Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

PEMBENTUKKAN KPK SEBAGAI LEMBAGA NEGARA KHUSUS


DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DI INDONESIA

Oleh :
I Gusti Ayu Eviani Yuliantari
Universitas Pendidikan Nasional Denpasar

ABSTRACT

This paper takes the title of “the establishment of the Corruption Eradication
Commission (KPK) as a special state institution in the eradication of corruption in
Indonesia”. The author considers the role of the Commission is currently in Indonesia
is very important as a Corruption Eradication Commission. Initially the commission
was created because of weak law enforcement, and of the Commission making many
cases were successfully treated. in addition to this article will discuss about the
dissolution of the Commission, because the problem is now emerging that the authority
of the Commission will be minimized, despite the dissolution of the Commission can
not be done immediately. As a country that ratified the Convention on the corruption
eradication under the supervision of PBB, KPK as a special institution of eradication
corruption must still be formed. It is implicit in convention on corruption of United
Nations (PBB) must have a special commission related to the eradication of Corruption,
it is intended that the eradication of corruption can run well.

Key Word : State institutions, Special authority, and Dissolution of the Commission
(KPK)

171
Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

ABSTRAK

Tulisan ini mengambil judul “Pembentukkan KPK sebagai Lembaga Negara


Khusus dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”. Penulis
menganggap peran KPK saat ini di Indonesia sangat penting sebagai badan
pemberantasan korupsi. Awalnya KPK dibentuk karena lemahnya penegakkan hukum
terhadap pelaku korupsi, dan dengan adanyanya KPK saat ini sudah banyak kasus
korupsi yang berhasil ditangani. Selain itu dalam tulisan ini akan dibahas tentang
pembubaran KPK, karena saat ini muncul isu bahwa kewenangan KPK akan
diminimalkan padahal pembubaran KPK tidak dapat dilakukan secara serta merta.
Sebagai Negara yang meratifikasi Konvensi mengenai pemberantasan korupsi di
bawah pengawasan PBB, KPK sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi harus
tetap dibentuk. Hal tersebut tersirat dalam konvensi tersebut yaitu setiap Negara
yang ikut dalam PBB harus memiliki komisi khusus terkait dengan pemberantasan
Korupsi, hal tersbeut dimaksudkan agar pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan
baik.

Kata Kunci : Lembaga Negara, Kewenangan Khusus, dan Pembubaran KPK

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan salah satu lembaga Negara yang ada di
K Indonesia. Lembaga yang menangani kasus-kasus korupsi tersebut hanya memiliki kedudukan
sebagai lembaga bantu dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia. Sehingga peran lembaga
yang berdiri sejak tahun 2002 tersebut saat ini sedikit terhambat oleh karena akan diubahnya
UU KPK ataupun pencopotan KPK sebagai lembaga Negara pemberantas korupsi di Indonesia.
Sejak KPK berdiri sampai saat ini sudah banyak sekali kasus-kasus korupsi yang berhasil
diberantas. Seharusnya pemerintah ataupun masyarakat secara bersama-sama mendukung kinerja
dari KPK bukan malah menjatuhkan KPK. Maraknya kasus korupsi saat ini seharusnya menjadi
alasan bahwa KPK harus tetap berdiri dan diberi kekuatan yang lebih agar semua kasus korupsi
dapat diatasi dan diselesaikan oleh KPK. Dengan demikian diharapkan Indonesia bisa bebas dari
Korupsi. Namun belakangan ini dapat kita amati bersama bahwa peran KPK sedikit-demi sedikit
mulai diusik oleh orang-orang yang menginginkan KPK tersebut dimusnahkan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang tidak menyebutkan
secara tertulis bahwa KPK merupakan lembaga Negara yang ada di Indonesia. Namun diluar
dari ketentuan UUD 1945, terdapat pula lembaga-lembaga yang bisa disebut sebagai komisi negara
atau lembaga negara pembantu (state auxiliary agencies)1 yang dibentuk berdasarkan undang-

1
Firmansyah Arifin, dkk., 2005, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara,
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta.

