Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MINHAD ALI YAHYA

NIM : 20198404111007
TUGAS : HEMM
1. Berita mengenai kekerasan atau pelecehan seksual kerap terjadi di lingkungan
sekitar kita, sehingga tidak pernah luput dari pemberitaan media massa. Kasus mengenai
kekerasan terhadap anak yang tampaknya tidak akan pernah berakhir dan tiap tahunnya
semakin bertambah. Peristiwa tersebut tak hanya menimpa wanita dewasa saja melainkan
juga menimpa anak-anak perempuan yang masih di bawah umur. Berbagai kasus-kasus
mengenai tindak kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak meski dianggap sebuah
peristiwa yang biasa saja, ternyata sangat menarik untuk diungkapkan, dibuktikan dengan
maraknya pemberitaan mengenai kekerasan dan pelecehan terhadap anak di berbagai
media massa. Kekerasan atau pelecehan seksual menjadi sorotan yang paling menonjol
diberbagai media massa, baik cetak maupun elektronik.
Dalam menulis sebuah berita mengenai tindak kekerasan atau pelecehan seksual,
para pekerja media atau wartawan ingin mengungkapkan fakta, maka sering kali sebuah
peristiwa akan diceritakan secara detail. Akan tetapi pengungkapan secara detail dalam
sebuah berita terkadang akan menimbulkan sebuah sensasi. Hal ini dapat dibuktikan pada
berita-berita yang mengangkat mengenai peristiwa tindak kekerasan atau pelecehan
seksual terhadap anak.
Pemberitaan media akan kekerasan seksual pada anak sangatlah berpengaruh kepada
anak yang menjadi korban. Adapun pengaruh tersebut juga akan memunculkan dua
dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif tentunya diharapkan
dengan adanya pemberitaan media, masyarakat akan muncul rasa empati dalam dirinya
untuk tergerak membantu korban. Selain itu jika dilihat dari segi masyarakat juga akan
menambah sikap pencegahan kejahatan supaya kejahatan serupa tidak terjadi lagi.
Namun yang menjadi masalahnya adalah dampak negatif dari pemberitaan kekerasan
seksual terhadap korban anak sendiri. Tanpa disadari, terkadang media terlalu berlebihan
dalam memberitakan korban anak tersebut sehingga masyarakat tahu bahwa anak tersebut
telah menjadi korban asusila. Pemberitaan tersebut secara jelas menyebutkan nama,
perlakuan yang diterima, asal sekolah, tempat tinggal, keluarga, dan lain-lain. Jika
memandang dari dampak negatif, pemberitaan ini akan memperkuat label masyarakat
terhadap anak tersebut bahwa anak tersebut sudah “tidak baik” lagi. Label yang diberikan
masyarakat kepada anak korban kekerasan seksual seperti sudah tidak perawan lagi, anak
nakal, anak liar dan sebagainya pasti akan menempel pada anak tersebut, padahal secara
realitas anak tersebut adalah sebagai korban yang tidak mengetahui apa-apa. Akhirnya
anak menjadi korban karena segala kesalahan yang dilakukan pelaku dewasa pada
akhirnya ditanggung oleh korban anak.
Permasalahan seperti ini tentu saja merugikan korban yang diberitakan karena
jatuhnya harga diri dan martabat yang bersangkutan. Serta bukan tidak mungkin bagi
pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitaan seperti ini akan menuntut lembaga pers
yang mempublikasikan berita tersebut ke jalur hukum. Oleh karena itu, jurnalis harus
berhati-hati dan menyadari betul ketentuan-ketentuan dalam pemberitaan beserta
konsekuensi jika melakukan pelanggaran.
Dalam perihal pengungkapan identitas korban kekerasan seksual, jurnalis masih
ada yang tidak menyamarkan identitas korban. Hal ini dapat memudahkan pembaca
untuk mengenali identitas korban kekerasan seksual. Kemudian dalam perihal isi
pemberitaan yang mengandung unsur fitnah, bohong, cabul dan sadis, jurnalis masih
menyajikan berita yang mengandung berita sadisme dan cabul. Jurnalis seharusnya
melindungi privasi narasumberdan sampai sekarang masih ada sebagian jurnalis yang
tidak menghargai hak pribadi narasumber.
Kesimpulan dari pembahasan apa yang saya tulis di atas adalah pentingnyaa
menggunakan kode etik jurnalistik dalam penyampaian berita yang memberitakan
peristiwa kekerasan seperti kriminalitas, KDRT, atau tindak pidana lain yang melibatkan
kekerasan.

2. Berikut adalah contoh berita tentang kekerasan terhadap anak kecil yang sudah
menggunakan kode etik jurnalistik.
Jakarta, CNN Indonesia -- JP alias AS (48) menculik bocah perempuan RTH (12) sejak
empat tahun lalu. Ia kemudian memanfaatkannya untuk mencari uang lewat mengemis
sekaligus melakukan eksploitasi seksual. Setelah korbannya bertambah, petualangan sang
pedofil berakhir di tangan polisi.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan
menuturkan kasus ini bermula saat JP menculik anak perempuan, RTH, empat tahun lalu,
yang ketika itu masih berusia 8 tahun, di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

"RTH diculik sejak berusia 8 tahun, [yang kini 12 tahun]. Artinya, [RTH] sudah bersama
tersangka 4 tahun," kata dalam konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (13/5).

Pelaku mulanya berpura-pura mengajak korban untuk membantu mencari anaknya. Hal
itu dijadikan dalih oleh dirinya untuk mengelabui anak-anak korbannya sehingga diajak
berkeliling kota dengan menggunakan kendaraan angkutan umum. Selain itu, korban
dijanjikan akan diberi sepeda motor.

Selama empat tahun itu, kata dia, pelaku bersama dengan korban berpindah-pindah dari
rumah kontrakan, masjid, dan SPBU untuk menumpang beristirahat dan menghindari
kejaran polisi.

"Motif dari kejahatan adalah menggunakan anak untuk dieksploitasi secara ekonomi
diajak mengemis dan mengamen serta dieksploitasi secara seksual," kata Ahmad.

Berdasarkan catatan kepolisian, pelaku diduga pernah mencabuli anak tetangga


kontrakannya di daerah Bekasi Selatan. Hal itu tertera dalam laporan pengaduan di Polres
Bekasi pada 25 Maret 2020.

JP kemudian menculik anak lainnya, yakni JNF (13), di wilayah Cilangkap, Cipayung,
Jakarta Timur, pada 11 April. Dalam kasus ini, orang tua korban kemudian
melaporkannya ke Polsek Cipayung. Laporan itu diterima dengan nomor
019/K/IV/2020/Sek pada 15 April 2020.
"Pengaduan adanya dugaan tindak pidana melarikan perempuan belum dewasa atau
penculikan anak, dibuat oleh orang tua Anak Korban JNF di Polsek Cipayung," lanjut
dia.

Direktorat Siber Bareskrim Polri kemudian turun tangan, berdasarkan permohonan


bantuan dari Polres Metro Jakarta Timur. Penelusuran pun dilakukan.
Penangkapan kemudian dilakukan di sebuah rumah kontrakan di Jalan Depan Sentra
Grosir Cikarang, Bekasi, pada Selasa (12/5). Di lokasi itu, polisi menemukan dua orang
anak yang menjadi korban penculikan tersebut.

Dalam penangkapan itu, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa dua unit
sepeda motor, dua helm Go-Jek dan Jaket merek Gojek yang diduga untuk melakukan
penyamaran, dan dua pelat nomor kendaraan bermotor.
Polisi kemudian melakukan berbagai pemeriksaan terhadap dua korban itu. "Terhadap
anak korban akan dilakukan pemeriksaan visum, rapid test dan pendampingan psikolog
anak serta mencari keberadaan orangtua anak korban RTH," tambah Ahmad.

Atas perbuatan tersebut, tersangka dijerat dengan persangkaan Pasal 332 KUHP tentang
melarikan perempuan di bawah umur dengan tipu muslihat dan Pasal 76E juncto Pasal 82
UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak terkait penipuan dalam pencabulan
terhadap anak.

"Pemeriksaan juga akan dikembangkan terhadap pelaku yang diduga telah melakukan
tindak pidana pemalsuan identitas dan pencurian kendaraan bermotor," kata Ahmad.

Dalam penulisan berita diatas, jurnalis berhasil menerapkan kode etik dengan tidak
membuka privasi korban yakni dengan cara memaparkannya dalam bentuk nama inisial,
tidak menambah bumbu berita sehingga tidak menimbulkan perasaan yang membekas
kepada pembaca.

Anda mungkin juga menyukai