Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENDIDIKAN PADA MASA USIA SEKOLAH

TUGAS

DI SUSUN OLEH :

Rani 22014014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH KENDARI

2020/2021
DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
A. Latar belakang ................................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................................ 5
BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
A. Pendidikan nonformal .................................................................................................................... 6
B. Pendidikan Anak Usia Dini .......................................................................................................... 12
C. Masalah-masalah pokok dalam Pendidikan Anak Usia Dini ....................................................... 14
BAB III ................................................................................................................................................. 16
SOLUSI ................................................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 22

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidkan Nasional Negara Republik Indonesia No.

20 Tahun 2003, Pasal satu menyatakan bahwa Satuan pendidikan adalah kelompok layanan

pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal

pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Dari ke tiga jalur pendidikan tersebut Pendidikan

nonformal didefinissikan sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Dalam pasal 26 undang-undang tersebut pada

ayat 1 bahwa Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang

memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau

pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Artinya

bahwa warga masyarakat memiliki peranan penting dalam melaksanakan kegiatan pendidikan

untuk generasi muda. Bahwa masyarakat bekerja sama dengan pemerintah dalam

mewujudkan pendidikan sepanjang hayat (ongoing Formation). Adapun fungsi Pendidikan

nonformal yakni mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan

pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian

profesional. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan non formal lebih menekankan fungsi

motorik pada peserta didik untuk tampil dalam dunia usaha, fungsi pendidikan non formal

tercantum dalam pasal 26 ayat 2 pada undang-undang tersebut diatas. Ada beberapa bentuk

Pendidikan nonformal antara lain: pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,

pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,

pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain

yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

1
Bebrapa karakteristik dari pendidikan non formal diantaranya adalah sebagai berikut:

Tempat pembelajaran pendidikan non formal bisa diadakan di luar gedung; Pendidikan

nonformal Kadang tidak ada persyaratan khusus; Pada Umumnya pendidikan non formal

tidak memiliki jenjang yang jelas; Adanya program tertentu yang khusus hendak ditangani

oleh pendidikan non formal; pendidikan nonformal bersifat praktis dan khusus;

Pendidikannya berlangsung singkat; Terkadang ada ujian; Pendidikan nonformal dapat

dilakukan oleh pemerintah atau swasta. Dari karakteristik Pendidikan nonformal sangat jelas

bahwa Pendidikan non formal memiliki peran penting dalam pembangunan. Pendidikan

nonformal mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap

langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan

zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan

sebelumnya. Mengenai masalah pedidikan non formal, perhatian pemerintah kita masih terasa

sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan non formal yang

makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan

yang mahal. Minimnya Pastisipasi orang tua dan masih banyak hal yang lain. Dampak dari

pendidikan nonformal yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan

ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan non formal baik di

tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten, apa lagi ke tingkat kecamatan dan

pedesaan di daerah- daerah terpencil.

Salah satu bentuk Pendidikan non formal adalah Pendidikan Anak Usia Dini.

Pendidikan nonformal tersebut adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar.

Pada jenjang pendidikan ini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak

sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pembinaan tersebut dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani

2
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia

dini juga merupakan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah

pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, sosio emosional, bahasa da komunikasi.

Jenjang pendidikan ini disesuaikan dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang

dilalui oleh anak usia dini.

Adapun tujuan pendidikan anak usia dini yaitu untuk membentuk anak yang

berkualitas. Bahwa anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat

perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan

dasar serta mengarungi 3 kehidupan di masa dewasa. Tujuan lain adalah Tujuan Penyerta

yaitu untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar di sekolah. Dalam

undang-undang sistem pendidikan nasional, pada pasal 28 ayat 1 dikatakan bahwa anak usia

dini adalah berkisar antara nol sampai enam tahun. Sementara itu di beberapa Negara, anak

usia dini berkisar antara nol sampai delapan tahun menurut kajian rumpun keilmuan

pendidikan anak usia dini. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakkar,

Senegal, telah menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk

semua (The Dakkar Frame work for Action Education for All). Salah satu butir dari

kesepakatan tersebut menyatakan bahwa: “memperluas dan memperbaiki keseluruhan

perawatan dan pendidikan anak usia dini (PAUD), terutama bagi anak-anak yang sangat

rawan dan kurang beruntung”. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan anak pada usia dini

telah menjadi perhatian internasional.

Menurut hasil penelitian di bidang neurologi seperti yang dilakukan oleh Dr.

Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat,

mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai

50% (Cropley, 1999: 94). Artinya pendidikan anak seharusnya dimulai pada jenjang usia nol

3
sampai empat tahun. Bila pendidikan pada jenjang ini tidak dilakukan maka otak anak

tersebut juga tidak mendapatkan ransangan yang maksimal. Jika jenjang tersebut tidak

direalisasikan maka perkembangan otak pada anak tersebut juga tidak berkembang secara

normal dan optimal. Hal yang berlawanan adalah Anggapan bahwa pendidikan baru bisa

dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun ternyata tidaklah benar. Bahkan

pendidikan yang dimulai pada usia Taman Kanak-kanak (4-6 tahun) pun sebenarnya sudah

terlambat. Akan tetapi hal itu pun belum disadari oleh banyak kalangan, lebih-lebih di daerah

pelosok mengenai proses perkembangan otak pada anak usia dini.

Selain itu ada juga pengaruh dari lingkungan terhadap perkembangan otak pada anak

usia dini. Menurut hasil penelitian di Baylor College of Medicine menyatakan bahwa

lingkungan memberi peran yang sangat besar dalam pembentukan sikap, kepribadian, dan

pengembangan kemampuan anak secara optimal. Hal ini berarti bahwa Anak yang tidak

mendapat lingkungan baik untuk merangsang pertumbuhan otaknya maka perkembangan

otaknya akan lebih kecil 20 - 30% dari ukuran normal seusianya. Secara keseluruhan hingga

usia delapan tahun, 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas

kecerdasan anak hanya bertambah 30% setelah usia empat tahun hingga mencapai usia

delapan tahun. Selanjutnya kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah

berusia sekitar 18 tahun (Abdulhak, 2002). Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0-8

tahun disebut masa emas (golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan

kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak

melalui perhatian kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.

bertambah 30% setelah usia empat tahun hingga mencapai usia delapan tahun. Selanjutnya

kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah berusia sekitar 18 tahun

(Abdulhak, 2002). Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0-8 tahun disebut masa emas

(golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga

4
sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak melalui perhatian kesehatan

anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.

Namun pelayanan anak usia dini masih sangat jauh dari apa yang diharapkan.

Meskipun sudah ada undang-undang tentang pendidikan non formal dan juga pendidikan

anak usia dini, tetapi toh pelayanan anak usia dini tetap masih memperhatinkan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan non formal?

2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan anak usia dini?

3. Apa saja masalah-masalah pokok pendidikan anak usia dini?

4. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasinya?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui arti pendidikan non formal.

2. Untuk mengetahui arti pendidikan anak usia dini.

3. Untuk mengetahui macam-macam masalah pokok pendidikan anak usia dini.

4. Untuk mengetahui solusi dari masalah-masalah pendidikan anak usia dini.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal dengan berbagai atribut dan nama atau istilah lainnya, baik disebut

dengan, mass education, adult education, lifelong education, learning society, out-of-school

education, social education dll, merupakan kegiatan yang terorganisir dan sistematis yang

diselenggarakan di luar subsistem pendidikan formal. (Sudjana, 1994:38. R.A. Santoso,

1955:10). Meskipun kesemua istilah tersebut memiliki perbedaan dan kesamaan dengan

pendidikan nonformal, akan tetapi sangat sulit untuk merumuskan pengertian yang

konprehensif dan berlaku umum, mengingat titik pandang yang berbeda. Berikut ini

diuraikan berbagai definisi tentang pendidikan nonformal yang dikemukakan oleh para ahli:

1) Pendidikan nonformal adalah usaha yang terorganisir secara sistematis dan kontinyu

di luar sistem persekolahan, melalui hubungan sosial untuk membimbing individu,

kelompok dan masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita sosial (yang efektif) guna

meningkatkan taraf hidup dibidang materil, sosial dan mental dalam rangka usaha

mewujudkan kesejahteraan sosial. Hamojoyo (1973:vii):

2) Secara luas Coombs (1973:11) memberikan rumusan tentang pendidikan nonformal

adalah: setiap kegiatan pendidikan yang terorganisasi, diselenggarakan di luar

pendidikan persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian

penting dari suatu kegiatan yang lebih luas dengan maksud memberikan layanan

khusus kepada warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar.

3) Niehoff, (1977:8) merumuskan pendidikan nonformal secara terperinci yakni:

Nonformal education is defined for our purpose as the method of assessing the needs

end interests of adults and out-of school youth in developing countries-of

6
communicating with them, motivating them to patterns, and related activities which

will increase their productivity and improve their living standard.

4) Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan sosial dalam hal ini adalah Semua

kegiatan pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan olah raga dan rekreasi yang

diselenggarakan di luar sekolah bagi pemuda dan orang dewasa, tidak termasuk

kegiatan-kegiatan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum

sekolah. (article. 2) lifelong learning in Japan. (1992:39)

Dari definisi-definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa pendidikan nonformal

dalam proses penyelenggaraannya memiliki suatu sistem yang terlembagakan, yang di

dalamnya terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan nonformal perlu

perencanaan program yang matang, melalui kurikulum, isi program, sarana, prasarana,

sasaran didik, sumber belajar, serta faktor-faktor yang satu sama lain tak dapat dipisahkan

dalam pendidikan nonformal.

Pada definisi lain Coombs menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran yang dianggap

cocok dengan penyelenggaraan pembelajaran pada pendidikan nonformal terutama mengenai

sistem pembelajaran individual dan sistem pembelajaran kelompok. Pada definisi tersebut

Coombs menjelaskan, bahwa pendekatan kelompok dalam penyelenggaraan pembelajaran

pendidikan nonformal lebih dominan ketimbang pendekatan individual. Kenapa demikian

karena dengan kelompok proses pembelajaran atau transfer pengetahuan, keterampilan akan

lebih efektif. Pada konteks lain pendidikan nonformal sering disebut dengan istilah

pendidikan luar sekolah (outof-school education). Istilah ini mengacu pada penyelenggaraan

pendidikan di luar sistem sekolah atau di luar kurikulum yang diprogram secara nasional

untuk sekolah.

7
Istilah pendidikan luar sekolah sebenarnya lebih popular di Indonesia ketimbang di

Negara-negara lain (baik negara maju maupun negara dunia ke tiga). Pengungkapan istilah

pendidikan nonformal memberikan informasi bahwa pada hakikatnya pendidikan tidak hanya

diselenggarakan di pendidikan formal saja, tetapi juga di pendidikan nonformal. Hal ini

sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, pasal 1:

1. ayat (10) Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap

jenjang dan jenis pendidikan;

2. ayat (11) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang

yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi;

3. ayat (12) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal

yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang;

4. ayat (13) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Berdasarkan padapernyataan di atas, maka pendidikan nonformal merupakan salah

satu jalur dari penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia.

Pendidikan nonformal diselenggarakan melalui tahapan-tahapan pengembangan bahan


belajar, pengorganisasian kegiatan belajar, pelaksanaan belajar mengajar dan penilaian. Hal
ini sejalan dengan pendapat Knowles, bahwa langkah-langkah pengelolaan kegiatan belajar
meliputi:

1. menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar;

2. menetapkan struktur organisasi pengelola program belajar;

3. mengidentifikasi kebutuhan belajar;

4. merumuskan arah dan tujuan belajar;

5. menyusun pengembangan bahan belajar;

6. melaksanakan kegiatan belajar; dan

8
7. melakukan penilaian.

Bahan belajar yang disediakan pada pendidikan nonformal mencakup keseluruhan

pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan aspek kehidupan. Hal ini ditujukan

untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan belajar yang timbul dalam kehidupan

masyarakat. Kebutuhan belajar terasa dan prioritas program nasional. Yang dimaksud

kebutuhan belajar terasa adalah kebutuhan belajar yang dirasakan oleh setiap anggota

masyarakat, sedangkan prioritas program nasional berhubungan dengan tuntutan pengetahuan

dan keterampilan yang perlu dimiliki setiap anggota masyarakat berdasarkan pertimbangan

kepentingan nasional.

Oleh karena itu keberadaan pendidikan nonformal saat ini semakin dibutuhkan oleh

masyarakat karena berbagai alasan meliputi:

1. Kemajuan teknologi;

2. Kebutuhan pendidikan keterampilan yang tidak bisa dijawab oleh pendidikan formal;

3. Keterbatasan akses pendidikan formal untuk menjangkau masyarakat suku terasing,

masyarakat nelayan, pedalaman, serta masyarakat miskin yang termarjinalkan;

4. Persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kehidupan dan perkembangan

masyarakat terutama berkaitan dengan; i) pertambahan penduduk dan pencemaran

lingkungan; ii) keinginan untuk maju; iii) perkembangan alat komunikasi dan; iv)

terbentuknya bermacam-macam organisasi sosial.

