PRAKTIKUM FITOFARMAKA
TUGAS II
NIM : 201510410311139
Kelas : Farmasi C
Kelompok : VI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu menentukan parameter mutu spesifik dan non-spesifik ekstrak
Kaempferia galanga L.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mengetahui dan memahami cara menentukan parameter mutu spesifik dan
non-spesifik ekstrak Kaempferia galanga L.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemerian :
Bau khas aromatik; rasa pedas, hangat, agak pahit, akhirnya menimbulkan rasa
tebal (Depkes RI, 1989).
Makroskopik :
Kepingan : Pipih; bentuk hampir bundar sampai jorong atau tidak beraturan;
tebal keping 1 mm sampai 4 mm; panjang 1 cm sampai sampai 5 cm, lebar
0,5 cm sampai 3 cm; bgian tepi berombak dan berkeriput, warna coklat
sampai coklat kemerahan, bagian tengah berwarna putih sampai putih
kecoklatan. Korteks : sempit, lebar lebih kurang 2 mm; warna putih; berkas
pembuluh tersebar tampak sebagai bintik-bintik berwarna kelabu atau
keunguan. Silinder pusat: Lebar, banyak tersebar berkas pembuluh seperti
pada korteks. Bekas patahan : rata, berdebu, berwarna putih (Depkes RI,
1989).
Mikroskopik :
Periderm : terdiri dari 5 sampai 7 lapis sel, sel berbentuk segi panjang
berdinding tipis. Jaringan parenkim korteks: terdapat di bawah periderm, sel
parenkim isodiametrik, berdinding tipis, berisi butir-butir pati, sel idioblas
minyak berbentuk hampir bulat dan bergaris tengah 50 µm sampai 100 µm,
dalam idioblas minyak terdapat minyak yang tidak berwarna sampai berwarna
putih semu kekuningan. Butir pati: umumnya tunggal, besar, bentuk bulat,
bulat telur atau bulat telur tidak beraturan dengan salah satu ujungnya
mempunyai putting, lamela dan hilus tidak jelas; panjang butir pati 6 µm
sampai 25 µm, umumnya 23 µm. Berkas pembuluh: Tersebar dalam korteks
dan silinder pusat; pembuluh kayu terdiri dari pembuluh spiral, pembuluh
tangga dan pembuluh jala, tidak berlignin. Endodermis: mempunyai dinding
radial yang agak menebal, tidak berisi butir pati. Silinder pusat: Lebar,
parenkimatik, berisi butir pati dan idioblas minyak seperti pada korteks, berkas
pembuluh dibawah endodermis tersusun teratur dalam suatu lingkaran yang
berdekatan satu sama lainnya.
Serbuk: Warna putih, putih kecoklatan sampai coklat. Fragmen
pengenal adalah butir pati yang hampir bulat dengan puting tau sisi bersudu;
idioblas minyak; oleoresin berbentuk gumpalan atau tetesan kecil yang dengan
yodium LP warnanya menjadi coklat kekuningan; fragmen periderm;
pembuluh kayu(Depkes RI, 1989).
2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Depkes RI, 2014). Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku
obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi
dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas
(Depkes RI, 2014).
Simplisisa banyak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa
yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain sebagainya. Untuk
memisahkan senyawa aktif tersebut, maka perlu dilakukan proses ekstraksi. Ekstraksi
merupakan salah satu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa
kimia dari jaringan tumbuhan ata hewan (Depkes RI, 1979).
2.3 Macam-macam Ekstrak
Berdasarkan konsistensinya, ekstrak dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Ekstrak kering
Ekstrak yang mengalami proses penguapan dan tidak mengandung
pelarut lagi serta mempunyai konsistensi yang padat (kering). Ekstrak
kering ini dibagi menjadi 2 macam:
- Ekstrak kering yang dibuat dengan alkohol/etanol, karena bahan
tidak larut sepenuhnya dengan air. Contohnya : extractum columba,
extractum chinae, extractum granati.
- Ekstrak kering yang dibuat dengan air. Contohnya : extractum aloes,
extractum opii dan lain sebagainya.
2) Ekstrak kental
Ekstrak dengan kadar air 20-25%, naun hanya ada ekstrak liquiritae
diizinkan kadar air 35% (Van Duin, 1947). Ekstrak kental juga mengalami
proses penguapan namun konsistensinya tetap kental pada suhu kamar.
