Anda di halaman 1dari 21

DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW: STRATEGI DAN

PENDEKATAN

Abstrak
Berbicara Islam memang tidak akan lepas dari perjalanan dakwah Nabi
Muhammad SAW, karena Islam lahir melalui peran dakwah Nabi Muhammad
SAW dalam membawa risalah Islam kepada masyarakat Arab, bahkan peran
Nabi SAW dalam berdakwah tidak hanya membahas hal-hal yang hanya
berkaitan dengan hubungan manusia dengan ketuhanan yang dibawa Islam,
melainkan dakwah Nabi Muhammad SAW juga membahas kompleksitas
seluruh kehidupan, baik dari segi cara melakukan hidup yang baik hingga
sampai bagaimana cara berdagang dan melakukan diplomasi yang baik,
beberapa hal tersebutlah yang diakarjakn Nabi Muhammad SAW dalam
melakukan strategi dakwahnya.

Kata Kunci: Dakwah, Pendekatan dan dakwah Nabi Muhammad.

A. Pendahuluan
Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang mengajarkan tentang
dakwah. Rasulullah SAW sendiri diturunkan di dunia untuk melakukan
dakwah mengubah masyarakat Arab Jahili waktu itu menjadi masyarakat yang
lebih baik.1 Dari sini kita dapat melihat bahwa Rasulullah SAW datang dalam
kehidupan dunia ini tak lain membawa risalah dakwah untuk mengajak umat
manusia menuju kejalan yang benar, bahkan tidak hanya mengajak akan tetapi
juga menganjurkan dan menyuarakan manusia agar mau menerima kebaikan
dan petunjuk yang termuat dalam Islam.2
Kejelasan ini didukung dengan penjelasan al-Quran yang
menganjurkan manusia untuk menuju jalan yang benar QS. al-Baqarah: 186,
dan QS. Yunus: 25, serta meraih kebahagiaan hakiki dengan meng-Esakan,
mendekatkan diri dan intropeksi terhadap apa yang telah diperbuat.3 Dengan
dakwah ini, tujuan Rasul tak lain hanyalah ingin menyelamatkan manusia dari
jurang yang gelap (kekafiran) menuju ketempat yang terang-benderang (ajaran
Islam) serta mewujudkan masyarakat yang menjunjung tinggi kehidupan
beragama secara penuh dan menyeluruh. Secara prinsipil dakwah yang

1
Sayid Muhammad Nuh, Dakwah Fardhiyah (Solo: Era Adicipta Intermedia, 2011), h. 4
2
Safrodin Halimi, Etika Dakwah Dalam Perspektif Al-Quran anatar Edialis Aqurani dan
RealitasSosial (Semarang: Walisongo Pres, 2008), h. 32.
3
Awaludin Pimay, Metodologi Dakwah (Semarang: Rasail, 2006), h. 9.

1
diajarkan Nabi SAW tak lain hanya mengajarkan cara berkehidupan yang
benar, sehingga dapat meraih kebahagiaan dunia maupun akhirat.4
Kehadiran Rasulullah SAW sebagai seorang da’i, tidak serta merta
hanya mengajarkan cara yang benar dalam beragama dan berketuhanan5,
melainkan mengajarkan bagaimana cara berkehidupan yang baik dan benar
untuk menjadi makhluk manusia yang sempurna, hal ini sebagaimana terbukti,
bahwa selain Rasul melakukan dakwah di Masjid dan mimbar-mimbar umat
Islam kala itu. Rasulullah SAW juga mengajarkan bagaimana cara manusia
berkehidupan, baik melalui keteladanan dengan akhlak mulia, hingga turun
aksi menjadi pebisnis, politikus, bahkan jenderal perang. Bukti-bukti cara
dakwah Rasulullah bisa terlihat dari sejarah panjang kehidupan Rasulullah
SAW, dalam berkehidupan misalnya, Rasulullah hadir dengan suri taulan
mengajarkan cara memanusiakan manusia, serta cara bersikap yang baik
seperti shiddiq, amanah, tabligh, fatanah.
Tak hanya berhenti disini, Rasulullah dalam sejarah hidupnya juga
melakukan perundingan menjalin Ukhuwah Islamiyah,6melakukan
perdagangan dengan menjadi pedagang jujur dan mmelakukan penataan
ekonomi pasar. Baik dalam halproduksi dan distribusi, maupun dalam hal
konsumsi dan lain-lain yang berhubungan dengan aktifitas ekonomi, termasuk
didalamnya tentang hal ketenaga kerjaandan keharta-bendaan.Diantara ajaran
ekonomi dan keuangan yang disampaikannya melalui al-Quran dan al-Hadits
ialah konsep ekonomi dan keuangan yang berkeadilan dan berpemerataan.7
Banyak Sunnah dan hadits nabi Muhammad SAW yang menjelaskan tentang
petunjuk dalam bermuamalah (berdagang) dan mengelola negara. Sepanjang
perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW dalam menyiarkanagama Islam,
penerapan nilai danpraktik ekonomi Islam juga menjadi perhatian besar bagi
Nabi SAW mengingat didaerah Makkah merupakan daerah perdagangan
terbesar saat itu. Hal ini untuk menghindari terjadinya berbagai macam
kecurangan dalam transaksi perdagangan. Selain ekonomi, Rasulullah SAW

4
Abu Al-Fida’ Isma’il Bin Umar Bin Kathir Al-Qurasyiyyi Al-Dimasqi, Tafsir Al-Qur’an Al-
‘Adzim, (Dar Al-Thaybah, 1999), h. 385
5
Samsul Amin Munir, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), h. 6
6
Wahidin Saputra, Pengantar ilmu Dakwah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 2.
7
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat, (Tangerang: Kholam Pub, 2008),
h. 92

2
juga melakukan cara-cara yang baik dalam diplomasi-diplomasi kerajaan
untuk perluasan Islam.
Secara umum dan ini yang paling ini adalah bahwa dakwah Islam
adalah tugas kemanusiaan sebagai khalifah Tuhan di muka bumi, yang tidak
saja untuk mengatur urusan duniawi tetapi juga akhirat, tidak saja akhirat
tetapi juga duniawi. Aspek lahiriah maupun batiniah menjadi dimensi-dimensi
yang digarap oleh dakwah Islam.8 Walaupun kita harus membedakan bahwa
tujuan dakwah periode Makkah,9 yang lebih cenderung pada pembentukan
akidah dan kritis atas keyakinan Arab Jahiliyah, berbeda dari periode
Madinah, yang lebih mengedepankan pembentukan tatanan ekopol.
Namun begitu, sekalipun di periode Madinah, sudut pandang dan
pendekatan yang Nabi lakukan dalam berdakwah secara umum tetap berkisar
soal tiga hal: akidah, syariat dan akhlak. Tiga tema besar ini menjadi materi
dakwah Nabi.10 Selain itu, metode dakwah Nabi, dalam menyampaikan tema-
tema besar tersebut, secara umum juga berupa: menampilkan diri di hadapan
publik, mengirim delegasi ke berbagai wilayah sasaran dakwah, dan
mengadakan kontrak-kontrak diplomatik.11
Tema dakwah dan metode yang digunakan tentu sangat berkaitan erat
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Saat itulah, Nabi juga menentukan
sikap-sikap yang ditempuhnya, semisal, pada momen tertentu, Nabi harus
bersikap lemah lembut, memberikan puji-pujian yang selayaknya,
menghindari posisi-posisi yang rentang bermasalah, bahkan jika perlu pun
menundukkan hati audiensnya dengan harta dan menggunakan kekerasan
dengan tetap menjaga kebenaran posisi.12
Beberapa catatan ini menunjukan bahwa cara Nabi Muhammad SAW
melakukan dakwah dengan beragam cara yang komplesk dan menyuluruh
dalam berkehidupan. Tujuan terpentingnya bukan saja untuk membentuk
masyarakat muslim, tetapi juga mengajarkan langkah-langkah strategis yang

