Anda di halaman 1dari 20

EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAM

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas terstuktur

Mata kuliah : Hukum Islam dan HAM

Dosen pengampu : Sarmo, S.H.I., M.H.I.,

Disusun Oleh :

1. Billy Fadli K (1617304006 )


2. Dika Qhoer Fuad P (1617304008 )
3. Haniatul Khoiriyah (1617304013)
4. Muhammad Irfa’i ( 1617301030)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PURWOKETO

2020

1
PENDAHULUAN

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap
manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari Tuhan YME.Dengan
demikian, hak asasi manusia bukanlah merupakan hak yang bersumber dari negara
dan hukum. Oleh karen aitu ,segaimana telah dikemukakan sebelumnya yang
diperlukan dari negara dna hukum hanyalah pengakuan dan jaminan peninggalan
terhadap hak asasi manusia tersebut.1

Didalam Islam juga terdapat 2 macam HAM yaitu HAM yang keberadaanya
dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam), yang kedua adalah HAM yang
keberadaannya tidak sercara langsung dapat dilaksanakan oleh suatu Negara.2Asal
usul gagasan mengenai Hak Asasi Manusia bersumber dari teori hak kodrati yang
bermula dari teori hukum kodrati yang terakhir ini dirunut kembali sampai jauh
kebelakang hingga kezaman kuno dengan filsafat stoika hingga kezaman modern
melalui tulisan-tulisan hukum kodrati Santo Thomas Aquinas.

1
Rozali Abdullah, “Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia” ,
(Jakarta: Ghalia Indonesia) hlm. 35.
2
Syeh Syaukat Hussain, “Hak Asasi Manusia dalam Islam” (Jakarta: Gema Insani Press)
hlm.55.

2
PEMBAHASAN

A. Konsep dasar HAM


Hak asasi manusia merupakan hak dasar, pemerbian Tuhan dan dimiliki
manusia selama hidup dan sesudahnya serta tidak dapat dicabut dengan semau-
maunya tanpa ketentuan hukum yang ada, jelas, adil, dan benar sehingga harus
dihormati, dijaga, dilindungi oleh individu, masyarakat dan Negara. Umat manusia
memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan
hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. 3
Dalam arti ini meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin,
Bahasa, budaya, dan kewarganegaraan yang berbeda-beda ia tetap memiliki hak-hak
tersebut (sifat universal). Selain sifat universal hak-hak itu juga tidak dapat dicabut
(inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang, ia
tidak akan berhenti menjadi manusia dan hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai
makhluk insani.
Islam sebagai agama universal mengandung prinsip-prinsip Hak Asasi
Manusia. Sebagai sebuah konsep ajaran, islam menempatkan manusia pada
kedudukan yang sejajar dengan manusia lainnya. Menurut ajaran islam perbedaan
antara satu individu dengan individu lain terjadi bukan karena haknya sebagai
manusia melainkan didasarkan keimanan dan ketakwaannya. Adanya perbedaan itu
tidak menyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosial. Hal ini merupakan dasar
yang sangat kuat dan tidak dapat dipungkiri telah memberikan konstribusi pada
perkembangan prinsip-prinsip hak asasi manusia didalam masyarakat internasional.4
Dilihat dari tingkatannya ada 3 bentuk hak asasi manusia dalam
Islam. Pertama, hak darury  (hak dasar). Kedua,hak sekunder (hajy). Ketiga,  hak
tersier (tahsiny).
3
Al Khanif,”Hak Asasi Manusia”. (Jember: Fakultas Hukum Universitas Jember, 2016).

4
A.Ubaidillah. Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani (Jakarta:IAIN Press. 2000) Hal. 205.

3
Adapun konsepsi Al-Qur’an tentang hak-hak asal manusia adalah:
1. Hak hidup, kemerdekaan, dan keamanan pribadi
2. Hak berpendapat
3. Hak berserikat dan berkumpul
4. Hak beragama atau memeluk suatu agama
5. Hak mendapatkan suatu pekerjaan
6. Hak mendapatkan pendidikan.

B. Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia


Karel Vasak, seorang ahli hukum dari Perancis, membantu kita untuk
memahamu dengan lebih perkembangan substansi hak-hak yang terkandung dalam
konsep hak asasi manusia. Vasak menggunakan istilah generasi untuk menunjuk pada
substansi dan ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu kurun waktu
tertentu. Vasak membuat kategori berdasarkan slogan revolusi Perancis yang terkenal
yaitu kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. 5
1. Generasi Pertama Hak Asasi Manusia
Kebebasan atau hak hak generasi pertama sering dirujuk untuk
mewakili hak-hak sipil dan politik, yakni hak-hak asasi manusia yang klasik.
Termasuk dalam generasi pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani,
hak kebebasan berpikir, hak kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan
menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-
wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari hukum yang berlaku surut,
dan hak mendapatkan proses peradilan yang adil.
Hak-hak generasi pertama menjamin suatu ruang kebebasan di mana
individu sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri. Hak hak generasi
pertama ini dengan demikian menuntut ketiadaan intervensi oleh pihak luar
(baik Negara maupun kekuatan-kekuatan social lainnya). Jadi Negara tidak

5
Prof. Philip Aiston & Prof. Franz Magnis. Hukum Hak Asasi Manusia( Yogyakarta: Pusham
UII. 2008). Hal. 14.

4
boleh berperan aktif terhadapnya, karena akan mengakibatkan pelanggaran
terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut,
2. Generasi Kedua Hak Asasi Manusia
Persamaan atau hak-hak generasi kedua diwakili oleh perlindungan
bagi hak-hak ekonomi, social, budaya. Negara dengan demikia dituntut
bertindak aktif agar hak-hak tersebut terpenuhi atau tersedia. Hak-hak
generasi kedua pada dasarnya adalah tuntutan akan persamaan social. Jadi
untuk memenuhi hak-hak yang dikelompokan dalam generasi kedua ini,
Negara diwajibkan untuk menyusun program-program bagi pemenuhan hak-
hak tersebut. Contohnya, untuk memenuhi hal atas pekerjaan bagi setiap
orang orang.
3. Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia
Persaudaraan atau hak-hak generasi ketiga diwakili oleh tuntutan atas
hak solidaritas. Negara-negara berkembang menginginkan terciptaya suatu
tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya
hak-hak berikut: ha katas pembangunan, hak atas perdamaian, hak atas
sumber daya alam sendiri, ha katas lingkungan hidup, hak atas warisan
budayanya sendiri.
4. Generasi Keempat Hak Asasi Manusia
Generasi keempat banyak melakukan kritik terhadap peranan Negara
yang sangat dominan dalam proses pembangunan pada generasi sebelumnya,
yang lebih menekankan pembangunana ekonomi sebagai prioritas utama dan
telah terbukti sangat menafikan hak-hak rakyat, selain proses pembangunan
itu sendiri mengabaikan kesejahteraan rakyat dan tidak berdasarkan pada
kebutuhan.
Generasi keempat HAM dipelopori oleh Negara-negara di kawasan
asia yang pada tahun1983 melahirkan deklarasi Hak Asasi yang disebut
Declaration Of The Basic Duties Of Asia People and Government. Namun
demikian beberapa masalah dasar hak asasi sudah dirumuskan dengan lebih

5
berpihak kepada perombakan tatanan sosial yang ber keadilan. Deklarasi
generasi ini lebih menekankan persoalan kewajiban asasi bukan lagi hak asasi.
Deklarasi generasi ini merupakan urusan hak asasi bukan lagi urusan
perorangan tetapi justru merupakan tugas Negara.

C. Universalisme dan Relativisme Budaya


Salah satu wacana yang paling hangat dalam masa dua decade terakhir adalah
konflik antara dua ideology yang berbeda dalam penerapan hak asasi manusia dalam
skala nasional, yaitu universalisme dan relativisme budaya. Disatu sisi universalisme
menyatakan bahwa akan semakin banyak budaya primitive yang pada akhirnya
berkembang untuk kemudian memiliki system hukum dan hak yang sama dengan
budaya barat. Relativisme budaya, disisi lain menyatakan sebaliknya yaitu bahwa
suatu budaya tradisional tidak dapat diubah.
1. Teori universalisme
Doktrin kontemporer hak asasi manusia merupakan salah satu dari
sejumlah perspektif moral universalis. Asal muasal dan perkembangan hak
asasi manusia tidak dapat terpisahkan dari perkembangan universalisme nilai
moral. Sejarah perkembangan filosofis hak asasi manusia dapat dijelaskan
dalam sejumlah doktrin moral khusus yang meskipun tidak mengekspresikan
hak asasi manusia secara menyeluruh tetap menjadi pra syarat filosofis bagi
doktrin kontemporer.
Hak Asasi Manusia dari konsep universalisme moral dan kepercayaan
akan keberadaan kode-kode moral universal yang melekat pada seluruh umat
manusia. Universalisme moral meletakan keberadaan kebenaran moral yang
bersifat lintas budaya dan lintas sejarah yang dapat diidentifikasikan secara
rasional. Oleh karenanya, kriteria untuk menentukan suatu system keadilan
yang benar-brnar rasional harus menjadi dasar segala konvensi-konvensi
sosial dalam sejarah manusia. Hukum alam ini sudah ada sejak sebelum
manusia mengenal konfigurasi sosial dan politik. Sarana untuk menentukan

