Anda di halaman 1dari 12

Oleh: Eka Nur Jannah

PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, dimana banyak terjadi persaingan antara negara
satu dengan negara lain. Pemerintah Indonesia harus dapat mengatur strategi dan menghadapi
tantangan ini. salah satunya yaitu dengan mengembangkan bidang kepariwisataan di Indonesia
karena Indonesia adalah negara yang kaya akan suku, budaya, sumber daya alam dan
ekosistemnya. Peran Pemerintah dibidang kebudayaan dan pariwisata yang berperan sebagai
pelaksana pembangunan diharapkan menciptakan iklim yang nyaman agar para pelaku kegiatan
kebudayaan dan pariwisata dapat berkembang secara efisien dan efektif. Selain itu sub sektor
pariwisata pun diharapkan dapat menggerakan ekonomi rakyat, karena dianggap sektor yang
paling siap dari segi fasilitas, sarana dan prasarana dibandingkan dengan sektor usaha lainnya.
Harapan ini dikembangkan dalam suatu strategi pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan pariwisata yang berbasis kerakyatan atau community-based tourism development
sehingga dapat menciptakan pariwisata yang berkelanjutan.

ISI

A. Perubahan Pola Konsumsi Pariwisata

Dalam dunia wisata sekarang ini, jumlah wisatawan dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Saat ini pun telah terjadi suatu perubahan pola konsumsi wisatawan. Sekarang mereka tidak lagi
hanya fokus dan ingin santai serta menikmati indahnya sunrise dan sunset di pinggir pantai,
tetapi berubah ke jenis wisata lain yakni menikmati produk atau kreasi budaya, peninggalan
sejarah serta keindahan alam ekowisata dari suatu daerah atau negara tertentu. Menarik untuk
disimak Deklarasi Bali tentang Conserving Cultural Heritage for Sustainable Social, Economic
and Tourism Development pada tanggal 14 Juli 2000 antara lain : “ The growth of the tourist
industry brings welcome economic development to many parts of the world. Cultural tourism is
now a significant sector of this industry. Mass tourism and inappropriate behavior by tourists
1
and those in the tourist industry can, and has, adversely affected the cultural identity of tourism
centers. The tourism industry must recognize that it has a responsibility to contribute to the
maintenance of the living culture on which it relies ”. Dan sesungguhnya culture dan heritage ini
adalah nyawanya atau “roh” dari kegiatan pariwisata Indonesia. Tanpa adanya budaya maka
pariwisata akan terasa hambar dan kering serta tidak akan memiliki daya tarik untuk dikunjungi.
Perubahan pola wisata sepeti ini perlu segera disikapi dengan berbagai strategi pengembangan
produk pariwisata maupun promosi baik disisi pemerintah maupun swasta. Dari sisi pemerintah
perlu dilakukan perubahan skala prioritas kebijakan sehingga peran fasilitator pengembangan
pariwisata dapat dioptimalkan untuk mengantisipasi hal semacam ini.

Diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang sekrang diperbarui menjadi


Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maka perlu porsi kegiatan untuk
Pemerintah Daerah yang akibatnya adanya otonomi daerah lebih memiliki wewenang untuk
mengembangkan pariwisata daerah. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui promosi misalnya
dengan melakukan country image promotion oleh pemerintah pusat dan destination promotion
oleh pemerintah daerah dengan keunggulan daerah masing-masing. Selain itu, pihak industri
maupun swasta juga dapat mendukungnya dengan melakukan product promotion masing-masing
industri di tiap-tiap daerah. Oleh karena itu, adanya pembangunan pariwisata perlu dilakukan
untuk mendukung potensi yang ada di masing-masing daerah untuk menonjolkan
keunikan/kekhasannya dibidang pariwisata yang didukung dengan produk-produk lokalnya.

B. Pembangunan Pariwisata

Menurut peraturan pemerintah tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan tahun


2010-2025. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat
multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan
negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
2. Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik yang di dalamnya
meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi dan pengendalian, dalam rangka
penciptaan nilai tambah sesuai yang dikehendaki.

