Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh:
Hairun Nisaq
Navi Mayyoulanda
PRODI D3 KEPERAWATAN
PADJARAKAN-PROBOLINGGO
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “GIZI DAN DIET YANG
DIBUTUHKAN UNTUK PENDERITA PENYAKIT HEPAR (HATI). Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pemeriksaan Fisik di Stikes
Hafsyawaty Zainul Hasan.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami Ibu . Yang telah memberikan tugas dan membimbing kepada saya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini.
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap hari, dalam tubuh kita terjadi proses metabolisme. Saat buang air kecil kita
pasti mengeluarkan air seni (urin). Saat kita bernafas, kita akan menghembuskan karbon
dioksida, sebsgai sisa pernapasan. Jiak pada siang hari kita berada dibawah terik matahari
atau disaat malam hari udara sangat panas, kita sering berkeringat. Jika kita berada didalam
kendaraan umum yang penuh sesak, baju kita pun akan basah dengan keringat.
Hal tersebut merupakan proses metabolisme. Sedangkan, air seni,karbon dioksida dan
keringat merupakan zat – zat sisa metabolisme yang sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Zat
sisa metabolisme harus dikeluarkan dari tubuh karena dapat bersifat racun bagi tubuh. Proses
pengeluaran zat siasa metabolisme yang tidak berguna bagi tubuh dari sel-sel tubuh disebut
ekskresi. Selain menghasilkan zat-zat yang yang tidak berguna, proses metabolisme juga
mengeluarkan zat-zat yang masih berguna bagi tubuh.Zat sisa metabolisme dihasilkan dari
hasil pembongkaran zat makanan. Zat sisa metabolisme dikeluarkan dari tubuh oleh alat
ekskresi.
Alat ekskresi pada manusia adalah ginjal,kulit,paru-paru, dan hati-hati. Ginjal merupakan
alat ekskresi karena mengeluarkan urin. Kulit mengeluarkan keringat, paru-paru
mengeluarkan karbon dioksida sedangkan, hati mengeluarkan empedu.
Penanganan penyakit hati diperlukan diet dan obat sesuai anjuran dokter. Diet
disesuaikan dengan kondisi penyakit, tentunya diet berbeda antara satu penderita dengan
lainnya.Hati dikenal sebagai organ yang mempunyai kemampuan regenerasi (pembentukan
kembali) terbesar di dalam tubuh. Untuk proses regenerasi ini diperlukan protein esensiel dan
vitamin dalam jumlah yang memadai. Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh
manusia. Di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan yaitu proses
penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme
kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalm tubuh . Hati yang sehat bisa
menyaring racun dan melakukan proses detoksifikasi secara optimal. Bila hati sakit, otomatis
racun bakal tertumpuk dan tubuh rentan terkena penyakit serius. Hati atau lever merupakan
organ paling besar dan paling berat yang ada di dalam tubuh. Beratnya se r 3 pound atau 1,3
kg. Letaknya berada di bagian atas sebelah kanan abdomen dan di bawah tulang rusuk. Organ
hati yang cukup besar ini setara dengan fungsinya yang cukup berat. Setidaknya lebih dari
500 pekerjaan dilakukan oleh lever. Hati menjadi tempat menyaring segala sesuatu yang
dikonsumsi maupun dihirup manusia, termasuk yang diserap dari permukaan kulit.
Dalam situs Hepatitis Foundation International disebutkan, lever bertindak sebagai mesin
tubuh, dapur, penyaring, pengolah makanan, pembuangan sampah, dan malaikat pelindung.
Masalahnya, hati merupakan teman yang pendiam. Manakala ada sesuatu yang salah, ia tidak
mengeluh hingga terjadi kerusakan lebih jauh.
Hati juga menyimpan beberapa vitamin, mineral (termasuk zat besi), dan gula, mengatur
penyimpanan lemak dan mengontrol produksi serta ekskresi kolesterol. Empedu yang
dihasilkan oleh sel hati membantu mencerna makanan dan menyerap zat gizi penting. Juga
menetralkan dan menghancurkan substansi beracun serta memetabolisme alkohol, membantu
menghambat infeksi, dan mengeluarkan bakteri dari aliran darah. Sehinga dapat dibayangkan
akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa masalah
yang dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah
Maka dengan ini dapat di rumuskan beberapa tujuan dalam pembahasan makalah ini :
1. Untuk para mahasiswa dan pelajar dapat mengetahui apa saja yang
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya penyakit hati
2. Untuk mengetahui diet yang tepat dalam menangani penyakit hati
3. Untuk mengetahui solusi yang tepat dalam mencegah terjadinya penyakit hati
Manfaat :
Agar kita sebagai mahasiswa tahu dan mengerti bahwa apa yang kita lakukan
akan mempunyai dampak kurang baik dan baik bagi tubuh dan kondisi kesehatan kita,
keluarga, maupun lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain
tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktifitas fisik, dan faktor yang bersifat relatif
seperti gangguan pencernaan, perbedaan daya serap, tingkat penggunaan, serta perbedaan
pengeluaran dan penghancuran zat gizi dalam tubuh. Manusia mengkonsumsi makanan untuk
kelangsungan hidupnya. Konsumsi makanan dalam aspek gizi bertujuan untuk memperoleh
sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh.
1. Energi
2. Protein
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga
mengandung fosfor, belerang, dan unsur logam seperti besi dan tembaga
(Winarno 1997). Fungsi utama protein bagi tubuh yaitu membentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang sudah ada. Secara garis besar fungsi protein yaitu
sebagai enzim, alat pengangkut dan penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang
mekanis, membangun sel-sel jaringan tubuh, pertahanan tubuh, bahan bakar dan
pemberi tenaga, menjaga asam basa cairan tubuh, membuat protein darah, dan
media perambatan impuls saraf (Nasoetion et al. 1994). Metabolisme protein yang terganggu
bisa menimbulkan komplikasi pada penyakit hati. Komplikasi tersebut dikenal dengan Hepatic
Encephalopathy (Koma Hepatik). Menurut Almatsier (2002), bahan makanan hewani
merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutu. Contoh sumber protein
hewani yaitu telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati
contohnya kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacangkacangan lain. Padi-
padian dan hasil-hasilnya relatif rendah dalam protein tetapi
jika dimakan dalam jumlah besar dapat memberi sumbangan besar terhadap
konsumsi protein sehari. Kekurangan protein menyebabkan kwashiorkor, marasmus, atau
gabungan keduanya. Ini mengakibatkan kegagalan pertumbuhan ringan sampai suatu
18 sindrom klinis berat yang spesifik. Keadaan tersebut tidak hanya dipengaruhi
oleh intake makanan. Akan tetapi, juga keadaan lingkungan seperti pemukiman,
sanitasi dan higiene, serta infeksi berulang yang ditimbulkannya (Effendi 2002).
Kelebihan protein bisa menyebabkan obesitas karena makanan yang tinggi
protein biasanya tinggi lemak. Selain itu, kelebihan protein menyebabkan
asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan urea darah, dan
demam. Asam amino yang berlebihan akan memberatkan kerja ginjal dan hati
yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen (Almatsier
2002). Pembatasan konsumsi protein pada penderita penyakit hati dilakukan
apabila pasien mengalami intoleransi protein. Kondisi ini biasanya ditemukan
pada pasien dengan Koma Hepatik. Konsumsi sumber protein selain daging,
seperti sayuran dan produk susu, sangat dianjurkan. Sayuran dan produk susu
mengandung amonia, metionin, dan asam amino aromatik (AAA) yang lebih
rendah serta asam amino rantai cabang (BCAA) yang lebih tinggi dibandingkan
dengan daging (Nelson et al. 1994).
Daya terima (tingkat penerimaan) konsumen yang selanjutnya akan berpengaruh pada
kemampuan mengkonsumsi makanan berhubungan erat dengan penilaian inderawi terhadap
makanan tersebut. Indera yang terlibat yaitu indera penglihat, pembau, pencecap, dan bahkan
indera pendengar. Kualitas makanan yang dinilai sangat tergantung pada keadaan makanan itu
sendiri yang meliputi faktor rupa (contohnya bentuk dan warna), tekstur, dan citarasa (contohnya
bau, rasa, dan suhu). Ketiga faktor tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan sesuatu
yang saling berhubungan seperti sebuah lingkaran. Sikap penilai yang terbentuk dari faktor
budaya, agama, lingkungan, kondisi psikis dan fisiologis juga mempengaruhi penilaian yang
diberikan (Nasoetion 1988). Selain itu, penyajian makan seperti pemilihan alat yang digunakan,
cara menyusun makanan di tempat saji, dan penghias hidangan juga mempengaruhinya (Moehyi
1997). Berikut adalah beberapa atribut makanan yang dinilai untuk menentukan
daya terima terima terhadap makanan :
1. Bentuk
Bentuk makanan sangat ditentukan oleh komposisi serta kandungan komponen-
komponen makanan seperti air, protein, karbohidrat, lemak, dan lainnya (Nasoetion
1988). Makanan yang disajikan dalam bentuk tertentu bisa
membuat makanan lebih menarik daripada biasanya. Bentuk makanan yang
disajikan bisa : (a) sesuai bentuk aslinya, (b) menyerupai bentuk asli tetapi bukan
merupakan bahan makanan yang utuh, (c) diperoleh dengan memotong bahan makanan
dengan teknik tertentu, atau (d) dibuat sebagai sajian khusus (Moehyi 1992).