6
bentuk da nisi dari keadilan yang alamiah ada pada alasan yang terbebas dari
pertimbangan dampak dan pra duga.
Dasar dari doktrin hukum alam adalah kepercayaan akan eksistensi
suatu kode moral alami yang didasarkan pada identifikasi terhadap
kepentingan kemanusiaan tertentu yang bersifat fundamental. Hukum alam ini
seharusnya menjadi dasar dari system sosial dan politik yang dibentuk
selanjutnya. Oleh sebab itu hak alamiyah diperlakukan sebagi sesuatu yang
serupa dengan hak yang dimiliki individu terlepas dari nilai-nilai masyarakat
maupun Negara. Hak alamiyah untuk hidup, kebebasan dan hak milik
menegaskan batasan bagi kewenangan dan juridiksi Negara. Negara hadir
untuk melayani kepentingan dan hak-hak alamiyah masyarakatnya, bukan
untuk melayani monarki atau system.
Dalam universalisme, individu adalah sebuah unit sosial yang
memiliki hak-hak yang tidak dapat dipungkiri dan diarahkan pada pemenuhan
kepentingan pribadi. Dalam model relativisme budaya suatu komunitas adalah
sebuah unit sosial. Dalam hal ini tidak dikena konsep seperti individualisme,
kebebasan memilih dan persamaan. Yang diakui adalah bahwa kepentingan
komunitas menjadi prioritas utama. Doktrin ini telah diterapkan di berbagai
Negara yang menentang setiap penerapan konsep dari hak barat dan
menganggapnya sebagai imperalisme budaya.
2. Teori Relativisme Budaya
Isu relativisme budaya baru muncul mejelang berakhirnya perang
dingin sebagai respon terhadap klaim universal dari gagasan hak asasi
manusia internasional. Gagasan tentang relativisme budaya menyatakan
bahwa kebudayaan merupakan satu-satunya sumber keabsahan hak atau
kaidah moral. Karena itu hak asasi manusia perlu dipahami dari konteks
kebudayaan masing-masing Negara. Semua kebudayaan mempunyai hak
hidup serta martabat yang sama yang harus dihormati. Berdasarkan
pernyataan ini, para pembela gagasan relativisme budaya menolak

7
universalisasi hak asasi manusia, apalagi bila didominasi oleh suatu budaya
tertentu. Gagasan bahwa hak asasi manusia terikat dengan konteks budaya
umumnya diusung oleh Negara-negara berkembang dan Negara islam.
Relativisme budaya dengan demikian merupakan suatu ide yang
sedikit banyak dipaksakan, karena ragam budaya yang ada menyebabkan
jarang sekali adanya kesatuan dalam sudut pandang dalam berbagai hal. Oleh
karena itu, hak asasi manusia tidak dapat secara utuh bersifat universal kecuali
apabila hak asasi manusia tidak tunduk pada ketetapan budaya seringkali
dibuat tidak dengan kesepakatan, dan dengan demikian tidak mewakili setiap
individu. Terdapat perbedaan dalam konsep filosofis hak asasi manusia.
Negara-negara barat selalu membela prioritas mereka mengenai hak asasi
manusia. Bagi mereka, hak asasi manusia telah secara alamiah dimiliki oleh
seorang individu dan harus diakui secara penuh dan dihormati oleh
pemerintah. Bagi Negara-negara timur dan non liberal, hak asasi manusia
dianggap ada hanya dalam suatu masyarakat dan dalam suatu Negara. Hak
asasi manusia tidak ada sebelum adanya negara, melainkan diberikan oleh
negara. Dengan demikian, negara dapat membatasi hak asasi manusia jika
diperlukan.
Perbedaan lain muncul pada tingkat implementasi dalam memajukan
dan menegakan hak asasi manusia. Bagi negara-negara barat, konsep
keseimbangan antara kepentingan untuk menghormati urusan dalam negeri
negara asing dan keperluan untuk melakukan apapapun yang mungkin bagi
penghormatan terhadap hak asasi manusia seorang individu sebagai berikut:
dalam kasus dimana pelanggaran yang dilakukan di negara lain telah menjadi
semakin serius, sistematis dan skalanya meluas, negara lain atau organisasi
internasional diperbolehkan untuk campur tangan,bahkan apabila hal tersebut
berpotensi menimbulkan perdebatan, ketegangan dan konflik. Sementara
dalam pandangan negara-negara timur intervensi terhadap pelanggaran yang
terjadi di negara lain dan kemudian menuduh pemerintah negara tersebut telah

