Anda di halaman 1dari 24

Contoh Makalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Contoh Makalah Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

dengan Metode BCCT (Beyond Centers & Circle)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usia dini atau usia prasekolah adalah masa dimana anak belum memasuki

pendidikan formal. Rentang usia dini merupakan saat yang tepat dalam

mengembangkan potensi dan kecerdasan anak. Dalam rentang usia dini ini juga

anak berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang unik. Anak

memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan

kasar), daya pikir, daya cipta, bahasa dan komunikasi sesuai dengan tingkat

pertumbuhan dan perkembangan anak.

Masa usia dini adalah masa yang unik dalam kehidupan anak-anak, karena

merupakan masa pertumbuhan yang paling hebat dan paling sibuk. Tidak semua

orang tua atau pendidik memahami cara yang tepat dalam mendidik anak di usia
dini. Maka anak membutuhkan suatu lingkungan yang cocok untuk

mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ilmu pendidikan telah

berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu diantaranya adalah Pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD). PAUD membahas tentang pendidikan untuk anak usia 0-6

tahun. Anak usia tersebut dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dengan

anak usia di atasnya sehingga pendidikannya dipandang perlu untuk dikhususkan.

Landasan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah upaya pembinaan dan

pengembangan segenap potensi secara optimal yang ditujukan bagi anak usia 0-6

tahun yang dilakukan dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak

memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Pemberian

rangsangan pendidikan tersebut meliputi aspek spiritual, emosional, sosial,

bahasa, kognitif dan psikomotorik. Perkembangan aspek-aspek inilah yang akan

berpengaruh besar pada proses tumbuh kembang anak di masa depannya.

Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan anak usia dini, sejak dini anak

harus dibekali berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai stimulan atau rangsangan).

Tetapi realita yang ada di lapangan belum menunjukkan bahwa penyelenggaraan

PAUD sudah sesuai dengan tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini.
Sehingga dibutuhkan suatu pendekatan atau metode pembelajaran yang cocok

untuk mengoptimalkan proses pembelajaran anak usia dini, yaitu dengan

menggunakan pendekatan BCCT (Beyond Center and Circle Time) dalam

pembelajarannya. Kalau di Indonesia pendekatan ini lebih dikenal dengan lebih

jauh tentang sentra dan saat lingkaran.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai :

1) Bagaimana sejarah dari BCCT ?


2) Apa pengertian dari BCCT ?
3) Apa landasan utama teori dari BCCT ?
4) Apa keunggulan dari BCCT ?
5) Apa tujuan dari pendekatan BCCT ?
6) Bagaimana mengatur sentra dan lingkaran dalam kelas ?
7) Bagaimana langkah-langkah kegiatannya ?

1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui sejarah BCCT


2) Untuk mengetahui pengertian dari BCCT
3) Untuk mengetahui landasan dari teori BCCT
4) Untuk mengetahui keunggulan dari BCCT
5) Untuk mengetahui tujuan dari pendekatan BCCT
6) Untuk mengetahui pengaturan sentra dan lingkaran dalam kelas
7) Untuk mengetahui langkah-langkah kegiatan BCCT
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah BCCT ( Beyond Centers And Circle Times )

Metode pembelajaran anak usia dini melalui pendektatan BCCT (beyond

centers and circle times= sistem sentra & saat lingkaran ) merupakan pendekatan
yang dikembangkan melalui hasil kajian teoritik dan pengalaman empirik yang

merupakan pengembangan diri dari pendekatan mentossori, high scope, head

star, dan Reggio Emilia yang dikembangkan oleh cretive for childhood research

and trainging ( CCCRT) Florida, USA dan sudah dilaksanakan selama 35 tahun, baik

untuk anak normal maupun anak yang berkebutuhan khusus.

Pendekatan pembelajaran pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan metode

BCCT (beyond centers & circle) ini lahir di Florida, amerika Serikat, dan diyakini

mampu merangsang seluruh aspek kecerdasan anak (multiple intelligent) melalui

bermaian yang terarah. Seting pembelajaranya mampu merangsang anak untuk

saling aktif, kereatif, dan terus berfikir dengan menggali pengalaman sendiri. Hal

ini berbeda dengna paradigma pendidikan lama yang menghedaki murid

mengikuti perintah, meniru atau menghafal. Kegiatan pembelajaran bermain

sambil belajara integrasi agama melalaui pendekatan BCCT yang dimaksud adalah

pola pengajaran yang diterapkan dengan menggunakan kegiatan belajar yang

menyenangkan dengna pendekatan sentra dan saat lingkaran.