8
Tayyib Barghuts, Manhaj An-Nabi fi Himayah Ad-Dakwah wa Al-Muhafazhah ala
Munjazatiha Hilal al-Fatrah Al-Makkiyah, (Virginia, Herndon: The International Institute of Islamic
Thought, 1992), h. 79
9
Ibid., h. 159
10
Hammud bin Jabir Al-Haritsi, Dakwah An-Nabi li Al-A’rab, (Riyadh: Dar Al-Muslim, 1419 H.),
h. 65
11
Ibid., h. 136
12
Ibid., h. 214

3
sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw dalam mempertahankan masyarakat
muslim yang sudah terbentuk.13
Dengan latar belakang ini selanjutya kiranya penting untuk penulis
jelaskan lebih lanjut metode dakwah Nabi Muhammad SAW, kajian ini
penting dilakukan karena beberapa hal, pertama, untuk diketahui metode Nabi
Muhammad SAW dalam melaksanakan dakwahnya, sehingga cara-cara Nabi
bisa diaplikasikan oleh para da’i masa kini, kedua, melalui pengetahuan ini
diharapkan dapat menjadi pengetahuan umat Islam masa kini dalam
berkehidupan.
B. Strategi dan Pendekatan Dakwah
Dalam melakukan dakwah, Rasulullah saw menerapkan banyak
strategi dan pendekatan, mulai dari keteladanan, yaitu menampilkan diri
sebagai sosok suri tauladan yang penuh dengan akhlak mulia, hingga turun
aksi menjadi pebisnis, politikus, bahkan jenderal perang. Dengan kata lain,
Rasulullah berdakwah tidak saja dari mimbar masjid tetapi juga di pasar dan
medan tempur.
1. Dakwah dengan Keteladan
Keteladanan adalah karakter paling inheren dari pribadi Rasulullah
saw. Dalam sebuah hadits, akhlak Rasulullah adalah al-Quran itu
sendiri.14Dalam berdakwah, keteladanan adalah strategi paling utama. Pepatah
mengatakan,Lisan al-Hal afshahu min lisan al-Maqal,berdakwah dengan
tindakan jauh lebih efektif daripada dengan kata-kata semata.15
Tidak dapat dipungkiri, aktivitas dakwah merupakan atktifitas yang
sifatnya mendorong, mengajak atau juga memerintah orang lain terhadap
sesuatu yang baik. Rasulullah Saw. semasa berdakwah kepada para umatnya
tampil sebagai sosok sempurna dari suku Quraish, yang merupakan kabilah
terkemuka di bangsa Arab. Walaupun masyarakatnya pada saat itu sangat
keras,Rasulullah saw bersikap lemah lembut.
Bukti Rasulullah bersikap baik dikisahkan dalam sebuah hadits.

13
Abdurrahman Hasan Al-Maidani,FiqhAd-Dakwah ila Allah wa Fiqh An-Nush wa Al-Irsyad wa
Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy An Al-Munkar,(Beirut: Dar Asy-Syamiah, 1996), h. 84
14
Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil Alamin,
(Jakarta: Grasindo, 2010), h. 28
15
Athiyyah bin Muhammad Salim, Syarah Bulugh al-Maram, (Maktabah Syamilah: t.t), h. 11

4
‫ ﻓَﻘَﺎ َم إِﻟَ ْﯿ ِﮫ‬،‫ﺎل ﻓِﻲ ْاﻟ َﻤ ْﺴ ِﺠ ِﺪ‬
َ َ‫ أَ ﱠن أَ ْﻋ َﺮا ِﺑﯿّﺎ ً ﺑ‬،‫ﺲ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ‬ ٍ َ‫ﻋ َْﻦ أَﻧ‬
َ‫ " َد ُﻋﻮهُ َوﻻ‬:‫ﷲِ ﺻﻠّﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠّﻢ‬ ّ ‫ ﻓَﻘَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل‬،‫ﺑَﻌْﺾُ ْاﻟﻘَﻮْ ِم‬

َ َ‫ ﻓ‬،‫ﺎل ﻓَﻠَ ﱠﻤﺎ ﻓَ َﺮ َغ َدﻋَﺎ ﺑِﺪ َْﻟ ٍﻮ ِﻣ ْﻦ َﻣﺎ ٍء‬


.‫ﺼﺒﱠﮫُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ‬ َ َ‫ﺗُ ْﺰ ِر ُﻣﻮهُ" ﻗ‬
ُ‫ﷲ ﺻﻠّﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠّﻢ َدﻋَﺎه‬ ِ ّ ‫ُﻮل‬
َ ‫ ﺛُ ﱠﻢ إِ ﱠن َرﺳ‬:‫وﻓﻲ رواﯾﺔ ﻟﻤﺴﻠﻢ‬
،‫ "إِ ﱠن ھ ِﺬ ِه ْاﻟ َﻤ َﺴﺎ ِﺟ َﺪ ﻻَ ﺗَﺼْ ﻠُ ُﺢ ﻟِ َﺸ ْﻲ ٍء ِﻣ ْﻦ ھ َﺬا ْاﻟﺒَﻮْ ِل َوﻻ ْاﻟﻘَ َﺬ ِر‬:ُ‫ﻓَﻘَﺎ َل ﻟَﮫ‬
."‫ َوﻗِ َﺮا َء ِة ْاﻟﻘُﺮْ آ ِن‬،‫ﺼﻼَ ِة‬‫ َواﻟ ﱠ‬،- ‫ ﻋ ّﺰ وﺟﻞ‬- ‫إِﻧﱠ َﻤﺎ ِھ َﻲ ﻟِ ِﺬ ْﻛ ِﺮ ﷲ‬

