk lanjut usia orang yang dikaruniai usia panjang. Struktur
ini akan memberikan banyak konsekuensi anatomis atau proses menjadi tua terlihat
sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini Lansia banyak mengalami perubahan
berlangsung secara alamiah, terus-menerus seiring bertambahnya usia, baik perubahan
dan berkesinambungan yang selanjutnya akan struktur dan fungsi tubuh, kemampuan
menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi kognitif maupun perubahan status mental.
dan biokimia pada jaringan tubuh dan akan Perubahan struktur dan fungsi tubuh pada
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh lansia terjadi hampir di semua sistem tubuh,
secara keseluruhan (Depkes RI, 2003). seperti sistem sistem saraf, pernapasan,
Seseorang dikatakan lansia jika usianya endokrin, kardiovaskular dan kemampuan
telah lebih dari 60 tahun. Lansia dimulai musculoskeletal. Salah satu perubahan
setelah pensiun, biasanya antara 65-75 tahun struktur dan fungsi terjadi pada sistem
(Potter & Perry, 2005). Menurut WHO lansia gastrointestinal. Herry (2008) dalam
dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu penelitiannya menjelaskan bahwa perubahan
usia pertengahan (middleage), usia 45-59 pada sistem gastrointestinal dapat
tahun; lansia (elderly), usia 60-74 tahun; menyebabkan penurunan efektifitas utilisasi
lansia tua (old), usia 75-90 tahun dan usia zat-zat gizi sehingga dapat menyebabkan
sangat tua (very old ), usia diatas 90 tahun permasalahan gizi yang khas lansia.
(Fatmah, 2010). Sedangkan di Indonesia Masalah kurang gizi pada lansia dapat
menurut Pasal 1 UU RI No. 13 Tahun 1998 dilihat dengan mudah melalui penampilan
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dikatakan umum, yakni rendahnya berat badan lansia
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah dibandingkan dengan standar atau berat badan
mencapai usia lebih dari 60 tahun keatas ideal seseorang. Faktor risiko terjadinya
(Maryam, 2010). kurang gizi pada lansia diakibatkan antara
Hasil sensus penduduk Badan Pusat lain karena beberapa faktor seperti selera
Statistik (BPS) Indonesia tahun 2013 makan rendah, gangguan gigi geligi, disfagia,
mencatat bahwa jumlah lansia yang ada di gangguan fungsi pada indera penciuman dan
Indonesia sebesar 62.078.335 jiwa atau pengecap, pernafasan, saluran pencernaan,
sekitar 24% dari seluruh penduduk Indonesia neurologi, infeksi, cacat fisik dan penyakit
(Kemenkes RI, 2014). Jumlah lansia yang ada lain seperti kanker. Selain itu, kurangnya
di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke pengetahuan asupan makanan yang baik dan
tahun dan tersebar hampir di seluruh propinsi adanya faktor psikologi seperti depresi
di Indonesia. Jumlah penduduk lansia di merupakan faktor risiko terjadinya kurang
Indonesia pada tahun 2025 dibandingkan gizi. Masalah gizi lain yang terjadi pada