8
gagal menegakkan hak asasi manusia adalah suatu tindakan yang tidak logis
dan tidak layak.
Harus diingat bahwa gagasan tentang dominasi kultural barat
merupakan salah satu kritik terkuat dari negara-negara timur, terutama negara-
negara asia timur dan asia tenggara. Mereka menyatakan bahwa konsep hak di
barat yang bersifat destruktif dan sangat individualis tidak sesuai dengan nilai-
nilai budaya asia, dimana komunitas harus diutamakan atas individu. Para
pemimpin asia menentang apa yang mereka sebut sebagai imperialism budaya
nila-nilai barat, dan menuduh barat telah mencoba untuk memelihara buadaya
colonial dengan memaksakan suatu konsep hak yang tidak mencerminkan
budaya asia.
3. Memadukan Universalisme dan Pluralisme
Telah diakui secara umum bahwa dalam prakteknya hak asasi manusia
dikondisikan oleh konteks sejarah, tradisi, budaya, agama, dan politik
ekonomi yang sangat beragam. Tetapi dalam keberagaman tersebut tetap
terdapat nilai-nilai universal yang berpengaruh. Martabat manusia, kebebasan,
perbedaan dan keadilan merupakan nilai yang mengesampingkan perbedaan
dan merupakan milik kemanusiaan secara utuh. Lepas dari adanya berbagai
perdebatan, universalitas dan keterkaitan hak asasi manusia merupakan bagian
dari warisan kemanusia yang dinikmati umat manusia di masa sekarang.
Tidaklah mudah untuk memaksakan konsep universalis hak asasi
manusia kepada beragam tradisi, budaya dan agama. Oleh karena itu penting
untuk menggali kesamaan konsep yang prinsipil, ya itu martabat umat
manusia. Seluruh agama, system moral dan filosofi telah mengakui martabat
manusia sebagai individu dengan brbagai ragam cara dan system. Tidak dapat
ditolaj bahwa hak untuk mendapatkan kehidupan, misalnya, mendapatkan
pengakuan universal sebagai suatu hak. Di sisi lain perbudakan atau ketiadaan
kebebasan, misalnya, sangat bertentangan secara alamiah dengan martabat
manusia.

9
Berangkat dari hal tersebut, dapat ditarik nilai dan kriteria yang
diterima secara universal oleh seluruh negara. Secara praktis seluruh negara di
dunia sependapat bahwa apa yang mereka akui sebagai pelanggaran berat
terhadap hak asasi manusia adalah: genosida, kejahatan terhadap kemanusian,
dan kejahatan perang. Ini berarti bahwa seluruh negara setuju mengenai
setidaknya beberapa nilai yang mendasar. Secara prinsipil perjanjian ini
kemudian berkembang menjadi setidaknya suatu inti penting dari hak asasi
manusia di seluruh negara di dunia, atau setidaknya sebagian besar dari
negara-negara tersebut. Hal ini juga menjadi landasan bahwa kesepakatan
dapat dicapai untuk bentuk-bentuk hak asasi lainnya.

D. Periodesasi HAM sebelum Perang Dunia II


Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan kehadirannya dalam hidup
masyarakat. Hak ini ada pada manusia tanpa membedakan bangsa, ras, agama,
golongan, jenis kelamin, karena itu bersifat asasi dan universal. Dasar dari semua hak
asasi adalah bahwa semua orang harus memperoleh kesempatan berkembang sesuai
dengan bakat dan cita-citanya.6
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Rodha E. Horward dalam mengartikan
Hak Asasi Manusia sebagai alat egilater untuk memberikan keanggotaan kepada
semua pribadi dalam satu kesatuan kolektif. Menurutnya semua orang memiliki hak
asasi manusia baik anak-anak, narapidana, orang yang sakit mental, orang yang cacat
intelektual, orang asing, dan semua kategori yang selalu diingkari hak asasi
manusianya, bagaimanapun mereka jugalah manusia.7

6
Sri wahyu Wilujeng, “Hak Asasi Manusia Tinjauan dari Aspek Historis dan Yuridis”,
(Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universits Diponegoro), hlm. 11.
7
Rhoda E. Horward, “HAM Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya, terj. Nugraha
Katjasungkana”, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2000), hlm. 124.

10
Dalam islam sendiri ajaran mengenai HAM menurut Abul A’la al-Mawdudi
adalah hak-hak pokok yang diberikan Tuhan kepada manusia tanpa melihat
perbedaan-perbedaan yang ada diantara sesame manusia seperti perbedaan warga
negara, agama, dan lain-lainnya tidak bisa dicabut oleh siapapun atau Lembaga
apapun karena hak tersebut merupakan pemberian Tuhan maka tidak ada yang berhak
untuk mencabutnya kecuali Tuhan, Islam telah memperjuangkan HAM dan tergolong
agama yang pertama kali mendeklarasikannya.

Permasalahan yang mendasar dan universal dalam HAM ada sejak beribu-ribu
tahun yang lalu. Perjuangan melawan perbudakan Yahudi di Mesir pada zaman Nabi
Musa pada hakekatnya didorong oleh kesadaran untuk membelah keadilan dalam
rangka penegakan HAM. Adapun pendapat-pendapat dari para tokoh yang
memperjuangkan hak asasi manusia hingga terciptanya persamaan derajat manusia
antara lain:

1. Hukum Hamurabi

Pada zaman kerajaan Babilonia 2000 SM telah diupayakan menyusun


suatu hukum atau aturan yaitu ketentuan-ketentuan yanag menjamin keadilan
bagi semua warga negara. Ketentuan ini dikenal dengan nama Hukum
Hamurabi. Hukum ini merupakan jaminan HAM warga negara terhadap
kesewenang-wenangan kerajaan atau kekuasaan.

2. Solon

Solon 600 SM di Athena berusaha mengadakan pembaharuan dengan


menyusun undang-undang yang menjamin keadilan dan persamaan bagi setiap
warga negara. Menurut Solon orang-orang yang menjadi budak karena tidak
dapat membayar hutang harus dibebaskan. Untuk menjamin terlaksananya hak-
hak kebebasan warga Solon menganjurkan dibentuknya Mahkamah/Pengadilan
(Heliaea) dan Lembaga perwakilan rakyat atau majelis rakyat (Eclesia).

11
3. Parikles

Negarawan Athena yang berusaha menjamin keadilan bagi warga negara


yang miskin. Setiap warga dapat menjadi anggota majelis rakyat dengan syarat
sudah berusia 18 tahun. Ia menawarkan sistem demokrasi untuk menjamin hak
asasi warga negara. Konsep demokrasi yang ditawarkan Parikles secara objektif
mengandung kelemahan akan tetapi ia tetap memperjuangkan hak-hak politik
warga negara.

4. Magna Charta (15 juli 1215)

Kesewenang-wenangan raja inggris mendorong para bangsawan


mengadakan perlawanan. Raja dipaksa menandatangani piagam besar (Magna
Charta) yang berisi 63 pasal. Tujuan piagam ini adalah membela keadilan dan
hak-hak para bangsawan. Dalam perkembangannya kekuatan yang ada pada
piagam ini berlaku untuk seluruh warga, esensi Magna Charta ini adalah
supremasi hukum diatas keukasaan. Piagam ini menjadi landasan terbentuknya
monarki konstitusional. Prinsip-prinsip dalam piagam ini, pertama kekuasaan
raja harus dibatasi, kedua HAM lebih penting dari pada kedaulatan atau
kekuasaan raja, ketiga dalam masalah kenegaraan yang penting termasuk pajak
harus mendapatkan persetujuan bangsawan, keempat tidak seorangpun dari
warga negara merdeka dapat ditahan, dirampas harta kekayaannya, diambil
hak-haknya, diasingkan kecuali dengan pertimbangan hukum.

5. Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (4 Juli 1776)

Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat ini menyatakan bahwa manusia


diciptakan sama dan sedrajat oleh penciptanya, semua manusia dianugerahi hak
untuk hidup, kemerdekaan, kebebasan. Hak-hak tersebut tidak dapat dicabut
oleh siapapun.

6. Revolusi Prancis (14 Juli 1789)

12
Kesewenang-wenangan raja Louis XIV mendorong munculnya Revolusi
Prancis. Rakyat bertidak menyerang penjara Bastile yang merupakan symbol
dari keabsolutism raja. Dalam revolusi prancis memiliki konsep perasaan,
persaudaraan dan kebebasan yang menjadi landasan dalam perjuangan
penegakan HAM di Prancis. Revolusi Prancis diilhami oleh pemikiran-
pemikiran J. J. Rousseau, Montesqieu dan Voltaire.

Pada abad ke-19 mulai menyingsing dengan jelas minat dan perhatian
internasional terhadap perlindungan hak-hak warga negara. Perdamaian Westphalia
(1648), yang mengakhiri perang tiga puluh tahun dan yang menetapkan asas
persamaan hak bagi agama katolik Roma dan protestan di Jerman, telah membuka
jalan ke arah itu.8 Sebelum perang dunia II ada beberapa hal yang memberikan
perhatian terhadap Hak Asasi Manusia di mata dunia diantaranya yaitu doktrin
perlindungan negara terhadap orang asing, intervensi kemanusiaan, serta hal penting
lainnya.

a. Doktrin Perlindungan Negara Terhadap Orang Asing


Pada awalnya hukum Internasional hanya mengatur hubungn negara
dengan negara lain. Warga negara hanya sebagai objek dalam hukum
internasional pada masa itu, dimana warga negara hanya tunduk pada
kewenangan negaranya.Negara tentu saja dapat membuat ketentuan-
ketentuan demi kepentingan warga negaranya (individu), namun
ketentuan-ketentuan semacam itu tidak memberikan hak-hak substantif
kepada individu yang dapat mereka paksakan melalui prosedur
pengadilan. Negara-lah yang membela hak atau kepentingan warga
negaranya apabila mendapat perlakuan yang bertentangan dengan aturan
atau perlakuan semena-mena dari negara lainnya. Hal ini disebut sebagai

8
Antonio Cassesse, “Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah”, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 1994.

13
doktrin perlindungan negara terhadap orang asing.9 Doktrin ini
memberikan jalan kepada warga negara (individu) asing untuk
mempergunakan haknya dengan mengajukan tuntutan atas terjadinya
pelanggaran yang dilakukan oleh negara tuan rumah.
b. Intervensi Kemanusiaan
Berdasarkan “hak” ini, negara dapat mengintervensi secara militer
untuk melindungi penduduk atau sebagian penduduknya yang berada
dalam suatu negara lain jika penguasa negara tersebut memperlakukan
mereka sedemikian rupa sehingga “melanggar hak asasi mereka dan
menggoncangkan hati nurani umat manusia.” Doktrin ini dipopulerkan
oleh Hugo Grotius.
c. Penghappusan Perbudakan
Bahwa sebetulnya telah terjadi perkembangan kemanusiaan pada
hukum internasional sepanjang abad ke-19 dan awal abad ke-20. Hal
yang paling menonjol di antaranya adalah penghapusan perbudakan.
Meskipun ekonomi perbudakan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-
19 secara komersial telah menjadi kurang menarik bagi negara-negara
Eropa dibandingkan masa sebelumnya, gerakan penghapusan perbudakan
itu juga dilandasi oleh motif kepedulian kemanusiaan yang besar.
Konferensi Berlin yang mengatur kolonisasi Eropa di Afrika menyatakan
bahwa “perdagangan budak dilarang berdasarkan asas-asas hukum
internasional”.
d. Palang Merah Internasional
Kemajuan besar yang lain dalam hukum kemanusiaan internasional
pada paruh kedua abad ke-19 adalah pembentukan Komite Palang Merah
Internasional (1863). Organisasi internasional ini telah mensponsori
sejumlah konvensi yang tidak semata-mata menangani status dan

9
Philip Alston, “Hukum Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam
Indonesia”, (Yogyakarta, 2008) , hlm.31.

14
perlakuan terhadap para prajurit yang berperang, tetapi juga perlakuan
terhadap penduduk sipil pada masa perang dan pembatasan terhadap cara-
cara berperang (conducts of war).56 Singkatnya organisasi internasional
ini telah berjasa melahirkan apa yang sekarang kita kenal dengan hukum
humaniter internasional (international humanitarian law).

e. Liga Bangsa-Bangsa
Segera setelah berakhirnya Perang Dunia I, masyarakat internasional
membentuk Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) melalui Perjanjian
Versailles. Selain membentuk Liga Bangsa-Bangsa (LBB), Perjanjian
Versailles juga melahirkan apa yang dikenal sekarang dengan Organisaasi
Perburuhan Internasional (International Labour Organization). 10 Tujuan
utama Liga tersebut adalah “untuk memajukan kerjasama internasional,
mencapai perdamaian dan keamanan internasional”.
E. Periodesasi HAM setelah Perang Dunia II

Sejarah mengenai perkembangan pemikiran pemikiran hak asasi manusia


telah berlangsung lama dan mengalami evolusi dari yang sangat sederhana yang
mewakili zaman awal dan yang sangat kompleks yang mewakili zaman modern.
Karel Vasak seorang mengemukakan suatu model perkembangan hak asasi
manusia dikutip oleh Jimly Asshidiqie yaitu: 11

1. Generasi Pertama, mewakili hak-hak sipil dan politik yakni hak asasi
manusia yang “klasik”.hak-hak ini muncul dari tuntutan untuk melepaskan
diri dari kungkungan kekuasaan absolutism negara dan kekuasaan sosial
lainnya. Pemikiran mengenai konsep hak asasi manusia yang sejak lama

10
Tentang sejarah Liga Bangsa-Bangsa dapat dibaca dalam karya George Scott, The Rise
andFall of the League of Nations, Hutchinson, London, 1973.
11
Mohammad Ryan Bakry, “Implementasi Hak Asasi Manusia”, (Jakarta : FH UI, 2010), hlm.
30.

15
berkembang dalam wacana ilmuan sejak era enlightenment di Eropa,
meningkat menjadi dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi.
Puncak perkembangannya generasi pertama hak asasi manusia ini adalah
peristiwa penandatanganan naskah “Universal Declaration of Human Right”.

2. Generasi Kedua, pada generasi kedua ini disamping adanya International


Counvenant on Civil and Political Right konsep hak asasi manusia juga
mencakup pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk mengejar
kemajuan ekonomi, sosial dan kebudayaan, termasuk ha katas pendidikan, hak
untuk menentukan status politik, hak untuk menikmati ragam penemuan-
penemuan ilmiah, dan mencapai puncaknya ketika terjadi peristiwa
penandatanganan International Counvenant Economic, Social and Cultural
Rights pada tahun 1966. Hak-hak generasi kedua pada dasarnya tuntutan akan
persamaan sosial yang dalam pemenuhannya membutuhkan peran aktif
negara.

3. Generasi Ketiga, pada tahun 1986 muncul pula konsepsi baru hak asasi
manusia yaitu mencakup pengertian mengenai hak untuk pembangunan atau
Rights to Development.Hak atas atau untuk pembangunan ini mencakup
persamaan haka tau kesempatan untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa,
dan termasuk hak setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan dari
bangsa tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan ini antara lain hak untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan, hak untuk menikamti hasil-hasil
pembangunan tersebut, menikamti hasil perkembangan ekonomi, sosial dan
kebudayaan, pendidikan, kesehatan, distribusi pendapatan, kesempatan kerja
dan lain sebagainya.

Setelah perang dunia II lahir dan dibahas norma, doktrin, dan


kelembagaan hukum internasional yang melahirkan hukum hak asasi manusia.
Doktrin dan kelembagaan hukum internasional yang lahir diantaranya :

16
a. Hak Asasi Manusia Internasional Modern
Hukum hak asasi manusia internasional modern menempatkan individu
sebagai pemegang hak yang dijamin secara internasioanl. Sebaliknya,
setatus negara dalam hukum yag baru ini ditempatkan sebagai pemegang
kewajiban. Jadi relasi antara pemegang hak dan kewajiban itulah yang
menjadi pokok perhatian hukum internasional yang baru.12
b. Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa
Piagam perserikatan bangsa-bangsa memuat dengan eksplisit pasal-pasal
mengenai perlindungan hak asasi manusia. Pasal 1 ayat 3 mencantumkan
bahwa salah satu tujuan PBB adalah memajukan dan mendorong
penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar bagi
semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau agama.
Beberapa ahli hukum mengemukakan bahwa kewajiban untuk memajukan
hak asasi manusia tidak harus menyiratkan kewajiban utuk melindungi
hak asasi manusia.Sedangkan ahli hukum lainnya mengajukan argument
bahwa Pasal 56 memberikan kewajiabn yang jelas kepada semua anggota
untuk mengambil tindakan positif menuju penghormatan dan ketaatan
terhadap hak asasi manusia.Dengan demikian, tidak dapat dikatakan
bahwa sebuah negara yang menyangkal hak asasi manusia sedang
menjalankan kewajibannya untuk menghormati hak asasi manusia.
c. The International bill of human right
Adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk 3 instrumen pokok hak
asasi manusia internasional yang dirancang oleh PBB. Ketiga intrumen itu
adalah : Deklarasi universal hak asasi manusia, kovenan internasional
tentang hak sipil dan politik, konvenan internasional tentang hak
ekonomi ,sosial dan budaya.13

12
Ibid , hlm.35
13
Ibid, hlm.36.

17
KESIMPULAN

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap
manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari Tuhan YME.Dengan
demikian, hak asasi manusia bukanlah merupakan hak yang bersumber dari negara
dan hukum.Dalam islam sendiri ajaran mengenai HAM menurut Abul A’la al-
Mawdudi adalah hak-hak pokok yang diberikan Tuhan kepada manusia tanpa melihat
perbedaan-perbedaan yang ada diantara sesame manusia seperti perbedaan warga
negara, agama, dan lain-lainnya tidak bisa dicabut oleh siapapun, Hak Asasi Manusia
di mata dunia diantaranya yaitu doktrin perlindungan negara terhadap orang asing,
intervensi kemanusiaan, serta hal penting lainnya.

Universalisme menyatakan bahwa akan semakin banyak budaya primitive


yang pada akhirnya berkembang untuk kemudian memiliki system hukum dan hak
yang sama dengan budaya barat. Relativisme budaya, disisi lain menyatakan
sebaliknya yaitu bahwa suatu budaya tradisional tidak dapat diubah.Telah diakui
secara umum bahwa dalam prakteknya hak asasi manusia dikondisikan oleh konteks
sejarah, tradisi, budaya, agama, dan politik ekonomi yang sangat beragam. Tetapi
dalam keberagaman tersebut tetap terdapat nilai-nilai universal yang berpengaruh.

18
Sebelum perang dunia II ada beberapa hal yang memberikan perhatian
terhadap Hak Asasi Manusia di mata dunia diantaranya yaitu doktrin perlindungan
negara terhadap orang asing, intervensi kemanusiaan, serta hal penting lainnya.

Periodesasi HAM setelah Perang Dunia II :


1. Generasi Pertama, mewakili hak-hak sipil dan politik
2. Generasi Kedua,konsep hak asasi manusia juga mencakup pula upaya
menjamin pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial
dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan
3. Generasi Ketiga, pada tahun 1986 muncul pula konsepsi baru hak asasi
manusia yaitu mencakup pengertian mengenai hak untuk pembangunan

19
DAFTAR PUSTAKA

AbdullahRozali,“Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di


Indonesia” , Jakarta: Ghalia Indonesia
Al Khanif,”Hak Asasi Manusia”, Jember: Fakultas Hukum Universitas
Jember.
A.Ubaidillah, “Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani”, Jakarta:IAIN
Press
Prof. Philip Aiston & Prof. Franz Magnis. “Hukum Hak Asasi
Manusia”.Yogyakarta: Pusham UII.
Sri wahyu Wilujeng. “Hak Asasi Manusia Tinjauan dari Aspek Historis dan
Yuridis”. Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universits Diponegoro.
Rhoda E. Horward. “HAM Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya, terj.
Nugraha Katjasungkana”. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Alston Philip, “Hukum Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia
Universitas Islam Indonesia”, Yogyakarta
Bakry Mohammad Ryan, “Implementasi Hak Asasi Manusia”, Jakarta : FH UI
Cassesse Antonio, “Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah”, Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta.
Horward Rhoda E., “HAM Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya, terj.
Nugraha Katjasungkana”, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
HussainSyeh Syaukat, “Hak Asasi Manusia dalam Islam” Jakarta: Gema
Insani Press
WilujengSri wahyu, “Hak Asasi Manusia Tinjauan dari Aspek Historis dan
Yuridis”, Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universits Diponegoro

20

Anda mungkin juga menyukai