2.2 Pengertian BCCT

Pendekatan sentra dan lingkaran adalah pendekatan penyelenggaraan PAUD

yang berfokus pada anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra
main dan saat dalam lingkaran dengan menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding)

untuk mendukung perkembangna anak. Empat pijakan tersebut adalah :

1) Pijakan lingkungna main


2) Pijakan sebelum main
3) Pijakan selama main
4) Pijakan setelah main

Pijakan adalah dukungan yang berubah-ubah yang disesuaikan dengan

perkembangan yang dicapai anak yang diberikan sebagai pijakan untuk mencapai

perkembangna yang lebih tinggi.

Sentra main adalah zona atau area main anak yang dilengkapi dengan

seperangkat alat main yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan

untuk mendukung perkembangan anak dalam 3 jefnis main yaitu : (1). Main

sensorimotor atau fungsional, (2). Main peran, dan (3) main pembangunan

Saat lingkaran adalah dimana pendidik (Guru/Kader/Pamong) duduk bersama

anak dengan posisi melingkar untuk memberikan pijakan anak yang dilakukan

sebelum dan sesudah main

2.3 Landasan Utama Teori BCCT

Aliran filsafat Konstruktivisme merupakan aliran filsafat yang sesuai bagi

metode BCCT, sebab konstruktivisme adalah suatu posisi filosofis dan psikologis
yang banyak berperan dari belajar dan mengeri individu yang di konstruksi oleh

individu itu sendiri (Graves & Graves, 1994). Konstruktivisme merupakan

pandangan filsafat yang pertama kali dikemukaan oleh sejarawan Italia yang

bernama Giambatista Vico pada tahun 1710. Filsafat konstruktivisme beranggapan

bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan

objek, fenomena dan lingkungan. Pengertian tersebut sesuai dengan pendapat

Poedjiadi (2005:70) dalam Adisusilo (2006:1), bahwa konstruktivisme bertitik tolak

dari pembentukan pengetahuan dan rekonstruksi pengetahuan. Rekonstruksi

pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki sebelumnya setelah

berinteraksi dengan lingkungannya.

Aliran konstruktivisme ini cocok diterapkan dalam dunia pendidikan terutama

dalam model pembelejaran BCCT karena tidak hanya menekankan pada hasil

tetapi juga menitikberatkan pada proses pembelajaran siswa. Proses

pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang cukup sehingga siswa

mampu mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Interaksi dengan lingkungan

belajar akan menambah kekayaan pengetahuan, pengalaman serta

sosialnya.Beberapa Filsafat yang mendukung Filsafat Konstruktivisme yaitu

Naturalisme Romantic dan Idealisme. Menurut Aliran filsafat Naturalisme

Romantic, Setiap anak dilahirkan membawa bakat yang baik. maka pendidikan
adalah pengembangan bakat anak secara maksimal melalui pembiasaan,

pelatihan, permainan, partisipasi dalam kehidupan sehari-hari serta penyediaan

kesempatan belajar selaras dengan tahap-tahap perkembangan anak. Sedangkan

menurut aliran filsafat Idealisme, manusia merupakan makhluk individu sekaligus

mahluk sosial. Maka pendidikan harus ditujukan pada pembentukan karakter,

watak manusia yang berbudi luhur,berbakat insani dan kebajikan sosial.

Selain itu, model ini pun didukung oleh beberapa teori yaitu Maslow, Anna

Freud, Erick Ericson, Lev Vygotsky dan Jean Piaget.

Maslow : kebutuhan dasar harus terpenuhi sebelum meningkat pada

kebutuhan yang lebih tinggi

Anna Freud : Mengemukakan garis perkembangan berisi urutan tahap

perkembangan anak dari ketergantungan menjadi mandiri, dari irrasional menjadi

rasional, dari hubungan yang pasif menjadi aktif dalam realita. Salah satu dari

enam garis perkembangan Anna Freud yang digunakan sebagai dasar teori BCCT

ini adalah garis perkembangan yang menunjukkan bahwa anak belajar mulai

dengan badan, mainan, dan bermain.

Erick Erickson : Anak perlu dikembangkan rasa percaya pada diri sendiri dan

lingkungannya, kemandirian, inisiatif, dan ketekunannya.


Lev Vygotsky : Anak perlu mendapatkan bimbingan sesuai dengan kebutuhannya.

Vygotsky pun mencetuskan teori belajar Scaffolding yaitu Tingkat pengetahuan

atau pengetahuan berjenjang

Jean Piaget : anak belajar menemukan dengan menggali segala sesuatu sesuia

tahap masing-masing anak untuk membangun pengetahuannya.

2.4 Keunggulan BCCT

Kurikulum BCCT diarahkan untuk membangun pengetahuan anak yang digali

oleh anak itu sendiri. Anak didorong untuk bermain di sentra-sentra kegiatan.

Sedangkan pendidik berperan sebagai perancang, pendukung dan penilai kegiatan

anak. Pembelajaran bersifat individual, sehingga rancangan, dukungan , dan

penilaianyapun disesuaikan dengan tingkatan perkembangan di kebutuhan tiap

anak.

Semua tahapan perkembangna anak dirumuskan dengna rinci dan jelas,

sehingga guru memiliki panduan dalam penilaian perkembangan anak. Kegiatan


pembelajaran tertata dalam urutan yang jelas. Dari penataan lingkungan main

sapai pada pemberian pijakan-pijakan.

Setiap anak memperoleh dukungan untuk aktif, kereatif, dan berani

mengengambil keputusan sendiri tanpa mesti tahu membuat kesalahan. Setiap

tahap perkembangna bermain anak dirumuskan secara jelas, sehingga dapat

menjadi acuan bagi pendidik melakukan penilaian perkembangan anak.

Penerapan BCCT tidak bersifat kaku. Dapat dilakukan secara bertahap, sesuai

situas dan kondisi setempat.

2.5 Tujuan dari pendekatan BCCT

Tujuan dari pendekatan BCCT ini antara lain adalah sebagai berikut:

1) Proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan

sisiwa bekeja mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke sisiwa.

STRATEGI pembelajaran lebih dipentingkan dari pada HASIL


2) Siswa dapat mengerti apa makan belajar, apa manfaatnya, dan bagaiman

mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna

bagi hidupnya nanti.


3) Memposisikan guru hanya sebagai pengarah dan pembibing atau inspirator,

bukan sebagai center, dan penceramah dalam strategi belajar.


4) Meletakkan pendidikan dasar keimanan, ketakwaan serta seluruh aspek

keperibadian (ESQ) yang diperlukan anak didik dalam menyesuikan diri dengan

lingkungan untuk pertumbuh kembangan selanjutnya


5) Terjalin kerja sama, saling menunjuang antara siswa dengan sisiwa, dan siswa

dengan guru, sehingga menyebabkan sisiwa kretis dan guru kreatif.


6) Membuat situasi belajar lebih menyenangkan dan tidak membosankan

sehingga siswa dapat belajar sampai tingkatan “Joy Of Discovery”, tertantang

untuk dapat memecahkan masalah dengan menerapkan pengetahuan yang

diperolehnya.

2.6 Pengenalan sentra & lingkaran dalam kelas

Model pendekatan sentra menitik beratkan pada pandangan ahli pendidikan.

Kegiatan pengajaran harus disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu yang

mempunyai tempat dan irma perkembangan berbeda satu dengan yang lainya.

Menurut Helen Parkhust (1807) seorang ahli pendidikan di Amerika,

mengemukakan bahwa kegiatan pengajaran haurs memberikan kemungkinan

kepada murid untuk berintraksi, bersosialisasi dan bekeja sama dengan murid lain

dalam mengerjakan tugas tertentu secara mandiri. Pandangan ini tidak


mementingkan aspek individu, tetapi juga aspek sosial. Bentuk pengajarannya

memadukan model klasikal dan individual.

Pendekatan sentra berfokus pada anak. Pembelajaran berpusat di sentra

main dan saat anak dalam lingkaran . sentra main yang berungsi sebagai Area

main yang dilengkapi seperangkat alat main yang berfungsi sebagai pijakan

lingkungan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan anak. Sedangkan

saat lingkaran adalah saat pendidikan duduk bersama anak dengan posisi

melingkar untuk memberi pijakan pada anak yang dilakukan sebelum dan sesudah

main.

Ruang kelas dapat dimodifikasikan menjadi kelas-kelas kecil, yang disebut

ruangan atau sentra-sentra . tiap sentra terdiri dari satu bidang pengebangan. Ada

sentra Ibadah, sentra Bahan Alam, sentra main / sentra Seni dan sentra Main

Peran Mikro, Sentra Balok, sentra Persiapan sentra Seni dan Kreatifitas, sentra

Musik dan Oleh Tubuh, sentra Memasak. Seorang guru betanggung jawab pada 7-

12 siswa saja dengan moving class (kelas berpindah-pindah) setiap hari dari satu

sentra ke sentra lain.


Untuk menerapkan metode ini, guru harus mengikuti pijakan-pijakan guna

membentuk keteraturan bermain dan belajar. Pijakan pijakan tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Pijakan lingkungan

Guru menata lingkungan yang disesuaikan dengan intersitas dan densitas

Pijakan sebelum bermain

 Guru meminta sisiwa untuk membentuk lingkaran


 Guru ada diantara siswa sambil bernyayi
 Guru meminta para siswa untuk duduk melingkar
 Guru meminta para sisiwa berdo’a bersama
 Guru menanyakan sisiwa kesiapan mendengar cerita dan memasuki sentra
 Guru memulai bercerta menggunakan media yang sesuai tema
 Guru mengimformasikan jensi maian yang ada dan menyeampaikan aturan

bermaian
 Guru meminta sisiwa untuk masuk kearena sentra

Pijakan saat bermain

 Guru empersiapkan catatan perkembangan sisiwa


 Guru mencatat perilaku, kemampuan dan celetukan sisiwa
 Guru membantu sisiwa jika dibutuhkan
 Guru mengingatkan sisiwa bila ada yang lupa atau melanggar aturan

Pijakan setelah bermaian


 Guru meminta sisiwa untuk membereskan mainn dan alat yang dipakai
 Guru meminta siswa menceritakna pengalmaan bermaiannya sambil

menghitung jumlah kegiatan yang idlakukan


 Guru menutup kegiatan dengna berdo’a bersama
 Guru membagikan buku komunikasi sebelum pulang.

2.7 Langkah-Langkah Kegiatan

Penataan Lingkungan Bermain

Sebelum anak datang, guru menyiapkan bahan dan alat bermain yang

digunakan sesuai rencana dan jadwal kegiatan yang telah disusun untuk kelompok

yang dibimbingnya. Guru menempatkan alat dan bahan bermain yang akan

digunakan yang mencerminkan rencana pembelajaran yang telah dibuat sehingga

tujuan anak selama bermain dengan alat tersebut dapat dicapai.

Kegiatan Sebelum Masuk kelas/Penyambutan Anak (10 menit)

Guru menyambut kedatangan anak dengan tegur sapa, senyum dan salam.

Anak-anak langsung diarahkan untuk bermain bebas bersama teman-teman

sambil menunggu kegiatan dimulai. Kondisi awal yang harus diketahui oleh guru

dan peserta didik saat datang adalah ekspresi emosi yang menunjukkan rasa

nyaman berada di sekolah. Bila kondisi ekspresi emosi anak saat datang
menunjukkan kesedihan/murung, maka guru perlu menetralisir emosi anak

terlebih dahulu dengan kegiatan transisi, seperti membaca buku cerita, puzzle,

dan sebagainya.

Pembukaan/Pengalaman Gerakan Kasar (20 menit)

Guru menyiapkan seluruh anak dalam lingkaran, lalu menyebutkan kegiatan

pembuka yang akan dilaksanakan. Kegiatan pembuka dapat berupa gerak musik,

permainan, dan jurnal, dan sebagainya. Satu guru yang memimpin, guru lainnya

menjadi peserta bersama anak (mencontohkan).

Anak dikondisikan duduk melingkar (circle time). Dalam setiap kelompok

melakukan kegiatan berdoa, diskusi tema, membacakan buku cerita yang

berhubungan dengan tema pada hari itu.

Transisi (10 Menit)

Selesai pembukaan, anak-anak diberi waktu untuk "pendinginan" dengan

cara bernyanyi dalam lingkaran, atau membuat permainan tebak-tebakan.

Tujuannya agar anak kembali tenang. Setelah tenang, anak secara bergiliran

dipersilahkan untuk minum atau ke kamar kecil. Gunakan kesempatan ini untuk
melatih kebersihan diri anak. Kegiatannya dapat berupa cuci tangan, cuci muka,

cuci kaki maupun buang air kecil.

Sambil menunggu anak minum atau ke kamar kecil, masing-masing guru siap

di tempat bermain yang sudah disiapkan untuk kelompoknya masing-masing.

Kegiatan Inti (90 menit)

1) Pijakan pengalaman Sebelum Bermain (15 menit)


a. Guru dan anak duduk melingkar, guru memberi salam pada anak-anak,

kabar anak-anak, dan dilanjutkan dengan kegiatan:


b. Guru meminta anak untuk memperhatikan siapa teman yang tidak hadir.

Minta anak mengambil "nametag" dan menempelkan ke papan absen,

membalik, atau menunjukkan.


c. Berdoa bersama, anak secara bergilir memimpin doa.
d. Guru menyampaikan tema hari ini dan dikaitkan dengan kehidupan anak.
e. Guru membacakan buku yang terkait dengan tema. Setelah selesai,

menyanyakan kembali isi cerita.


f. Guru mengatkan isi cerita dengan kegiatan bermain yang dilakukan anak.
g. Guru mengenalkan semua tempat dan alat bermain yang suclah disiapkan.
h. Dalam memberi pijakan, guru harus mengaitkan kemampuan apa yang

diharapkan muncul pada anak, sesuai rencana pembelajaran yang telah

disusun.
i. Guru menyampaikan bagaimana aturan bermain (digali dari anak), memilih

ternan bermain, memilih alat bermain, cara menggunakan alat-alat, kapan


memulaii dan mengakhih bermain, serta merapikan kembali alat yang

sudah dimainkan.
j. Guru mengatur teman lain dengan memberi kesempatan kepada anak

untuk memilih teman mainnya. Apabila ada anak yang hanya memilih anak

tertentu sebagai teman mainnya, maka guru agar menawarkan untuk

menukar teman mainnya.


k. Setelah anak siap bermain, guru mempersilahkan anak untuk mulai

bermain. Agar tidak berebut serta lebih tertib, guru dapat menggilir

kesempatan setiap anak untuk mulai bermain, misainya berclasarkan warna

baju, usia anak, huruf depan nama anak, atau cara lainnya agar lebih

teratur.
2) Pijakan Pengalaman Selama Bermain (60 menit)
a) Guru mengamati dan memastikan semua anak melakukan kegiatan

bermain.
b) Memberi contoh cara bermain pada anak yang belum bisa menggunakan

bahan alat.
c) Memberi dukungan berupa pernyataan positif tentang pekedaan yang

dilakukar anak.
d) Memancing dengan pertanyaan terbuka untuk memperluas cara bermain

anak Pertanyaan terbuka artinya pertanyaan yang ticlak cukup dengan

dijawab ya ata tidak saja, tetapi banyak kemungkinan jawaban yang dapat

diberikan anak.
e) Memberikan bantuan pada anak yang membutuhkan.
f) Mendorong anak untuk mencoba dengan cara lain, sehingga anak memilik

pengalaman bermain yang kaya.


g) Mencatat yang dilakukan anak jenis bermain, tahap perkembangan, tahap

sosial).
h) Mengumpulkan hasil kerja anak. Jangan lupa mencatat nama dan tanggal

lembar kerja anak.


i) Bila waktu tinggal 5 menit, guru memberitahukan pada anak-anak untuk

bersiap-siap menyelesaikan kegiatan mainnya.


3) Pijakan Pengalaman Setelah Bermain (15 menit)
a) Apabila waktu bermain selesai, guru memberitahukan saatnya

membereskan alat dan bahan yang sudah digunakan melibatkan anak-anak.


b) Bila anak belum terbiasa untuk membereskan, guru dapat membuat

permainan yang menarik agar anak ikut membereskan.


c) Saat membereskan, guru menyiapkan tempat yang berbeda untuk setiap

jenis alat, sehingga anak dapat mengelompokkan alat bermain sesuai

dengan tempatnya.
d) Bila bahan mainan sudah dirapikan kembali, satu guru membantu anak

membereskan baju anak (menggantinya bila basah), sedangkan guru lainnya

dibantu orang tua membereskan semua mainan hingga semua rapi di

tempatnya.
e) Bila anak sudah rapim mereka diminta duduk melingkar bersama guru.

Setelah semua anak duduk dalam lingkaan, guru menanyakan pada setiap

anak kegiatan bermain yang telah dilakukan pada hari itu. Kegiatan
menanyakan kembali (recalling) melatih daya ingat anak mengemukakan

gagasan dan pengalaman mainnya (memperluas perbendaharaan kata

anak).
f) Makan Bersama (10 menit)
Usahakan setiap pertemuan ada kegiatan makan bersama. Jenis makanan

berupa kue atau makanan lainnya yang disiapkan sekolah atau yang dibawa

oleh masing-masing anak. Sekali dalam satu bulan diupayakan ada makanan

yang disediakan untuk perbaikan gizi.

Kegiatan Penutup (10 menit)

a) Setelah semua anak berkumpul membentuk lingkaran, guru dapat

mengajak anak menyanyi atau membaca puisi. Guru menyampaikan

rencana kegiatan hari berikutnya, dan menganjurkan anak untuk bermain

yang sama di rumah masing-masing.


b) Guru memberi kesempatan kepada anak secara bergiliran untuk memimpin

doa penutup.
c) Untuk menghindari berebut saat pulang, digunakan urutan berdasarkan

warna baju, usia, atau cara lain untuk keluar dan bersalaman lebih dahulu.

Penilaian

Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru hendaknya mencatat

segala hal yang terjadi, baik terhadap program kegiatan maupun terhadap
perkembangan peserta didik. Segala catatan guru digunakan sebagai bahan

masukan bagi keperluan plenilaian. Setiap semester, hasil laporan perkembangan

anak dilaporkan kepada orang tua secara lisan dan tertulis berupa rapor dalam

bentuk narasi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Beyond Center and Circles Time (BCCT) atau di Indonesia lebih dikenal

sebagai pendekatan sentra dan lingkaran (SELING) adalah suatu metode atau

pendekatan dalam penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan

merupakan perpaduan antara teori dan pengalaman praktik atau

penyelenggaraan PAUD yang berfokus pada anak yang dalam proses

pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat anak dalam lingkaran dengan

menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding) untuk mendukung perkembangan anak

yaitu, Pijakan lingkungan main, pijakan sebelum main, pijakan selama main dan

pijakan setelah main.


Tujuan dari pendekatan BCCT ini adalah proses pembelajaran diharapkan

berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja mengalami, bukan

transfer pengetahuan dari guru ke sisiwa. Strategi pembelajaran lebih

dipentingkan dari pada hasil dengan kata lain agar siswa mengkonstruksi sendiri

pengetahuannya. Siswa dapat mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan

bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari akan

berguna bagi hidupnya nanti. Memposisikan guru sebagai pembimbing.

Meletakkan dasar keimanan, kecerdasan spiritual dan emosionl (ESQ), serta

membuat situasi belajar menjadi lebih menyenangkan.

Pendekatan BCCT dilandasi oleh filsafat konstruktivisme dari Giambatista

Vico. Filsafat konstruktivisme ini didukung pula oleh filsafat naturalisme romantic

dan idealisme. Selain itu, pendekatan ini pun didukung oleh beberapa teori yaitu

Maslow, Anna Freud, Erick Erickson, Lev Vygotsky, dan Jean Piaget.

Keunggulan metode BCCT beberapa diantaranya adalah (1) kurikulumnya

diarahkan untuk membangun pengetahuan anak (to construct knowledge) yang

digali sendiri melalui berbagai pengalaman main di sentra-sentra kegiatan,

sehingga mendorong kreativitas anak. (2) Pendidik lebih berperan sebagai

perancang, pendukung, dan penilai kegiatan anak dengan mengkondisikan setiap


anak untuk berperan aktif. (3) Pembelajarannya bersifat individual, sehingga

rencana, dukungan, dan penilaiannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan,

dan kebutuhan setiap anak, dan sebagainya.

Kelemahan metode BCCT beberapa diantaranya adalah sedikit lebih sulit

apabila dibandingkan dengan penerapan metode konvensional yang cenderung

klasikal seperti banyak kita jumpai di masyarakat, memerlukan banyak ruangan

yang luas, dan membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai pula.

3.2 Saran

Ada banyak sekali model pembelajaran yang dapat digunakan oleh lembaga

pendidikan. Dengan adanya makalah ini diharapkan para pendidik dapat lebih

menggali dan mengkaji kembali model pembelajaran yang dapat lebih

meminimalkan kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012. Model Pembelajaran sentra dan lingkaran [online]. Tersedia di

http://www.tamanbeliacandi.com/en/Model%20Pembelajaran%20Sentra%20dan

%20 Lingkaran.html

Anonim.2013. sejarah singkat beyond centre and circle times (BCCT) PAUD

[online]. Tersedia http://paud-

anakbermainbelajar.blogspot.com/2013/05/sejarah-singkat-beyond-centers-

and.html

Basuki, Markus. 2010. Filsafat Konstruktivisme [online]. Tersedia http://cor-

amorem.blogspot.com/2010/01/filsafat-konstruktivisme.html

Pendidikan Anak Usia Dini terpadu Kartina [online]. Tersedia di

http://tinamaryani1968.blogspot.com/2013/04/model-bcct.html[30 juni 2013]


Sriningsih, Nining (2010). Handout Mata kuliah Kelompok Belajar. Jurusan

Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai