Anda di halaman 1dari 29

Pembelajaran 1.

Persediaan Obat

Penulis ; apt. Faridah Baroroh, M.Sc.

Kompetensi

Setelah mempelajari keseluruhan materi pada pembelajaran ini, anda diharapkan


dapat memahami, melakukan pendataan dan mengevaluasi persediaan obat serta
pengadaan obat di apotek, puskesmas, rumah sakit.

Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mempelajari materi dalam pembelajaran ini, Anda dapat :

1. Menjelaskan pengelolaan persediaan obat dan pengadaan obat di apotek,


puskesmas, rumah sakit.
2. Melakukan pendataan persediaan obat yang akan di adakan di apotek,
puskesmas, rumah sakit.
3. Melakukan pencatatan pembelian obat atau pengadaan obat di apotek,
puskesmas, rumah sakit.
4. Menghitung jumlah kebutuhan obat di apotek, puskesmas, rumah sakit.
5. Menganalisis faktor-faktor yang berkaitan dengan pengelolaan persediaan
obat di apotek, puskesmas, rumah sakit.

6. Melakukan evaluasi terhadap pengelolaan persediaan obat di apotek,


puskesmas, rumah sakit.

Uraian Materi

1. Persediaan Obat

Pengelolaan persediaan obat meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan,


distribusi, dan pemusnahan. Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi
obat untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan. Pengadaan obat dapat dilakukan pada fasilitas produksi,

Farmasi | 5
fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi.
Distribusi obat merupakan kegiatan menyalurkan atau menyerahkan obat kepada
unit pelayanan atau kepada pasien secara langsung. Pekerjaan ini harus dilakukan
oleh Tenaga kefarmasian yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian.

a) Pengelolaan persediaan obat di puskesmas

Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah
satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan
kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi
manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Kepala Ruang
Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjamin
terlaksananya pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
baik 1.

b) Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan


Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk
mendapatkan:

1. perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang mendekati kebutuhan;
2. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
3. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.

Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di


Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas.

Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi periode

6 | Farmasi
sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan. Proses
seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi
ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter,
dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan
pengobatan.

Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun dilakukan secara


berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat
dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO).

Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan


analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya,
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu
kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih. Perencanaan
permintaan obat di puskesmas di buat dengan memperhitungkan berdasarkan
data penggunaan obat periode sebelumnya, data morbiditas, sisa stok, usulan
kebutuhan dari unit lain (umum, gigi, laborat, gizi,).

Perencanaan kebutuhan (permintaan) obat di puskesmas dengan metode


konsumsi dapat dihitung, dengan rumus 2:

Farmasi | 7
Dimana

SWK : Stok Waktu Kosong

SWT : Stok Waktu Tunggu

Perencanaan kebutuhan (permintaan) obat di puskesmas dengan metode


morbiditas dapat dihitung :

1. Menghitung masing-masing obat yang diperlukan per penyakit


2. Pengelompokan dan penjumlahan masing-masing obat

c) Pengelolaan persediaan obat di apotek

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan3.

Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya
dan kemampuan masyarakat.

Perencanaan pengadaan obat di apotek selain mempertimbangkan aspek


manajerial juga harus mempertimbangkan aspek medik. Aspek medik harus
dipertimbangkan, karena semakin banyaknya jenis obat yang beredar di pasaran.
Aspek medik yang diterapkan dapat memperhatikan pemilihan obat menurut
WHO, diantaranya adalah :

1. Dipilih obat yang secara ilmiah menunjukkan efek terapetik lebih besar
dibanding resiko resiko efek samping obat
2. Jangan terlalu banyak jenis obat yang diseleksi, hindari duplikasi
3. Untuk obat baru, harus berdasarkan bukti ilmiah bahwa lebih baik dibanding
obat pendahulu
4. Sediaan kombinasi hanya dipilih jika potensinya lebih baik dari sediaan
tunggal

