Anda di halaman 1dari 22

TUGAS FARMAKOTERAPI II “KONSTIPASI & DIARE”

OLEH :

NAMA : ANDI ARINI ASTARI


KELAS :C
NIM : O1A118174
DOSEN : apt.SUNANDAR IHSAN, S. Farm., M. Sc.

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021

1
PENDAHULUAN
1. Diare
Diare merupakan keluhan yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buangair besar lebih
dari 3 kali sehari berupa tinja berbentuk cair atau setengah cair dan dapat disertai lendir dan darah. Diare
masih sering menjadi Keja dan Luar Biasa (KLB) karena dapat menyebabkan kematian. Penyebab
utama kematian diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui feses. Sementara
penyebab lainnya adalah disentri, gizi dan infeksi.Menurut World Health Organization (WHO), diare
adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia dan angka kesakitan diare pada tahun 2011
yaitu berkisar 411 penderita per 1000 penduduk. Menurut data WHO tahun 2013 setiap tahunnya terjadi
kematian akibat diare sebesar 760.000 jiwa dan lebih banyak terjadi pada anak berumur dibawah lima
tahun dan 21% terjadi kematian pada anak-anak karena diare dinegara berkembang.
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negarab erkembang
seperti Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi.Menurut hasil riskesdas tahun 2007,
diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita ( 25,2 %),
sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang keempat ( 13,2 %)
sedangkan padatahun 2012, angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1000 penduduk dan
angka kesakitan diare pada balita 900 per 1000 penduduk.5 Survei morbiditas yang dilakukan oleh
Subdit Diare Departemen Kesehatan dari tahun2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada
tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun
2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar
Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi
KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
terjadi KLB di24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang dengan kematian 100 orang
(CFR1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204
dengan kematian 73 orang (CFR 1,74%.).

2. Konstipasi
Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras
sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan karena ada tinja yang padat
dan keras saat keluar dari anus yang dapat menyebabkan perubahan akibat fisura ani.Konstipasi terjadi
apabila frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu disertai konsistensi feses yang keras,
kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran feses besar-besar maupun akibat terjadinya gangguan
refleks defekasi), serta mengalami perasaan tidak puas pada saat buang air besar. Frekuensi defekasi
yang kurang dari normal belum tentu dapat dikatakan menderita konstipasi apabila ukuran ataupun
konsistensi feses tersebut masih normal.Penderita yang mengeluh mengalami konstipasi kebanyakan
adalah wanita, anak-anak dan orang dewasa diatas usia 65 tahun. Sekitar 2,5 juta penderita konstipasi
yang berkunjung ke dokter setiap tahunnya adalah ibu hamil. Pada tahun 2006 lebih dari 4 juta
penduduk Amerika Serikat mempunyai keluhan sering konstipasi, hingga prevalensinya mencapai
sekitar 2%.
Kurangnya asupan cairan merupakan salah satu penyebab susah buang air besar atau biasa
disebut konstipasi, karena kurangnya asupan cairan dapat mengakibatkan feses yang terbentuk menjadi
keras, kering dan sulit untuk dikeluarkan. Konstipasi yang diabaikan maka akan menyebabkan obstipasi,
dan obstipasi yang cukup parah. Konstipasi yang diabaikan maka akan menyebabkan obstipasi, dan
obstipasi yang cukup parah dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi penderitanya.
A. Pengertian

1. Konstipasi
Konstipasi telah didefinisikan dalam banyak cara, dan penting untuk mengetahui apa yang
dimaksud ketika istilah itu digunakan. Konstipasi, ketika tidak terkait dengan gejala sindrom iritasi usus
besar (IBS), dapat didefinisikan sebagai gangguan heterogen yang ditandai dengan keluarnya feses yang
tidak teratur yang mengakibatkan tinja yang jarang, tinja yang sulit atau keduanya. Ini dapat
digambarkan sebagai kesulitan mengeluarkan tinja dengan keduanya. Terlalu banyak usaha, desakan
yang tidak produktif, jumlah tinja yang terlalu sedikit, konsistensi tinja yang terlalu keras, pengeluaran
tinja yang menyakitkan, atau perasaan evakuasi yang tidak lengkap. Adanya beberapa atau semua gejala
ini menunjukkan adanya konstipasi ketika frekuensi eliminasi feses dibatasi hingga dua kali seminggu
atau kurang atau ketika lebih dari 3 hari telah berlalu tanpa mengeluarkan feses.

2. Diare
Diare bukanlah penyakit melainkan gejala dari beberapa masalah mendasar. Ini adalah kondisi
yang ditandai dengan peningkatan frekuensi tinja (biasanya lebih besar dari 3 kali sehari), berat tinja,
likuiditas, dan penurunan konsistensi tinja dibandingkan dengan pola biasa pasien. Diare akut
didefinisikan sebagai diare yang berlangsung selama 14 hari atau kurang. Diare yang berlangsung lebih
dari 30 hari disebut diare kronis. Penyakit 15 sampai 30 hari disebut diare persisten.
Diare adalah ketidaknyamanan menyusahkan yang mempengaruhi sebagian besar individu di
Amerika Serikat pada suatu saat dalam hidup mereka dan dapat dianggap sebagai gejala dan tanda.
Biasanya episode diare mulai tiba-tiba dan mereda dalam 1 atau 2 hari tanpa pengobatan. Bab ini
berfokus terutama pada diare tidak menular, dengan hanya rujukan minor pada diare infeksius. Diare
sering merupakan gejala penyakit sistemik dan tidak semua kemungkinan penyebab diare dibahas dalam
bab ini. Diare akut umumnya didefinisikan sebagai durasi <14 hari, diare persisten sebagai durasi lebih
dari 14 hari, dan diare kronis sebagai durasi lebih dari 30 hari.