Berdasar kepada kriteria tersebut, kebutuhan pendidikan nonformal semakin nyata dalam

menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik yang

menyangkut persoalan pendidikan maupun persoalan sosial lainnya. Pada sisi yang lebih

ideal pendidikan nonformal semakin nyata dibutuhkan terutama dalam usaha pengembangan

9
dan implementasi belajar sepanjang hayat (lifelong learning) atau di Jepang disebut dengan

istilah shogai gakushu.

Pertama, sebagai pelengkap (complement) bahan belajar yang diselenggarakan di

sekolah; kedua sebagai penambah (supplement) bahan belajar yang dipelajari di sekolah; dan

ketiga, sebagai lembaga pilihan lain yang berdiri sendiri (substitut). Di Jepang pengembangan

konsep “shogai gakushu” mulai diperkenalkan sekitar tahun 1960-an di seluruh Jepang,

Pemerintah Jepang saat itu dan masyarakatnya menganggap bahwa konsep belajar sepanjang

hayat sangat relevan dengan kehidupan masyarakat terutama dalam meningkatkan kesadaran

masyarakat akan pendidikan melalui berbagai kegiatan pendidikan nonformal. Ogawa (1991)

menjelaskan

The main principle of social education is twofold: (1) to ensure every citizen’s right to

learn, in particular those who lack a proper school education, and (2) to promote participatory

democracy by enlightening people through learning in their own communities.

Pentingnya peran pendidikan nonformal di masyarakat bisa di analisis dari jenis

kebutuhan belajar yang beragam, hal ini sejalan dengan pendapat para ahli di bidang

pendidikan nonformal. Lebih jauh Coombs mengungkapkan bahwa program belajar bagi

masyarakat perdesaan di dunia ketiga dapat dikelompokan kedalam:

1. Pendidikan umum atau dasar, meliputi program literasi, pengertian dasar mengenai
ilmupengetahuan dan lingkungan, dan sebagainya;

2. pendidikan kesejahteraan keluarga, terutama dirancang untuk menyebarkan


pengetahuan, keterampilan dan sikap yang bermanfaat untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga;

3. pendidikan kemasyarakatan;

4. pendidikan kejuruan.

Sedangkan, Herbinson yang dikutip Simkins mengajukan pengelompokan program

belajar pendidikan nonformal berdasar atas peningkatan produktivitas kerja yaitu:

10

1. program peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat yang telah
bekerja;

2. program penyiapan angkatan kerja, terutama bagi masyarakat yang belum bekerja;
dan

3. program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman di luar


dunia kerja.

Berdasar kepada kondisi-kondisi tersebut program pendidikan nonformal dapat

dikelompokan ke dalam dua hal, yakni:

1. Program pendidikan dasar, yang memberikan pelayanan belajar kepada masyarakat

yang belum memiliki kemampuan-kemampuan dasar, seperti program literasi.

2. Program pendidikan lanjutan, yang memberikan pelayanan pendidikan untuk

mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ke jenjang yang

lebih tinggi, seperti; pendidikan untuk peningkatan produktivitas kerja.

Pada sasaran pengembangan kelompok pertama pendidikan nonformal memiliki peran

mendasar dalam rangka membangun kemampuan dasar masyarakat (sasaran didiknya),

terutama dalam implementasi belajar sepanjang hayat. Maka pendidikan nonformal memiliki

tugas khusus bukan hanya sekedar tuntutan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun akan

tetapi yang paling penting mencerdaskan masyarakat pada level literasi (pembebasan buta

huruf) berarti membuka wawasan dan cakrawala masyarakat ke arah kemajuan dan

perubahan hidup dan kehidupan yang baru. Program pendidikan dasar melalui pendidikan

nonformal jangan hanya dikategorikan sekedar menyelesaikan masalah tingginya angka drop

out pendidikan dasar dan menjadi sorotan dunia internasional yang berpengaruh terhadap

HDI (human development index), akan tetapi tugas ini harus dianggap sebagai suatu

kewajiban dalam menata lifelong education pada tingkat awal.

11
B. Pendidikan Anak Usia Dini

Anak usia dini sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang Sisdiknas tahun

2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa: “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya

pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan

lebih lanjut”. Batasan lain mengenai usia dini pada anak berdasarkan psikologi

perkembangan yaitu antara usia 0–8 tahun.