8 | Farmasi
5. Jika alternatif pilihan obat banyak, dipilih Drug of Choice (DOC) dari
penyakitnya
6. Pertimbangan administrasi dan biaya yang dibutuhkan
7. Kontraindikasi, peringatan, efek samping obat harus dipertimbangkan
8. Dipilih obat yang standar mutunya tinggi

Perencanaan merupakan tahap awal pada siklus pengelolaan obat. Ada beberapa
macam metode perencanaan, yaitu :

1) Metode morbiditas/epidemiologi
Yaitu berdasarkan pada pola penyakit atau penggunaan obat yang ada pada
masysrakat di sekitar apotek. Dasarnya adalah jenis penyakit yang sering
terjadi di masyarakat sekitar apotek. Metode ini digunakan untuk apotek baru
yang belum ada data penggunaan obat sebelumnya. Tahap-tahap yang
dilakukan yaitu:
a) Menentukan beban penyakit
1) Tentukan beban penyakit periode yang lalu, perkirakan penyakit
yang akan dihadapi pada periode mendatang
2) Lakukan stratifikasi/pengelompokkan masing-masing jenis,
misalnya anak atau dewasa
3) Tentukan prediksi jumlah kasus tiap penyakit dan persentase
(prevalensi) tiap penyakit
b) Menentukan pedoman pengobatan
1) Tentukan pengobatan tiap-tiap penyakit, meliputi nama obat,
bentuk sediaan, dosis, frekuensi, dan durasi pengobatan
2) Hitung jumlah kebutuhan tiap obat per episode sakit untuk
masing-masing kelompok penyakit
c) Menentukan obat dan jumlahnya
1) Hitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk tiap penyakit
2) Jumlahkan obat sejenis menurut nama obat, dosis, bentuk
sediaan, dan lain-lain

Farmasi | 9
Perencanaan dengan menggunakan metode morbiditas ini lebih ideal, namun
prasyarat lebih sulit dipenuhi. Sementara kelemahannya yaitu seringkali
standar pengobatan belum tersedia atau belum disepakati dan data
morbiditas tidak akurat.

2) Metodekonsumsi
Metode konsumsi adalah suatu metode perencanaan obat berdasarkan pada
kebutuhan riil obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan koreksi
berdasarkan pada penggunaan obat periode sebelumnya.

Economic Order Quantity (EOQ)

EOQ adalah salah satu alat untuk menngendalikan perencanaan pengadaan,


dalam analisis EOQ Variabel Biaya pemesanan dan variabel biaya penyimpanan
mempunyai hubungan terbalik, yaitu semakin tinggi frekuensi pemesanan, maka
semakin rendah biaya variabel penyimpanan. Agar biaya variabel pemesanan dan
biaya variabel penyimpanan dapat ditekan serendah mungkin, maka perlu dicari
jumlah pembelian yang paling ekonomis. Syarat berlaku EOQ adalah pada metode
Pembelian langsung Model EOQ, digunakan untuk menentukan berapa banyak
barang yang harus dipesan sebagai persediaan agar tidak kekurangan atau
kelebihan. Model ini menetapkan jumlah order maksimal dalam waktu tertentu
dengan meminimalkan biaya4.

10 | Farmasi
Reorder point (ROP)

Agar pembelian bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ tidak mengganggu
kelancaran kegiatan pelayanan, maka diperlukan waktu pemesanan kembali obat-
obatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah:

1. Lead Time (L). Lead time adalah waktu yang dibutuhkan antara obat dipesan
hingga sampai di apotek/rumah sakit. Lead time ini akan mempengaruhi
besarnya obat yang digunakan selama masa lead time, semakin lama lead
time maka akan semakin besar obat yang diperlukan selama masa lead time.
2. Tingkat pemakaian (D) obat rata-rata persatuan waktu tertentu.
3. Persediaan Pengaman (Safety Stock), yaitu jumlah persediaan obat minimum
yang harus dimiliki oleh rumah sakit/apotek untuk menjaga kemungkinan
keterlambatan datangnya obat, sehingga tidak terjadi stagnasi.