B. Epidemiologi

1. Konstipasi
Konstipasi adalah keluhan umum pasien yang mencari perawatan medis, dan sekitar sepertiga
pasien dengan konstipasi mencari perawatan medis. Sembelit terjadi pada sekitar 20% dari populasi.
Sekitar 2,5 juta kunjungan dokter dan 90.000 rawat inap per tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh
konstipasi. Banyak obat-obatan dan beberapa keadaan penyakit berhubungan dengan konstipasi.
Sembelit dikaitkan dengan biaya sosial ekonomi yang tinggi dan memiliki konsekuensi kualitas hidup
yang cukupbesar.
Pasien lanjut usia, non-Kaukasia, wanita, dan mereka yang tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi rendah lebih cenderung melaporkan mengalami konstipasi. Konstipasi pada anak-anak dapat
terjadi karena perubahan pola makan atau asupan cairan yang biasa, penyimpangan dari rutinitas
toileting biasa seperti selama liburan, atau menghindari buang air besar karena rasa sakit yang terkait
dengan memiliki tinja. Anak-anak yang didiagnosis dengan sembelit parah pada usia muda cenderung
terus menderita melalui masapubertas.

2. Diare
Epidemiologi diare bervariasi di negara maju dan negara berkembang. Di Amerika
Serikat,penyakit diare biasanya tidak dilaporkan ke Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
kecuali terkait dengan wabah atau organisme atau kondisi yang tidak biasa. Misalnya, sindrom defisiensi
imun yang didapat (AIDS) telah diidentifikasi dengan penyakit diare yang berkepanjangan. Diare adalah
masalah utama di pusat penitipan anak dan panti jompo, mungkin karena anak usia dini dan penuaan
ditambah kondisi lingkungan adalah faktor risiko. Meskipun profil epidemiologi yang tepat di Amerika
Serikat tidak tersedia melalui CDC atau literatur yang diterbitkan, diare kronis mempengaruhi sekitar 5%
dari populasi orang dewasa dan berkisar dari 3% hingga 20% pada anak-anak di seluruh dunia. Di negara-
negara berkembang, diare adalah penyebab utama penyakit dan kematian pada anak-anak, menciptakan
tekanan ekonomi yang luar biasa pada biaya perawatan kesehatan.
Sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau protozoa dan
umumnya sembuh sendiri.5 Meskipun virus lebih sering dikaitkan dengan gastroenteritis akut, bakteri
bertanggung jawab untuk lebih banyak kasus diare akut. Evaluasi penyebab non-infeksi
dipertimbangkan jika diare berlanjut dan tidak ada organisme infeksius yang dapat diidentifikasi, atau
jika pasien masuk dalam kategori risiko tinggi untuk komplikasi metabolik dengan diare persisten.
Organisme bakteri penyebab umum termasuk Shigella, Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus,
dan Escherichia coli. Infeksi bakteri yang ditularkan melalui makanan adalah masalah utama, karena
beberapa episode keracunan makanan utama telah terjadi yang dilacak pada kondisi sanitasi yang buruk
di pabrik pengolahan daging. Infeksi virus akut sebagian besar disebabkan oleh kelompok Norwalk dan
rotavirus.

C. Patofisiologi

1. Konstipasi
Sembelit bukan penyakit, tetapi gejala dari penyakit atau masalah yang mendasarinya.
Pendekatan untuk pengobatan konstipasi harus dimulai dengan upaya untuk menentukan penyebabnya.
Gangguan pada saluran GI (sindrom iritasi usus besar atau divertikulitis), gangguan metabolisme
(diabetes), atau gangguan endokrin (hipotiroidisme) mungkin terlibat. Sembelit umumnya dihasilkan
dari makanan rendah serat atau dari penggunaan obat sembelit seperti opiat. Akhirnya, sembelit
terkadang berasal dari psikogenik. Masing-masing penyebab ini dibahas pada bagianberikut.
Konstipasi adalah masalah yang sering dilaporkan pada orang tua, mungkin akibat dari diet yang
tidak tepat (rendah serat dan cairan), berkurangnya kekuatan otot dinding perut, dan kemungkinan
aktivitas fisik yang berkurang. Namun, seperti yang dinyatakan sebelumnya, frekuensi buang air besar
tidak berkurang dengan penuaan normal. Selain itu, penyakit yang dapat menyebabkan konstipasi,
seperti kanker usus besar dan divertikulitis, lebih sering terjadi seiring bertambahnya usia. Tabel 38–5
memuat daftar penyebab umum sembelit pada kondisi penyakittertentu.
Sembelit dapat disebabkan oleh sebab primer dan sekunder (Tabel 18-1). Konstipasi primer atau
idiopatik ditandai oleh konstipasi transit normal, konstipasi transit lambat, dan defekasi dyssynergic.
Pada tipe transit normal, motilitas kolon tidak berubah dan pasien cenderung mengalami feses yang
keras meskipun gerakannya normal. Pada tipe transit lambat, motilitas menurun yang menyebabkan tinja
yang lebih keras dan lebih jarang. Pada defekasi dyssynergic (juga dikenal sebagai disfungsi dasar
panggul), pasien telah kehilangan kemampuan untuk merilekskan sfingter anal sambil mengoordinasikan
kontraksi otot lantai dasar panggul. Beberapa penyebab sembelit sekunder tercantum pada Tabel18-1.

Tabel Penyebab Sembelit atau konstipasi (Burns, dkk., 2007):


Primer Sekund
er
-Konstipasi transit normal (termasuk idiopatik atau -Kondisi endokrin/metabolisme(diabetes
gangguan fungsional) mellitus,hipotiroidisme, hiperkalsemia)
-Sembelit transit lambat (termasuk gangguan -Kondisi gastrointestinal (sindrom iritasi
motilitas) usus, divertikulitis, wasir)
-Gangguan evakuasi defekatori atau dubur (mis., -Kondisi neurogenik (trauma otak,cedera tulang
Hirschsprung penyakit, dissynergia dasar panggul) belakang,kecelakaan serebro vaskular, penyakit
Parkinson)
-Psikogenik (menunda keinginan untuk buang air
besar, psikiatris kondisi)
-Obat-obatan (analgesik, antikolinergerik,
saluran kalsium blocker, clonidine, diuretik,
fenotiazin, trisiklik anti depresan, suplemen zat
besi, mengandung kalsium dan aluminium
antasida)
-Lain-lain (imobilitas, pola makan yang buruk,
penyalahgunaan pencahar, hormonal
gangguan)