dengan keadaan pada tahun 1990 akan lansia yaitu berat badan lebih dan obesitas.
mengalami kenaikan sebesar 414 % dan hal Walaupun berdasarkan persentase di atas
ini menunjukan presentasi kenaikan paling jumlah lansia yang mengalami masalah ini
tinggi diseluruh dunia. Sebagai perbandingan lebih sedikit (Darmojo, 2011).
pada periode waktu yang sama kenaikan Masalah gizi yang terjadi pada lansia
dibeberapa negara sebagai berikut : Kenya dapat berupa gizi kurang atau gizi lebih.
347%, Brazil 255%, India 242%, China Lansia di Indonesia yang tinggal di daerah
220%, Jepang 129%, Jerman 66%, dan perkotaan dalam keadaan kurang gizi adalah
Swedia 33% (Kemenkes RI, 2014). 3,4%, berat badan kurang 28,3%,berat badan
Sedangkan di Jawa Tengah data penduduk lebih 6,7%, obesitas 3,4 % dan berat badan
usia 65 tahun keatas sebanyak 7,40% (Dinkes ideal 42,4%. Berdasarkan data tersebut,
Prov. Jateng, 2013) dan Kota Salatiga jumlah masalah gizi yang sering terjadi pada lansia
lansia 25% (Dinkes Kota Salatiga, 2013). adalah kurang gizi dan berat badan kurang.
Jumlah penduduk lansia ini cukup besar Hal ini terlihat dari persentase masalah
dilihat dari komposisi penduduk sehingga kurang gizi dan berat badan kurang ini lebih
perlu perhatian yang cukup tentang besardaripada masalah obesitas dan berat
kesejahteraan lasia. badan lebih pada lansia (Darmojo, 2011).
Kehilangan gigi merupakan masalah Berdasarkan hasil observasi yang
kesehatan mulut yang umum terjadi pada peneliti lakukan bulan April 2015 di Panti
manula, hal ini menimbulkan dampak yang Werdha Salib Putih Kota Salatiga jumlah
buruk terhadap kualitas hidup seseorang lansia sebanyak 48 lansia. Petugas
(Parera, 2012). Kehilangan tulang akibat memberikan pelayanan asupan nutrisi berupa
penuaan turut mempengaruhi tulang alveolar pemberian makan sebanyak 3 kali sehari.
sehingga terjadi kehilangan gigi dan kondisi Setiap hari petugas membagikan makanan
edentulous. Pada manula dengan hilang gigi kepada lansia dengan menu nasi ditambah
sebagian, asupan nutrisi akan berkurang sayur dan lauk tanpa membedakan status
seiring berkurangnya gigi.Presentase kesehatan lansia. Kondisi biologis dan
kehilangan gigi pada manula cukup besar kemampuan lansia yang berbeda-beda dalam
mengingat populasinya dari tahun ketahun mengkonsumsi asupan nutrisi yang diberikan
semakin meningkat (Amurwaningsih, 2013). memberikan efek yang berbeda bagi setiap
Gigi geligi memiliki peranan yang lansia. Studi pendahuluan pada 10 lansia
sangat penting bagi kehidupan seseorang. ketika diperiksa semuanya mengalami
Selain untuk estetik dan komunikasi, gigi ompong atau kehilangan gigi. Lansia yang
geligi juga berperan dalam pemenuhan nutrisi kehilangan gigi ini ketika diukur IMT nya ; 4
seseorang dengan fungsi mastikasi. Berbagai lansia IMT nya <18,5 kg/m2 masuk dalam
laporan memperlihatkan bahwa kehilangan kategori gizi kurang, 4 lansia IMTnya 18,5-25