Suatu ketika Rasulullah saw sedang duduk bersama para shahabat ra.
di dalam masjid. Tiba-tiba seorang ‘Arab Badui (kampung) masuk masjid, dan
kencing di dalamnya. Bangkitlah para shahabat yang ada di dalam masjid,
menghampirinya seraya menghardik dengan keras. Rasulullah saw melarang
mereka menghardik Arab Badui itu, dan memerintahkan mereka untuk
membiarkannya sampai menyelesaikan hajatnya. Kemudian setelah selesai,
Rasulullah sallam meminta untuk diambilkan setimba air untuk dituangkan
pada air kencing tersebut.” (HR. Bukhari)
Kemudian Rasulullah saw memanggil ‘Arab badui tersebut dalam
keadaan tidak marah ataupun mencela. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menasehatinya dengan lemah lembut: “Sesungguhnya masjid ini tidak pantas
untuk membuang benda najis (seperti kencing, pen) atau kotor. Hanya saja
masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan
membaca Al Qur’an.” (HR. Muslim)
Bukti lain, Rasulullah mampu mendakwahkan Islam secara sempurna
hanya dengan hitungan tahun. Kekuasaan Islam pada masa Rasulullah saw
sudah sangat luas, dan hal itu berhasil karena sifat beliau yang baik. “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159)
Orang-orang percaya pada Rasulullah saw sebagai sosok yang berbudi
pekerti luhur, hal itu juga karena dalam dakwah ucapan dan perbuatan Nabi
sejalan. Allah Swt. berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah
kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian

5
di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."
(QS. al-Shaf: 2-3)
Islam adalah rahmatan lil alamin. Rahmat itu tercermin dari
kepribadian dan keteladanan Rasulullah saw. Ibnu Katsir memaknai rahmatan
lil alamin sebagai sebuah ungkapan dan bentuk penegasan Allah kepada
seluruh makhluk pribumi tentang sifat dan akhlak Nabi Muhammad saw. Ibn
Katsir juga menegaskan, siapapun yang menerima ajaran serta anjuran yang
datangnya dari Rasulullah niscaya ia akan menjadi seorang yang berbahagia,
baik di dunia maupun di akhirat.16
Keteladanan Rasulullah saw dalam segala tindak-tanduknya, baik
dalam berbicara maupun bertindak sehari-hari, ditegaskan oleh Allah swt.,
“sungguh aku telah mengutus seseorang untuk kalian semua sebagai suri
tauladan yang baik,” (QS. al-Ahzab ayat 21). Dalam ayat lain, “dan bagimu
terdapat akhlak yang sangat mulia,” (QS. al-Qalam ayat 4)
Dalam satu kisah sejarah, Rasulullah selalu dilempari kotoran unta
karena teguh menyebarkan agama Islam, tetapi beliau tidak pernah marah,
tidak mengajak para sahabat balas dendam.Orang yang melemparkan kotoran
itu adalah Yahudi dari Bani Qainuqa’, tetangga Rasulullah sendiri.17 Namun,
Rasulullah saw bersabda:

‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو‬ َ ِ‫أن َرﺳُﻮْ ُل ﷲ‬ ‫ﺿ َﻲ ﷲ َﻋ ْﻨﮫُ ﱠ‬ ِ ‫ﻋ َْﻦ أَﺑِ ْﻲ ھُ َﺮ ْﯾ َﺮةَ َر‬
ُ ِ‫ْﺲ اﻟ َﺸ ِﺪ ْﯾ ُﺪ ﺑِﺎﻟﺼﱡ َﺮ َﻋ ِﺔ إِﻧﱠ َﻤﺎ اﻟ ﱠﺸ ِﺪ ْﯾ ُﺪ اﻟﱠ ِﺬيْ ﯾَ ْﻤﻠ‬
‫ﻚ ﻧَ ْﻔ َﺴﮫُ ِﻋ ْﻨ َﺪ‬ َ ‫آﻟِ ِﮫ َو َﺳﻠﱠﻢ ﻗَﺎ َل )ﻟَﯿ‬
‫ﺐ( ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﯿﮫ‬ َ ‫اﻟ َﻐ‬
ِ ‫ﻀ‬
“Orang yang kuat bukanlah yang menang dalam gulat, tetapi adalah
orang yang mampu menahan amarahnya,” (HR. Muttafaq alaih)
Secara umum dapat disimpulkan, aktivitas dakwah yang semestinya
akan dilaksanakan oleh umat muslim adalah meneladani Rasulullah saw., yang
di dalam agama Islam dikenal sebagai uswah hasanah. Konsep uswah
hasanah, keteladanan yang baik, bukan saja mesti menjadi pendekatan seluruh
dai muslim, tetapi sudah menjadi ajaran Islam itu sendiri. Lebih-lebih dalam
dakwah, yang berarti menggantikan dan meeneruskan mandat Rasulullah saw

16
Abu Al-Fida’ Isma’il Bin Umar Bin Kathir Al-Qurasyiyyi Al-Dimasqi, Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Adzim, (Dar Al-Thaybah, 1999), h. 385
17
Zainurrafieq, The Power of Syukur, (Jakarta: Spirit Media, 2015), h. 69

6
dalam menyampaikan Islam, uswah hasanahadalah pilihan paling utama dan
pertama.Imam al-Razi mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib, bahwa
seseorang yang berilmu dan sedang menyampaikan pesan agama kepada orang
lain maka dia adalah pewaris para Nabi.18
2. Dakwah dengan Dialog
Namun begitu, kelembutan perilaku yang Rasulullah saw tunjukkan
tidak disampaikan melakukan kalimat bisu saja, tetapi diartikulasikan menjadi
tindakan rasional dialogis. Rasulullah saw mendapat perintah dari Allah swt
untuk berdialog dengan musuh-musuh Islam. Allah swt berfirman: “Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl:
125)
Dalam sebuah riwayat, pada suatu hari, para pendeta Nasrani Najran
berselisih pendapat dengan para pendeta Yahudi. Para pendeta Yahudi
mengatakan bahwa Ibrahim adalah orang Yahudi, sebaliknya, pendeta Nasrani
berkata, "Nabi Ibrahim itu tidak lain adalah seorang Nasrani." Dengan nalar
rasional yang Allah swt ajarkan, Nabi Muhammad mengambil posisi, dengan
mengatakan bahwa Ibrahim itu hidup sebelum agama Yahudi dan Nashrani itu
terbentuk, sebelum Musa as dan Isa as lahir.19
Apa yang ayat Al-Quran sebutkan dan apa yang Rasulullah saw
praktekkan adalah bukti bahwa dialog adalah media dakwah Islam.
Khitabkepada nabi Muhammad sebentuk penegasan dari Allah swt. untuk
mengajak masyarakat Arab pada saat itu dengan cara yang penuh hikmah,
edukatif, rasional, dan ilmiah. Dakwah Islam tidak harus dengan otot saja,
tetapi juga otak.
Hal penting yang perlu dicatat, Allah swt memerintah Rasulullah untuk
berdakwah dengan perkataan-perkataan yang baik, penuh nasehat yang
bijaksana, bukan kata-kata penuh kebencian dan permusuhan. Ibn Katsir
menegaskan bahwa terminologi dialog (mujadalah) yang terdapat pada ayat