2
Jadi disimpulkan, Pembangunan Pariwisata adalah Suatu proses perubahan untuk menciptakan
nilai tambah dalam segala aspek bidang pariwisata, mulai dari Sarana Prasarana, Objek Daya
Tarik Wisata (ODTW), dan aspek-aspek lainnya.

Tujuan pembangunan kepariwisataan nasional adalah:


1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas Destinasi Pariwisata;
2. Mengkomunikasikan Destinasi Pariwisata Indonesia dengan menggunakan media
pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung jawab;
3. Mewujudkan Industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian nasional;
dan
4. Mengembangkan Kelembagaaan Kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu
mensinergikan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Pemasaran Pariwisata, dan Industri
Pariwisata secara profesional, efektif dan efisien.

Berdasarkan Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan, kebijaksanaan yang


digariskan adalah yang dapat dijadikan objek dan daya tarik wisata berupa keadaan alam, flora
dan fauna, hasil karya manusia, serta peninggalan sejarah dan budaya yang merupakan model
bagi perkembangan dan peningkatan kepariwisataan di Indonesia. Model ini harus dimanfaatkan
secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan untuk berbagai tujuan nasional,
termasuk untuk masyarakat dan persahabatan antarbangsa.
Dalam mengembangkan dan meningkatkan kepariwisataan juga harus memperhatikan nilai-
nilai budaya bangsa yang menuju ke arak kemajuan peradaban, mempertinggi derajat
kemanusiaan, kesusilaan dan ketertiban umum guna memperkokoh jati diri bangsa dan dalam
rangka perwujudan wawasan nusantara, karena itu, untuk mewujudkan pembangunan pariwisata
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatakan perkembangan kehidupan ekonomi
dan sosial budaya.
b. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
c. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup.
d. Kelanjutan dari usaha pariwisata itu sendiri.

3
Selain itu, juga harus memperhatikan asas perikehidupan dalam keseimbangan, yaitu
dimana penyelenggaraan kepariwisataan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga
meningkatkan kehidupan sosial budaya serta hubungan antar manusia dalam upaya
meningkatkan kehidupan bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia. Sedangkan
asas kepercayaan pada diri sendiri adalah segala usaha dan kegiatan kepariwisataan harus
mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan diri sendiri, serta dilakukan
dalam rangka keseimbangan aspek materiil dan spiritual.
Penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan kepariwisataan Indonesia
dimaksudkan agar daya tarik wisata yang sedemikian banyak dimiliki bangsa Indonesia dapat
dikenal, baik oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun masyarakat dunia serta dapat
didayagunakan secara optimal, dengan tetap menjaga keutuhan dan keasliannya, serta
menghindarkan dari kerusakan. Sebaliknya, dengan adanya penyelenggaraan kepariwisataan
tersebut harus senantiasa ditingkatkan. Dengan kepariwisataan terdapat keterkaitan yang erat
antara kegiatan kepariwisataan dalam aspek sosial yang menyangkut hubungan antara manusia,
yaitu wisatawan dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata, di samping itu, kegiatan ini
tidak menutup kemungkinan akan membawa dampak terhadap lingkungan fisik di daerah tujuan
tersebut.
Pasal Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan tujuan
penyelenggaraan kepariwisataan Indonesia adalah:
1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
2) Meningkatkan kesejahteraan rakyat
3) Menghapus kemiskinan
4) Mengatasi pengangguran
5) Melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya
6) Memajukan kebudayaan
7) Mengangkat citra bangsa
8) Memupuk rasa cinta tanah air
9) Memperkukuh jatidiri dan kesatuan bangsa
10) Mempererat persahabatan antarbangsa.

4
Berdasarkan undang-undang tersebut kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip-
prinsip sebagai berikut, yaitu:
a) Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep
hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia Tuhan Yang Maha Esa, hubungan
antara manusia dan sesama manusia, serta hubungan antara manusia dan lingkungan.
b) Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya dan kearifan lokal.
c) Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan dan proposionalitas.
d) Memelihara kelestariaan alam dan lingkungan hidup.
e) Memberdayakan masyarakat setempat.
f) Menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistem dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar
pemangku kepentingan.
g) Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang
pariwisata.
h) Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perlu diketahui juga bahwa sistem kepariwisataan nasional dilandasi oleh konsep
kehidupan bangsa Indonesia yang berkesinambungan, yaitu hubungan manusia dengan
masyarakat dan manusia dengan lingkungan alam, baik yang berupa sumber daya alam maupun
kondisi geografis dengan menggunakan pendekatan ketahanan nasional. Hubungan secara
vertikal manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, menempatkan nilai-nilai agama sebagai nilai
tertinggi dalam pembangunan kepariwisataan nasional. Segala usaha dan kegiatan pembangunan
kepariwisataan digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika
kepariwisataan nasional.
Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara menjadi titik sentral, subjek pembangunan dan kekuatan dasar
pembangunan kepariwisataan. Peran serta dan keterlibatan masyarakat secara langsung menjadi
hal yang utama dalam wujud partisipasi masyarakat secara nyata.
Kekuatan inti untuk menggerakkan roda pembangunan pariwisata dilakukan oleh pelaku
utama, yaitu dunia usaha pariwisata, masyarakat dan pemerintah. Peran pemerintah hanyalah

5
sebagai fasilitator atau sebagai pemacu, sedangkan swasta dan masyarakat merupakan pelaku-
pelaku langsung dalam kegiatan pariwisata.

C. Community-Based Tourism Development

Dalam artikelnya Santosa (2002), Pada bulan Juli 2000 Bank Dunia mulai memikirkan
bagaimana caranya menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang
kemudian dikenal dengan “community-based tourism” (CBT). Selanjutnya diidentifikasi adanya
tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni adventure travel , cultural
travel dan ecotourism . Dibahas pula kaitannya dengan akomodasi yang dimiliki oleh masyarakat
atau disebut small family-owned hotels yang biasanya berkaitan erat dengan tiga jenis kegiatan
tersebut. CBT akan melibatkan pula masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, dan dalam
perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran para wisatawan. Sehingga
dengan demikian CBT akan dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan
membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada
akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk
setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya CBT adalah
konsep ekonomi kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan
hasilnyapun langsung dinikmati oleh mereka.

Bagian yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam konsep CBT adalah wisatawan
domestik yang perannya sangat besar dalam menumbuhkan dan mengembangkan obyek-obyek
wisata yang nantinya diharapkan akan dikunjungi oleh wisman. Obyek-obyek wisata yang sering
dan padat dikunjungi oleh wisnus akan memperoleh manfaat lebih besar dibandingkan dengan
yang jarang dikunjungi wisatawan domestik. Makin banyak wisatawan domestik berkunjung,
makin terkenal obyek tersebut dan pada akhirnya merupakan promosi untuk menarik datangnya
wisatawan mancanegara.

Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, maka pengembangan dan pembangunan obyek


wisata atas dasar CBT ini adalah merupakan salah satu tugas pemerintah daerah, meskipun tetap
diupayakan agar hanya sampai sebatas sebagai fasilitator untuk menarik investor swasta
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Event-event pariwisata harus disusun secara konsisten
sehingga dapat dijadikan acuan para pelaku pariwisata menjual ke berbagai pasar pariwisata

6
dunia. Tanpa event yang tetap dan berkualitas maka akan sulit menarik pengunjung ke lokasi
tersebut. Selain itu prasarana pariwisata pun harus ditingkatkan kualitasnya terutama yang terkait
dengan kesehatan, kebersihan, keamanan dan kenyamanan.