2.Diare
Empat mekanisme patofisiologis umum mengganggu keseimbangan air dan elektrolit,
menyebabkan diare, dan merupakan dasar diagnosis dan terapi. Ini adalah (a) perubahan transpor ion
aktif baik dengan penurunan penyerapan natrium atau peningkatan sekresi klorida; (B) perubahan
motilitas usus; (c) peningkatan osmolaritas luminal; dan (d) peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.
Mekanisme ini telah dikaitkan dengan empat kelompok diare klinis yang luas: sekretori, osmotik,
eksudatif, dan perubahan transit usus.
Diare sekretori terjadi ketika suatu zat perangsang meningkatkan sekresi atau mengurangi
penyerapan sejumlah besar air dan elektrolit. Zat yang menyebabkan sekresi berlebih termasuk vasoaktif
intestinal peptide (VIP) dari tumor pankreas, lemak makanan yang tidak diserap dalam steatorrhea,
pencahar, hormon (seperti sekresi), racun bakteri, dan garam empedu yang berlebihan. Banyak dari agen
ini merangsang adenosine monophosphate siklik intraseluler dan menghambat Na + / K + -adenosine
triphosphatase (ATPase), yang menyebabkan peningkatan sekresi. Juga, banyak dari mediator ini
menghambat penyerapan ion secara bersamaan. Secara klinis, diare sekretori dikenali oleh volume feses
yang besar (> 1 L / hari) dengan isi ionik normal dan osmolalitas kira-kira sama dengan plasma. Puasa
tidak mengubah volume tinja pada pasien ini.
Zat yang diserap dengan buruk mempertahankan cairan usus, menyebabkan diare osmotik.
Proses ini terjadi dengan sindrom malabsorpsi, intoleransi laktosa, pemberian ion divalen (mis.,
Antasida yang mengandung magnesium), atau konsumsi karbohidrat yang sulit larut (mis., Laktulosa).
Karena zat terlarut yang kurang larut diangkut, usus menyesuaikan osmolalitas dengan plasma; dengan
demikian, air dan elektrolit mengalir ke lumen. Secara klinis, diare osmotik dapat dibedakan dari jenis
lain, karena berhenti jika pasien beralih ke keadaanpuasa.
Penyakit radang saluran lambung mengeluarkan lendir, protein serum, dan darah ke dalam usus.
Kadang-kadang buang air besar hanya terdiri dari lendir, eksudat, dan darah. Diare eksudatif
mempengaruhi fungsi serap, sekretori, atau motilitas lainnya untuk menjelaskan volume tinja besar yang
terkait dengan gangguan ini.
Perubahan motilit as usus menghasilkan diare dengan tiga mekanisme: pengurangan waktu
kontak di usus kecil, pengosongan prematur usus besar, dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.
Chyme harus terkena epitel usus untuk periode waktu yang cukup untuk memungkinkan proses
penyerapan dan sekresi normal terjadi. Jika waktu kontak ini berkurang, hasil diare. Reseksi usus atau
operasi bypass dan obat-obatan (seperti metoclopramide) menyebabkan jenis diare ini. Di sisi lain,
peningkatan waktu pemaparan memungkinkan pertumbuhan bakteri fecal. Pola diare usus kecil yang
khas adalah gelombang yang cepat, kecil, dan berpasangan. Gelombang ini tidak efisien, tidak
memungkinkan penyerapan, dan dengan cepat membuang chyme ke dalam usus besar. Begitu berada di
usus besar, chyme melebihi kemampuan kolon untuk menyerapair.

D. Tanda, Gejala, Diagnosis (tingkat keparahan) atau Klasifikasi Penyakit


1. Konstipasi
a. Gejala
Gejala konstipasi diantaranya feses keras, ukuran besar, dan rasa tidak nyaman saat buang air
besar yang mengakibatkan frekuensi buang air besar menurun. Tanda-tanda konstipasi biasanya
meliputi gerakan usus yang tidak teratur (biasanya kurang dari setiap 3 hari), kesulitan mengeluarkan
feses, dan feses keras. Selain itu, gejala-gejala lain konstipasi mencakup rasa tidak nyaman pada
abdomen, nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan yang kadang disertai mual, dan depresi
mental. Gejala-gejala yang berkaitan dengan konstipasidapat disebabkan oleh adanya distensi
berkepanjangan pada usus besar, terutama rektum (Suarsyaf dan Diah, 2015).
Riwayat lengkap (termasuk kebiasaan diet dan hidrasi) harus diperoleh untuk mengevaluasi
gejala dan memastikan diagnosis.Evaluasi status psikososial direkomendasikan karena sembelit dapat
terjadi pada pasien yang mengalami depresi atau dalam tekanan psikososial. Faktor risiko lain
termasuk usia, penyakit terminal, perjalanan, kehamilan, dan gangguan neurologis. Riwayat keluarga
harus dinilai untuk mengetahui adanya penyakit radang usus dan kanker usus besar. Catatan lengkap
obat resep, produk yang dijual bebas, dan suplemen makanan wajib untuk mengidentifikasi penyebab
terkait obat (Burns dkk.,2016).
Diagnosis konstipasi dibuat ketika dua atau lebih dari kriteria diagnostik berikut terjadi
setidaknya selama 3 dari 6 bulan: (a) mengejan tinja, (b) lumpuh atau tinja keras, (c) sensasi evakuasi
tidak lengkap, ( d) perasaan obstruksi anorektal atau penyumbatan, (e) kebutuhan untuk manuver
manual, dan (f) kurang dari tiga buang air besar per minggu. Evaluasi endoskopi diperlukan pada
pasien dengan penurunan berat badan, perdarahan dubur, atau anemia untuk menyingkirkan kanker
atau striktur, terutama pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun. Pemeriksaan anorektal, manometri,
radiografi, kolonoskopi, dan prosedur lain mungkin berguna dalam keadaan tertentu. Dalam
kebanyakan kasus, pemeriksaan fisik normal dan tidak ada penyebab sembelit yang diidentifikasi.
Evaluasi juga dapat mengungkapkan satu atau lebih dari kondisi berikut: (a) IBS dengan konstipasi
(IBS-C) ketika ada kembung, sakit perut, dan buang air besar yang tidak lengkap; (B) STC dengan
fungsi dasar panggul normal dan bukti transit lambat; (c) gangguan buang air besar; (d) kombinasi
IBS-C dan STC; (E) sembelit organik (obstruksi mekanik atau efek obat yang merugikan); dan (f)
sembelit sekunder (gangguan metabolisme) (Burns dkk., 2016). Sebagian besar pasien datang
dengan keluhan konstipasi didiagnosis sebagai konstipasi idiopatik/ fungsional, Pemeriksaan lanjutan
yang lebih agresif, misalnya kolonoskopi atau sigmoidoskopi yang fleksibel ditambah dengan barium
enema, harus dilakukan pada pasien yang memiliki tanda bahaya. Ciri khas konstipasi, baik frekuensi
defekasi, fiksi konsistensi, apakah harus mengedan atau ada kesaksian pasase, apakah perineum perlu
ditingkatkan atau diperlukan bantuan jari untuk menggerakkan gastrointestinal atau komorbiditas
lain. Seperti halnya imobilisasi, asupan serat dan cairan yang tidak adekuat juga perlu ditanyakan,
disamping penggunaan obat-obatan yang dapat menggunakan konstipasi. Setelah itu, pemeriksaan
fisis dilakukan dengan sistematis, yang memuat:
a.) Pemeriksaan perut
1) Inspeksi: apakah ada operasi bekas atau distensiperut
2) Palpasi: apakah perut teraba tegang, nyeri atau ada masa intraabdomen maupun feses
yang teraba(skibala)
3) Perkusi: apakah ada massa atau banyakgas
4) Auskultasi: normal usus meningkat, meningkat, ataumeningkat
b.) Pemeriksaan colokdubur
1) Nilai tonus sfingterani;
2) Bila ditemukan feses, nilai konsistensi dan warnafeses;
3) Apakah ditemukandarah;
4) Apakah ada tumor, hemoroid, fisura, fistel, atauprolaps.
Penilaian bentuk dan konsistensi feses dari anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat disesuaikan
dengan Skala Feses Bristol untuk memprediksi waktu transit. Pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan antara lain:
a) Pemeriksaan laboratorium, meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap ditambah pemeriksaan
kimiawi darah seperti glukosa, elektrolit dan fungsitiroid;
b) Analisisfeses;
c) Urinalisis;
d) Radiologi, meliputi foto polos abdomen, radiografi dengan barium enema, atau CTkolonografi;
e) Sigmoidoskopi fleksibel atau Kolonoskopi diikutibiopsi;
f) Pemeriksaan fungsi kolorektal: Pemeriksaan waktu transit kolon dan manometrianorektal;
g) Defekografi dan baloon expulsion test (Tanto dkk.,2014)