172
Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

undang ataupun peraturan perundang-undangan lainya, dan KPK merupakan salah satu lembaga
Negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Namun di Indonesia, keberadaan KPK ataupun
lembaga Negara bantu lainnya masih belum diletakkan dalam konsepsi ketatanegaraan yang
lebih jelas menjamin keberadaan dari lembaga-lembaga negara tersebut.
Proses perubahan UUD 1945 telah menyusun struktur ketatanegaraan baru, bahkan merubah
paradigma pelaksanaan kekuasaan. Penegasan prinsip check and balance dalam pelaksanaan
kekuasaan semakin membuka ruang bagi timbulnya sengketa. Oleh sebab itu, untuk lebih
memperkuat prinsip konstitusionalisme, demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,
dibentuk beberapa lembaga negara baru baik melalui UUD 1945 maupun peraturan perundang-
undangan lainya. Pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru tersebut sangat berpengaruh
terhadap konsepsi lembaga negara dan hubungan lembaga negara.
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut dapat diklasifikasikan kedalam
kekuasaan yudikatif, karena tugas, wewenang dan fungsinya merupakan bagian dari kekuasaan
peradilan. KPK adalah lembaga yang secara khusus dibentuk untuk melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002
mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK dibentuk untuk mengatasi,
menanggulangi dan memberantas korupsi di seluruh Indonesia. Pembentukan KPK dikarenakan
penegakan hukum dalam memberantas korupsi tidak berjalan dengan baik. Padahal korupsi di
Indonesia sudah merupakan kejahatan luar biasa karena telah meluas di seluruh Indonesia.
Dampaknya jelas, negara dirugikan serta hak-hak sosial dan ekonomi masyarakatpun terabaikan.
Oleh karena itu, pemberantasan korupsi perlu dilakukan melalui KPK yang bersifat independen
dan diberi kewenangan yang luas. Sehingga pemberantasan korupsi diharapkan dapat dilakukan
secara sistematis, efektif dan maksimal, serta dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhada upaya pemberantasan korupsi. KPK merupakan lembaga negara yang memiliki
kewenangan atributif yang diperoleh berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang
KPK. Oleh sebab itu, menulis akan membahas tulisan ini dalam bentuk penelitian ilmiah dengan
judul “ Pembentukkan KPK sebagai Lembaga Negara Khusus dalam Pemeberantasan Tindak
Pidana Korupsi di Indonesia”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka adapun permasalahan dalam penelitian
ini yaitu:
1. Apakah dasar pemikiran pembentukan KPK sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan
khusus dalam pemberantasan tindak pidana korupsi?
2. Apakah KPK bisa dibubarkan setelah pemberantasan korupsi Indonesia berjalan dengan baik?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum:
Untuk menemukan kejelasan mengenai status kelembagaan KPK dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia setelah perubahan UUD 1945.

173
Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

2. Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui dasar pemikiran pembentukan KPK sebagai lembaga negara yang
diberi kewenangan khusus dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Untuk mengetahui hakekat kekhususan dari kewenangan KPK dalam pemeberantasan
tindak pidana korupsi.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan teoritik mengenai
status kelembagaan KPK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan UUD
1945.
2. Manfaat Praktis
a. Secara praktis, diharapkan dalam praktek tidak lagi timbul keragu-raguan tentang
kekhususan kewenangan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Secara praktis, diharapkan memberikan kejelasan tentang hakekat kekhususan dari
kewenangan KPK dalam pemeberantasan tindak pidana korupsi.

II. PEMBAHASAN

2.1 Dasar Pemikiran Pembentukan KPK Sebagai Lembaga Negara Yang Diberi
Kewenangan Khusus Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
orupsi selalu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya di
K berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat
dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat
menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini
dapat membayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-
nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.
Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita bangsa menuju masyarakat adil dan makmur.
Tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan
negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat
secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Dengan ditetapkannya korupsi sebagai
extra ordinary crimes oleh negara Indonesia, maka seyogiyanya negara, rakyat dan budaya
masyarakat Indonesia bersikap zero tolerance terhadap segala bentuk korupsi. Termasuk tidak
mau menerima sumbangan dari koruptor.2
Landasan dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah UU Nomor 30
Tahun 2002 yang mengatur banyak hal tentang komisi ini. Dengan diundangkannya undang-

2
Badan Pengawas Mahkamah Agung, 2013, Korupsi sebagai Extra Ordinary Crime dan Tugas Yuridis Para
Hakim, http://bawas.mahkamahagung.go.id, Diakses tanggal 24 Januari 2016.

