Angkatan : XV No absen : 10 (Sepuluh) Kelompok : 3 (Tiga)
Program diklat Pelatihan Dasar CPNS Golongan III Angkatan XV Provinsi Jawa Timur Tahun 2021
Kelompok III
Pengampu Materi Drs. Ec. Jonathan Judianto MMT
Tanggal 29 Maret 2021 S/D 12 Juni 2021
Pelaksanaan
Judul Kasus KPK Tangkap 7 Kepala Daerah Sepanjang Januari-Oktober 2019
Detail Kasus KPK Tangkap 7 Kepala Daerah Sepanjang Januari-Oktober 2019
KPK Tangkap 7 Kepala Daerah Sepanjang Januari-Oktober 2019 CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tujuh kepala daerah sepanjang 2019 ini. Data tersebut dirilis KPK per Senin, 7 Oktober 2019. Operasi tangkap tangan pertama menyasar Bupati Mesuji periode 2017-2022, Khamami, pada 23 Januari 2019. Dalam penindakan tersebut, tim KPK menyita uang pecahan Rp100.000 yang tersimpan dalam satu kardus. Khamami lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mesuji tahun 2018. Ia menerima sekurangkurangnya uang suap Rp1,58 miliar dari pihak swasta terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji. Atas perbuatannya, Khamami dijatuhi vonis hukuman delapan tahun pidana penjara dan denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan. Vonis hakim ini sama dengan apa yang dituntut jaksa penuntut umum. Operasi tangkap tangan berikutnya Bupati Kabupaten Talaud periode 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip. Itu terjadi pada 30 April 2019. Tim penindakan KPK menyita sejumlah barang mewah dalam operasi senyap tersebut. Barang-barang yang disita seperti tas tangan merek Channel senilai Rp97.360.000; tas merek Balenciaga seharga Rp32.995.000; jam tangan merek Rolex seharga Rp224.500.000; anting berlian merek Adelle senilai Rp32.075.000; serta cincin berlian merek Adelle seharga Rp76.925.000. Sri ditetapkan tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud. Ia saat ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Selanjutnya pada 10 Juli 2019, tim penindakan lembaga antirasuah KPK menangkap Gubernur Kepulauan Riau periode 2016-2021 Nurdin Basirun. Dari tangan Nurdin, tim KPK menyita sejumlah uang dalam mata uang dolar Amerika, dolar Singapura, ringgit Malaysia, dan rupiah sebesar Rp132 juta. Nurdin Basirun ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018/2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. Saat melakukan penggeledahan rumah Nurdin, tim KPK menemukan uang berserakan. Dari kamar Nurdin ditemukan duit dalam pecahan rupiah dan valuta asing. Uang itu terletak di tas ransel, kardus, plastik dan paper bag dengan rincian Rp3,5 miliar, US$33.200 dan Sin$134.711. Saat ini Nurdin menjadi tahanan KPK. Sementara kasusnya terus bergulir dengan pemeriksaan sejumlah saksi, baik dari pihak lingkungan Pemprov Kepulauan Riau maupun pihak swasta. Tamzil, Bupati Kudus menjadi 'pesakitan' berikutnya. Ia ditangkap pada 26 Juli 2019 saat operasi tangkap tangan dilakukan tim penindakan KPK. Dari operasi tersebut turut disita uang sejumlah Rp170 juta. Dalam waktu cepat, Tamzil ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait jual beli jabatan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.Tak terima hal tersebut, ia mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, majelis hakim menolak praperadilan yang diajukan. Tamzil merupakan residivis kasus korupsi. Dia sebelumnya pernah menjabat Bupati Kudus periode 2003 hingga 2008. Selama masa pemerintahannya, dia pernah melakukan korupsi terkait dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus. Operasi tangkap tangan kelima di tahun ini menyasar Bupati Kabupaten Muara Enim, Ahmad Yani. Ia ditangkap pada 2 September 2019. Tim Penindakan KPK menyita US $35 ribu dari OTT tersebut. Diduga uang itu terkait dugaan suap proyek Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Muara Enim. Ada ironi dari penangkapan Bupati Muara Enim Ahmad Yani. Jauh sebelumnya atau tepatnya pada Maret 2019, Ahmad Yani menyosialisasikan program pemberantasan korupsi terintegrasi bersama KPK. Dikutip dari laman muaraenimkab.go.id, Ahmad Yani sempat menyampaikan komitmen terhadap pencegahan dan penindakan korupsi di lingkup Pemkab. "Kami buktikan dengan taat aturan dan taat administrasi dalam pengelolaan keuangan daerah. Kami sangat mengapresiasi terhadap kegiatan yang diadakan oleh KPK ini, semoga dapat menciptakan pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih, sehingga terhindar dari budaya korupsi," kata Yani di Ruang Rapat Bina Praja Pemprov Sumatra Selatan, 20 Maret 2019. Secara pararel dengan penangkapan Ahmad Yani, pada tanggal 3 September 2019 Tim Penindakan KPK juga turut membawa Bupati Kabupaten Bengkayang Suryadman Gidot ke Kantor KPK di Jakarta. Dari operasi itu, tim KPK menyita uang sejumlah Rp340 juta. Tak berselang lama, Suryadman pun ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pemerintah di Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Suryadman disebut menerima uang Rp336 juta dari sejumlah pihak swasta melalui Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang, Alexius. Ia pun saat ini sedang menjalani masa tahanan di rumah tahanan Polres Jakarta Pusat. Terkini, operasi tangkap tangan dilakukan pada 6 Oktober 2019 atas Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara. Tim KPK menyita Rp728 juta dari operasi tersebut. Agung lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait Proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara. Dalam jumpa pers penetapan tersangka, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan pihaknya mengendus perilaku koruptif Agung sudah tercermin sejak awal menjabat. Basaria mengatakan Agung memanfaatkan posisinya sebagai kepala daerah baru untuk memperoleh pendapatan di luar penghasilan resminya. "Sebelumnya, sejak tahun 2014, sebelum SYH [Syahbuddin] menjadi Kepala Dinas PUPR Lampung Utara, AIM [Agung] yang baru menjabat memberi syarat jika SYH [Syahbuddin] ingin menjadi Kepala Dinas PUPR, maka harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR," ujar Basaria saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (7/10) malam. 119 Kepala Daerah Terjerat Sejak KPK BerdiriSecara keseluruhan, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa pihaknya telah memproses hukum 119 orang kepala daerah sejak mulai berdiri pada 2002 silam. "Dari 119 orang Kepala Daerah yang diproses KPK, 47 di antaranya dari kegiatan tangkap tangan atau hanya 39,4 persen. Sehingga, tidak sepenuhnya benar jika seluruh kepala daerah diproses melalui OTT," kata Febri saat dikonfirmasi, Selasa (8/10). Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur menempati posisi teratas dengan 14 kepala daerah yang diproses hukum. Selanjutnya Sumatera Utara (12); Jawa Tengah (10); Sumatera Selatan (7); Riau dan Sulawesi Tenggara (6); Papua dan Kalimantan Timur (5); Aceh, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Lampung (4); Bengkulu, Maluku Utara, NTB (3); Kalimantan Tengah, NTT, Sulawesi Selatan (2); Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Jambi, Sumatera Barat (1). "Itu data per 7 Oktober 2019, sejak KPK berdiri," terang Febri. (Sumber: cnnindonesia.com, Edisi 09 Oktober 2019).
Detail Ujian Anda
Soal Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor yang terlibat dan persan setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus.
Jawaban Anda Masalah Pokok : 1. Adanya penerimaan dana dari pengusaha
atas pekerjaan proyek negara yang bukan haknya. 2. Gaya hidup konsumtif oleh Kepala Daerah. 3. Adanya gratifikasi yang dilakukan oleh Kepala Daerah. Aktor: 1. Kepala Daerah 2. Pengusaha 3. Dinas PUPR 4. KPK
Soal Melakukan analisis terhadap : A. Bentuk penerapan dan
pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar PNS, dan Pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi kasus
Jawaban Anda A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai
dasar PNS. 1. Tidak memiliki rasa cinta tanah air. 2. tidak memiliki akuntabilitas dan rasa nasionalisme. 3. penyalahgunaan kepercayaan publik untuk kepentingan pribadi. 4. Penyalahgunaan keuangan negara. 5. Tidak memiliki kesadaran Bela Negara. Dampak: 1. akan melahirkan pemimpin yang memiliki integritas dan moralitas yang baik. 2. Tidak memiliki kesadaran Bela Negara. 3. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap ASN 4. Sistem Birokrasi menjadi rusak
Soal Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan
masalah berdasarkan konteks deskripsi kasus
Jawaban Anda 1. Sebaiknya ada pengawasan yang lebih ketat terhadap
pelaksanaan pekerjaan proyek negara. 2. Meningkatkan sistem kontrol terhadap pelaksanaan pekerjaan proyek negera yang lebih baik dan ketat agar tidak adanya tindak korupsi bagi para pejabat-pejabatnya. 3. Memberikan sanksi /hukuman yang berat bagi pelaku korupsi 4. Kaderisasi partai politik yang baik agar dapat menciptakan pemimpin yang berintegritas dan bermoral yang baik.
Soal Mendeskripsikan konsekuensi penerapan dari setiap alternatif
gagasan pemecahan masalah berdasarkan konteks deskripsi kasus.
Jawaban Anda Konsekuensi penerapan dari setiap alternatif gagasan
pemecahan masalah : 1. Menyusun SOP yang lebih terperinci untuk meminimalisir adanya tindak korupsi oleh pejabat. 2. Diciptakannya sistem Big Data /Sistem berbasis internet pada setiap layanan paket pekerjaan. 3. Dicantumkannya hukuman- hukuman berat pada pasal-pasal KUHP serta hakim harus konsisten dalam mengambil keputusan yang berat. 4. Melakukan kaderisasi partai politik dengan melaksanaan pemungutan suara langsung oleh rakyat agar menghasilkan pemimpin daerah yang berintegritas dan bermoralitas yang baik.