18
Fakruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Bairut: Dar al- Kutub al-llmiyyah, 1990), h. 461
19
Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Muhammad, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 527

7
An-Nahl tersebut merupakan terma yang dipergunakan oleh Nabi saw dalam
menghadapi orang-orang kafir.20
Dalam pandangan Ibnu Katsir, Rasulullah saw menggunakan metode
dakwah yang penuh hikmah. Yang dimaksud dengan hikmah di sini adalah
ketegasan beliau atas dasar-dasar dari setiap pesanyang telah dimandatkan
Allah swt secara langsung, seperti mengenai Tauhid dan yang lainnya.21
Dialog yang disampaikan dengan santun, secara otomatis, akan
menjadi mauidlah hasanah (wejangan sarat kebijaksanaan). Banyak orang
kafir yang mengingkari dan menentang kebenaran Islam, tetapi Allah swt
melarang memaksakan kehendak dan mencukupkan diri sebagai penyampai
saja. Allah swt berfirman:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu, barang
siapa yang ingkar kepada taghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah: 256)
Dalam berdialog dan berdakwah, Allah swt memberikan batasan-
batasan yang tidak boleh dilanggar oleh Rasulullah saw. Allah swt berfirman:
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara
yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka.” (QS.
al-‘Ankabut: 46)
3. Fungsionalisasi Masjid
Dakwah kadang memang membutuhkan pusat sebagai markaz, kantor,
atau tempat perkumpulan. Walaupun fakta demikian terjadi di era modern ini,
Rasulullah saw. telah mengerti tentang urgensitas pusat peradaban Islam itu
sendiri, yaitu masjid. Ketika hijrah ke Madinah, langkah pertama yang
Rasulullah lakukan adalah membangun masjid kecil yang berlantaikan tanah,
dan beratapkan pelepah kurma.22
Melalui Masjid, Rasulullah saw melakukan pengajaran Islam sekaligus
pemberdayaan masyarakar.Gerakan dakwah berbasis masjid ini telah

20
Abu Al-Fida’ Isma’il Bin Umar Bin Katsir Al-Qurasyiyyi Al-Dimasqi,Tafsir Al-Qur’an Al-
‘Adzim, (Dar Al-Thaybah, 1999), juz 4, h. 613
21
Ibid., h. 613
22
Moh. E. Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996), h. 10

8
diperankan oleh Rasulullah saw. di Masjid Nabawi, Madinah. Bentuk
pemberdayaan yang dilakukan meliputi pemberdayaan dalam aspek spiritual,
aspek sosial (persatuan dan kesetaraan), pendidikan, ekonomi, politik dan
pertahanan.23
Masjid Nabawi di Madinah telah menjabarkan fungsinya sehingga
lahir peranan masjid yang beraneka ragam. Sejarah mencatat tidak kurang dari
sepuluh peranan yang telah diemban oleh Masjid Nabawi, yaitu sebagai:
tempat ibadah (shalat, zikir), tempat konsultasi dan komunikasi (masalah
ekonomi-sosial budaya), tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat
latihan militer dan persiapan alat-alatnya, tempat pengobatan para korban
perang, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, aula dan tempat
menerima tamu, tempat menawan tahanan, dan pusat penerangan atau
pembelaan agama.24
Ini adalah pelajaran penting bagi kita bahwa dakwa Islam yang
berpusat pada masjid dapat dijadikan sebagai kerja pemberdayaan. Adapun
langkah yang ditempuh dalam melakukan pemberdayaan, misalnya, mulai dari
menumbuhkan dan membangun potensi spiritual Tauhid masyarakat,
menyediakan akses (pranata sosial), membangun masjid, membuat perjanjian
damai dengan berbagai pihak, mendirikan pasar di sekitar masjid, membentuk
dan melatih pasukan pertahanan, dan kebersamaan. Itulah mengapa, masjid
pertama yang dibangun oleh Rasulullah Saw. adalah Masjid Quba', kemudian
disusul dengan Masjid Nabawi di Madinah.
Allah swt berfirman: “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang
yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya,
dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke
dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di
dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat." (QS. Al-
Baqarah: 114)
Ironisnya, perkembangan masjid kontemporer sering bertolak
belakang. Masjid menjadi pusat dilontarkannya narasi-narasi kebencian,
permusuhan, serta pembentukan firqah-firqah yang memecah belah umat

23
Nawari Ismail, Perubahan Sosial-Budaya Komunitas: Agama Dam,(Yogyakarta:
Deepublish, 2016), h. 44
24
Moh. Roqib, Menggugat Fungsi Edukasi Masjid, (Jakarta: Grafindo Litera Media, 2005), h.
89

9
muslim. Masjid menampilkan dua wajah sekaligus: wajah Islam yang damai
sekaligus Islam yang keras. Keberadaan masjid-masjid yang menjadi penyebar
kebencian dan permusuhan semacam ini bukan tidak disinyalir oleh Al-Quran.
Allah swt sudah berfirman: “Dan (di antara orang-orang munafik itu)
ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan
(pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara
orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah
memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya
bersumpah:" Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi
saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya),”
(Qs. At-Taubah: 108).
Ini penting sebagai catatan sejarah. Allah swt memerintahkan
Rasulullah Saw meruntuhkan bangunan fisik masjid yang dibangun oleh kaum
munafik,yaitu Masjid Dhirar, dan menjadikan lokasi itu tempat pembuangan
sampah dan bangkai binatang. Perhatikanlah, penghancuran terhadap masjid
yang digunakan sebagai tempat provokasi dan permusuhan adalah dibenarkan.
Mengapa? Karena masjid ditujukan untuk ketakwaan, persatuan umat,
kedamaian, keharmonisan, bukan perpecahan. Sejak era Rasulullah saw.,
masjid adalah tempat berdakwah, pusat dakwah. Tetapi, masjid juga menjadi
sarang musuh yang menebar kebencian dan permusuhan. Itu yang terjadi pada
Masjid Dhirar.25
4. Dakwah dengan Ekonomi
Hal yang tak kalah penting adalah aspek ekonomi dan bisnis sebagai
media dakwah, strategi dan pendekatannya. Sebab, hal ini sudah dicontohkan
oleh Rasulullah saw sendiri. Beliau mempraktikkan perdagangan dengan
menggunakan sistem kerjasama (mudharabah) antara pengelola dan pemilik
moda, dalam hal ini adalah Siti Khadijah ra.26
Setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi, dalam proses
kegiatan dakwahnya, ekonomi Islam menjadi berkembang sangat pesat. Moral
masyarakat banyak berubah, khususnya dalam hal perdagangan dan dalam
sistem ekonomi pemerintahan. Nabi Muhammad saw juga memberikan ajaran

25
Suara Hidayatullah, Volume 14, Issues 7-12, Thn. 2001, h. 161, lihat juga Sayyid Quthub,
Tafsir Fi Zhilalil Quran, jilid 11, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 46
26
A. Fatih Syuhud, Meneladani Akhlak Rasul dan Para Sahabat, (Pondok Pesantren Al-
Khoirot, 2015), h. 42