Di samping istilah pendidikan anak usia dini terdapat pula terminologi pengembangan

anak usia dini yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan atau pemerintah untuk

membantu anak usia dini dalam mengembangkan potensinya secara holistik baik aspek

pendidikan, gizi maupun kesehatan (Direktorat PADU, 2002:3).

Pertumbuhan sering dikaitkan dengan kata perkembangan sehingga ada istilah

tumbuh kembang. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pertumbuhan merupakan bagian

dari perkembangan. Namun sebenarnya pertumbuhan dan perkembangan adalah dua hal yang

berbeda. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran dan bentuk tubuh atau anggota tubuh,

misalnya bertambah berat badan, bertambah tinggi badan, bertambah lingkaran kepala,

bertambah lingkar lengan, tumbuh gigi susu, dan perubahan tubuh yang lainnya yang biasa

disebut pertumbuhan fisik. Pertumbuhan dapat dengan mudah diamati melalui penimbangan

berat badan atau pengukuran tinggi badan anak. Pemantauan pertumbuhan anak dilakukan

secara terus menerus dan teratur.

Adapun perkembangan adalah perubahan mental yang berlangsung secara bertahap

dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan yang sederhana menjadi kemampuan yang lebih

sulit, misalnya kecerdasan, sikap, tingkah laku, dan sebagainya. Proses perubahan mental ini

juga melalui tahap pematangan terlebih dahulu. Bila saat kematangan belum tiba maka anak

12
sebaiknya tidak dipaksa untuk meningkat ke tahap berikutnya misalnya kemampuan duduk

atau berdiri.

Pertumbuhan dan perkembangan masing-masing anak berbeda, ada yang cepat dan ada yang

lambat, tergantung faktor bakat (genetik), lingkungan (gizi dan cara perawatan kesehatan),

dan konvergensi (perpaduan antara bakat dan lingkungan). Oleh sebab itu perlakuan terhadap

anak tidak dapat disamaratakan, sebaiknya dengan mempertimbangkan tingkat pertumbuhan

dan perkembangan anak (Diktentis Diklusepa, 2003:8).

Pada saat anak dilahirkan ia sudah dibekali tuhan dengan struktur otak yang lengkap,

namun baru mencapai kematangannya pada saat setelah di luar kandungan. Bayi yang baru

dilahirkan memiliki 100 miliar neuron dan bertriliun-triliun sambungan antar neuron. Melalui

persaingan alami akhirnya sambungan-sambungan yang tidak atau jarang digunakan akan

mengalami atrofi. Pemantapan sambungan terjadi apabila neuron mendapatkan informasi

yang mampu menghasilkan letupan-letupan listrik. Letupan tersebut merangsang

bertambahnya produksi myelin yang dihasilkan oleh zat perekat glial. Semakin banyaknya zat

myelin yang diproduksi maka semakin banyak dendrit-dendrit yang tumbuh, sehingga akan

semakin banyak synapse yang berarti lebih banyak neuron-neuron yang menyatu membentuk

unit-unit. Kualitas kemampuan otak dalam menyerap dan mengolah informasi tergantung dari

banyaknya neuron yang membentuk unit-unit. Otak manusia bersifat hologram yang dapat

mencatat, menyerap, menyimpan, mereproduksi dan merekonstruksi informasi.

Kemampuan otak yang dipengaruhi oleh kegiatan neuron ini tidak bersifat spontan,

tetapi dipengaruhi oleh mutu dan frekuensi stimulasi yang diterima indra. Stimulasi pada

tahun-tahun pertama kehidupan anak sangat mempengaruhi struktur fisik otak anak, dan hal

tersebut sulit diperbaiki pada masa-masa kehidupan selanjutnya. Implikasinya adalah bahwa

anak yang tidak mendapatkan stimulasi psikososial seperti jarang disentuh atau jarang diajak

bermain akan mengalami berbagai penyimpangan perilaku. Penyimpangan tersebut dalam

13
bentuk hilangnya citra diri yang berakibat pada rendah diri, sangat penakut, dan tidak

mandiri, atau sebaliknya menjadi anak yang tidak memiliki rasa malu dan terlalu agresif.

Stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan anak tidak akan memberikan

arti bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak tidak menguntungkan.

Pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara pengasuhan dan pemberian makan

serta stimulasi anak pada usia dini yang sering disebut critical period ini. Gizi yang tidak

seimbang maupun gizi buruk serta derajat kesehatan anak yang rendah akan menghambat

pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat,

menyerap, mereproduksi dan merekonstruksi informasi. Di samping itu, rendahnya derajat

kesehatan dan gizi anak akan menghambat pertumbuhan fisik dan motorik anak yang juga

berlangsung sangat cepat pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Gangguan yang terjadi

pada pertumbuhan fisik dan motorik anak, sulit diperbaiki pada periode berikutnya, bahkan

dapat mengakibatkan cacat yang permanen (Dirjen Diklusepa, Depdiknas: 2002).

Konsep di atas menuntut adanya pengintegrasian aspek psiko-sosial/pendidikan, gizi dan

kesehatan dalam proses tumbuh kembang anak atau dengan kata lain anak mendapatkan

layanan dasar secara holistik. Dalam perkembangan anak, pada saat-saat tertentu dapat terjadi

kemandegan tugas-tugas perkembangan (discontinuity), misalnya karena sakit, namun setelah

masa ini berlalu ada tugas perkembangan yang bisa dikejar dan ada pula yang tidak bisa

dikejar sama sekali.

C. Masalah-masalah pokok dalam Pendidikan Anak Usia Dini.

Masalah-masalah pokok dalam pendidikan anak usia dini adalah ) kurangnya

kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan pada anak usia dini; (2) masih terbatas

dan tidak meratanya lembaga layanan PAUD yang ada di masyarakat terutama di pedesaan.

(3) rendahnya dukungan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini.

Ketua Umum Himpunan Pendidik PAUD Seluruh Indonesia (Himpaudi) Netti Herawati

14
mengatakan, ada delapan masalah dalam dunia pendidikan anak, khususnya anak usia dini

(PAUD). Menurutnya, delapan masalah tersebut yakni: pertama adalah bahwa tingkat

pendidikan guru di mana hanya 23,06 persen berpendidikan S1. Sementara menurut Standar

Nasional Pendidikan seharusnya Guru PAUD baik Formal maupun Non Formal minimal S1

PAUD/Psikologi/Kependidikan. Kedua adalah persoalan kualitas Program dan lembaga

PAUD dan masih sepertiga anak usia 3-6 tahun yang belum mendapat layanan PAUD saat

ini.

Permasalahan yang Ketiga adalah keterlibatan keluarga yang belum seiring sejalan

dan bersama lembaga PAUD. Padahal, PAUD adalah kerja membangun Fondasi bangsa dan

tumbuh kembangkan anak. Permasalahan yang keempat adalah pembelajaran di PAUD yang

seharusnya 80 persen membangun sikap, namun saat ini justru fokus pada pembelajaran

calistung yang bernuansa akademik. Permasalahan yang kelima adalah investasi pendidikan.

Permasalahn yang keenam adalah masalah gizi. Permasalahan yang ketujuh adalah status

guru PAUD non formal yang belum dianggap sebagai guru. Permasalahan yang kedelapan

adalah tantangan eksternal Undang-undang Guru dan Dosen yang masih dikotomi sampai

saat ini setelah 10 tahun berjalan.

15
BAB III

SOLUSI

A. Solusi yang pertama adalah tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan kualitas

pendidikan serta langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah.

“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal

Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007). Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan

dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,

antara lain yaitu: Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan

akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari

angka partisipasi. Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan,

seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender. Langkah ketiga, meningkatkan mutu

pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-

rata kelulusan dalam ujian nasional. Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah

jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan

tenaga siap pakai yang dibutuhkan. Langkah kelima, pemerintah berencana membangun

infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.

Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini

dianggarkan Rp 44 triliun. Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam

aplikasi pendidikan. Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa

menikmati fasilitas pendidikan.

Solusi untuk permasalahan pertama bahwa tingkat pendidikan guru di mana hanya

23,06 persen berpendidikan S1. Sementara menurut Standar Nasional Pendidikan seharusnya

Guru PAUD baik Formal maupun Non Formal minimal S1 PAUD/Psikologi/Kependidikan.

Solusi Permasalahan tersebut perlu melakukan pengecekkan pada proses perekrutan guru

16
untuk menjadi guru pendidik anak usia dini. Pengecekkan tersebut dilakukan pada seleksi

dokumen, tes tertulis, wawancara, pengalaman kerja hingga sampai pada surat keputusan

kepala dinas Pendidikan. Bila proses seleksi memenuhi seluruh kriteria yang ada maka

seharusnya tidak ada guru yang berpendidikan di bawah level S1 berdasarkan standar

nasional Pendidikan.

Solusi untuk persoalan kualitas Program dan lembaga PAUD. Untuk persoalan

kualitas program dan lembaga pendidikan anak usia dini. Pendidikan luar sekolah didasari

oleh empat asas yaitu asas kebutuhan, asas pendidikan sepanjang hayat, asas relevansi dengan

pembangunan masyarakat, dan asas wawasan ke masa depan. Dalam hal ini perhatian lebih

ditujukan pada asas pendidikan sepanjang hayat yang relevan dengan topik yang sedang

dibahas. Hawes, (Trisnamansyah, 2003: 7) mengemukakan dua puluh karakteristik

pendidikan sepanjang hayat, antara lain: Pendidikan sepanjang hayat tidak hanya terbatas

pada pendidikan orang dewasa tapi juga meliputi serta menyatukan semua tingkat pendidikan

prasekolah, SD, SLTP dan seterusnya. Ini merupakan pandangan pendidikan secara

menyeluruh. Berdasarkan karakteristik di atas maka pendidikan prasekolah telah diakui

sebagai bagian dari pendidikan sepanjang hayat. Hal yang sama juga diungkapkan oleh

Worth, W.H. (Cropley, 1999: 43) yang mengemukakan bahwa pendidikan tidak boleh

menolak anak di bawah umur enam tahun dan menganjurkan pendidikan anak-anak awal

yang disebutnya “Early Ed. Tiga tujuan pokok “Early Ed”, yang meliputi perlengkapan

stimulasi, membantu pemahaman identitas, dan menciptakan pengalaman sosialisasi yang

tepat. Aspek terpenting anjuran Worth ialah pendidikan anak usia dini sebagai fase pertama

sistem pendidikan seumur hidup. Ia menyarankan bahwa tujuannya harus memuat

pengembangan keterampilan untuk mendayagunakan informasi dan simbol-simbol,

meningkatkan apresiasi bermacam-macam mode ekspresi diri, memelihara keinginan dan

kemampuan berpikir, menanamkan keyakinan setiap anak tentang kemampuannya untuk

17
belajar, membantu perasaan harga diri, dan akhirnya, meningkatkan kemampuan untuk hidup

dengan orang lain. Worth melihat pendidikan anak usia dini meliputi variable yang kompleks

dalam bidang kognitif, motivasi dan sosio affektif yang jika berkembang dengan tepat akan

menjadi basis pemenuhan diri dalam kehidupan. Dengan demikian Worth mengakui

pentingnya pendidikan anak-anak usia prasekolah sebagai salah satu fase pendidikan seumur

hidup. Sedangkan masih ada sepertiga anak usia 3-6 tahun yang belum mendapat layanan

PAUD saat ini, Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa dari

jumlah 26,09 juta anak usia 0-6 tahun, sebagian besar (sekitar 17, 99 juta anak atau 68,9%)

belum terlayani dalam pendidikan prasekolah. Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal

hanya mampu melayani sekitar 2 (dua) juta anak dari 12,6 juta anak usia 4-6 tahun yang ada.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka sewajarnya bila peran Pendidikan Luar

Sekolah yang mencakup pendidikan nonformal dan informal – dalam memberikan pelayanan

pendidikan dini pada anak-anak yang tak memperoleh pendidikan di jalur pendidikan formal

sangatlah penting dan mendesak. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diselenggarakan

pendidikan luar sekolah berupa kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan

pendidikan anak usia dini yang sejenis.

Kelompok bermain adalah salah satu bentuk layanan PAUD bagi anak usia tiga –

enam tahun, yang berfungsi untuk meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan bagi anak usia dini dalam menyesuaikan diri

dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya, sehingga

siap memasuki pendidikan dasar.Taman Penitipan Anak adalah wahana pendidikan dan

pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka

waktu tertentu selama orangtuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam

menagsuh anaknya karena bekerja atau sebab lain.

18
Satuan PAUD sejenis merupakan bentuk-bentuk layanan PAUD lainnya yang tidak

diselenggarakan dalam bentuk taman penitipan anak ataupun kelompok bermain. Satuan

PAUD sejenis dapat berbentuk: PAUD dalam keluarga dan berbagai layanan pendidikan

lainnya, baik yang bersifat khusus maupun umum yang diselenggarakan bagi anak usia dini.

PAUD Terintegrasi Posyandu atau Pospadu adalah pengembangan dari satuan PAUD sejenis,

yang merupakan upaya pendidikan bagi anak usia dini yang dilaksanakan dengan

mengintegrasikan pendidikan dengan program posyandu, sehingga anak memperoleh layanan

dasar secara holistik/menyeluruh yang mencakup layanan gizi, kesehatan, dan pendidikan.

Permasalahan yang Ketiga adalah keterlibatan keluarga yang belum seiring sejalan dan

bersama lembaga PAUD. Padahal, PAUD adalah kerja membangun Fondasi bangsa dan

tumbuh kembangkan anak. Rumah memegang peranan pertama, tajam dan penting dalam

memulai proses belajar sepanjang hayat yang terus berlanjut sepanjang kehidupan individu

melalui proses belajar keluarga. Dalam keluargalah anak pertama kali mendapatkan

pengalaman belajarnya dimana diketahui bersama bahwa keluarga merupakan tempat belajar

di luar sekolah. Di dalam kehidupan keluarga ini terjadi interaksi, didalamnya berupa

transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan

tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini

(Sudjana, 2001: 63).

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang

dapat diberikan yaitu: Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem

sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat

berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang

ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang

berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik,

termasuk pendanaan pendidikan. Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya

19
yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru,

dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada.

Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem

ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti

dengan sistem ekonomi indonesia yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan

menanggung segala pembiayaan pendidikan negara. Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang

menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya

untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk masalah-

masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas

sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan

kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan

yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.

B. Kesimpulan

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat penting dan mendasar sebab merupakan

hulu dalam pengembangan sumber daya manusia. Periode emas (Golden Period) dalam

tumbuh kembang anak hanya terjadi sekali dalam kehidupan manusia yang dimulai sejak

lahir hingga usia delapan tahun. Penelitian di bidang neurologi mengungkapkan bahwa

perkembangan kecerdasan anak 50% terjadi pada empat tahun pertama kemudian mencapai

80% hingga usia delapan tahun dan akhirnya 100% pada usia 18 tahun. Anak-anak yang

berada pada rentang usia dini yang memperoleh asupan pendidikan masih sangat minim.

Anak usia 0–6 tahun berjumlah 26,09 juta akan tetapi yang terlayani dalam PAUD di jalur

pendidikan formal (TK/RA) baru sekitar dua juta anak sehingga peran pendidikan luar

sekolah dalam membantu mengatasi masalah tersebut sangat penting dan mendesak.

Kurangnya anak usia dini yang mendapatkan layanan pendidikan disebabkan beberapa faktor

diantaranya: (1) kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan pada anak usia

20
dini; (2) masih terbatas dan tidak meratanya lembaga layanan PAUD yang ada di masyarakat

terutama di pedesaan. Sebagai contoh pertumbuhan TK, KB/RA, dan TPA di perkotaan lebih

pesat dibandingkan di pedesaan; (3) rendahnya dukungan pemerintah dalam penyelenggaraan

pendidikan anak usia dini. Terdapat 41.317 buah TK di seluruh Indonesia, hanya 225 buah

(0.54%) TK yang didirikan oleh pemerintah, selebihnya dibangun oleh swasta.

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat

diberikan yaitu: Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial

yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang

menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2003). Bahan Sosialisasi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.

Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Tenaga Teknis. (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0–6

Tahun. Jakarta: Ditjen PLSP–Depdiknas.

Direktorat PADU. (2001). Informasi Tentang Pendidikan Anak Dini Usia Pendidikan

Prasekolah Pada Jalur Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Direktorat PADU -Ditjen PLSP–

Depdiknas.

Direktorat PADU. (2002). Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Anak Dini

Usia (Menu Pembelajaran Generik). Jakarta: Direktorat PADU-Ditjen PLSP–Depdiknas.

Sudjana, D. (2001). Pendidikan Luar Sekolah. Wawasan, Sejarah Perkembangan,

Falasafah, Teori Pendukung, Asas. Bandung: Penerbit Falah Production. Supriadi, Dedi.

(2002). “Memetakan Kembali Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Anak Dini Usia”.

Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia.

Trisnamansyah, Sutaryat. (2003). “Materi Pokok Perkuliahan Filsafat, Teori, dan

Konsep Dasar PLS”. Bandung: Makalah tidak diterbitkan.

Gutama. (2003). “Kebijakan Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU)”.

Makalah pada Pelatihan Penyelenggara Program PADU, Bandung.

Hadis, Fawzia Aswin. (2002). “Strategi Sosialisasi Dalam Memberdayakan

Masyarakat”. Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia.

Jalal, Fasli. (2002). “Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya PADU”.

Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia.

22

Anda mungkin juga menyukai