Konstipasi akut pada usia > 40 tahun


Hematoskezia
Massa intraabdomen
Riwayat keganasan kolorektar dikeluarga
Riwayat IBD dikeluarga
Anoreksia
Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
Mual dan muntah persisten
Konstipasi awitan pertama dan makin memburuk
Anemia
Tabel. Tanda dan Bahaya pada Pasien dengan Konstipasi

b.Klasifikasi
1) Konstipasi primer atau disebut juga konstipasi kronik idiopatik / fungsional Konstipasi primer
merupakan konstipasi dengan penyebab atau patofisiologi yang tidak berhubungan dengan jelas,
termasuk di dalamnyaadalah:
1) Konstipasi dengan transit normal (termasuk Irritable bowel syndrome)
2) Konstipasi dengan waktu transitlambat
3) Disfungsipelvis
2) Konstipasi Sekunder
Semua konstipasi yang ditemukan menyebabkan oran atau sistemik yang mendasari disebut
konstanta sekunder, yang disebabkan oleh:
1) Konstipasi karena asupan serat dan udara tidakadekuat;
2) Obstruksi mekanik, seperti kanker kolon, striktur, rektokel besar, megakolon atau fisuraani;
3) Kondisi ohipokalemia, hiperkalsemia, uremia, keracunan logam berat);
4) Miopati (amiloidosis,scleroderma):
5) Neuropati (Parkinson, trauma medula spinalis, tumor,megakolon);
6) Imobilisasi;
7) Psikiatri (depresif, penyakit sendi degeneratif,neuropati otonom) (Tanto dkk.,2014).

c. Tata Laksana Terapi


Tata Laksana Pada pelayanan kesehatan primer, konstipasi tanpa tanda bahaya dan usia<40
tahun dapat langsung diberikan terapi empiris selama 2-4 minggu lalu kemudiandievaluasi kembali.
Pasien yang tidak menunjukkan perbaikan perlu dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan dengan
fasilitas yang lebih lengkap untuk pemeriksaan lebih lanjut. Terapi empiris terdiri atas terapi non f
armakologis dan terapifarmakologis.
a.)Terapi non farmakologis
1.) Tingkatkan konsumsi serat yang berasal dari buah-buahan, sayur-sayuran dan sereal, konsumsi
air dalam jumlah banyak minimal 30-50 ml/KgBB/hari untuk orang dewasa sehat dam
aktivitas normal;
2.) Tingkatkan aktivitas fisik dengan olahraga yang rutin ±30 mepit setiap hari;
3.) Latih kebiasaan defekasi secara teratur setelah makan atau waktu lain yang dianggap sesuai
dan cukup agar pasien tidak terburu-buru. Pasien harus menghindari kebiasaan mengedan
sewaktu defekasi;
4.)Hentikanobat-obatanyangdapatmenyebabkankonstis
5.) Konsumsi probiotik
b.) Terapi farmakologis
Konstipasi waktu transit normal (normal transit constipation) membutuhkan tambahan laksatif
osmotik disamping terapi non farmakologis. Konstipasi waktu transit lambat (slow transit
constipation) membutuhkan terapi yang lebih agresif, seperti kombinasi bulking agent, laksatif
stimulan dan laksatif osmotik disamping terapi nonfarmakologis. Paien dengan disfungsi
anorektal selain diberikan terapi empiris juga dapat diberikan terapi biofeedback atau injeksi
toksin botulinum tipe A ke dalam otot puborektalis. Pasien yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan terapi medikamentosa dapat mempertimbangkan terapi operatif (Tanto dkk.,2014).