D. Pariwisata Berkelanjutan

Salah satu aspek yang perlu dibangun secara berkelanjutan untuk meyelamatkan
perekonomian negara adalah membangun pariwisata berkelanjutan. Sustainable Tourism adalah
pariwisata yang berkembang sangat pesat, termasuk pertambahan arus kapasitas akomodasi,
populasi lokal dan lingkungan, dimana perkembangan pariwisata dan investasi-investasi baru
dalam sektor pariwisata seharusnya tidak membawa dampak buruk dan dapat menyatu dengan
lingkungan, jika kita memaksimalkan dampak yang positif dan meminimalkan dampak negatif.
Maka beberapa inisiatif diambil oleh sektor publik untuk mengatur pertumbuhan pariwisata agar
menjadi lebih baik dan menempatkan masalah akan sustainable tourism sebagai prioritas karena
usaha atau bisnis yang baik dapat melindungi sumber-sumber atau aset yang penting bagi
pariwisata tidak hanya untuk sekarang tetapi dimasa depan. Pembangunan pariwisata
berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan
budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata pada generasi ini agar dapat
dinikmati untuk generasi yang akan datang.
Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata
Berkelanjutan (1995) adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak
secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan
berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup
dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya
secara berkelanjutan. Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang
antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak
saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain
yang lebih luas. Tak dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan
tersebut dianggap sebagai “resep‟ pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata.

7
Menurut Kurniawati (2013), Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali
melalui prinsip-prinsipnya antara lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder),
kepemilikan lokal, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan
masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta
promosi.

1. Partisipasi
Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata dengan
ikut terlibat dalam menentukan visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-sumber daya yang akan
dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-tujuan dan strategi-strategi untuk
pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus berpartisipasi dalam
mengimplementasikan strategi-strategi yang telah disusun sebelumnya.

2. Keikutsertaan Para Pelaku

Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisata meliputi kelompok dan
institusi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah daerah,
asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta
yang akan menerima dampak dari kegiatan pariwisata.

3. Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan pekerjaan yang berkualitas untuk
masyarakat setempat. Fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran dan penjualan
souvenir seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Beberapa
pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta
kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan setempat benar-benar dibutuhkan
dalam mewujudkan kepemilikan lokal.

4. Penggunaan Sumber Daya yang Berkelanjutan


Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber daya dengan berkelanjutan
yang artinya kegiatan-kegiatannya harus menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga didukung dengan keterkaitan lokal

8
dalam tahap perencanaan, pembangunan dan pelaksanaan sehingga pembagian keuntungan yang
adil dapat diwujudkan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa
sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki dengan menggunakan kriteria-
kriteria dan standar-standar internasional.

5. Tujuan-tujuan Masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam kegiatan pariwisata agar
kondisi yang harmonis antara pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat
terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau cultural tourism partnership dapat
dilakukan mulai dari tahap perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.

6. Daya Dukung

Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan meliputi daya dukung fisik,
alami, sosial dan budaya. Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi dengan
batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara
reguler sehingga dapat ditentukan penyesuaian/perbaikan yang dibutuhkan. Skala dan tipe
fasilitas wisata harus mencerminkan batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of
acceptable use).

7. Monitor dan Evaluasi


Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata berkelanjutan mencakup
penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator
dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman atau alat-alat bantu yang
dikembangkan tersebut harus meliputi skala nasional, regional dan lokal.

8. Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar pada kesempatan
mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin
dalam kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam
seperti tanah, air, dan udara harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-
sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.

9
9. Pelatihan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan pelaksanaan program-program
pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan masyarakat dan meningkatkan
keterampilan bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi topik tentang
pariwisata berkelanjutan, manajemen perhotelan, serta topik-topik lain yang relevan.

10. Promosi
Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga meliputi promosi penggunaan lahan dan
kegiatan yang memperkuat karakter landscap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat.
Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya bertujuan untuk mewujudkan
pengalaman wisata yang berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung.

E. Dampak Ekonomi dan Sosial

Masyarakat dalam lingkungan suatu obyek wisata sangatlah penting dalam kehidupan
suatu obyek wisata karena mereka memiliki budaya yang dapat menjadi daya tarik wisata,
dukungan masyarakat terhadap tempat wisata berupa sarana kebutuhan pokok untuk tempat
obyek wisata, tenaga kerja yang memadai dimana pihak pengelola obyek wisata memerlukannya
untuk menunjang keberlangsungan hidup obyek wisata dan memuaskan masyarakat yang
memerlukan pekerjaan dimana membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Menurut Joseph D. Fritgen dalam Kurniawati (2013), pengembangan suatu obyek wisata
yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk
komunitas setempat. Menurut Hadinoto (1996), bahwa suatu tempat wisata yang direncanakan
dengan baik, tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf, kualitas
dan pola hidup komunitas setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang
lebih baik. Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul “The Tourism International Business”
(2000, p.168-169), menyatakan bahwa : “pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi
wisatawan maupun komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan
secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut”.
Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat memaksimalkan
keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan. Penduduk setempat mempunyai peran yang

10
sangat penting dalam upaya pengembangan obyek wisata, karena penduduk setempat mau tidak
mau terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah
tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelanggara atraksi wisata dan
budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain), produsen cindera mata
yang memiliki ke khasan dari obyek tersebut dan turut menjaga keamanan lingkungan sekitar
sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman selama mereka berada di obyek wisata
tersebut. Akan tetapi apabila suatu obyek wisata tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik
atau tidak direncanakan dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan
maupun dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial. Menurut Hadinoto (1996),
suatu tempat wisata apabila tidak direncanakan dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan
lingkungan fisik, barang-barang sejarah, dan menimbulkan ketidaksukaan penduduk sekitar
terhadap wisatawan maupun obyek wisata tersebut dimana pada akhirnya menimbulkan kerugian
bagi pengelola tempat wisata tersebut.

KESIMPULAN

Indonesia merupakan negara dengan banyak potensi pariwisata dunia, banyak hal yang
dimilik oleh indonesia yang tidak di miliki oleh negara lain misalnya saja kebudayaan,sejarah,
alam yang indah dan lain sebagainya. Banyak potensi wisata yang ada di indonesia yang belum
di gali . Apabila indonesia tidak memperdulikan kelangsungan budaya yaitu Pariwisata lama
yang menjadi jati diri bangsa indonesia maka akan sama saja dengan negara lain dan tidak akan
ada potensi yang dimiliki oleh indonesia, apabila yang lama digantikan oleh yang baru maka
indonesia akan mengalami kerugian yang luar biasa jika tempat seperti Dufan semakin banyak
bermunculan dan menggeser pariwisata berbasis alam dan alami maka indonesia jelas kehilangan
jati dirinya sebagai suatu bangsa yang unik dan mempunyai keberagaman. Akan sama saja
bangsa ini dengan negara lain atau bahkan akan ketinggalan dengan negara lain. Oleh karena itu
pentingnya kesadaran bersama sangat di perlukan, jadikan indonesia sebagai negara yang
menjunjung tinggi kebudayaan dan sejarahnya bangga melestarikan pariwisata lama yang
merupakan warisan leluhur kita.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hadinoto, Kusudianto. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Universitas


Indonesia Press, Jakarta.

Kurniawati, Rina. 2015. Modul Pariwisata Berkelanjutan.


http://rinakurniawati.files.wordpress.com/2013/01/modul-pariwisata-berkelanjutan.pdf.
Diakses tanggal 8 Juni 2015.

Muljadi, A. J. 2012. Kepariwisataan dan Perjalanan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Peraturan Pemerintah Tahun 2010-2025 tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan.

Piagam Pariwisata Berkelanjutan Tahun 1995.

Santosa, Setyanto, P. 2002. Pengembangan Pariwisata Indonesia.


http://kolom.pacific.net.id/ind/setyanto_p._santosa/artikel_setyanto_p._santosa/pengem
bangan__pariwisata__indonesia.html. Diakses tanggal 8 Juni 2015.

Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

12

Anda mungkin juga menyukai