gigi pada manula cukup besar, seperti yang kg/m2 dalam kategori gizi normal, 2 lansia
dilaporkan oleh WHO, prevalensi kehilangan >25 kg/m2 dalam kategori gizi lebih.
gigi pada populasi usia 65-75 tahun di negara Kehilangan gigi lansia ini bermacam-macam
Perancis 16,9%, Jerman 24,8%, dan 31% antara kurang dari 15 sampai lebih dari 15
untuk Amerika Serikat. Indonesia memiliki gigi. Dari pemeriksaan didapatkan lansia yang
angka hilangnya gigi yang tergolong tinggi kehilangan gigi lebih banyak, status gizinya
yaitu 24% penduduk dengan kondisi tak lebih rendah daripada lansia yang kehilangan
bergigi pada masyarakat yang berumur di atas gigi sedikit disebabkan lansia dengan
65 tahun (Padila, 2013) kehilangan gigi yang sedikit fungsi
Status kesehatan gigi dapat mastikasinya lebih baik. Hal ini dapat dilihat
mempengaruhi status gizi seseorang. dari hasil pengukuran IMT dan kehilangan
Kehilangan banyak gigi akan mempengaruhi gigi lansia dimana didapatkan ada 4 lansia
kemampuan mastikasi yang diyakini memiliki yang status gizinyan kurang (IMT < 18)
dampak negatif terhadap kesehatan umum kehilangan gigi antara 15-25 gigi. 4 lansia
dengan menyebabkan terjadinya pembatasan status gizinyan normal (IMT > 18) kehilangan
diet tertentu dan asupan nutrien yang sangat gigi antara 2-13 dan 2 lansia status gizinyan
dibutuhkan tubuh. Kehilangan gigi telah lebih (IMT > 28) kehilangan gigi antara 11-17
dihubungkan dengan perubahan dalam gigi.
pemilihan makanan dan gangguan nutrisi Berdasarkan latar belakang diatas
pada manula. Masalah gizi yang peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
terlihatberdasarkan hasil observasi yang kehilangan gigi dengan status gizi pada lansia
dilakukan pada lansia adalah banyak lansia di Panti Werdha Salib Putih Salatiga.
yang ompong atau gigi tanggal, tidak
menghabiskan makanan yang diberikan, METODE PENELITIAN
kurang minum dan terlihat kurus. Masalah Penelitian ini merupakan penelitian
gizi pada lansia khususnya yang tinggal di deskriptif korelasional dengan Pendekatan
Panti Werdha dipengaruhi oleh beberapa yang digunakan adalah pendekatan cross
faktor, salah satunya yaitu asupan nutrisi pada sectional. Pendekatan cross sectional.
lansia yang disediakan oleh petugas panti Populasi lansia di Panti Werdha Salib Putih
(Maryam, 2011).
Salatiga bulan Agustus 2015 sebanyak 48 lansia. Metode pengambilan sampel dengan
cara purposive sampling. Sampel penelitian dan IMT. Uji statistik menggunakan korelasi
42 responden. Alat yang digunakan data Kendall Tau.
primer yaitu lembar observasi kehilangan gigi
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Kehilangan gigi pada lansia di Panti Werdha Salib Putih Salatiga
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi kehilangan gigi pada lansia di Panti Werdha Salib Putih
Salatiga
Variabel n Mean Median SD (Min-Max)
Kehilangan gigi 42 15,76 13,50 8,96 2-32