Konstipasi

Tanda bahaya usia ≥40 tahun Curiga konstipasi sekunder Kelainan pada colok dubur

YA TIDAK
Lanjutkan Pengobatan
Terapi empiris 2-4 minggu
Pelayanan Investigasi Lanjut/rujuk
Kesehatan Primer Pelayanan kesehatan sekunder/tersier
Analisis feses/laboratorium/kolonskopi*

Tidak ada lesi organik Ada lesi organik/kelainan sistemik mendasar

Tes waktu transit kolon/ manometri anorekal

Pengobatan sesuai penyebab

NTC STC ARD

Terapi NTC Terapi STC Terapi ARD

TABEL.Terapi Farmakologi Konstipasi (Tanto dkk., 2014)


Gambar.1 Algoritma Tata Laksana Konstipasi NTC. Normal Transit Colon:STC, Slow Transit
Colon; ARD, Anocretal Dysfunction.
Diadaptasi dari Konsensus Nasional Konstipasi di Indonesia tahun 2010 oleh perkumpulan
Gastroenterologi.

Penanganan konstipasi fungsional dilakukan dengan terapi farmakologi dan nonfarmakologi.


Terapi farmakologi dengan obat laksatif sedangkan terapi nonfarmakologi dengan diet dan perubahan
perilaku. Terapi pijat merupakan bagian dari terapi nonfarmakologi (Suarsyaf dan Diah, 2015).

2. Diare
a. Gejala
Diare karena kelainan usus halus biasanya banyak, cair, seringberhubungan dengan malabsorpsi
dan sering ditemukan dehidrasi. Sedangkanmanifestasi sistemik bervariasi bergantung pada
penyebabnya. Penderitadengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium,klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila adamuntah. Hal ini
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahayakarena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovascular dan kematian bilatidak mendapatkan
tatalaksana yang tepat. Dehidrasi yang terjadi menuruttonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik, ataudehidrasi hipotonik(Juffrie.,2010).
Diare akut karena infeksi dapat disertai mual muntah,demam, diarebercampur darah segar, nyeri
perut dan atau kejang perut. Komplikasi yangpaling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuatadalah kematian. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus,
beratbadan menurun, mata cekung, bibir kering dan turgor kulit menurun. Keluhandan gejala ini
disebabkan oleh karena terjadinya deplesi air yang cepat. Karenakehilangan bikarbonat maka
perbandingannya dengan asam karbonatberkurang yang mengakibatkan penurunan Ph darah (asidosis
metabolik) yangmerangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat danlebih dalam
(pernapasan kusmaul). Imbalance natrium dan kalium pada diareakut juga dapat menyebaban aritmia
jantung. Penurunan tekanan darah akanmenyebabkan penurunan perfusi ke organ seperti perfusi ke
ginjal sehinggaterjadi oligouria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbulberbagai macam
komplikasi yang dapat meningkatkan mortalitas penderita(Juffrie.,2010).
Diagnosis
1) Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal seperti lama diare berlangsung,frekuensi diare, volume
diare, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidaknya lendir dan darah, disertai muntah atau tidak, ada
demam atau tidak. Tanyakan pulatingkah laku anak (rewel,gelisah, lemah), buang air kecil, riwayat
makan danminum, penderita di sekitar, riwayat obat-obatan.Pasien dengan diare akut datang dengan
berbagai gejala klinik tergantungpenyebab dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15
hari. Diarekarena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, tinja seperti air yangsering
berhubungan dengan malabsorpsi dan sering disertai dehidrasi. Diarekarena kelainan kolon
seringkali berhubungan dengan tinja yang berjumlahsedikit tapi sering , bercampur darah dan adanya
tenesmus (sensasi ingin kebelakang). Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas
yaitumual, muntah, nyeri abdomen, demam, tinja sering malabsorptif atau berdarahbergantung
bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, patogen usus halustidak invasif dan patogen ileokolon
lebih mengarah ke invasif. Muntah yangterjadi beberapa jam sejak mengkonsumsi makanan akan
mengarahkan kita padakejadian keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan(Setiati.,2014)

2) Pemeriksaan Fisis
a) Periksa keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital dan beratbadan.
b) Selidiki tanda-tanda dehidrasi : rewel/gelisah,letargi/kesadaran menurun, matacekung, cubitan
kulit perut kembali lambat, haus/minum lahap,malasatau tidak dapat minum, ubun-ubun cekung,
air mata berkurang/tidak ada,keadaan mukosamulut.

c) Tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit: kembung akibat hipokalemia, kejang
akibat gangguan natrium, napas cepat dan dalamakibat asidosis metabolik(Tanto.,2014)
3) PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang tidak selalu dibutuhkan, namun beberapa pemeriksaan yang biasanya
diperlukan (Subagyo dan Santoso.,2010):
a) Darah : darah lengkap, serum elektrolit, glukosa darah, analisa gas darah,kultur dan kepekaan
terhadap antibiotik
b) Urin : urin lengkap, kultur dan tes kepekaanantibiotik.
c) Tinja : feses lengkap, kultur dan tes kepekaanantibiotik
4) Pemeriksaanmakroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderitadengan diare meskipun
pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.Pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan warna
tinja, konsistensi,bau, adanya lendir, adanya darah dan adanya busa. Tinja yang berbusamenunjukkan
adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yangberminyak, lengket dan berkilat
menunjukkan adanya lemak dalam tinja.Lendir dalam tinja menggambarkan adanya kelainan di kolon,
khusunyaakibat infeksi bakteri. Pemeriksaan PH tinja menggunakan kertas lakmusdapat dilakukan
untuk menentukan adanya kejadian asam dan basa dalamtinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yangdihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halussehingga
masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila Ph tinja <6 dapat dianggap
sebagai malabsorpsi laktosa. Ph normal tinja6-6,5 (Setiati.,2014).
5) Pemeriksaanmikroskopik.
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besarleukosit dalam tinja yang
menunjukkan adanya proses inflamasi.Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja
yangberlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau NaCl kemudian diperiksadengan mikroskop
cahaya (Suratmaja.,2007).
b. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare (Setiati.,2014):
1) Berdasarkan lama kejadiandiare:
a) Diare akut : berlangsung <14hari
b) Diare kronik : berlangsung > 14hari
2) Berdasarkan mekanismepatofisiologi:
a) Diaresekretorik
b) Diareosmotik
3) Berdasarkan derajatdehidrasi:
a) Diare tanpadehidrasi
b) Diare dengan dehidrasi ringan-sedang
c) Diare dengan dehidrasi berat
Klasifikasi Diare Menurut Derajat Dehidrasi

Gambar.4Klasifikasi Diare Menurut Derajat Dehidrasi (Tanto.,2014).