10
Islam tentang penataan ekonomi dan pasar. Baik dalam hal produksi dan
distribusi, maupun terutama dalam hal konsumsi dan lain-lain yang
berhubungan dengan aktifitas ekonomi.
Diantara ajaran ekonomi dan keuangan yang disampaikannya adalah
ekonomi dan keuangan yang berkeadilan dan merata.27Dalam melakukan
usaha perdagangan, menurut Nabi Muhammad saw, ada beberapa aturan yang
harus diperhatikan28:
Pertama, penjual tidak boleh mempraktekkan kebohongan dan
penipuan mengenai barang-barang yang dijual pada pembeli. Kedua, para
pelanggan yang tidak sanggup membayar kontan, hendaknya diberi tempo
untuk melunasinya. Rasulullah saw bersabda: “tinggalkanlah apa-apa yang
meragukanmu dan berbaliklah pada apa yang tidak meragukanmu. Kebenaran
adalah ketenangan dan kepalsuan adalah keraguan.”29
Ketiga, penjual harus menjauhi sumpah yang berlebih-lebihan dalam
menjual suatu barang, hanya supaya calon pembeli tertarik, sehingga promosi
atas kualitas produk melebihi realitas kualitas produk itu sendiri. Rasulullah
saw bersabda:

‫ﻒ ُﻣﻨَﻔﱢﻘَﺔٌ ﻟِﻠﺴ ْﱢﻠ َﻌ ِﺔ ُﻣ ْﻤ ِﺤﻘَﺔٌ ﻟِ ْﻠﺒَ َﺮ َﻛ ِﺔ‬


ُ ِ‫ْاﻟ َﺤﻠ‬
”Sumpah itu akan menjadikan barang dagangan menjadi laris manis,
(akan tetapi) menghapuskan keberkahan.” (HR. Bukhari-Muslim). Dari Abu
Qotadah Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabd:
ُ ‫ﻒ ﻓِﻰ ْاﻟﺒَﯿ ِْﻊ ﻓَﺈِﻧﱠﮫُ ﯾُﻨَﻔﱢ‬
ُ ‫ﻖ ﺛُ ﱠﻢ ﯾَ ْﻤ َﺤ‬
‫ﻖ‬ ِ ِ‫إِﯾﱠﺎ ُﻛ ْﻢ َو َﻛ ْﺜ َﺮةَ ْاﻟ َﺤﻠ‬
”Hati-hatilah dengan banyak bersumpah dalam menjual dagangan
karena ia memang melariskan dagangan, namun malah menghapuskan
keberkahan.” (HR. Muslim). Dalam sabda lain, “tidak seorang pun dapat
menjadi orang yang taat sebelum ia meninggalkan segala sesuatu yang tidak
membawa manfaat dengan cara berhati-hati terhadap yang mendatangkan
mudlarat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).30

27
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat, (Tangerang: Kholam Pub, 2008),
h. 92
28
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, terj.Dewi Nurjulianti, dkk.,
(Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1997), h. 28
29
Ibid., h. 20
30
Ibid., h. 21

11
Keempat, hanya dengan kesepakatan bersama, atau dengan suatu
usulan dan penerimaan penjualan suatu barang akan sempurna. Riba dalam
segala macam bentuknya sama sekali dilarang oleh nabi. Jabir menceritakan
bahwa:

َ َ‫ﺼﻠﱠ ﺎﻟﻠﱠﮭُ َﻌﻠَ ْﯿ ِﮭ َﻮ َﺳﻠﱠ َﻤﺂ ِﻛ َﻼﻟ ﱢﺮﺑ‬


‫ﺎو ُﻣ ْﺆ ِﻛﻠَﮭُ َﻮ َﻛﺎﺗِﺒَﮭ َُﻮ‬ َ ‫ُﻮﻻﻟﻠﱠ ِﮭ‬
ُ ‫َﻋ ْﻨ َﺠﺎ ِﺑ ٍﺮﻗَﺎﻟَﻠَ َﻌﻨَ َﺮﺳ‬
‫َﺷﺎ ِھ َﺪ ْﯾ ِﮭ َﻮﻗَﺎﻟَﮭُ ْﻤ َﺴ َﻮا ٌء‬
“Rasulullah telah mengutuk orang yang menerima riba, membayar dan
mencatatnya, serta dua orang saksi atasnya, seraya mengatakan : mereka
semua sama saja” (HR. Muslim).31
Kelima, penjual harus tegas terhadap timbangan dan takaran. Keenam,
orang yang membayar dimuka untuk pembelian suatu barang tidak boleh
menjualnya sebelum barang tersebut barang tersebut benar-benar menjadi
miliknya. Ketujuh, nabi melarang bentuk monopoli dalam perdagangan dan
mengatakan “barang siapa yang melakukan monopoli maka ia adalah
pendosa”. Kedelapan, tidak ada harga komoditi yang boleh dibatasi.
Penerapan nilai dan praktik ekonomi Islam menjadi perhatian besar
Rasulullah saw., mengingat Makkah merupakan pusat perdagangan terbesar
saat itu. Banyak Sunnah dan hadits nabi menjelaskan tentang petunjuk dalam
bermuamalah (berdagang).
Perlu untuk menegakkan keadilan bagi seluruh kehidupan sosial
manusia, sehingga keselarasan terpelihara dalam setiap tindakan manusia. Hal
itu karena pemeliharaan keselarasan dan kesederhanaan bidang ekonomi
hampir tidak mungkin dilakukan tanpa kekuatan. Pentingnya kekuasaan
politik diberi tekanan dalam ayat ini.
Selain ingin memelihara suatu keseimbangan hubungan antara Tuhan
dan manusia, Islam juga ingin menegakkan keadilan dalam pengaturan
hubungan antar manusia untuk menyelamatkan masyarakat dari hal-hal buruk
yang terjadi dalam bidang ekonomi. Inilah sebabnya mengapa Islam hendak
menegakkan keadilan tidak hanya dalam satu aspek tetapi dalam setiap aspek
kehidupan sosial.32

31
Ibid., h. 23
32
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, terj. Dewi Nurjulianti, dkk.,
(Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1997), h. 57