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa rata-rata responden kehilangan 15,76 gigi dimana
paling sedikit kehilangan 2 gigi dan paling banyak kehilangan 32 gigi.
2. Status gizi pada lansia di Panti Werdha Salib Putih Salatiga
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi status gizi pada lansia di Panti Werdha Salib Putih Salatiga
Status Gizi Frekuensi Persentase (%)
Kurang 24 57,1
Normal 8 19,0
Lebih 2 4,8
Obesitas I 7 16,7
Obesitas II 1 2,4
Total 42 100,0

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa sebagian besar lansia status gizinya kurang sebanyak
24 responden (57,1%), normal sebanyak 8 responden (19,0%), lebih sebanyak 2 responden
(4,8%), obesitas I sebanyak 7 responden (16,7%) dan obesitas II sebanyak 1 responden
(2,4%).
.
B. Analisis Bivariat
Tabel 4.3. Hubungan antara kehilangan gigi dengan status gizi pada lansia di Panti Werdha
Salib Putih Salatiga

Variabel n df Mean F P value


Kehilangan gigi 42 1 3,426 4,71 0,135
dengan status gizi

Berdasarkan uji regresi linier sederhana dapat dilihat bahwa nilai p 0,135 >
 =0,05 yang artinya Ha ditolak sehingga tidak ada hubungan antara kehilangan gigi
dengan status gizi pada lansia di Panti Werdha Salib Putih Salatiga
dimana paling sedikit kehilangan 2
PEMBAHASAN gigi
A. Analisis Univariat
1. Kehilangan gigi pada lansia di Panti
Werdha Salib Putih Salatiga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata responden kehilangan 15,76 gigi
dan paling banyak kehilangan 32 gigi. Lansia kunyahnya. Dalam penelitian ini
kehilangan gigi dalam jumlah yang responden kehilangan gigi sebagian
bervariasi. Kehilangan gigi dapat sampai kehilangan semuanya.
mempengaruhi lansia dalam efisiensi
Kehilangan gigi sebagian Pada usia lanjut terjadi perubahan fisik
merupakan suatu keadaan dimana hilangnya pada system gastrointestinal yaitu kehilangan
satu atau lebih gigi dari jumlah seluruhnya. gigi akibat periodontal disease yang
Kehilangan gigi memiliki prevalensi yang biasanya terjadi setelah
tinggi pada manula di seluruh dunia dan
berkaitan erat dengan status sosial
ekonomi. Studi epidemologis menunjukkan
bahwa individu dengan status sosial
ekonomi bawah dan individu dengan
tingkat pendidikan rendah lebih sering
mengalami kehilangan gigi daripada
individu status ekonomi lebih tinggi.
Berbagai laporan memperlihatkan bahwa
kehilangan gigi pada manula cukup
besar, seperti yang dilaporkan oleh
WHO, prevalensi kehilangan gigi pada
populasi usia 65-75 tahun di Negara
Perancis 16,9%, Jerman 24,8%, dan 31%
untuk Amerika Serikat.7 Indonesia
memiliki angka hilangnya gigi yang
tergolong tinggi yaitu 24% penduduk
dengan kondisi tak bergigi pada masyarakat
yang berumur di atas 65 tahun
(Amuwarningsih, 2013).
Menurut Darmojo (2011) dengan
makin lanjutnya usia seseorang maka
kemungkinan terjadinya penurunan
anatomik dan fungsional atas organ
organnya makin besar. Penurunan anatomik
dan fungsional dari organ- organ terebut
akan menyebabkan lebih mudah timbulnya
penyakit pada organ tersebut (predileksi).
Mulai dari gigi sampai anus terjadi
perubahan morfologik degeneratif, antara
lain perubahan atrofik pada rahang,
sehingga gigi lebih mudah tanggal.
Perubahan atrofik juga terjadi pada
mukosa, kelenjar, otot-otot pencernaan.
Berbagai perubahan morfologik akan
menyebabkan perubahan fungsional sampai
perubahan patologik, diantaranya gangguan
mengunyah dan menelan, perubahan nafsu
makan sampai pada berbagai penyakit yang
timbul.
umur 30 tahun, bisa juga disebabkan kehilangan gigi terbesar (21-31) yaitu
oleh kesehatan gigi yang buruk dan gizi sebanyak 71 sampel (48%) sedangkan yang
yang buruk, indera pengecap menurun terendah berada pada kategori usia very old
karena adanya iritasi yang kronis, atropi (> 90 tahun) dengan jumlah kehilangan gigi
indera pengecap, serta sensifitas lapar pada kelompok terkecil (1-10) yaitu
menurun, hal ini mengakibatkan usia hanya 1 sampel. Untuk kategori pendidikan,
lanjut memiliki status gizi yang kurang. responden terbanyak berada pada tingkat
Hasil penelitian berbeda dengan pendidikan sekolah Dasar dengan kondisi
penelitian yang dilakukan oleh Andi kehilangan gigi terbesar (21-31) yaitu
Ariaty Bertha tahun 2014 dengan judul sebanyak 39 sampel (41.9%). Perbedaan
gambaran kehilangan gigi sebagian pada penelitian yang peneliti lakukan lebih
pada manula di Kota Makassar yang banyak lansia yang hanya kehilangan
hasilnya menunjukkan jumlah sedikit gigi.
kehilangan gigi responden berdasarkan 2. Status gizi pada lansia di Panti Werdha
karakteristik jenis kelamin. Secara Salib Putih Salatiga
keseluruhan dari 176 sampel, untuk Hasil penelitian menunjukkan
jenis kelamin laki-laki kondisi sebagian besar lansia status gizinya kurang
kehilangan gigi pada kelompok terbesar sebanyak 24 responden (57,1%), normal
(21-31) yaitu sebanyak 23 sampel sebanyak 8 responden (19,0%), lebih
(47.9%), sedangkan untuk jenis sebanyak 2 responden (4,8%), obesitas I
kelamin perempuan kondisi kehilangan sebanyak 7 responden (16,7%) dan obesitas
gigi terbesar (21-31) yaitu sebanyak 52 II sebanyak 1 responden (2,4%). Hasil
sampel (40.6%). Kondisi kehilagan gigi penelitian banyak responden yang masih
berdasarkan kategori usia, responden kurang gizinya tetapi ada yang normal
terbanyak berada di kategori usia sampai obesitas.
elderly (60-74 tahun) pada kelompok
Sebagian besar gizi kurang disebabkan gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan
asupan yang masih kurang bagi lansia yang dampak fisiknya dapat diukur.
karena makanan yang diberikan diatur oleh Menurut Darmojo (2011)
panti. kehilangan berat badan pada lansia dapat
Lansia memerlukan asupan dikelompokkan menjadi tiga bagian besar
makanan yang cukup agar status gizinya yaitu perubahan komposisi tubuh yang terjadi
baik. Gizi didapatkan dari suatu proses pada manula memberikan konstribusi terjadinya
organisme menggunakan makanan yang obesitas terutama obesitas sentral. Proporsi
dikonsumsi secara normal melalui proses lemak intra abdominal meningkat progresif
digesti, absorpsi, transportasi, dengan meningkatnya usia. Penurunan asupan
penyimpanan, metabolisme dan energi dan Total Energy Expenditure (TEE)
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan juga menurun kerena penurunan aktifitas fisik
untk mempertahankan kehidupan, terutama pada manula yang sakit.
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ- Laporan FAO/WHO/UNU tahun
organ, serta menghasilkan energi
1985 menyatakan bahwa batasan berat badan
(Supariasa, 2013). Ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel normal orang dewasa ditentukan berdasarkan
tertentu, atau perwujudan dari nutriture nilai Body Mass Index (BMI). Di Indonesia
dalam bentuk variabel tertentu (Gunadi, istilah Body Mass Index diterjemahkan menjadi
2012). Status gizi merupakan derajat Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan
kebutuhan fisik terhadap energi dan zat- zat alat yang sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan.
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu
orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT hamil dan olahragawan. Disamping itu pula
tidak dapat IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan
khusus (penyakit) lainnya seperti adanya
edema, asites, dan hepatomegali.
Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Oktariyani tahun 2014 dengan judul
gambaran status gizi pada lanjut usia di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Budi Mulya 01 dan 03 Jakarta Timur
dengan penelitian status gizi lansia
berdasarkan Indeks Massa Tubuh adalah
50,3% status gizi normal, 33,6% gizi
kurang, 16,1% gizi lebih. Sementara 47,6
% lansia normal dan tidak membutuhkan
pengkajian lebih lanjut sedangkan 52,4%
lansia mungkin malnutrisi dan
membutuhkan pengkajian lebih lanjut
berdasarkan The Mini Nutritional
Assessment. IMT dapat lebih dipilih
untuk menentukan status gizi pada lansia di
panti karena lebih mudah digunakan dan
bersifat objektif. Hasil penelitian ini
berbeda karena dalam penelitian masih
banyak yang status gizinya kurang.

B. Analisis Bivariat
1. Hubungan kehilangan gigi dengan status
gizi pada lansia di Panti Werdha Salib
Putih Salatiga
Hasil penelitian didapatkan tidak ada
hubungan antara kehilangan gigi dengan
status gizi pada lansia di Panti Werdha
Salib Putih Salatiga. Tidak adanya
hubungan disebabkan antara responden
yang kehilangan gigi sedikit dan banyak
tetap ditemukan responden yang status
gizinya kurang, normal, lebih, obesitas I
maupun obesitas II. Dari hal ini dapat
dilihat bahwa lansia yang hanya kehilangan
sedikit giginya dapat memenuhi gizinya
disebabkan fungsi mengunyahnya masih
baik sehingga dapat mencerna berbagai
makanan yang disediakan, sedangkan yang
kehilangan gigi banyak juga ada yang dapat
memenuhi gizinya dengan baik namun lebih
banyak ditemukan yang status
gizinya kurang walaupun ada yang terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi
obesitas. yang paling sering menyebabkan gangguan
Namun walaupun begitu di Panti gizi pada lansia terutama tuberculosis dan
biasanya telah disiapkan menu yang penyakit lain sehingga disini terlihat
dikhususkan untuk lansia sehingga dapat interaksi antara konsumsi makanan yang
memenuhi kebutuhan nutrisinya dan lansia kurang dan infeksi merupakan dua hal yang
tidak kesulitan makan karena dipilihkan saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini
makanan bertekstur lunak. Meskipun penyakit yang mempengaruhi
demikian masih banyak yang kehilangan dieksklusikan.
gigi sedikit sampai banyak tetapi kurang Selain faktor-faktor tersebut,
gizinya disebabkan nafsu makan dan lingkungan mempengaruhi status gizi
fungsi percernaan metabolisme yang terlihat dari perbedaan hasil yang ditemukan
berbeda-beda. pada penelitian terkait status gizi pada
Faktor yang mempengaruhi status lansia di panti sosial dan panti milik swasta
gizi adalah asupan makanan dimana ataupun lansia yang tidak tinggal di panti
penyebab gizi kurang tidak hanya dan memiliki perekonomian yang cukup.
disebabkan makanan yang kurang tetapi Pada penelitian yang dilakukan Sukesi
juga karena penyakit. Lansia yang (2002) pada lansia di Sasana Tresna Werdha
mendapat makanan yang baik tetapi karena Karya Bakti Ria Pembangunan
adanya penyakit dapat menderita kurang mendapatkan data bahwa dari 66 responden
gizi. Demikian pada lansia yang makannya 37,9% memiliki status gizi lebih, 51,5%
tidak cukup baik maka daya tahan tubuh memiliki status gizi normal sementara
akan melemah dan mudah terserang lansia yang memiliki status gizi kurang
penyakit. Makanan maupun penyakit secara hanya 10,6%. Perbedaan terlihat bahwa
bersama – sama merupakan penyebab masalah status gizi pada lansia yang tinggal
kurang gizi (Soekirman, 2000). di panti milik swasta adalah masalah gizi
Konsumsi makanan dipengaruhi lebih. Hal ini dapat terjadi karena adanya
jumlah dan jenis pangan yang dibeli, perbedaan pemenuhan dan pengawasan
pemasakan, distribusi dan kebiasaan makan pada lansia saat makan di panti sosial
secara perorangan. Konsumsi juga dan panti miliki swasta. Pada penelitian
tergantung pada pendapatan, agama, adat ini tidak ada hubungan disebabkan
istiadat, dan pendidikan keluarga yang responden dengan kehilangan gigi lebih
bersangkutan (Almatsier, 2001). Sedangkan sedikit atau banyak sama sama masih
di Panti lansia terjamin dalam asupan ditemukan lansia yang status gizinya
makanannya tetapi karena faktor lansia kurang.
sendiri dapat mempengaruhi komsumsi C. Keaslian Penelitian
makanan yang diterima lansia seperti Keterbatasan penelitian ini adalah
kesulitan mengunyah dan lansia yang masing-masing lansia jumlah makanan dan
malas makan, menu yang tidak banyak nafsu makan berbeda, aktifitas masing-
berubah membuat nafsu makan kurang. masing lansia berbeda dan pada penyakit
Pada penelitian ini faktor lain absorbsi atau infeksi saluran cerna tidak
yang mempengaruhi gizi lansia di diperiksa.
eksklusikan seperti penyakit infeksi karena
dapat menyebabkan gizi kurang dan
sebaliknya yaitu gizi kurang akan semakin
memperberat sistem pertahanan tubuh yang
selanjutnya dapat menyebabkan seorang
ebih rentan
KESIMPULAN DAN SARAN Analisis hubungan kualitas hidup yang
A. Kesimpulan berhubungan dengan kesehatan mulut
1. Rata-rata responden kehilangan (OHRQol) dan status kecemasan
15,76 gigi dimana paling sedikit
kehilangan 2 gigi dan paling banyak
kehilangan 32 gigi.
2. Sebagian besar lansia status gizinya
kurang sebanyak 24 responden
(57,1%), normal sebanyak 8
responden (19,0%), lebih sebanyak 2
responden (4,8%), obesitas I
sebanyak 7 responden (16,7%) dan
obesitas II sebanyak 1 responden
(2,4%).
3. Tidak ada hubungan antara
kehilangan gigi dengan status gizi
pada lansia di Panti Werdha Salib
Putih Salatiga dengan nilai p 0,135
B. Saran
1. Bagi Responden
Responden yang gizinya masih
kurang diharapkan tetep menjaga
kesehatannya dengan cara memenuhi
gizinya dengan makan makanan yang
beraneka ragam agar status gizinya
menjadi normal.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang datang
sebulan sekali pada minggu pertama
diharapkan melakukan pelayanan
komprehensif termasuk memeriksa
kesehatan gigi dan nutrisi lansia.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan
meneliti faktor yang mempengaruhi
status gizi pada lansia selain
kehilangan gigi, contohnya penyakit
mulut dan gigi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu


Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.

Amurwaningsih M, Nisaa U, Darjono A.


dengan status nutrisi pada masyarakat
usia lanjut. FKG Unnisula. [online].
Available from: URL:
http://journal.unissule.ac.id/majalahil
miahsultanagung/article/view/

Darmojo B. (2011). Geriatri (Ilmu Kesehatan


Usia Lanjut) . Jakarta: FKUI

Departemen Kesehatan. Sehat dan Aktif di


Usia Lanjut. [online]. Available from:
URL:
http://www.depkes.go.id/index.php?v
w=2&id=2143

Depkes Provinsi Jateng.(2013). Profil


Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Jawa Tengah

Dinkes Kota Salatiga. (2013). Profil


Kesehatan Kota Salatiga. Salatiga

Gunadi H. (2012). Buku Ajar Ilmu Geligi


Tiruan Sebagian Lepasan. Jakarta:
Hipokrates.

Hidayat. (2009). Metode Penelitian


Kebidanan Dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Kemenkes. (2013). Profil Kesehatan


Indonesia.Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI..

Maryam. (2012). Mengenal usia lanjut dan


perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika;

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian


Kesehatan. Jakarta : Penerbit PT.
Rineka Cipta.

Nursalam. (2011). Manajemen


Keperawatan.edisi 3. Jakarta :
Salemba Medika.

Padila. (2013). Buku Ajar keperawatan


Gerontik. Yogjakarta : Nuha Medika
Ratmini NK. 2011. Hubungan Kesehatan
Mulut Dan Kulitas Hidup Lansia.
Jurnal Ilmu Gizi

Supariasa. (2013). Penilaian Status Gizi.


Jakarta: EGC

Sugiyono. (2011). Statistik untuk Penelitian.


Bandung : Alphabeta.

Sutikno E. (2011). Hubungan Antara Fungsi


Keluarga Dan Kualitas Hidup Lansia.
Jurnal Kedokteran Indonesia.

World Health Organization. Database on


body mass index. [online] Available
from: URL:
http://apps.who.int/bmi/index.jsp

Anda mungkin juga menyukai