Anda di halaman 1dari 2

METODE PENGAJARAN KONSTRUKTIVISTIK

Oleh: Sunawan, Ph.D.

Ada beberapa metode pengajaran yang berkembang dari teori konstruktivistik,


tetapi yang banyak diaplikasikan adalah pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning). Paparan ini memfokus pembahasan pembelajaram berbasis masalah
pada kegiatan bimbingan klasikal.
Arends (2007) mengidentifikasi tiga hasil yang diperoleh dari pembelajaran
berbasis masalah, yakni (1) keterampilan melakukan investigasi dan mengatasi
masalah, (2) perilaku dan keterampilan sosial sesuai dengan peran orang dewasa, dan
(3) keterampilan untuk belajar secara mandiri. Namun demikian metode ini tidak bisa
digunakan untuk menyampaikan konsep dalam jumlah yang besar. Berikut ini ciri-ciri
pembelajaran berbasis masalah:
a. Pertanyaan atau masalah perangsang. Dalam pembelajaran berbasis masalah, materi
atau konten bimbingan klasikal pelajaran tidak distruktur secara sistematis
sebagaimana terdapat dalam metode pengajaran langsung. Materi atau konten
bimbingan klasikal diorganisir melalui pertanyaan dan masalah yang penting secara
sosial dan personal. Siswa dihadapkan pada situasi kehidupan nyata yang tidak
cukup dengan diberi jawaban dan solusi yang sederhana untuk menyelesaikannya.
b. Fokus interdisipliner. Meskipun pembelajaran berbasis masalah dalam bimbingan
klasikal diaplikasikan konselor untuk membahas isu-isu pribadi-sosial, belajar, atau
karir, tetapi dalam penerapannya konselor dituntut membahas isu-isu bimbingan
klasikal dalam perspektif sosiologi, ekonomi, dan lain-lain.
c. Investigasi autentik. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk meneliti
permasalahan yang nyata dan mengembangkan solusi berdasarkan permasalahan
yang nyata tersebut. Selama proses investigasi, para siswa mengkonstruk masalah,
mengembangkan hipotesis atau membuat prediksi, merencakan proses
pengumpulan data, menganalisis data, menarik kesimpulan.

Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018


d. Produksi artefak dan exhibit. Pembelajaran berbasis masalah menuntuk siswa untuk
membuat suatu produk dalam bentuk artefak dan exhibit. Produk dapat berupa
program komputer, video, model fisik, laporan, dan lain-lain. Melalui produk inilah,
para siswa mendemonstrasikan kepada orang lain tentang apa yang telah mereka
pelajari.
e. Kolaborasi. Guna melaksanakan semua proses pembelajaran berbasis masalah, para
siswa dituntut untuk bekerja sama dalam kelompok.
Pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan dalam lima tahapan berikut ini:
a. Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa. Di tahapan ini konselor
membahas tujuan bimbingan klasikal, menyampaikan permasalahan yang perlu
diinvestigasi, mendeskripsikan kebutuhan penting untuk melakukan investigasi, dan
memotivasi siswa untuk mau terlibat dalam kegiatan mengatasi permasalahan.
b. Mengorganisasi siswa untuk meneliti. Konselor pada tahapan ini membantu siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan
permasalahan bimbingan klasikal.
c. Membantu investigasi mandiri dan kelompok. Konselor mendorong siswa untuk
mengumpulkan data dan informasi yang tepat, melakukan eksperimen, mencari
penjelasan atas suatu fenomena dan solusi.
d. Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit. Pada tahapan ini
konselor membantu siswa menyiapkan artefak dan exhibit yang tepat sebagai
produk dari investigasi. Di samping itu, konselor membantu siswa
mengkomunikasikan produk kepada orang lain.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Di tahapan akhir ini
konselor membantu siswa merefleksikan hasil investigasi dan proses-proses yang
telah mereka lakukan.

Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018

Anda mungkin juga menyukai