12
Siti Khadijah adalah salah seorang dari wanita kaya di Mekkah.
Melihat Muhammad muda sejak kecilterkenal rajin dan percaya diri,
memperoleh reputasi yang baik ketika dewasa, dikenal karena kejujuran dan
integritasnya, maka Khadijah mulai tertarik untuk berbisnis dengan
Muhammad. Khadijah mengutus Muhammad dalam berbagai perjalanan
dagang keberbagai pasar di Utara dan Selatan dengan modalnya. Terkadang
Khadijah memberi upah, dan tidak jarang berdasarkan bagi hasil sebagai mitra
dagangnya tersebut.33
5. Pembebasan (al-fath)
Perang adalah bagian dari potret sejarah Islam awal, dan hal itu tidak
bisa dipungkiri. Namun, opini tentang perang dapat saja bermakna bias,
sehingga musuh Islam membangun narasi yang menyudutkan dengan
mengatakan bahwa Islam sebagai agama teror, bukan saja berdasar fakta
kontemporer melainkan juga sejak era Muhammad saw. Opini yang perlu
diluruskan, dan bahwasanya perang bukanlah teror melainkan media dakwah
yang membebaskan.
Selama hidup, Rasulullah saw. menjalankan perannya sebagai
komandan pasukan dan kepala pemerintahan sipil.34Peperangan yang
berorientasi dakwah dan diikuti langsung oleh Rasulullah sebanyak 27 kali.
Perang Waddan (al-Abwa), terjadi pada bulan Ṣafar tahun 2 H/bulan Agustus
tahun 623 M. Inilah perang pertama yang memakan waktu 15 hari.35Dalam
perjalanan perang ini, umat muslim berhasil mengikat kontrak perjanjian
damai dengan Bani Dhamrah yang dikepalai oleh Majdi bin Amr Ad-Dhamri.
Perang Buwwaṭ terjadi pada bulan Rabiul Awal tahun 2 H/bulan
September tahun 623 M.36Dalam perang ini, umat muslim mendapat kabar
bahwa kafilah dagang Quraisy membawa Unta sebanyak 2.500 ekor dan
hendak menyerang. Setelah disambut dan Rasulullah terjun ke medan perang,
pasukan Quraisy tidak datang, dan perangpun tidak terjadi. Rasulullah saw
pun kembali ke Madinah. Sejarah ini ingin mengajarkan agar umat muslim
tidak gentar terhadap musuh tetapi tidak perlu mencari permusuhan.
33
Ibid., h. 7
34
Philip K. Hitti, History of the Arabs, (Jakarta: Serambi, 2014), h. 174.
35
Moenawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Muhammad, Vol. 1, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
h. 563
36
Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h.
225

13
Pada tahun 2 H./623 M., terjadi banyak peperangan. Di antaranya,
Perang Żul Usairah (Jumadil Akhir tahun 2 H/bulan Desember tahun 623 M.),
Perang Badar Pertama (bulan Jumadil Akhir tahun 2 H/bulan Desember tahun
623 M.). Perang demi perang ini susul-menyusul karena kebencian orang kafir
terhadap pertumbuhan pesat umat muslim. Sementara prinsip Islam tetap
sama, yaitu menyebar perdamaian, berperang untuk menolak serbuan, dan
mencari solusi terbaik untuk menghindar konflik berkepanjangan.37
Api permusuhan dari orang kafir terhadap Islam memang tidak pernah
padam. Beberapa eprang pun pecah pada bulan-bulan berikutnya, seperti
Perang Badar Qubra (bulan Ramaḍan tahun 2 H/bulan Maret tahun 624 M.),
Perang Bani Qainuqa’ (Syawal tahun 2 H/bulan April tahun 624 M.), Perang
Bani Sulaim (Syawal tahun 2 H/bulan April tahun 624 M.), Perang Bani
Sawwiq (Żulhijjah tahun 2 H/bulan Juni tahun 624 M.), Perang Żu ’Amar
(Rabiul Awal tahun 3 H/bulan Agustus tahun 624 M.), Perang Buhran
(Jumadil Awal tahun 3 H/bulan Oktober tahun 624 M.). Semua perang ini
sering kali didorong oleh pengkhinatan perjanjian damai atau percobaan
pembunuhan atas Nabi saw.38
Perang Uhud (Syawal tahun 3H/bulan Maret tahun 625 M.) adalah
perang yang cukup terkenal.39Kaum Quraisy ingin balas dendam atas
terbunuhnya saudara-saudara mereka di perang Badar. Perang Hamra' al-
As’ad (Syawal tahun 3 H/bulan Maret tahun 625 M.)merupakan kelanjutan
dari perang Uhud. Kaum Quraisy penasaran dengan kekalahan mereka di bukit
Uhud. Perang Bani Naẓir (Rabiul Awal tahun 3 H/bulan September tahun 624
M.)yang dikarenakan Bani Naẓir melanggar perjanjian damai dengan
Rasulullah saw.
Perang Żatur Riqa` (Rabiul Awal tahun 3 H/bulan September tahun
624 M.)bertujuan untuk memerangi suku badui Arab yang terkenal keras
kepala dan suka merampok. Perang Badar Kedua (Sya’ban tahun 4 H/bulan
Januari tahun 626 M.). Perang Dumatul Jandal (Rabiul Awal tahun 5 H/bulan
Agustus tahun 626 M.)yang bertujuan membersihkan pengacau ketertiban

37
Mulyadhi Kartanegara, Islam Buat yang Pengen Tahu, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 66-67
38
Said Ramadhan Al-Buthy, Fikih Sirah, (Jakarta: Mizan, 2009), h. 272
39
2013. Abdul Hadi Zakaria, Sejarah Lengkap Kota Makkah dan Madinah, (Jogjakarta: Diva
Press, 2014), h. 249

14
sosial dan perampok para pedagang yang akan ke pasar.40Jika dilihat dari
motiv-motiv perang maka sejarah peperangan dalam Islam tidak menodai
sama sekali tujuan suci Islam sebagai pembawa misi perdamaian, bahkan
sekalipun harus diukur dengan nalar manusia modern-kontemporer.
Karenanya, perang bukan perbuatan yang terlarang dalam Islam.
Perang dikutuk oleh Islam jika tidak memiliki landasan kebenaran yang syar’i.
Pada tahun-tahun berikutnya, Rasulullah saw pun masih terjun ke medan
perang, seperti Perang Muraisi` (Sya`ban tahun 5 H/bulan Januari tahun 627
M.), Perang Khandaq (Sya`ban tahun 5 H/bulan Januari tahun 627 M.), Perang
Bani Quraiẓah (Żulqa`dah tahun 5 H/bulan April tahun 627 M.), Perang Bani
Lihyan (Rabiul Awal tahun 6 H/bulan Juli tahun 627 M.), Perang Żil Qarad
(Rabiul Awal tahun 6 H/bulan Juli tahun 627 M.), Perang Hudaibiyyah
(Żulqa’dah tahun 6 H/bulan Maret tahun 628 M.).
Selain itu ada lagi, yaitu Perang Khaibar (Muḥaram tahun 7 H/bulan
Mei tahun 628 M.), Perang Mu’tah (Jumadil Awal tahun 8 H/bulan September
tahun 629 M.), Perang Fatḥu al-Makah (Ramaḍhan tahun 8 H/bulan Januari
tahun 630 M.). Dalam sejarah, Fathu Makkah ini adalah penaklukan terbesar
umat Islam. Perang Hunain dan Bani Ṫaif (Syawal tahun 8 H/bulan Febuari
tahun 630 M.), dan Perang Tabuk (Rajab tahun 9 H/bulan Oktober tahun 630
M.). Perang Tabuk ini menjadi pertempuran terakhir yang diikuti Nabi.41
Fakta sejarah memang tidak akan pernah berubah, namun cara pandang
dan paradigma dalam pembacaan selalu bias interest. Peperangan memang
pernah dipimpin langsung oleh Rasulullah saw., tetapi apakah Islam agama
damai atau agama perang merupakan pertanyaan yang mengarah pada
penilaian. Pada titip penilaian inilah, kritisisme atas fakta sejarah menjadi
penting, dan tulisan ini menilai bahwa perang adalah media dakwah
Rasulullah saw dalam menyampaikan ajaran Islam yang penuh perdamaian,
demi menjaga ketertiban dan keamanan sosial, serta mempertahankan diri dari
serangan militer musuh.
6. Risalah(Korespondensi)