Safety stock/ Stok Pengaman


Ada beberapa cara untuk menaksir besarnya Safety stock (SS) antara lain
menggunakan rumus.

Farmasi | 11
Dengan :
LT = Lead Time
CA = Average Consumption

d) Pengelolaan persediaan obat di rumah sakit

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh
rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan
kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan,
dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian5.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses
yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan
Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem
satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu
berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat
kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent.

Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan


formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan
pasien melalui Instalasi Farmasi. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit
merupakan tanggung jawab Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit
yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi. Dengan kebijakan pengelolaan
sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai satu-satunya penyelenggara

12 | Farmasi
Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat
dalam hal:

1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
3. penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
4. pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
5. pemantauan terapi Obat;
6. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
7. kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akurat;
8. peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
9. peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai.

Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat yang
efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang- kurangnya sekali
setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan
dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan Obat yang
berkelanjutan.

Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk


meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high- alert
medication). High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat
yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
Kelompok Obat high-alert diantaranya:

1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

Farmasi | 13
2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
3. Obat-Obat sitostatika.

Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi :

1. Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
1. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
2. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan;
3. pola penyakit;
4. efektifitas dan keamanan;
5. pengobatan berbasis bukti;
6. mutu;
7. harga; dan
8. ketersediaan di pasaran.

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.


Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan
Rumah Sakit.

Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi
Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah
Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan
Rumah Sakit. Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar
dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi
kebutuhan pengobatan yang rasional6.

14 | Farmasi
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:

1. membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik


Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik;
2. mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;
3. membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
4. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan
balik;
5. membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
6. menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
7. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
8. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.

Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:

1. mengutamakan penggunaan Obat generik;


2. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;
3. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
4. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
5. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
6. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
7. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan
biaya langsung dan tidak lansung; dan
8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah Sakit, maka


Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau

Farmasi | 15
pengurangan Obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan
indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.

2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan


menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

1. anggaran yang tersedia;


2. penetapan prioritas;
3. sisa persediaan;
4. data pemakaian periode yang lalu;
5. waktu tunggu pemesanan; dan
6. rencana pengembangan.

Perencanaan merupakan tahap awal pada siklus pengelolaan obat. Ada beberapa
macam metode perencanaan, yaitu7:

1) Metode morbiditas/epidemiologi

Yaitu berdasarkan pada penyakit yang ada. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan
obat yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yaitu didasarkan
pada penyakit yang ada di rumah sakit atau yang paling sering muncul
dimasyarakat. Metode ini paling banyak digunakan di rumah sakit. Tahap-tahap
yang dilakukan yaitu:

16 | Farmasi
a) Menentukan beban penyakit

1) Tentukan beban penyakit periode yang lalu, perkirakan penyakit yang


akan dihadapi pada periode mendatang
2) Lakukan stratifikasi/pengelompokkan masing-masing jenis, misalnya
anak atau dewasa, penyakit ringan, sedang, atau berat, utama atau
alternatif
3) Tentukan prediksi jumlah kasus tiap penyakit dan persentase
(prevalensi) tiap penyakit

b) Menentukan pedoman pengobatan

1) Tentukan pengobatan tiap-tiap penyakit, meliputi nama obat, bentuk


sediaan, dosis, frekuensi, dan durasi pengobatan
2) Hitung jumlah kebutuhan tiap obat per episode sakit untuk masing-
masing kelompok penyakit

c) Menentukan obat dan jumlahnya


1) Hitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk tiap penyakit
2) Jumlahkan obat sejenis menurut nama obat, dosis, bentuk sediaan,
dan lain-lain

Perencanaan dengan menggunakan metode morbiditas ini lebih ideal,


namun prasyarat lebih sulit dipenuhi. Sementara kelemahannya yaitu
seringkali standar pengobatan belum tersedia atau belum disepakati dan
data morbiditas tidak akurat.

2) Metode konsumsi
Metode konsumsi adalah suatu metode perencanaan obat berdasarkan
pada kebutuhan riil obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan koreksi
berdasarkan pada penggunaan obat tahun sebelumnya.

3) Metode gabungan,
Metode Gabungan ini untuk menutupi kelemahan kedua metode diatas.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia no 36 TAHUN 2009 tentang

Farmasi | 17
Kesehatan kaitannya dengan perencanaan obat, pasal 105 menyebutkan
bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi
syarat Farmakope Indonesia dan atau buku standar lain. Pedoman
perencanaan obat untuk rumah sakit yaitu DOEN, Formularium Rumah
Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data
catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit,
sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, atau dari rencana
pengembangan.

Economic Order Quantity (EOQ)

EOQ adalah salah satu alat untuk menngendalikan perencanaan


pengadaan, dalam analisis EOQ Variabel Biaya pemesanan dan variabel
biaya penyimpanan mempunyai hubungan terbalik, yaitu semakin tinggi
frekuensi pemesanan, maka semakin rendah biaya variabel penyimpanan.
Agar biaya variabel pemesanan dan biaya variabel penyimpanan dapat
ditekan serendah mungkin, maka perlu dicari jumlah pembelian yang paling
ekonomis. Syarat berlaku EOQ adalah pada metode Pembelian langsung
Model EOQ, digunakan untuk menentukan berapa banyak barang yang
harus dipesan sebagai persediaan agar tidak kekurangan atau kelebihan.
Model ini menetapkan jumlah order maksimal dalam waktu tertentu dengan
meminimalkan biaya.

18 | Farmasi
Reorder point (ROP)

Agar pembelian bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ tidak


mengganggu kelancaran kegiatan pelayanan, maka diperlukan waktu
pemesanan kembali obat-obatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik
pemesanan kembali adalah:

1) Lead Time (L). Lead time adalah waktu yang dibutuhkan antara obat
dipesan hingga sampai di apotek/rumah sakit. Lead time ini akan
mempengaruhi besarnya obat yang digunakan selama masa lead time,
semakin lama lead time maka akan semakin besar obat yang diperlukan
selama masa lead time.
2) Tingkat pemakaian (D) obat rata-rata persatuan waktu tertentu.
3) Persediaan Pengaman (Safety Stock), yaitu jumlah persediaan obat
minimum yang harus dimiliki oleh rumah sakit/apotek untuk menjaga
kemungkinan keterlambatan datangnya obat, sehingga tidak terjadi
stagnasi.

Safety stock/ Stok Pengaman


Ada beberapa cara untuk menaksir besarnya Safety stock (SS) antara
lain menggunakan rumus.

Farmasi | 19
Dengan :
LT = Lead Time
CA = Average Consumption

2. Pemesanan Obat

a) Permintaan Obat Puskesmas

Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.
Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah
setempat.

Permintaan ada 2 :

1. Rutin : Sesuai jadwal, menggunakan laporan lplpo


2. Khusus : Diluar jadwal distribusi rutin (bon). Ini dilakukan bila : kebutuhan
meningkat, terjadi kekosongan obat, ada kejadian luar biasa/ bencana

Poin-poin yang harus tertera pada bon permintaan obat adalah :

a) Jumlah pemakaian obat rata-rata perhari


b) Jumlah kunjungan resep
c) Jadwal pengiriman obat
d) Sisa stok

Puskesmas dapat melakukan pembelian obat ke apotek. Pembelian dapat


dilakukan dengan dua mekanisme :

1) Puskesmas dapat membeli obat hanya untuk memenuhi kebutuhan obat


yang diresepkan dokter.
2) Jika letak puskesmas jauh dari apotek, puskesmas dapat menggunakan
SP (Surat Pemesanan), dimana obat yang tidak tersedia di fasilitas
distribusi dapat dibeli sebelumnya, sesuai dengan stok yang dibutuhkan

20 | Farmasi
b) Pengadaan Obat Apotek

Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan


Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Secara Legal pemesan obat (pembelian obat) untuk pelayanan apotek, rumah
sakit, klinik kesehatan dan toko obat adalah ke PBF, baik PBF Utama (distributor
utama) atau PBF cabang (Sub distributor), berdasarkan blangko pesanan obat
(SP=Surat Pesanan Obat)8, Surat Pesanan obat dibagi menjadi:

1. SP. Obat umum (SP Reguler)


2. SP. Obat Prekursor farmasi
3. SP. Obat Obat Tertentu
4. SP. Obat Psikotropika
5. SP. Obat Narkotika

Farmasi | 21
1. Surat Pesanan Reguler

Surat pesanan reguler atau surat pesanan obat umum digunakan untuk
pemesanan obat Bebas, Obat Bebas terbatas, obat tradisional dan obat Keras,
dibuat dengan rangkap dua, Surat Pesanan asli untuk PBF, dan tembusannya
untuk pertinggal Apotek. Surat Pesanan ini boleh berisikan berbagai macam jenis
obat, kecuali obat dengan SP khusus.

Gambar 1. Surat Pesananan Reguler

22 | Farmasi
2. Surat Pesanan Obat Prekursor Farmasi,

Surat pesanan ini dibuat sekurang kurangnya rangkap tiga (3), Surat Pesanan ini
hanya digunakan untuk pemesanan obat obat golongan Prekursor farmasi,
misalnya obat yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine /
phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat.

Gambar 2. Surat Pesananan Obat Prekursor Farmasi

Farmasi | 23
3. Surat Pesanan Obat Obat Tertentu,

Surat Pesanan ini dibuat sekurang kurangnya rangkap tiga (3), Surat Pesanan ini
hanya digunakan untuk pemesanan obat obat golongan Tertentu yang sering
disalahgunakan, misalnya tramadol, triheksifenidil, klorpromazin, amitriptilin,
haloperidol dan/atau dekstrometorfan9. Satu Surat Pesanan dapat digunakan
untuk beberapa macam obat.

Gambar 3. Surat Pesananan Obat Obat Tertentu

24 | Farmasi
2. Surat Pesanan Obat Psikotropika,

Surat Pesanan ini dibuat sekurang kurangnya rangkap tiga (3), Surat Pesanan ini
hanya digunakan untuk pemesanan obat obat golongan Psikotropika, misalnya
luminal, diazepam, dll. Satu Surat Pesanan dapat digunakan untuk beberapa
macam obat.

Gambar 4. Surat Pesananan Obat Psikotropika

Farmasi | 25
3. Surat Pesanan Obat Narkotika

Surat Pesanan ini dibuat rangkap lima (5), Surat Pesanan ini hanya digunakan
untuk pemesanan obat obat golongan Narkotika, misalnya Codein, morfina,
apomorfina. Satu Surat Pesanan hanya dapat digunakan untuk pemesan satu obat
narkotika saja. Seandainya ingin memesan Codein HCl 10 mg dan 20 mg, maka
harus menggunakan dua Surat Pesanan obat.

Gambar 5. Surat Pesananan Obat Narkotika

c) Pengadaan Obat Rumah Sakit

Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah


direncanakan dan disetujui melalui :

a. Pembelian :

1. Secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)


2. Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan

26 | Farmasi
b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi:

1. Produksi Steril
2. Produksi Non Steril

Adapun alasan dilakukannya produksi mandiri adalah, jika obat yang dibutuhkan
tidak tersedia dipasaran, jika obat yang diproduksi jauh lebih murah dari pada
membeli, produksi formula khusus yang tidak ada dipasaran, melakukan repacking
dari kemasan besar menjadi kemasan kecil, melakukan pengenceran dari sediaan
pekat.

c. Sumbangan/droping/hibah pembelian secara tender.

Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga layak,
mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar tidak
memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan. Pengadaan memegang peranan
yang penting, karena dengan pengadaan rumah sakit akan mendapatkan obat
dengan harga, mutu dan jumlah, yang sesuai dengan kebutuhan. Rumah sakit
tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien jika persediaan obat tidak ada, hal ini
dapat berakibat fatal bagi pasien dan akan mengurangi keuntungan yang
seharusnya dapat diterima rumah sakit.

Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan


Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah berlaku untuk pengadaan obat di rumah
sakit milik pemerintah, dan di perbaiki dengan PERATURAN PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN
BARANG/JASA PEMERINTAH. Pengadaan obat ini dibiayai oleh Anggaran
Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Dalam Keppres ini, pelaksanaan pengadaan barang/jasa
dilakukan dengan menggunakan:

a. Penyedia barang/jasa, yaitu dengan menggunakan badan usaha atau orang


perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa.
b. Pengadaan barang/jasa swakelola, yaitu direncanakan, dikerjakan, dan
diawasi sendiri oleh institusi pemerintah penanggungjawab anggaran atau
institusi pemerintah penerima kuasa dari penanggungjawab anggaran atau

Farmasi | 27
kelompok masyarakat penerima hibah. Swakelola dapat dilaksanakan oleh
pengguna barang/jasa, instansi pemerintah lain, kelompok
masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima hibah.

Untuk menentukan sistem pengadaan perlu mempertimbangkan jenis, sifat, dan


nilai barang/jasa yang ada. Prinsip pengadaan barang/ jasa yaitu:

1. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan


menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan
2. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan
yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan
3. Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi
penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui
persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan
memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur
yang jelas dan transparan
4. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan
barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara
evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya
terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi
masyarakat luas pada umumnya
5. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi
semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi
keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun
6. Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun
manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang
berlaku dalam pengadaan barang/jasa.

28 | Farmasi
Pengadaan Sediaan Farmasi

Dalam pengadaan sediaan farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu,


manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi. Menurut Undang−Undang Kesehatan
Nomor 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan
obat, obat tradisional dan kosmetika. Sediaan farmasi merupakan komponen
paling penting dari pelayanan kesehatan di apotek, terutama obat. Mengingat
pentingnya sediaan farmasi dalam pelayanan kesehatan, maka diperlukan sistem
manajemen yang baik dan berkesinambungan terkait pengelolaannya.
Kekurangan jumlah sediaan farmasi, terutama obat di sarana pelayanan
kesehatan akan menurunkan tingkat kepercayaan konsumen terhadap suatu
apotek, oleh sebab itu sistem manajemen pengadaan menjadi hal penting untuk
dikelola dengan baik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014, pengadaan


merupakan kegiatan yang dimaksud untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah dan
waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan dilakukan untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian, maka
pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. Pelaksanaan pengadaan
harus tersedia dalam jumlah yang cukup pada waktu yang tepat dan harus diganti
dengan cara teratur berdasarkan ketentuan yang berlaku. Awal dari proses
pengadaan adalah menentukan kebutuhan. Penentuan kebutuhan merupakan
dasar atau landasan bagi kegiatan pengadaan. Dalam menentukan kebutuhan
perlu diperhatikan bahwa barang yang dibutuhkan itu memerlukan waktu agar
proses pengadaan tersebut dapat dilaksanakan.

Penentuan kebutuhan sangat penting karena merupakan landasan kerja bagi


pelaksanaan pengadaan. Apabila terjadi kesalahan dalam menentukan kebutuhan
dapat menimbulkan pemborosan dan kerugian, baik itu pemborosan waktu kerja
juga kerugian material berupa uang. Kerugian semacam ini sering terjadi
dikarenakan kurangnya informasi mengenai persediaan barang dalam gudang
yang diakibatkan kesalahan dalam perencanaannya. Pengelolaan obat di Rumah
Sakit merupakan salah satu aspek menejemen yang sangat penting, karena itu

Farmasi | 29
jika tidak efisien akan berdampak cukup serius terhadap Rumah sakit baik secara
medis maupun ekonomis.