Skor Derajat Dehidrasi

Gambar.5Skor Derajat Dehidrasi


Skor :
6 = tanpa dehidrasi
7-12 = dehidrasi ringan-sedang
≥13 = dehidrasi berat
c. Tata LaksanaTerapi
1) Terapi Farmakologi
Menurut Kemenkes RI (201), prinsip penatalaksanaan diare pada balitaadalah LIMA
LANGKAH TUNTASKAN DIARE (LINTAS) yang didukungoleh IkatanDokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. ProgramLINTAS DIAREyaitu:
a) Rehidrasi menggunakanoralit
b) Zinc diberikan selama 10-14 hariberturut-turut
c) Teruskan pemberian ASI danmakanan
d) Antibiotikselektif
e) Edukasi kepada orang tua/pengasuh
(Tanto.,2014)
a. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan sejak dari rumahtangga dengan
memberikan oralit dengan osmolaritas rendah dan bila tidaktersedia berikan cairan rumah tangga
seperti air tajin, kuah sayur atau air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran merupakan oralit
yang barudengan osmolaritas yang rendah yang dapat mengurangi rasa mual danmuntah. Oralit
merupakan cairan rehidrasi yang terbaik bagi penderitadiare untuk mengganti cairan yang hilang.
Akan tetapi bila penderita tidakbisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapatpertolongan cairan melalui jalur intravena. Banyaknya pemberian oralittersebut didasarkan
pada derajat dehidrasi.
a) Diare tanpadehidrasi
Umur <1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak diare
Umur 1-4 tahun : ½-1 gelas setiap kali anak diare
Umur ≥ 5 tahun : 1- 1 ½ gelas setiap kali anak diare

b) Diare dengan dehidrasi ringansedang


Larutan oralit diberikan dalam waktu 3 jam pertama sebanyak 75cc/KgBB
c) Diare dengan dehidrasiberat
Rehidrasi intravena 100 cc/KgBB cairan ringer laktat atau ringerasetat dengan ketentuan
Umur < 1 tahun : pertama berikan 30 cc/KgBB dalam 1 jam ,selanjutnya 70 cc/KgBB dalam 5jam
Umur ≥ 1 tahun : pertama berikan 30 cc/KgBB dalam 30 menit,selanjutnya 70 cc/KgBB dalam 2,5
jam.
b. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalamtubuh. Zinc dapat menghambat
enzim INOS ( Inducible Nitric OxideSynthase ) , di mana ekskresi enzim ini akan meningkat selama
prosesdiare dan dapat mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc jugaberperan dalam proses
epitelisasi dinding usus yang mengalamikerusakan baik secara morfologi dan fungsinya selama terjadi
diare(Kemenkes.,2011).
Zinc diberikan 10 hari berturut-turut walaupun diare sudahberhenti pada anak. Dapat diberikan
dengan cara dikunyah ataudilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
Umur < 6 bulan : diberi 10 mg ( ½ tablet ) per hari
Umur > 6 bulan : diberi 20 mg ( 1 tablet ) per hari
c. PemberianAntibiotik
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semuapenderita diare akut. Antibiotik
diindikasikan pada pasien diare yangdisertai dengan demam, feses berdarah, leukosit pada
feses,suspekkolera dan infeksi berat lainnya (Kemenkes.,2011).
Menurut PERMENKES no 2406 tahun 2011 mengenaipemakaian antibiotik menyatakan bahwa
terapi antibiotik dapatdigunakan sebagai terapi empiris dan definitif . Antibiotik sebagaiterapi empiris
yang digunakan adalah tetrasiklin, doxyciclin,cotrimoxazole dan eritromisin dengan jangka waktu atau
lama pemberian antibiotik yang disarankan adalah 2-3 hari. Setelah itu,maka harus segera dievaluasi
berdasarkan kondisi klinis dan hasilpemeriksaan seperti lab dan mikrobiologi.
Apabila bakteri penyebab diare diketahui maka dapat diberikanantibiotik pada anak sebagai
berikut :

Gambar. 6 (Behman dkk.,2014)

2) Terapi Non Farmakologi


a. Dukungan Nutrisi
Pemberian makanan selama diare dapat membuat anak tetap kuat dan tumbuh dengan baik serta
mencegah kehilangan berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI
sedangkan anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan
atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna dan diberikan lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan(Kemenkes.,2011).

b. Edukasi//Nasihat pada OrangTua


a. cara memberikan cairan dirumah
b. kapan harus membawa anak kembali ke petugaskesehatan:
1) berak cair lebihsering
2) muntah berulang
3) sangathaus
4) makan dan minum sangat sedikit
5) demam
6) berakberdarah
7) tidak membaik dalam 3hari
KASUS KONSTIPASI
Seorang laki laki umur 45 tahun ke apotek ingin membeli obat untuk konstipasinya. Saat ini dia telah
menggunakan obat hidrokodon/asetaminophen (vicodin) 10 mg/325 gm tiap 4 – 6 jam jika nyeri. Klonidin
0.2 mg 3x/hari, HCT 25 mg/hari untu hipertensi, simvastatin 20 mg tiap pagi, omeprazole 20 mg/hari untuk
GERD, bupropion-SR 150 mg 2x/hari untuk terapi berhenti merokoknya.
Pertanyaan:
1. Apa yang menjadi faktor penyebab pada konstipasi pasien?
2. Apa terapi farmakologi dan non farmakologi pasien
A. IdentifikasiPasien
Berdasarkan kasus tersebut, pasien dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Diketahui :
Umur : 45 tahun
JenisKelamin : laki-laki
1. Tanda dangejala
-
2. RiwayatKesehatan
Hipertensi,Gerd,Kolesterol dan terapi berhenti merokokya
3. Data Laboratorium dan Pengujian Fisik
-
B. Tata LaksanaTerapi
1. Faktor Risiko : Faktor penyebab Efek samping konsumsi obat, contohnya obat antasida, antikonvulsan,
antagonis kalsium, diuretik, suplemen besi, obat untuk penyakit Parkinson, dan antidepresan.disebabkan
oleh penggunaan obat dari pasien yaitu obat vicodin dansimvastatin
2. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi pada orang dewasa antara lain,defisiensi
serat, kurangnya intake cairan , aktifitas fisik, rutinitas atau perubahan gaya hidup, depresi, penggunaan
obat-obatan, gangguan metabolik hiperkalsemia dan hipotyroid (Mulyani,2019)