40
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw. III, (Jakarta: Gema Insani,
2001), h.185
41
Muhammad Abu Ayyasy, Strategi Perang Rasulullah, (Jakarta: Qultum Media, 2009), h.
157

15
Risalah atau surat adalah media dakwah yang digunakan Rasulullah
saw dalam menyampaikan Islam agar menjangkau publik yang lebih luas.
Dengan melakukan korespondensi terhadap raja-raja dan penguasa negara-
negara tetangga, Rasulullah saw mendakwahkan Islam dan menjalankan
misinya sebagai muballigh.
Salah satu surat yang ditulis oleh Rasulullah adalah surat yang dikirim
kepada Raja Najasyi yang bernama Ashlamah bin Al-Ajjar dan berkuasa di
Habasyah (Ethiopia). Surat ini ditulis pada bulan Muharam tahun 7 H., dan
dibawa oleh Amr bin Umayyah ad-Dhamirike Habasyah.42Kemudian, Raja
Najasyi ini menulis surat balasan yang diperuntukkan kepada Rasulullah saw.
Bunyi surat balasan tersebut:
“aku bersaksi dengan sejujurnya, dan membenarkan bahwa
sesungguhnya engkau adalah rasulullah. Sesungguhnya aku telah berjanji
setiap kepadamu dan kepada anak pamanmu, dan aku telah memeluk Islam
43
di hadapannya, semata-mata karena Allah Rabul Alamin.”
Korespondensi yang dilakukan Rasulullah saw dan Raja Najasyi
membuahkan hasil. Namun, surat lain yang dikirim kepada Muqauqis, Raja
Mesir, tidak berbuah semanis Raja Habasyah. Muqauqis sendiri adalah gelar
seorang raja yang bernama Juraij bin Matam. Muqauqis setelah membaca
surat Rasulullah dengan teliti, dia hanya bisa bersikap simpati dan menulis
suratbalasan.Tidak hanya itu, sebagai bentuk dukungan kepada Rasulullah
Saw., Muqauqis menyertakan dua orangwanita terhormat dari Qibthi, yaitu
Maria Qibtiyyah dan Sirin,juga beberapa lembar kain dan seekor keledai.44
Rasulullah saw. juga mengirim surat Kepada Qaiṣar Heraklius, Raja
Romawi Timur. Surat ini dibawa oleh Dihyah bin Khalifah al-Kalbi. Setelah
membaca surat dari Rasulullah saw., Heraklius berkata kapada Dihyah:
“demi Allah, aku sungguh mengetahui bahwa sahabatmu itu adalah
seorang nabi yang diutus. Dialah yang selama ini kami nanti-nantikan, yang
kami dapati dalam kitab suci kami. Hanya saja, aku mengkhawatirkan

42
Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), h.
420
43
Said Hawwa, Ar-Rasul Shallallahu alaihi wa Sallam, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 515
44
Amru Yusuf, Istri-istri Rasulullah, terj. Ghufron Hasan, (Jakarta: Gema Insani, 1997), h.
132

16
ancaman orang Romawi atas diriku. Seandainya bukan karena itu, niscaya
45
aku sudah mengikutinya.”
Masih ada banyak lagi fakta sejarah bagaimana surat-menyurat adalah
media yang paling efektif yang digunakan Rasulullah saw untuk
mendakwahkan ajaran Islam. Tentu saja, efektifitas surat sebagai media media
tidak harus diukur dengan keberhasilan meraih target. Misalnya, surat kepada
al-Munżir Bin Sawa, Pemimpin Bahrain, yang dibawa oleh al-Ala’ bin
Hadrami. Surat kepada Hauḍan bin Ali al-Hanafi, Pemimpin Yamamah, yang
dibawa oleh Saliṭ bin al-Amiri. Surat kepada al-Hariṡ bin Abu Syamr al-
Gassani, Pemimpin Damaskus, yang dibawa oleh Syuja’ bin Wahb dari Bani
Asad bin Khuzainah. Surat kepada raja Oman, Jaifar dan Abdu, putera al-
Gulandi al-Uzdi. Surat ini dibawa oleh Amr bin Ash.
Para raja yang mendapat kiriman surat dari Rasulullah ini sebagian
menolak dengan lembut, ada yang menolak dengan kasar, tetapi ada juga yang
menerima. Namun begitu, media dakwah berupa surat dan pendekatan
korespondensi yang digunakan oleh Rasulullah saw adalah pelajaran penting
dalam sejarah.
7. Diplomasi Politik
Salah satu strategi Rasulullah Saw., dalam mengembangkan Islam
adalah dengan mengutus sahabatnya ke berbagai daerah, misinya adalah
menguatkan keimanan mengajari hukum Islam, baca tulis dan memperkokoh
persaudaraan dan persatuan umat muslim. Pada saat peristiwa Haji Wada’
Rasulullah Saw., mengutus Mu’aż bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari ke
Yaman.
Rasulullah berkatakepada Mu’aż bin Jabal: “sesungguhnya engkau
akan datangkepada golongan ahli kitab. Apabila engkau menjumpai
mereka,serulah mereka untuk mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah,dan
Muhammad adalah utusan Allah, jika mereka mematuhimu,beritakanlah
kepada mereka bahwa sesungguhnya Allah telahmewajibkan salat lima kali
dalam sehari semalam. Jika merekamematuhimu semua perintahmu,
beritahukanlah bahwa Allah telahmewajibkan sedekah kepada mereka
mematuhimu, peliharalahkehormatan harta benda mereka. Takutlah akan doa