Contoh : extractum belladonae dan sebagainya.
3) Ekstrak cair
Sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau
sebagai pengawet. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat
didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dituangkan (Depkes RI,
1995).
2.5.1.2 Organoleptik
METODE PENELITIAN
3.1.2 Bahan
- Ekstrak kering rimpang kencur
- Air-Kloroform LP
- Etanol 95%.
Prosedur:
a) Penetapan Kadar Abu Total
Lebih kurang 2 – 3 gram ekstrak yang telah digerus dan
ditimbnag seksama, dimasukkan ke dalam krus yang telah
dipijrakan dan ditara, kemudian diratakan. Dipijar perlahan-
lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang. Jika cara
ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas,
disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa kertas saring
dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam
krus, diuapkan, dipijar hingga bobot tetap, kemudian
ditimbang. Dihitung kadar terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.
b) Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan
dengan 25 ml asam sulfat encer selama 5 menit, bagian yang
tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui krus
kaca masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air
panas, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar
abu yang tidak larut asam terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.
5 gram ekstrak
Saring
Dilakukan replikasi 3x
b) Kadar Senyawa Larut Etanol
5 gram ekstrak
Saring
Dilakukan replikasi 3x
Keringkan pada suhu 105°C dengan tutup terbuka sampai bobot tetap
3.2.2.2 Kadar Air
Bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung
Pijar perlahan
Diuapkan
Ditimbang
b) Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Disaring
Ditimbang
Hitung kadar abu yang tidak larut asam terhadap bahan yang telah dikeringkan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Gambar
A. Parameter Spesifik
1. Senyawa Larut dalam Pelarut Tertentu
a) Larut dalam Air
118
10
14
13
12
15
Penimbangan cawan+ekstrak kencur setelah dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C
selama 30 menit → diamkan ad suhu ruang kemudian dimasukkan desikator 10 menit
1 2 3
4 57
8 11
10
12 13 14
16 17 18
‘
B. Parameter Non-Spesifik
1. Susut Pengeringan
123
4 5 6
789
10 12 13
15 16 17
18 19 22
23
2. Kadar Abu
Pemijaran
Didiamkan
Penimbangan
kurst
hingga
selama
kurst
suhu30
ruang →kosong
menit
desikator 10
menit
3.Penimbangan
Kadar Air Pemijaran
Penimbangan
kurst+ekstrak
ekstrak
kurst+ekstrak setelah ad ekstrak
kencur menjadi
sebanyakabu
2g
pemijaran putih
Penimbangan ekstrak Pengukuran kadar air
dengan rentang 2,6 g – 3,5 pada alat ± 10 menit
g sebanyak 2,842 g
4.1.2 Perhitungan
4.2 Pembahasan
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, Jakarta, UI Press.
Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat Asli Indonesia,
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986, Sediaan Galenik, Direktorat Jendral
Pengawasan Obat Dan Makanan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, hal.55.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Derektorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penerjemah Dr. Kosasih P. dan Dr. Iwang S. Cetakan
kedua. Bandung ITB.
Keil, F. J. 2007. Modeling of Process Intensification. AIDIC Conference Series, Vol. 9 page
1-8.
Pengobatan, Ahli, 2014, Kencur- Ciri-ciri Tanaman serta Khasiat dan Manfaatnya.
(http://www.tanobat.com/kencur-ciri-ciri-tanaman-serta-khasiat-dan-manfaatnya.html,
diakses pada tanggal 25 September 2018).
Soeratri, W. et al .2014. Penentuan Dosis Asam p-metoksisinamat (APMS) Sebagai
Antiinflamasi Topikal dan Studi Penetrasi APMS Melalui Kulit Tikus dengan dan Tanpa
Stratum Korneum. Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol.1 No.1.
Sulaiman, M. R. Z. A., dkk. 2007. Antinociceptive and Anti-inflammatory Activities of the
Aqueous Extract of Kaempferia galanga Leaves in Animal Models. J. Nat. Med, 62 : 221-227.
Van Duin, C.F., 1947, Buku Penuntun Ilmu Resep Dalam Praktek Dan Teori, Penerjemah K.
Satiadarma Apt., Pecenongan, Jakarta.
Voigt. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto S.,UGM
Press, Yogyakarta.