2. Warna
Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan
dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau
memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.
Penerimaan warna tergantung pada faktor alam, geografis, dan aspek sosial
masyarakat penerima (Winarno 1997). Warna makanan dipengaruhi oleh
pigmen di dalam pangan itu sendiri, reaksi antara unsur kimia dalam makanan
dengan udara, teknik memasak, serta penambahan zat warna alami atau
sintetik (Nasoetion 1988 & Moehyi 1992).
3. Tekstur
Menurut Nasoetion (1988), tekstur menggambarkan keadaan struktur makanan. Beberapa
hal yang mempengaruhinya yaitu jenis bahan makanan, cara mengolah makanan, dan
kontak makanan dengan udara.
4. Bau
Bau dari hidangan merupakan salah satu unsur yang turut menentukan kelezatan makanan
tersebut. Bau-bauan dapat dikenali bila dalam bentuk uap. Pada umumnya bau yang
diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan empat bau utama yaitu harum,
asam, tengik, dan hangus (Nasoetion 1988). Bau makanan yang harum disebut aroma
(Depdikbud 1995). Menurut Moehyi (1992), aroma makanan disebabkan oleh adanya
suatu senyawa yang mudah menguap akibat reaksi yang terjadi dengan atau
tanpa enzim. Aroma makanan yang timbul bergantung pada jenis
makanannya, cara memasak, atau aroma sintetik yang ditambahkan. Aroma
makanan yang sangat kuat dan mampu merangsang indera pencium dapat
membangkitkan selera.
5. Rasa
Rasa makanan diberikan oleh rempah-rempah sebagai bumbu masakan yang berinteraksi
dengan bahan makanan primer. Rasa makanan dapat dipertinggi dengan menambahkan
bahan penyedap alami maupun sintetis (Moehyi 1992). Semakin tua usia manusia maka
semakin rendah jumlah kuncup perasanya. Oleh karena itu, indera pencecap seringkali
dibantu indera pencium, penglihat, serta peraba untuk mengenali rasa (Nasoetion 1988).
6. Suhu
Suhu mampengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa.
Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh di bawah 200C atau di atas 300C
(Winarno 1997). Makanan yang dapat memancarkan aroma sedap sebaiknya dihidangkan
dalam keadaan panas sedangkan makanan yang harus dihidangkan dalam keadaan dingin
sebaiknya dihidangkan dalam keadaan dingin (Moehyi 1992). Makanan yang panas akan
membakar lidah dan merusak kepekaan kuncup cecapan. Akan tetapi, sel
cecapan yang telah rusak akan diganti dengan sel yang baru dalam beberapa
hari kemudian. Makanan yang dingin dapat membius kuncup cecapan sehingga tidak
peka lagi (Winarno 1997).
7. Kebersihan Alat Makan
Menurut hasil penelitian Faizal (1991) diacu dalam Noras (2000), alat yang digunakan
dalam penyajian makanan berpengaruh terhadapa sisa makanan. Apabila alat yang
digunakan bersih maka makanan yang diberikan akan habis dimakan. Menurut Yuliati
(2001), kebersihan peralatan makan dijaga dengan melakukan pencucian yang baik.
Indikasi kebersihan makanan secara fisik dapat diketahui dengan tidak adanya
kotoran/noda dan tidak berbau (amis, tengik, atau bau makanan). Daya terima terhadap
makanan dapat diketahui dengan melakukan Uji Penerimaan. Salah satu jenis Uji
Penerimaan yaitu Uji Hedonik Skala Verbal. Seseorang yang melakukan Uji Hedonik
Skala Verbal mengemukakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan
terhadap sifat sensorik atau kualitas makanan yang dinilai (Soekarto 1984, diacu dalam
Hardinsyah et al. 1988).
Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Menurut Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002), standar makanan rumah sakit yaitu
Makanan Biasa, Makanan Lunak, Makanan Saring, dan Makanan Cair.
1. Makanan Biasa (MB)
Makanan ini diberikan kepada penderita yang tidak memerlukan makanan khusus
yang berhubungan dengan penyakitnya. Makanan tersebut cukup energi, protein, dan
zat gizi lainya. Makanan yang merangsang atau yang
dapat menimbulkan gangguan pencernaan tidak boleh diberikan. Makanan
yang merangsang contohnya makanan yang sangat berlemak, terlalu manis
atau berbumbu, serta minuman yang beralkohol.
2. Makanan Lunak (ML)
Makanan ini diberikan pada penderita sesudah operasi tertentu atau penderita
penyakit infeksi dengan kenaikan suhu badan tidak terlalu tinggi. Menurut
keadaan penyakit, Makanan Lunak merupakan perpindahan dari Makanan
Saring ke Makanan Biasa. Makanan tersebut mudah dicerna, rendah serat,
dan tidak mengandung bumbu yang merangsang. Kandungan energi, protein,
dan zat gizi lainnya cukup. Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan
pada Makanan Lunak dapat dilihat pada Lampiran 1.
3. Makanan Saring (MS)
Makanan Saring diberikan kepada penderita sesudah mengalami operasi tertentu,
pada infeksi akut, termasuk infeksi saluran pencernaan seperti gastroenteritis, dan
pada kesukaran menelan. Menurut keadaan penyakit, makanan ini diberikan langsung
kepada penderita atau merupakan perpindahan dari Makanan Cair ke Makanan
Lunak. Makanan Saring tidak memenuhi kebutuhan gizi, terutama energi dan thiamin,
sehingga jangka waktu pemberiannya pendek. Makanan yang boleh dan tidak boleh
diberikan pada Makanan Saring dapat dilihat pada Lampiran 2.
4. Makanan Cair (MC)
Makanan Cair diberikan pada penderita sebelum dan sesudah operasi tertentu, dalam
keadaan mual dan muntah, kesadaran menurun, suhu badan sangat tinggi atau infeksi
akut. Makanan Cair berupa cairan jernih yang tidak merangsang dan tidak
meninggalkan sisa. Makanan yang boleh diberikan yaitu teh, kopi, kaldu jernih, air
bubur kacang hijau, sari buah, sirup, dan gula pasir. Jangka waktu pemberiannya
dibatasi selama 1-2 hari saja karena nilai gizinya sangat rendah.
Terdapat 3 jenis diet khusus penyakit hati. Hal ini didasarkan pada gejala dan keadaan
penyakit pasien. Jenis diet penyakit hati tersebut adalah Diet Garam Rendah I (DGR I),Diet Hati
I (DH I), Diet Hati II (DH II), dan Diet Hati III (DH III). Selain itu pada diet penyakit hati ini
juga menyertakan Diet Garam Rendah I.
Contoh Menu :
Selada buah
Pukul 10 Pukul 16.00
Contoh Menu :
Apel Pepaya
Pukul 10 Pukul 16.00
Teh Teh
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah memperhatikan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hati
merupakan salah satu organ ekskresi karema mengeluarkan empedu. Sedangkan hati
merupakan organ sekresi karena empedu yang dikeluarkan mengandung zat-zat sisa. Apabila
hati tidak dapat berfungsi dengan baik akan menyebabkan penyakit. Gaya hidup yang sehat
adalah salah dsatu cara untuk menjaga hati.
3.2 Saran
Kita harus menjaga organ tubuh kita dengan baik dengan cara mengatur gaya hidup kita.
Sebaiknya kita mengkonsumsi makanan yang menyehatkan tubuh kita, khususnya hati kita.
Karena mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Dan apabila hati kita sudah terkena
penyakit maka lebih baik segera periksakan ke dokter. Agar tidak sampai parah. Untuk itu,
kepada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya pandai pandailah dalam menjaga
tubuh kita. Karena kesehatan sangat penting bagi kita.
DAFTAR PUSTAKA
Andra. 2005.Terapi Albumin pada AsitesRefraktori. Majalah GERAI Edisi September 2006
(Vol.6 No.2).