3. Tujuan Terapi
Tujuan terapi konsipasi adalah untuk mengurangi keluhan,menyembuhkan konstipasi dan dapat
mencegah komplikasi dan kekambuhan (Sanusi,2011).
4. StrategiTerapi
a. Terapi Non Famakologi
Terapi non farmakologis Tingkatkan konsumsi serat yang berasal dari buah-buahan, sayur-
sayuran dan sereal, konsumsi air dalam jumlah banyak minimal 30-50 ml/KgBB/hari untuk orang
dewasa sehat dam aktivitas normal; Tingkatkan aktivitas fisik dengan olahraga yang rutin ±30 menit
setiap hari; Latih kebiasaan defekasi secara teratur setelah makan atau waktu lain yang dianggap sesuai
dan cukup agar pasien tidak terburu-buru. Pasien harus menghindari kebiasaan mengedan sewaktu
defekasi; Hentikan obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi; Konsumsi probiotik; 2 (kapita
selekta, 2009).
Terapi lini pertama dan utama pada konstipasi adalah meningkatkan asupan serat dan cairan, serta
aktifitas fisik yang cukup. Hindari makan porsi besar 3 kali sehari tetapi makanlah dengan porsi kecil
dan sering. Hindari ketegangan psikis seperti stres dan cemas. Jangan menahan rasa ingin buang air
besar karena akan memperbesar resiko konstipasi.4,7,9,(Sembiring, 2015 ).
Guna menekan risiko konstipasi, yang utama adalah menjaga pola makan cukup serat dan perilaku.
Usaha pencegahan ini lebih murah dan menjanjikan karena kecukupan serat akan membantu
memperlancar proses buang air besar. serat bukanlah zat yang dapat diserap oleh usus, namun
perannya sangat penting dalam proses pencernaan. Serat membantu melancarkan pencernaan dan
bahkan pada mereka yang menderita kelebihan asupan gizi, serat dapat mencegah atau mengurangi
risiko akibat kegemukan. Fungsi serat makanan adalah membuat makanan dapat bertahan lama berada
dalam lambung. Makanan berserat dapat bertahan di dalam lambung sampai 24 jam, sedangkan
makanan lain hanya 4 jam. Fungsi lain dari serat makanan adalah merangsang aktivitas saluran usus
untuk mengeluarkan feses secara teratur. Selain itu serat makanan di dalam feses dapat menyerap
banyak air, sehingga membuat feses menjadi lunak atau mencegahkonstipasi.
b. Terapi Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi pada konstipasi adalah dengan pemberian obat pencahar


(laxatives). Secara umum golongan obat pencahar terbagi atas: bulking agents, pelunak tinja (stool
softeners), pencahar minyak mineral (lubricant laxatives), pencahar bahan osmotik (osmotic laxatives)
dan pencahar perangsang (stimulant laxatives) (Sembiring,2015)

C. KIE danMonitoring
1. KIE (Komunikasi Informasi danEdukasi)
Pemberian informasi dapat mempersiakan ekspektasi realistis dan kepercayaan diri terhadap
kemampuan diri untuk mengontrol hal yang akan terjadi pada diri klien.
a. Menganjurkan pasien agar melakukan gaya hidup sehat
b. Memperbanyak konsumsi sayur, biji-bijian, dan buah yang mengandung vitamin A dan C. Mengonsumsi
makanan yang mengandung probiotik, seperti yoghurt
c. Menghindari konsumsi susu.Mengelola stres dengan baik.Beristirahat yang cukup Membatasi konsumsi
alkohol. Berhenti merokok.dan Makan makananan yang berserat tinggi seperti , sayuran berdaun hijau gelap,
roti, dan buah-buahan
2. Monitoring
a. Memantau kepatuhan pasien dalam menjalani terapi nonfarmakologinya
b. Mengontrol perubahan kondisi pasien padakonstipasi

KASUS DIARE
Seorang anak umur 3 tahun oleh ibunya dititipkan ditempat penitipan anak 4 hari setiap minggu
mengeluh sakit perut dan tidak mau makan apapun. Kata ibunya setiap BAB bentuknya cair dan kondisi
tubuhnya panas sedang. Hari berikutnya ada darah di tinja dan sedikit nanah.
Pertanyaan :
1. Apa penyebab diare pada anak tersebut? Bagaimana cara menentukan jenis terapinya/diagnosanya?
2. Bagaimana tata laksana?

Jawab:
Identifikasi kasus
1. Riwayat social
Pasien dititipkan ditempat penitipan anak 4 hari tiap minggu
2. Keadaan fisik
Tanda-tanda fisik:
a. Pasien mengeluh sakit perut dan kondisi tubuhnya panas
b. Tiap BAB bentukcair
c. Ada darah ditinja dan sedikitnanah.
a. Penggolongan diare pada pasien didasarkan atas lamanya diare dan feses yang keluar dari data diatas
pasien digolongkan kedalam diare akut karena pasien menderita diare kurang dari 3 hari dan termasuk
disentri adalah diare disertai darah. disebabkan oleh bakteri shigella (Fitri dkk., 2015).
b. Tata laksana terapi
1. Tujuan terapi
Tujuan Pengobatan: Untuk mengelola makanan, air, elektrolit, memberikan bantuan gejala, mengobati
penyebab diare yang dapat disembuhkan dan mengelola gangguan sekunder yang menyebabkan diare
(Dipiro, 2015).

2. Strategiterapi
a. Terapi non farmakologi
Manajemen diet adalah prioritas pertama dalam pengobatan diare. Kebanyakan dokter
merekomendasikan untuk menghentikan konsumsi makanan padat makanan dan produk susu selama 24
jam. Diet hambar dimulai Pemberian makan harus dilanjutkan pada anak-anak dengan diare bakteri
akut. Anak-anak yang diberi makan memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah, baik atau
tidak mereka menerima cairan rehidrasi oral (Dipiro,2015).

b. Terapi farmakologi
Dar
i algoritma diatas dapat kita lihat data pasien merupakan diare akut dengan tanda diare
kurang dari 3 hari, demam dan feses berdarah dan sedikit bernanah jadi untuk terapinya diberikan antibiotik dan
terapi simtomatik (Dipiro, 2015). Untuk jenis obat terpilih adalah obat oralit,zink, parasetamol dan antibiotik
kotrimoksazol.

3. Alasan pemilihan obat


a. Oralit
Pemberian oralit bermanfaat untuk menangani cairan yang hilang karena oralit mengandung
NaCl,KCl, trisodium sitrat hidrat dan glukosa anhidrat. Oralit atau cairan rehidrasi oral adalah
larutan untuk mengatasi diare. Kemenkesi RI menyebutkan bahwa penelitian dengan menggunakan
oralit dapat mengurangi tinja 25%mengurangi mual dan muntah 30% dan dapat mengurangi
pemberian cairan intravena sampai 33% (Pertiwi,2017).
b. Sulemen Zink
Zink sangat dianjurkan dalam penanganan diare akut pada anak karena zink dapat menurunkan
frekuensi pengeluaran tinja. WHO sangat menganjurkan pemberian zinc dalam penatalaksanaan
diare akut, karena zink mampu mengurangi episode diare sekitar 25% (Pertiwi, 2017).Mekanisme
zink yaitu dapat memperbaiki atau meningkatkan absorpsi air dan elektrolit dengan cara mengurangi
kadar air dalam lumen usus yang menghasilkan perbaikan pada konsistensi feses. Perbaikan
konsistensi feses akan dapat mengurangi frekuensi BAB yang timbul sehingga hal tersebut dapat
pula mempersingkat lama diare pada anak (lolopayung dkk.,2014).
c. Kotrimoksazol
Obat antibiotic yang paling banyak diresepkan yaitu golongan sulfonamide kotrimiksazol sebesar
92.63%. hal ini disebabkan karena koramiksazol marupakan antibiotic pilihan paling utama dan
mengobati diare akut terutama membutuhkan terapi antibiotik. (Agitsah dkk., 2014).Cotrimoxazole
merupakan antibiotiotik yang mengandung kombinasi sulfametoksazol dan
trimetoprin.Cotrimoxazole mempunyai spektrumaktifitas luas dan efektif terhadap grampositif dan
gram negatif termasuk shigella yang merupakan bakteri gram negatif sertasalah satu penyebab utama
diare akut (Koropis dkk., 2013).
d. Obat simtomatik(paracetamol)
Antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan demam yang ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh asien. Gejala demam pada pasien diare akut anak umum terjadi dan biasa
disebabkan oleh aktivitas invasive pathogen oleh Karena itu pemberina antibiotic merupakan hal
yang tepat pada pasien diare akut anak (Pertiwi, 2017).
4. KIE (Komunikasi, Informasi danEdukasi)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang harus diberikan pada orang tua pasien yaitu :
a. Memberi penjalasan kepada wali pasien untuk obat penurun panas diberikan seperlunya, jika pasien
tidak menunjukan gelala demam maka pengunaan parasetamol bisadihentikan.
b. Orangtua / pengasuh diberi pemahaman bagaimana pengobatan diare dirumah pemberian oralit 100
cc (stengah gelas) setiap kali BAB cair dan zink serta menjaga kebersihan anak danlingkungan.
c. Memberi penjelasan terhadap orangtua pasien mengenai penggunaan antibiotik yang harus
dihabiskan selama 3hari
d. Penggunaan obat zink diberikan selama 10 hariberturu-turut

5. Monitoring
Harus dimonitoring pada pasien yaitu :
a. Efek dan gejala obat setelah diberikan
b. Penggunaan antibiotik yang harus dihabiskan selama 3hari
c. Penggunaan oralit yang di konsumsi setelah BAB pada anak
DAFTAR PUSTAKA

Burns M.A., Schwinghammer T.L., Wells B.G., Malone P.M., Kolesar J.M and Dipiro J.T., 2016,
Pharmacotheraphy Principles and Practice, Mc GrawHill Companies: New York.

Dipiro J.T, Talbert R.L, Yee G.C, Matzke G.R, Wells B.G. and Posey L.M., 2011, Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach, 8th ed, Mc Graw: Inggris.

Fithria Dan, Akroman Rohmat,2015, Rasionalitas Terapi Antibiotik Pada Pasien Diare Akut Anak Usia 1-4
Tahun Di Rumah Sakit Banyumanik Semarang Tahun 2013, Pharmacy,Vol.12 (2).
Kementerian kesehatan Republik Indonesia., 2011. Tatalaksana diare pada balita. Jakarta: Direktorat jenderal
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 2011.

Korompis, Heedy ,Tjitrosantoso, Dan Lily, R.G.,2013, Studi Penggunaan Obat Pada Penderita Diare Akut
DiInstalasi Rawat Inap Blu Rsup Prof. Dr. R. D. KandouManado Periode Januari – Juni 2012.
Pharmacon Jurnal IlmiahFarmasi – Unsrat,Vol. 2 (2).
Lolopayung1, M., Dkk.,2014, Evaluasi Penggunaan Kombinasi Zink Dan Probiotik Pada Penanganan Pasien
Diare Anak Di Instalasi Rawat Inap Rsud Undata Palu Tahun 2013, Online Jurnal Of Natural Science,
Vol.3(1).
Pertiwi, L., 2017, Gambarann Farmakoterapi Diare Akut Pada Anak Di Puskesmas Simpang Tiga Kota Pecan
Baru Periode 1 Januari-31 Dasember 2015, JOM FK,Vol 4(1).
Setiati. S., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6 jilid IIJakata: Interna publishing.

Tanto.C, Frans.L, Sonia.H, dan Eka.A.P., 2014, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-4 Jilid II, Media
Aesculapius: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai