Anda di halaman 1dari 3

Hipotesis

Dari factor resiko yang diambil pada scenario ini, hepotesis awal diambil dari usia 35 tahun
padaa pasien yang dimana pada usia >35 tahun Semakin bertambahnya usia seorang wanita,
maka hormon pengatur siklus reproduksi juga menurun. Salah satu contoh hormon itu adalah
esterogen, esterogen adalah hormon yang disekresikan oleh ovarium akibat respon dua hormon
dari kelenjar hipofisis anterior. Penurunan produksi hormon juga diikuti oleh penurunan fungsi
hormon itu sendiri. Esterogen mempunyai beberapa fungsi salah satunya adalah meningkatkan
aliran darah uterus. Fungsi lain esterogen adalah esterogen dapat menyebabkan proliferasi
endometrium yang nyata dan perkembangan kelenjar endometrium yang kemudian digunakan
untuk membantu penyaluran nutrisi dari ibu ke janin.

Apabila kadar esterogen rendah dan perkembangan endometrium tidak sempurna, maka aliran
darah ke uterus juga akan ikut menurun sehingga dapat mempengaruhi penyaluran nutrisi dari
ibu ke janin. Selain menurunnya hormon esterogen akibat penambahan usia, hormon lain yang
juga menurun adalah progesteron. Fungsi progesteron dalam masa kehamilan adalah
mempertahankan agar kehamilan tetap berlanjut, progesteron ini mulai dihasilkan segera setelah
placenta terbentuk dan apabila kadar progesteron ini sedikit, maka persalinan akan bisa terjadi
meski usia kehamilan masih belum cukup bulan (< 37 minggu) sehingga menimbulkan
persalinan prematur dan biasanya persalinan prematur ini diikuti dengan berat badan lahir rendah

sebagaimana yang diketahui bahwa dengan makin tingginya usia ibu, a. uterine semakin
mengalami degenerasi. Ini dipercaya berhubungan dengan proses penuaan pada pembuluh darah
pada uterus. Hal ini sejalan degan pernyataan Taddei et al, bahwa proses penuaan berhubungan
dengan disfungsi endotel baik pada grup dengan normotensi maupun grup dengan hipertensi
esensial. Perubahan ini disebabkan oleh ketidakseimbangan pada jalur nitrit oksida dan produksi
stress oksidatif yang berlangsung progresif, dimana disfungsi endotel yang diakibatkan oleh
penurunan jumlah nitrit oksida dan peningkatan stress oksidatif merupakan indikator awal dari
kerusakan atherotrombitik dan penyakit kardiovaskular. Yang akan menyebabkan elastisitas otot
uterus berkurang

Multiparitas merupakan salah satu faktor resiko dari solusio plasenta. Implikasi antara paritas
dan peningkatan kejadian solusio plasenta tidak jelas. Namun, beberapa penelitian
mengemukakan adanya hubungan antara paritas dan solusio plasenta. Studi lain mengungkapkan
peningkatan solusio plasenta ditemukan pada masyarakat sosial ekonomi rendah,dan multipara
dengan peningkatan usia.

Beberapa teori yang diduga meningkatkan hubungan paritas dengan solusio plasenta adalah
thrombophili. Tetapi mekanismenya belum jelas. Diduga adanya mutasi pada pasien dengan
thrombosis . Solusio placenta berhubungan dengan thrombosis spiral arteri dan kurang
adekuatnya perfusi pada plasenta. Penyebab solusio plasenta tidak diketahui tetapi selalu
dihubungkan dengan vaskularisari yang tidak normal dan gangguan hemostasis, yang
menyebabkan tidak adekuatnya sirkulasi maternaljanin. Resistensi pengaktif protein disebabkan
oleh mutasi adenine menjadi guanine nucleus 506 pada gen faktor
V (mutasi faktor V Leiden) yang dihubungkan dengan thromboemboli pada vena. Homozygotis
menyebabkan mutasi Sitosin menjadi tiamin nucleus 677 pada gen encoding
methylenetetrahydrofolaet reductase menghasilkan penurunan sintesis 5methyltetraydrofolate,
donor primer methyl pada konversi homosistein menjadi metionin. Dan menghasilkan
peningkatan konsentrasi plasma homosistein.

Pada multiparitas, keadaan endometrium kurang baik seperti kurangnya vaskularisasi


menyebabkan kerusakan dinding sinussinus vena ibu yang mensuplai jaringan plasenta.
Perdarahan meluas dan memisahkan plasenta dengan derajat yang bervariasi. Kemudian darah
mengalir diantara desidua uterus dan kantong amnion dan keluar melalui vagina atau tertahan
dibelakang plasenta.

Kemudian Riwayat hipertensi nya juga mempengaruhi karena saat terjadi hipertensi maka terjadi
sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke
endometrium tidak merata sehingga plasenta tidakmendapatkan vaskularisasi yang baik.

Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma
pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,
hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, perdarahan darah antara uterus
dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan
maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.Biasanya perdarahan akan
berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak
mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma
retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding
uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di
antara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru
atau ungu. Hal ini disebut uterus couvelaire (perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, maka banyak trombosit akan
masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana
yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi
hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi
juga pada alat-alat tubuh yang lainnya. Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan terjadi
anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin
tidak berpengaruh sama sekali, atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat
menentukan beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan keadaan janin. Makin
lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai, umumnya makin hebat
komplikasinya.
Sumber

1. Heni Eka Puji Lestari. Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian Perdarahan
Antepartum. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret
Surakarta. 2009

2. Jabeen M and Gul F. (2004). ”Abruptio Placenta: Risk Factors and Perinatal Outcome”
dalam JPMI. 18: 66976

3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan.Edisi Kedua. Jakarta: Bina Pustaka. 2008

4. Yudhaputra Setiadhi dkk, Analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi
pada kehamilan di Kota Manado. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 2, Juli-
Desember 2016.
5. Ferdina Fitriana Mayasari dkk. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uterus
(Studi Kasus Di Bpm Idaroyani Dan Bpm Sri Pilih Retno Tahun 2014) ISSN 1693-3443
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia 10(1): 2015

6. https://medlineplus.gov/highbloodpressureinpregnancy.html

Anda mungkin juga menyukai