Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SIFILIS SEKUNDER
Disusun Oleh :
Tsani Fauzi Elpani (1102016218)
Viera Dzakiyyah Muthohharoh (1102016220)
Vina Monica Robert (1102016221)
Wahyu Fitrah Darwanto Nugroho (1102016223)
Winona Rindy Ballinan (1102016226)
Pembimbing :
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Robert
Umur : 45 tahun
Alamat : Jl. Cempaka Putih IV No. 7A, Jakarta Pusat
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Status Pernikahan : Duda cerai
Suku : Batak
ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Bercak merah pada kedua telapak tangan dan telapak kaki yang kadang disertai gatal
2. Keluhan tambahan
Malaise, penurunan nafsu makan
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Pasar Rebo dengan adanya
benjolan padat disertai bercak merah pada kedua kaki dan tangannya yang kadang disertai
gatal. Pasien merasa lemas, penurunan nafsu makan, tidak disertai mual dan muntah. Keluhan
sudah dirasakan 1 bulan yang lalu. 2 bulan yang lalu pasien mengaku terdapat luka bersih
pada genital penis tidak disertai sakit. Luka berbentuk oval dengan tepi luka meninggi. Pasien
belum mengkonsumsi obat sejak keluhan awal yang dialami sejak 3 bulan yang lalu.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat penyakit diabetel mellitus : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluhan serupa : disangkal
6. Riwayat sosial
Pasien tinggal sendiri di apartemen
7. Riwayat seksual
Pasien mempunyai banyak pasangan dan aktif berhubungan seksual. Pasien tidak
menggunakan alat kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum
- Kesadaran : Komposmentis
- Kesan Sakit : Tidak tampak sakit
- Berat Badan : 70 kg
- Tinggi Badan : 170 cm
B. Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 120/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 80x/ menit
- Frekuensi napas : 16x/ menit
- Suhu : 37,5oC
C. Status Generalis
- Kepala : Normocephal disertai alopesia
- Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
- Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak terasa membesar, trakea di
tengah, deviasi (-)
- Toraks :
• Pulmo : Bentuk dada normal, simetris, massa (-), retraksi otot bantu pernapasan (-),
pengembangan dada simetris, nyeri (-), fremitus taktil kanan dan kiri simetris, suara
vesicular (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
• Cor : Bentuk dada normal, iktus kordis (+), batas jantung kanan normal, batas jantung kiri
normal, batas jantung atas normal, tidak terdengar suara jantung tambahan.
- Axilla : Teraba pembesaran KGB axilla
- Abdomen : Massa (-), jaringan parut (-), peristaltik usus normal, aorta
abdominalis (+), nyeri epigastrium (-) hepar tidak teraba, teraba perbesaran limpa
(splenomegaly) , shifting dullness (-), ballotement (-), undulasi (-)
- Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat, edema (-)
PEMERIKSAAN DERMATOLOGIS
a. Pada status dermatologikus ditemukan kelainan kulit pada regio palmar bilateral terdapat
makula eritema, multipel, miliar-lentikular, sirkumskrip, diskret
b. Pada status dermatologikus ditemukan kelainan kulit pada regio plantar bilateral terdapat
papul eritema, multiple, miliar-lentikular, sirkumskrip, diskret-konfluens disertai skuama
pityriasiform diatasnya
DIAGNOSIS BANDING
1. Erupsi obat alergik
2. Pitiriasis rosea
3. Psoriasis
RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Pasar Rebo dengan adanya
benjolan padat disertai bercak merah pada kedua kaki dan tangannya yang kadang disertai
gatal. Pasien merasa lemas, penurunan nafsu makan tidak disertai mual dan muntah. Keluhan
sudah dirasakan 1 bulan yang lalu. 2 bulan yang lalu pasien mengaku terdapat luka bersih
pada genital penis tidak disertai sakit. Luka berbentuk oval dengan tepi luka meninggi.
Perilaku seksual pasien yaitu mempunyai banyak pasangan dan aktif berhubungan seksual.
Pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual. Pasien belum
mengkonsumsi obat sejak keluhan awal yang dialami sejak 3 bulan yang lalu.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Uji Serologi Non - Treponemal
1. Venereal Disease Reasearch Laboratory (VDRL) : (+)
2. Rapid Plasma Reagin (RPR) : (+)
DIAGNOSIS KLINIS
Sifilis sekunder
PERENCANAAN KLINIS
1. Non Farmakologi
a. Edukasi pasien mengenai risiko dan komplikasi infeksi sifilis
b. Edukasi pasien dan pasangan seksualnya untuk mematuhi pengobatan yang diberikan
c. Edukasi pasien dan pasangan seksualnya untuk tidak melakukan hubungan seksual
terlebih dahulu sampai pengobatan selesai dan dinyatakan sembuh
d. Edukasi pasien mengenai perilaku hubungan seksual yang aman
2. Farmakologi
Perlu dilakukan uji penisilin terlebih dahulu. Bila pasien tidak alergi terhadap penisilin dapat
diberikan Penisilin G benzatin dosis 2,4 juta unit secara IM dengan dosis tunggal diberikan
satu kali seminggu. Bila pasien alergi terhadap penisilin, berikan doksisiklin 2 x 100 mg/hari
selama 14 hari.
PROGNOSIS
Ad vitam: ad Bonam
Ad functionam: ad Bonam
Ad sanationam: ad Bonam
SARAN
1. Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga perilaku seksual, yaitu tidak berganti-ganti
pasangan seksual
2. Menjelaskan kepada pasien untuk memakai alat kontrasepsi (kondom)
3. Memberi edukasi tentang perilaku seksual yang baik
BAB II
PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Sifilis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi Treponema
pallidum dengan subspecies pallidum yang bersifat kronik dan sistemik. hampir semua alat tubuh
dapat diserang, termasuk kardiovaskular dan saraf. Wanita yang hamil dapat menularkan
penyakit ini yang menyebabkan sifilis kongenital yang dapat mengakibatkan kelainan bawaan
dan kematian1,4.
Sifilis sekunder pada dasarnya adalah vaskulitis infeksius, ditandai dengan mucocutaneus
yang terlokalisasi dan sering dengan limfadenopati menyeluruh yang biasanya muncul setelah
beberapa bulan pasien menderita sifilis primer. Kulit dan mukosa merupakan lokasi paling
umum4.
EPIDDEMIOLOGI
Treponema pallidum merupakan bakteri patogen pada manusia. Kebanyakan kasus
infeksi didapat dari kontak seksual langsung dengan orang yang menderita sifilis aktif baik
primer ataupun sekunder. Penelitian mengenai penyakit ini mengatakan bahwa lebih dari 50%
penularan sifilis melalui kontak seksual. Biasanya hanya sedikit penularan melalui kontak
nongenital (contohnya bibir), pemakaian jarum suntik intravena, atau penularan melalui
transplasenta dari ibu pada trimester ke tiga. Prosedur skrining transfusi darah yang modern telah
mencegah terjadinya penularan sifilis. Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum
dikenal di Eropa.11
Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak
buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi
epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore
disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama.1
Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbilitas sifilis di Eropa
menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosioekonomi. Selama Perang Dunia kedua
insidennya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, kemudian makin menurun.1
lnsidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara
0,040,52%. lnsidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di
Indonesia insidensnya 0,61 %. Penderita yang terbanyak ialah stadium laten, di susul sifilis
stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II1.
Angka kejadian sifilis mencapai 90% dinegara-negara berkembang. World Health
Organization (WHO) memperkirakan sebesar 12 juta kasus baru terjadi di Afrika, Asia Selatan,
Asia Tenggara, Amerika Latin dan Caribbean. 7 Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan
laporan Survey Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) tahun 2011 Kementrian Kesehatan RI
terjadi peningkatan angka kejadian sifilis di tahun 2011 dibandingkan tahun 2007. 3 Di provinsi
Lampung khususnya di kota Bandar Lampung jumlah kasus infeksi menular seksual termasuk
sifilis tahun 2012 sebesar 3.153 kasus dengan penderita wanita sebanyak 2.942 kasus dan pria
sebesar 419 kasus, merupakan jumlah kasus terbanyak dibanding kota-kota lain di provinsi
Lampung.9
ETIOLOGI
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah
Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus
Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri
atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Treponema pallidum merupakan bakteri gram
negatif. Terdapat dua lapisan, sitoplasma merupakan lapisan dalam mengandung mesosom,
vakuol ribosom dan bahan nucleoid.10 lapisan luar yaitu bahan mukoid. Gerakannya berupa rotasi
sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan
melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak
dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah
untuk transfusi dapat hidup tujuh puluh dua jam.1
Struktur Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam, dinding selnya
dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran sel bagian luar. Flagel periplasmik (biasa
disebut dengan endoflagel) ditemukan didalam ruang periplasmik, antara dua membran. Organel
ini yang menyebabkan gerakan tersendiri bagi Treponema pallidum seperti alat pembuka tutup
botol (Corkscrew).12 Filamen flagel memiliki sarung/selubung dan struktur inti yang terdiri dari
sedikitnya empat polipeptida utama. Genus Treponema juga memiliki filamen sitoplasmik,
disebut juga dengan fibril sitoplasmik. Filamen bentuknya seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm.
Partikel protein intramembran membran bagian luar Treponema pallidum sedikit. Konsentrasi
protein yang rendah ini diduga menyebabkan Treponema pallidum dapat menghindar dari
respons imun.13
Treponema pallidum merupakan organisme mikroaerofilik, membutuhkan oksigen hanya
dalam konsentrasi rendah (20%). Kuman ini dapat mati jika terpapar dengan oksigen, antiseptik,
sabun, pemanasan, pengeringan sinar matahari dan penyimpanan di refrigerator. Treponema
pallidum akan mati dalam 4 jam bila terpapar oksigen dengan tekanan atmosfer 21%.14
Treponema pallidum tidak dapat menular melalui benda mati seperti bangku, tempat duduk
toilet, handuk, gelas, atau benda-benda lain yang bekas digunakan/dipakai oleh pengindap,
karena pengaruh suhu dan rentang pH. Suhu yang cocok untuk organisme ini adalah 30-370C
dan rentang pH adalah 7,2-7,4.15
PATOGENESIS
I. Stadium Dini
Pada sifilis yang didapat, T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau
selaput lendir, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan
membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskular,
pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. Pallidum dan sel-sel radang.
Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di sekitarnya.
Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang
menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Kehilangan pendarahan akan
menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I.1
Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara
limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua
tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II, yang terjadi enam
sampai delapan minggu sesudah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat
tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh
berupa sikatriks. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang. 1
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih
terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis
kongenital.1
Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga T.pllidum membiak
lagi pada tempat S I dan menimbulkan lesi rekuren atau kuman tersebut menyebar melalui
jaringan menyebabkan reaksi serupa dengan lesi rekuren S II, yang terakhir ini lebih sering
terjadi daripada yang terdahulu. Lesi menular tersebut dapat timbul berulang-ulang, tetapi pada
umumnya tidak melebihi dua tahun (3-10 tahun).1
MANIFESTASI KLINIS
I. SIFILIS PRIMER (S I)
Gejala pada Jaringan Kutaneus
Masa tunas mulai dari dua sampai empat minggu setelah T. Pallidum masuk lewat selaput
lendir atau kulit yang melewati lesi/mikro-lesi secara langsung, umumnya melalui senggama.
Penyebaran terjadi secara limfogen dan hematogen1.
Lesi kulit dimulai dari papul lentikular yang permukaannya menjadi erosi dan kemudian
menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya berwarna bulat, soliter, dasarnya jaringan granulasi
berwarna merah dan bersih, diatasnya hanya tampak serum. Kulit disekitarnya tidak
menunjukkan tanda radang akut. Ulkus tersebut disebut disebut ulkus durum karena indolen dan
teraba indurasi1. Ukuran ulkus biasanya beberapa milimeter sampai 2 cm dengan pinggiran ulkus
yang meninggi, dan umumnya tidak nyeri2.
Kelainan tersebut disebut afek primer1 atau chancre2. Lokasi ulkus pada laki-laki lebih
sering di sulkus koronarius, preputium, dan glan penis. Sedangkan pada wanita lebih sering di
serviks, labia mayor, labia minor, uretra, dan perineum. Pasien kadang tidak sadar bahwa ia
memiliki ulkus tersebut karena lokasinya yang jarang terlihat dan tidak adanya rasa sakit.
Chancre juga dapat ditemukan pada rongga mulut dan perianal akibat dari oral sex dan anal sex2.
Chancre dapat sembuh dalam 3-6 minggu tanpa pengobatan dan 1-2 minggu dengan
pengobatan. Multiple chancre dapat terjadi dan dapat rekuren tapi pada kasus yang tidak diobati
dengan baik dan sangat jarang kejadiannya2. Syphilis d'emblee adalah ketika tidak munculnya
afek primer. Biasanya terjadi karena T. Pallidum masuk ke jaringan yang lebih dalam, seperi saat
transfusi darah atau suntikan1.
Pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis dapat terjadi seminggu
setelah muncul afek primer. Kelenjar tersebut soliter, indolen, tidak lunak, besarnya lentikular,
tidak supuratif, dan tidak terdapat pariadenitis. Kulit diatasnya tidak menunjukkan tanda radang
akut1. Limfadenopati terjadi pada 60%-70% kasus dan biasanya diawali unilateral diawal gejala
dan bilateral kemudian2.