Pengadaan adalah Sebagai proses memperoleh persediaan dari supplier publik


atau pribadi atau melalui pembelian dari pabrik, distributor atau agen, atau
kombinasi diantara nya dalam rangka untuk memperoleh seluruh kebutuhan.
Dalam menjalankan kegiatan operasional sehari hari, sebuah rumah sakit
membutuhkan obat yang selalu tersedia pada saat dibutuhkan. Ketersediaan obat
di rumah sakit terkait erat dengan kualitas layanan kesehatan yang diberikan oleh
rumah sakit tersebut. Keberadaan obat yang dibutuhkan, akan membantu
merawat bahkan memberikan kehidupan bagi sekolompok pasien.

Banyaknya jumlah obat di sebuah rumah sakit menjadi sebuah kendala dalam
proses pengadaan obat tersebut. Semakin banyak jenis obat yang digunakan,
semakin sulit pula dalam mengendalikan persediaan obat. Hal ini dapat
disebabkan karena makin bertambahnya jumlah supplier yang terlibat dalam
pengadaan obat. Perkembangan teknologi informasi yang luar biasa di era saat
ini, dapat dimanfaatkan oleh rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan yang
berkesinambungan terhadap obat serta menjalin hubungan yang lebh baik dengan
supplier penyedia obat. Salah satu bentuk sistem informasi yang dapat digunkan
oleh rumah sakit adalah sebuah aplikasi berbasiskan web yang dikenal dengan
nama “e- Procurement”. Aplikasi ini dapat digunakan oleh Bagian Logistik dari
rumah sakit yang bersangkutan serta para supplier yang sudah menjalin kerja
sama sebelumnya dengan rumah sakit. Dengan adanya aplikasi tersebut, proses
pengadaan obat menjadi lebih mudah dan efisien. Dengan demikian ketersediaan
akan obat dapat terus terjaga. Hal ini disebabkan, supplier dapat memonitor
kebutuhan obat dari rumah sakit yang bersangkutan.

Manajemen obat di rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Berkaitan dengan pengelolaan obat di rumah sakit, Departemen Kesehatan RI
melalui SK No. 85/Menkes/Per/1989, menetapkan bahwa untuk membantu
pengelolaan obat di rumah sakit perlu adanya Panitia Farmasi dan Terapi,
Formularium dan Pedoman Pengobatan.

Pedoman pengobatan yaitu standar pelayanan medis yang merupakan standar


pelayanan rumah sakit yang telah dibakukan bertujuan mengupayakan

30 | Farmasi
kesembuhan pasien secara optimal, melalui prosedur dan tindakan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit.
Mengenai biaya obat, menurut Andayaningsih, biaya obat sebesar 40% dari total
biaya kesehatan. Menurut Depkes RI secara nasional biaya obat sebesar 40%-
50% dari jumlah operasional pelayanan kesehatan. Mengingat begitu pentingnya
dana dan kedudukan obat bagi rumah sakit, maka pengelolaannya harus
dilakukan secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi pasien dan rumah sakit.

Pengelolaan obat di rumah sakit meliputi tahap tahap seleksi dan perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan yang saling terkait satu
sama lainnya, sehingga masing masing harus dapat berfungsi dengan baik, jika
ada salah satu fungsi yang tidak berjalan dengan baik, maka akan dapat
mempengaruhi fungsi yang lain dan akhirnya dapat mengganggu menejemen
secara keseluruhan.

Dalam pengelolaan obat pengendaliaan sebaiknya dilakukan mulai dari tahap


seleksi meliputi penentuan jumlah kebutuhan, rekapitulasi kebutuhan dan dana.
Pengendalian juga dibutuhkan pada bagian pengadaan, berhubungan dengan
penentuan metode pengadaan, penentuan rekanan, spesifikasi perjanjian dan
pemantauan pemensanan. Dibagian penyimpanan, perlu di kendalikan mulai saat
obat di terima berhubungan dengan kualitas fisik obat dan masa kadaluarsa obat
serta penyimpana obat agar kualitas dapat terjamin, Sedangkan pengendalian
pada system distribusi hendaknya obat dapat terdistribusi dengan baik sehingga
seluruh kebutuhan dapat dipenuhi.

1. Pemesan Obat

Secara Legal pemesan obat (pembelian obat) untuk pelayanan apotek, rumah
sakit, klinik kesehatan dan toko obat adalah ke PBF, baik PBF Utama (distributor
utama) atau PBF cabang (Sub distributor), berdasarkan blangko pesanan obat
(SP=Surat Pesanan Obat), Surat Pesanan obat dibagi menjadi :

1) SP. Obat umum (SP Reguler)

Farmasi | 31
2) SP. Obat Prekursor farmasi
3) SP. Obat Obat Tertentu
4) SP. Obat Psikotropika
5) SP. Obat Narkotika

2. Surat Pesanan Obat umum

Surat Pesanan Obat umum digunakan untuk pemesanan obat Bebas, Obat Bebas
terbatas, obat tradisional dan obat Keras, dibuat dengan rangkap dua, Surat
Pesanan asli untuk PBF, dan tembusannya untuk pertinggal Apotek. Surat
Pesanan ini boleh berisikan berbagai macam jenis obat, kecuali obat dengan SP
khusus.

3. Surat Pesanan Obat Prekursor farmasi,

Surat pesanan ini dibuat sekurang kurangnya rangkap tiga (3), Surat Pesanan ini
hanya digunakan untuk pemesanan obat obat golongan Prekursor farmasi,
misalnya obat yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine /
phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat. Satu

4. Surat Pesanan Obat Obat Tertentu,

Surat Pesanan ini dibuat sekurang kurangnya rangkap tiga (3), Surat Pesanan ini
hanya digunakan untuk pemesanan obat obat golongan Tertentu yang sering
disalahgunakan, misalnya tramadol, triheksifenidil, klorpromazin, amitriptilin,
haloperidol dan/atau dekstrometorfan. Satu Surat Pesanan dapat digunakan untuk
beberapa macam obat.

5. Surat Pesanan Obat Psikotropika,

Surat Pesanan ini dibuat sekurang kurangnya rangkap tiga (3), Surat Pesanan ini
hanya digunakan untuk pemesanan obat obat golongan Psikotropika, misalnya
luminal, diazepam, dll. Satu Surat Pesanan dapat digunakan untuk beberapa
macam obat.

32 | Farmasi
6. Surat Pesanan Obat Narkotika

Surat Pesanan ini dibuat rangkap lima (5), Surat Pesanan ini hanya digunakan
untuk pemesanan obat obat golongan Narkotika, misalnya Codein, morfina,
apomorfina. Satu Surat Pesanan hanya dapat digunakan untuk pemesan satu obat
narkotika saja. Seandainya ingin memesan Codein HCl 10 mg dan 20 mg, maka
harus menggunakan dua Surat Pesanan obat.

Rangkuman

1. Pengelolaan persediaan farmasi di rumah sakit, puskesmas ataupun


apotek mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan obat pada proses
pelayanan
2. Perencanaan kebutuhan obat dapat disusun berdasarkan data konsumsi
sebelumnya (metode konsumsi) atau dengan menghitung jumlah kasus
dan jumlah obat sesuai standar terapi (metode morbiditas)
3. Pengadaan obat di apotek dan rumah sakit secara langsung ke distributor
farmasi dengan surat pesanan (SP), sedangkan pengadaan di puskesmas
yaitu dengan menyusun permintaan yang di tujukan ke instalasi farmasi
kabupaten/kota dengan LPLPO.

Farmasi | 33

Anda mungkin juga menyukai