174
Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

undang tersebut, telah ditambahkan banyak ketentuan dalam hal penyelidikan, penyidikan,
penuntutan dan persidangan di pengadilan yang menangani perkara korupsi. Undang-undang
tersebut sebenarnya bersifat menambah atau melengkapi norma-norma hukum yang telah ada
dalam UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001. Selain
sebagai landasan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, UU tersebut juga menjadi landasan
dibentuknya pengadilan tindak pidana korupsi yang berada di lingkungan pengadilan umum dan
berwenang mengadili dan memutus perkara korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi. Dengan adanya UU KPK, maka ketentuan hukum korupsi dalam hal
penanganan tindak pidana korupsi telah mengalami kemajuan yang luar biasa dan jauh
meninggalkan hukum pidana khusus lainnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7 UU KPK tentang tugas dan kewenangan yang
diberikan oleh undang-undang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi terlihat bahwa lembaga
ini mempunyai kewenangan yang sangat luas di bandingkan dengan lembaga Negara lain ataupun
penegak hukum lain, oleh karena itu KPK sering disebut dengan lembaga yang super body. Hal
tersebut berarti bahwa dengan kewenangan yang begitu besar dalam penyelidikan, penyidikan
dan penuntutan dalam pemberantasan korupsi maka peran KPK sangat besar.
Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi memaparkan bahwa meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak
terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi
juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas
dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi
masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan
sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa.
Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya
di belahan dunia ini, khususnya di Indonesia. Hal ini dapat dimaklumni mengingat dampak negatif
yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi tersebut. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh
berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana korupsi dapat
membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial
ekonomi, politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun
perbuatan tersebut seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-
cita menuju masyarakat adil dan makmur. Selain itu korupsi juga sangat bertentangan dengan
cita hukum Pancasila bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kepribadian
bangsa Indonesia.
Korupsi di Indonesia sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary
crimes) sehingga tuntutan ketersediaan perangkat hukum yang sangat luar biasa dan canggih
serta kelembagaan yang menangani korupsi tersebut tidak dapat dielakkan lagi. Dalam penjelasan
umum Undang-Undang KPK menyatakan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Perhatikan
kutipan penjelasan umum UU KPK dibawah ini:3
“Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak
saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan

3
Lihat Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bagian Umum.

175
Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua
maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan
telah menjadi suatu kejahatan luar biasa”.
Korupsi harus dipersepsikan sebagai kejahatan, bahkan termasuk di dalam kejahatan luar
biasa. Korupsi juga harus dilihat sebagai kejahatan terhadap Negara. Aparatur pemerintah yang
korup adalah aparat yang seharusnya bertindak demi kepentingan Negara, namun menggunakan
kekuasaan yang diberikan oleh Negara untuk kepentingan diri sendiri. Korupsi juga dapat
dipandang sebagai kejahatan melawan masyarakat, karena tidak memberikan kepada masyarakat
apa yang berhak didapatkan oleh masyarakat yang secara wajar telah menjalankan kewajiban-
kewajibanya. Dalam konteks ini, korupsi terlihat sebagai sebuah kejahatan karena mengabaikan
hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat, dan juga mempropagandakan masyarakat umum untuk
melakukan perbuatan yang secara etis bermasalah. Korupsi juga merupakan kejahatan yang
terjadi dalam realitas ekonomi, karena praktek-praktek suap yang diminta oleh aparat pemerintah
akan berpengaruh besar terhadap perekonomian. Sehingga dapat dimaknai bahwa Korupsi sebagai
kejahatan luar biasa harus dapat diberantas agar tidak menjadi budaya dalam masyarakat, karena
bagaimanapun korupsi memberikan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara.

2.2 Pembubaran KPK Di Indonesia


Tindak Pidana Korupsi tidak hanya merupakan persoalan di tingkat nasional (Indonesia)
namun juga mendapat perhatian di tingkat Internasional, sehingga perlu diatur dalam bentuk
Instrumen Hukum Internasional.
Konvensi mengenai pemberantasan korupsi di bawah pengawasan PBB telah diadopsi dalam
sidang ketujuh Panitia ad hoc negosiasi atas draft konvensi tersebut pada tanggal 1 Oktober 2003
yang lampau. Adopsi atas konvensi tersebut merupakan babak baru dalam pemberantasan korupsi
secara internasional, dan juga merupakan perkembangan yang sangat signifikan dalam
pengembangan studi hukum mengenai korupsi; dan saat ini korupsi sudah merupakan kejahatan
transnasional, bukan lagi semata asalah nasional masing-masing Negara. Hal ini ditegaskan di
dalam mukamahdimah Konvensi Wina 2003 yang berbunyi sebagai berikut: “Convinced also that
the globalization of the world’s economic has led to a situation where corruption is no longer a
local matter but a transnational phenomenon that affects all societies and economies, making
international cooperation to prevent and control it essential”.4
Salah satu tujuan utama konvensi Wina 2003 adalah memperkuat langkah-langkah
pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan lebih efisien dan efektif; sehingga memerlukan
kerjasama antar Negara yang lebih erat. Atas dasar tujuan tersebut pemerintah Indonesia telah
ikut aktif dalam sidang panitia adhoc tersebut, dan telah memasukkan saran-saran positif yang
dimasukan sebagai dokumen Panitia Ad hoc negosiasi.
Hukum internasional yang menjadi payung hukum yang berkaitan dengan kurupsi adalah
United Nations Conventions Againtsn Corruption. Instrumen hukum internasional ini wajib ditaati
oleh semua negara-negara seluruh Negara anggota PBB yang telah menandatangani dan

4
Aziz Syamsuddin, 2013, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, h. 215.

176
Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

meratifikasi aturan Konvensi PBB tentang Korupsi tahun 2003, termasuk di dalamnya Indonesia
yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United
Nations Convention Againns Coruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun Anti Korupsi
2003).
Tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, akan tetapi merupakan fenomena
transnasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan perekonomian sehingga penting adanya
kerja sama internasional untuk pencegahan dan pemberantasannya termasuk pemulihan atau
pengembalian aset-aset hasil tindak pidana korupsi.
Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), dengan
Undang-Undang No. 7 tahun 2006 hal ini menunjukkan bahwa negara kita telah mengikatkan
diri dalam komunitas internasional untuk memberantas korupsi. Konsekuensi logisnya, Indonesia
memiliki instrumen hukum untuk bersikap proaktif dalam upaya mengembalikan uang rakyat
yang dikorupsi dan melakukan kerjasama internasional mengekstradisi koruptor yang melarikan
diri ke luar negeri. Tugas seluruh komponen bangsa saat ini adalah merevitalisasi fungsi protektif
hukum terhadap korban kejahatan korupsi yaitu rakyat miskin yang tidak sanggup merasa mampu
menuntut hak-hak konstitusionalnya untuk hidup layak bagi kemanusiaan. Untuk masa kedepan
dengan meratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003 dan implementasinya kedalam hukum
nasional serta hak-hak yang dimiliki oleh Indonesia sebagai negara peratifikasi maka tidak ada
lagi “tempat berlindung” para koruptor dimanapun para koruptor tersebut melarikan diri dan
menyembunyikan ases-aset hasil korupsinya.
Konvensi PBB 2003 telah memberikan pilihan sarana hukum internasional yang bersifat
komprehensif dalam pemberantasan korupsi. Hal tersebut menuntut Konvensi PBB memasukkan
ketentuan mengenai pembentukan suatu lembaga independen untuk memberantas korupsi di
setiap Negara. Di Indonesia pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 sangat relevan sebagai wujud komitmen nasional Indonesia dapat
setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak
ekonomi dan sosial yang mengakibatkan kemiskinan yang semakin meluas. 5
Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia sebagai lembaga khusus untuk
pemberantasan korupsi masih tetap harus dipertahankan. Apalagi Indonesia sebagai salah satu
negara peserta dalam Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003, wajib memastikan keberadaan KPK
sebagai lembaga khusus pemberantas korupsi di Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 6 dan
Pasal 36 Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003 sebagaimana telah diratifikasi atau disahkan oleh
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations
Convention Againns Coruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun Anti Korupsi 2003),
sehingga keberadaan KPK semakin mempunyai dasar hukum yang kuat sebagai lembaga
pemberantasan korupsi di Indonesia. Oleh sebab itu menjadi sangat penting diketahui mengenai
intrumen hukum internasional dan instrumen hukum ditingkat regional yang nantinya dapat
menjadi acuan dalam memberantas korupsi di Indonesia.
United Nations Conventions Againtsn Corruption 2003 dibentuk pada awalnya di tahun
2000 dalam sidang ke-55 melalui Resolusi Nomor 55/61 pada tanggal 6 Desember 2000. Instrumen

5
Tumbur Ompu Sunggu, 2012, Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penegakan Hukum di
Indonesia, Total Media, Yogyakarta, h.110.

177
Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

hukum internasional tersebut amat diperlukan untuk menjembatani sistem hukum yang berbeda
dan sekaligus memajukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi secara efektif.6
Konfensi internasional tentang anti korupsi mengatur 8 (delapan) Bab yaitu: tentang general
povisioan, preventive measure, criminalizations and law enforcement, international coopration,
asset recovery, techicalo assistance and informations exchange, mechanisms for implementation,
dan Final provision.
Tampaknya Indonesia berkaitan dengan kasus korupsi terutama yang melibatkan Negara
anggota lainnya melalui ratifikasi United Nations Conventions Againtsn Corruption yaitu Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againns Coruption
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun Anti Korupsi 2003), dengan menggunakan reservasi
(persyaratan) terhadap Pasal 66 ayat (2) tentang penyelesaian sengketa yang menjelaskan bahwa
Setiap perselisihan antara dua atau lebih Negara Pihak mengenai interpretasi atau penerapan
Konvensi ini yang tidak dapat diselesaikan melalui negosiasi dalam waktu yang wajar wajib, atas
permintaan salah satu Negara Pihak, diajukan ke arbitrase. Jika, enam bulan setelah tanggal
permintaan arbitrase, Negara-negara Pihak tidak dapat menyepakati organisasi arbitrase, salah
satu dari Negara Pihak dapat mengajukan sengketa ke Internasional Pengadilan atas permintaan
sesuai dengan Statuta Mahkamah.
Melalui peraturan secara hukum internasional hal penting yang dapat dipetik adalah adanya
kerja sama Internasional dalam rangka memerangi dan memberantas korupsi sebagaimana diatur
dalam bab VI UNCAC tentang techical techicalo assistance and informations exchange (bantuan
teknis dan pertukaran informasi) mengenai langkah-langkah yang dapat ditembuh untuk
melakukan upaya pemberantasan korupsi. 7

III. PENUTUP

3.1. Simpulan
A. KPK merupakan lembaga Negara yang memiliki kekhususan yaitu dalam melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Maksudnya, selain dapat melakukan penyelidikan, lembaga tersebut juga dapat melakukan
penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku korupsi dimana sebelum ada KPK, penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan dalam perkara korupsi dilaksanakan oleh kepolisian dan kejaksaan.
Hal tersebut membuktikan bahwa walaupun KPK dibentuk berdasarkan undang-undang,
namun perannya dalam memberantas korupsi sangat diperlukan. Selain itu KPK juga
diberikan kekhususan dalam hal penyadapan terhadap pelaku korupsi yang sampai saat ini
masih dipertanyakan padahal hal tersebut menjadi penting karena terbukti dapat menjerat
pelaku korupsi. Tujuan diberikannya kekhususan tersebut dengan maksud supaya dapat
memberantas korupsi dengan maksimal.

6
Lihat Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan
United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,
2003), Bagian Pokok-Pokok Pikiran yang mendorong Lahirnya Konvensi
7
United Nations, Op.Cit.

178
Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

B. Pembubaran KPK menurut penulis tidak serta merta dapat terjadi, walaupun awalnya KPK
dibentuk karena lemahnya penegakkan hukum (lemahnya lembaga Negara) dalam penanganan
perkara korupsi. Perlu diketahui bahwa Konvensi PBB tentang Korupsi tahun 2003,
sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006
tentang Pengesahan United Nations Convention Againns Coruption (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tahun Anti Korupsi 2003), mengisyaratkan bahwa setiap anggota PBB yang
mengakui keberadaan peraturan tersebut wajib memiliki lembaga khusus pemberantasan
korupsi, disamping kepolisian dan kejaksaan yang merupakan lembaga pemberantasan tindak
pidana umum termasuk korupsi. Hal tersebut menegaskan bahwa KPK tidak dapat dibubarkan
begitu saja karena Indonesia salah satu Negara yang menjadi bagian PBB dan meratifikasi
peraturan tersebut oleh karena itu Indonesia harus tetap memiliki lembaga khusus yang
melaksanakan tugas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

3.2. Saran
A. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebaiknya setiap lembaga terkait (kepolisian,
kejaksaan dan KPK) mampu untuk saling berkoordinasi demi menciptakan pemberantasan
korupsi yang baik, dan mampu membagun komunikasi yang baik agar tidak terjadi
penyalahgunaan kewenangan terkait dengan pengambilalihan perkara korupsi.
B. Sebaiknya peraturan mengenai KPK harus lebih dibuat tegas agar tidak ada lagi celah bagi
pihak-pihak yang ingin meminimalisasikan kinerja ataupun kewenangan KPK.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Firmansyah Arifin, dkk., 2005, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta.

Ompu Sunggu, Tumbur, 2012, Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penegakan
Hukum di Indonesia, Total Media, Yogyakarta.

Syamsuddin, Aziz, 2013, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta.

JURNAL / KARYA ILMIAH

Badan Pengawas Mahkamah Agung, 2013, Korupsi sebagai Extra Ordinary Crime dan Tugas
Yuridis Para Hakim, http://bawas.mahkamahagung.go.id, Diakses tanggal 24 Januari 2016.

179
Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2 (2015)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250, mulai berlaku di Jakarta pada Tanggal
27 Desember 2002.

United Nations Convention Against Corruption, 2003.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations
Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,
2003), Bagian Pokok-Pokok Pikiran yang mendorong Lahirnya Konvensi.

180

Anda mungkin juga menyukai