V. Sifilis Tersier
Lesi pertama muncul tiga sampai sepuluh tahun setelah S I. kelainan khas dari S III adalah
guma. Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Mulanya kulit diatas
guma tidak menunjukkan peradangan dan dapat digerakkan. Selanjutnya tanda radang mulai
tampak, kulit eritematosa, dan perforasi cairan seropurulen. Perforasi tersebut akan meluas
menjadi ulkus. Selain guma juga terdapat lesi nodus. Mula-mula pada kutan kemudian ke
epidermis, dan meninggalkan sikatrik yang hipotrofi1.
PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Tanda Vital
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu
tubuh.
2. Pemeriksaan Status Generalis
Pemeriksaan ini mencangkup inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukskultasi yang dilakukan
mulai dari cranial sampai caudal.
3. Pemeriksaan Fisik Kulit
Teknik pemeriksaan ini dilakukan dengan inspeksi dan palpasi sebagai berikut:
a. Warna
Inspeksi banyaknya peningkatan pigmentasi, hilangnya pigmentasi, kemerahan, pucat,
sianosis.
b. Kelembaban
Inspeksi dan palpasi apakah kulit pasien kering, banyak keringat atau berminyak.
c. Suhu
Palpasi dengan menggunakan jari-jari tangan untuk memeriksa ini.. Catat suhu di setiap
tempat kemerahan.
d. Tekstur
Palpasi dan nilai kelembutan kulit pasien.
e. Turgor dan mobilitas
Cubit tangan pasien dan nilai kembang kembalinya dari kulit
Observasi setiap lesi kulit yang ditemukan dengan mengutamakan efloresensi primer
terlebih dahulu diikuti dengan efloresensi sekunder. Berikut hal-hal yang perlu
diperhatikan :
a. Lokasi anatomi dan distribusinya di tubuh
b. Tipe lesi
c. Warna
d. Jumlah dan ukuran
e. Batas
f. Konfigurasi (susunan)3
DIAGNOSIS
Anamnesis: Pasien datang dengan keluhan timbul kemerahan pada telapak tangan dan kaki. Ada
beberapa benjolan juga yang berwarna merah dan kadang gatal. Ada di kedua telapak kanan dan
kaki. Pasien tidak mengeluhkan demam dan alergi. Kepala pasien mengalami kebotakan. 3 bulan
yang lalu ada luka di alat kelamin pasien. Luka ada di corpus penis. Pasien mengatakan bahwa
luka tersebut sembuh sendiri. Pasien aktif dalam kehidupan seksualnya, dan memiliki banyak
pasangan seksual.
Pemeriksaan penunjang
Tes Serologik Sifilis (TSS) merupakan salah satu tes penunjang yang sangat membantu.
Tes serologi sifilis dibagi menjadi dua berdasarkan antigen yang dipakai, yaitu:
Tes Nontreponemal
Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik, yaitu kardiolipin yang
dikombinasikan dengan lestifin dan kolesterol. Tes ini antara lain; a) tes fiksasi
komplemen (WR) kolmer. b) VDRL (Veneral Disease Research Laboratories),
Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), RST (Reagin
Screen Test). Dari semua jenis ini yang paling dianjurkan adalah VDRL dab RPR
secara kuantitatif, karena lebih murah dan lebih cepat daripada tes komplemen,
lebih sensitive dari tes Kolmer/Wasserman, dan baik untuk menilai terapi1.
Tes Treponemal
Tes ini bersifat spesifik karena antigenya adalah treponema atau ekstraknya
sendiri. Dapat dibagi menjari empat golongan;
1. Tes imobilisasi: TPI (Treponemal pallidum Imobilization test)
2. Tes fiksasi komplemen: RPCF (Retier Proetein Complement Fixation
Test)
3. Tes imunofluoresensi: FTA-Abs (Flouresent Treponemal Antibody
Absorbtion Test). Ada dua; IgM dan IgG
4. Tes hemaglutinasi: TPHA (Treponemal Pallidum Haemoglutination
Assay)1
TATALAKSANA
Penisilin adalah antibiotik pilihan utama karena dapat menembus plasenta sehingga
mencegah infeksi pada janin dan juga efektif untuk neurosifilis. Kadar penisilin dalam serum
tidak boleh kurang dari 0,03 unit/ml dan harus bertahan selama sepuluh sampai empat belas hari.
Menurut lama kerjanya penisilin dapat dibagi menjadi1 :
a. Peniilin G prokain dalam akua
o Lama kerja singkat yaitu 24 jam
o Perlu disuntik setiap hari
o Dapat digunakan pada neurosifilis
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM)
o Lama kerjanya 72 jam dan bersifat kerja sedang
o Memberikan rasa nyeri setelah suntikan
o Dapat timbul abses jika suntikan tidak dalam
o Jarang digunakan
c. Penisilin G benzatin
o Dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan dalam serum selama 2-3 minggu
o Lebih praktis karena kerjanya lama
o Tidak dianjurkan untuk neurosifilis karena tidak menembus sawar darah otak
o Menimbulkan rasa nyeri saat suntikan
Lakukan uji penisilin terlebih dahulu sebelum injeksi penisilin untuk mengetahui apakah
pasien memiliki alergi terhadap penisilin. Berikut adalah pilihan obat pengganti jika pasien alergi
penisilin3 :
Tidak Hamil
SI dan SII : Doksisiklin 100 mg per oral, 2x/hari selama 30 hari
S laten : doksisiklin 100 mg per oral, 2x/hari minimal 30 hari atauseftriakson 1 gr, atau
seftriakson 1 gr IM 1 kali /hari selama 10 hari
Hamil
SI dan SII : eritromisin 500 mg peroral, 4 kali/hari selama 14 hari
S laten : eritromisin 500 mg per oral, 4 kali/hari minimal 30 hari
Sumber lain mengatakan dapat menggunakan obat berikut sebagai pengganti penisilin1 :
Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari
Eritromisin 4 x 500 mg/hari
Doksisiklin 2 x 00 mg/hari
Diberikan selama 15 hari bagi SI dan SII
Dilakukan pemantauan serologik tiap bulan kesatu, kedua, keempat, kedua belas, dan
setiap enam bulan pada tahun kedua. Kriteria sembuh adalah jika lesi menghilang, kelenjar getah
bening tidak teraba lagi, dan VDRL negatif1. Ulangi terapi jika terdapat gejala klinis sifilis lagi
dan peningkatan titer RPR (misal dar 1:4 menjadi 1:8)3.
PROGNOSIS
Pada stadium dini jika diobati angka kesembuhan mencapai 95%, kelainan kulit akan hilang
dalam 7-14 hari dan limfadenopati akan menetap beberapa minggu. Penyembuhan berarti
sembuh klinis seumur hidup, tidak menular ke orang lain, TSS darah dan cairan serebrospinal
selalu negatif. Kekambuhan bisa terjadi dan biasanya didahului titer TSS yang naik sebelum
muncul gejala lagi. Sifilis yang tidak diobati maka hampir seperempatnya kambuh, 5% berlanjut
ke S III, 10% sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada pria 9% dan pada wanita 5%, 23% akan
meninggal1.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : sifilis. Ed. 7. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. P. 455. 2018
2. Kang S, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology : Syphilis. Ninth Edition. Volume I. New York:
McGraw-Hill Education. 2019. p. 3145
3. Kementerian Kesehatan republik Indonesia. Pedoman Tata Laksana Sifilis Untuk
Pengendalian Sifilis di Layanan Kesehatan Dasar. Jakarta. 2013
4. Kang, S., Amagai, M., Bruckner, A.L., Enk, A.H., Margolis, D.J., McMichael, A.J., dan
Orringer, J.S. Fitzpatricks Dermatology, Ed. 9, Vol. 1. New York: McGraw Hill
Education. 2019
5. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Primer, Ed. 1. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.
2017.
6. Herman Cipto, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 455. 2011
7. Jesus MBD, Ehlers MM, Dreyer W, Kock NM. Mini Riview: Syphilis. J FORTAMex.
2013. p1787-1798
8. Yoga T. Situasi Epidemiologi HIV-AIDS di Indonesia. Dirjen PP dan P Kementrian
Kesehatan RI. 2012
9. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun
2012. Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
10. Holmes KX, Sparling PF, Stam WE, Piot P, Wasserheit J, Corey L, et al. In: Sexually
Transmitted Disease 4rd. New York: McGraw Hill. 2008. p661 – 84
11. Ryan KJ. Spirochetes, in Sherris Medical Microbiology, 4th ed, editor Ryan KJ, Ray CG,
Mcgraw-Hill Medical Publishing Division, New York; 2004.hlm. 421-9.
12. Lafond RE, Lukehart SA. biological basis for syphilis. Clin. Microbiol. Rev.2006;(19):
29.
13. Norris SJ. Polypeptides of treponema pallidum: progress toward understanding their
structural, functional, and immunologic rolest’ in Microbiological Reviews. 1993;
(57):75079
14. Brown WJ. Biology of treponema pallidum. In: Pathophysiology of Syphilis,
HealthGuidance. 2013
15. Reynolds J. Shypilis in syphilis; etiological agent- treponema pallidum