45
Syawqi Abu Khalil, Atlas Jejak AgungMuhammad saw., terj. Fedrian Hasmand, (Jakarta:
Noura Books, 2009), h. 142

17
orang yangteraniaya, sebab tidak ada yang menghambat antara doanya
denganAllah.”46
Beliau juga menjelaskan tentang ukuran diwajibkanya zakat. Setelah
dinasehati oleh Rasulullah Saw., keduanya segera bergegas ke Yaman. Inilah
pertemuan terakhir mereka dengan Rasulullah Saw. Selain itu Rasulullah juga
mengirimkan Khalid bin Walid ke lokasi al-Uzza yang terletak di Nakhlah.
Al-Uzza adalah rumah yang didewa-dewakan oleh kaum Quraisy, kaum
Kinanah dan kaum Muḍar. Sedangkan penjaganya adalah Bani Syaiban dai
Bani Sulaim. Selain itu, Beliau juga mengirim Usamah bin Zaid ke Palestina.47
8. Undang-undang dan Hukum
Rasulullah Saw., tinggal di Madinah, yang terdiri dari banyak suku dan
golongan diantaranya Muhajirin, Anṣhar, ‘Aus dan Khazraj, Bani Nadir, Bani
Qainuqa, Bani Quraidẓah dan lainya. Kota ini dulunya bernama Yaṡrib, karena
yang membangun adalah Yaṡrib bin Mahlail bin Iram bin ‘Abil Bin ‘Iwaḍ bin
Iram bin Nuh.48 Setelah Rasulullah Saw., hijrah, Beliau membangun
kehidupan dan tatanan sosial dengan sebuah piagam Madinah, yang berisi
kesepakatan dan fakta perjanjian antara penduduk Madinah.
Semangat yang di usung dalam piagam tersebut adalah kebersamaan,
persatuan, saling melindungi dan tidak ada diskriminasi, semuanya sama
dihadapan hukum. Piagam Madinah ini bertahan tiga tahun, karena setelah itu,
Yahudi Madinah mengingkari isi perdamain dalam piagam tersebut. Piagam
ini memiliki arti penting bagi sejarah berdirinya Negara Madinah, tak heran
bila piagam ini selalu menjadi rujukan para peneliti modern yang mempelajari
dan mengkaji sistem pemerintahan yang pernah diterapkan oleh Rasulullah
Saw. Di Madinah.49
Piagam ini adalah perjanjian damai dengan lain agama, suku dan etnis
pertama kali di dunia. Salah satu isi dari piagam tersebut adalah; Orang-orang
Yahudi adalah satu umat dengan orang-orang mukmin. Bagi orang-orang
Yahudi agama mereka, dan bagi orang-orang muslim agama mereka, termasuk

46
Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, (Jakarta: Qisthi Press, 2014), h.898-899.
47
Ibnu Hisyam, Sirah an-Nabawiyyah, (Bekasi: Darul Falah, 2013), Jilid 2, h. 406 dan 591
48
Zuhairi Misrawi, Madinah, Kota Suci, Piagam Madinah dan Teladan Muhammad SAW,
(Jakarta: Kompas 2009), h. xiii
49
Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, (Jakarta: Qisthi Press, 2014), h. 378.

18
pengikut mereka dan diri mereka sendiri. Hal ini juga berlaku bagi kaum
Yahudi.50
C. Penutup
Dari beberapa pemaparan di atas dapat diambil sebuah kesimpulan,
bahwa dalam berdakwah Rasulullah SAW tidak hanya melakukanya dengan
sakral di mimbar maupun di Masjid-Masjid, melainkan Rasulullah SAW
melakukan dakwah secara kompleks menyeluruh dalam seluruh lini
kehidupan, baik berhubungan vertikal dengan Allah SWT maupun secara
horisontal berhubungan dengan sesama manusia.

50
Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, ar-Rahiq al-Mahtum, (Cairo: Darul Wafa, 2010), h. 180.

19
Daftar Pustaka

A. Fatih Syuhud, Meneladani Akhlak Rasul dan Para Sahabat, (Pondok


Pesantren Al-Khoirot, 2015).
Abdurrahman Hasan Al-Maidani, FiqhAd-Dakwah ila Allah wa Fiqh An-Nush
wa Al-Irsyad wa Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy An Al-
Munkar,(Beirut: Dar Asy-Syamiah, 1996)
Abu Al-Fida’ Isma’il Bin Umar Bin Kathir Al-Qurasyiyyi Al-Dimasqi, Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Adzim, (Dar Al-Thaybah, 1999).
Abu Al-Fida’ Isma’il Bin Umar Bin Kathir Al-Qurasyiyyi Al-Dimasqi, Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Adzim, (Dar Al-Thaybah, 1999).
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, terj.Dewi
Nurjulianti, dkk., (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1997).
Amru Yusuf, Istri-istri Rasulullah, terj. Ghufron Hasan, (Jakarta: Gema
Insani, 1997).
Athiyyah bin Muhammad Salim, Syarah Bulugh al-Maram, (Maktabah
Syamilah: t.t).
Awaludin Pimay, Metodologi Dakwah (Semarang: Rasail, 2006).
Fakruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Bairut: Dar al- Kutub al-llmiyyah,
1990).
Hammud bin Jabir Al-Haritsi, Dakwah An-Nabi li Al-A’rab, (Riyadh: Dar Al-
Muslim, 1419 H.)
Ibnu Hisyam, Sirah an-Nabawiyyah, (Bekasi: Darul Falah, 2013).
Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, (Jakarta: Qisthi Press, 2014).
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw. III, (Jakarta:
Gema Insani, 2001).
Moh. E. Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani, 1996).
Moh. Roqib, Menggugat Fungsi Edukasi Masjid, (Jakarta: Grafindo Litera
Media, 2005).
Muhammad Abu Ayyasy, Strategi Perang Rasulullah, (Jakarta: Qultum
Media, 2009).
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat, (Tangerang:
Kholam Pub, 2008).

20
Mulyadhi Kartanegara, Islam Buat yang Pengen Tahu, (Jakarta: Erlangga,
2007).
Nawari Ismail, Perubahan Sosial-Budaya Komunitas: Agama Dam,
(Yogyakarta: Deepublish, 2016).
Philip K. Hitti, History of the Arabs, (Jakarta: Serambi, 2014).
Safrodin Halimi, Etika Dakwah Dalam Perspektif Al-Quran anatar Edialis
Aqurani dan RealitasSosial (Semarang: Walisongo Pres, 2008).
Said Hawwa, Ar-Rasul Shallallahu alaihi wa Sallam, (Jakarta: Gema Insani,
2003).
Said Ramadhan Al-Buthy, Fikih Sirah, (Jakarta: Mizan, 2009).
Samsul Amin Munir, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009).
Sayid Muhammad Dakwah Fardhiyah (Solo: Era Adicipta Intermedia, 2011).
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Quran, jilid 11, (Jakarta: Gema Insani,
2003).
Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, ar-Rahiq al-Mahtum, (Cairo: Darul Wafa,
2010).
Syawqi Abu Khalil, Atlas Jejak AgungMuhammad saw., terj. Fedrian
Hasmand, (Jakarta: Noura Books, 2009).
Tayyib Barghuts, Manhaj An-Nabi fi Himayah Ad-Dakwah wa Al-Muhafazhah
ala Munjazatiha Hilal al-Fatrah Al-Makkiyah, (Virginia, Herndon:
The International Institute of Islamic Thought, 1992)
Wahidin Saputra, Pengantar ilmu Dakwah (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011,.
Zainurrafieq, The Power of Syukur, (Jakarta: Spirit Media, 2015).
Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan
Lil Alamin, (Jakarta: Grasindo, 2010).

21

Anda mungkin juga menyukai