Anda di halaman 1dari 8

UNIVERSITAS PELITA BANGSA

FAKULTAS EKONOMI, BISNIS & ILMU SOSIAL


PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
Nama ; Nani juwantini
NIM : 202010020
Matkul : Konsentrasi Manajeman Pendidikan
Dosen : Asc. Prof. Dr.Dr. Taufiq Rachman, M.M
Sifat : Take Home

UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TA 2020/2021


1. Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang
memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab) lebih besar kepada sekolah,
memberikan fleksibilitas/ keluwesan keluwesan kepada sekolah, dan
mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan)
dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh
Manajeman Berbasis Sekolah merupakan salah satu usaha untuk mengangkat mutu Pendidikan
secara efektif dan produktif . contohnya :
1. Pengelolaan pembiayaan yang baik sebagai salah satu implementasi MBS Yang dapat
mempelancar proses belajar mengajar.
2. Manajeman sekolah terbuka (Open Managemant)
Sekolah melibatkan masyarakat dalam mengembangkan sekolah. Dengan cara pendekatan
dengan Komite dan orang tua siswa.
3. Program Litersi, dimana sekolah membuat strategi dengan mengoleksi buku di pojok baca
ruang kelas, setiap siswa wajib meambaca buku selama 10 menit sebelum mulai belajar.

2. Unsur-unsur Manajeman Berbasis Sekolah (MBS)


1. Pengelolaan dimaknai dari 2 sudut pandang yakni proses dan komponen manajeman
sekolah. Sebagai proses, manjeman sekolah berbentuk system yang komponennya
meliputai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Ditinjau dari
komponennya, manajeman sekolah meliputi :
a. Kurikulum dan pembelajaran
b. Peserta didik
c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
d. Pembiayaan/Keuangan
e. Sarana dan Prasarana
f. Hubungan sekolah dan masyarakat, dan budaya serta lingkungan sekolah.
2. Sumberdaya sekolah meliputi manusia, dana, sarana dan prasarana.
3. Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, antara lain PAKEM.
4. Implementasi budaya dan lingkungan sekolah yang kondusif dan
5. Peran serta masyarakat.
3. Point-poin Penting yang berpengaruh dalam peningkatan Pendidikan di Indonesia !

1. Kurangnya ketersediaan dana


Ketika membahas seputar dana, bukan hanya biaya pendidikan di lembaga formal
maupun informal. Biaya untuk membayar properti dan fasilitas seperti buku, alat
tulis,
seragam, dan transportasi juga termasuk ke dalamnya. Tak hanya itu, bagi kalangan
yang mengalami kesulitan ekonomi, mereka lebih memilih bekerja untuk memenuhi
biaya hidup yang semakin tinggi ketimbang meneruskan pendidikan. Sebenarnya,
pemerintah telah menyusun rencana pendidikan gratis dan program Wajib Belajar 12
Tahun untuk mengatasinya. Namun, permasalahan pendidikan di Indonesia terkait
dana ternyata tidak bisa diselesaikan semudah itu. Hal ini disebabkan karena
penyebaran alokasi dana program pendidikan yang tidak tersebar secara merata.
Belum lagi, menurut HSBC Global Report 2017, Indonesia merupakan salah satu
negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia.

2. Minimnya Bahan belajar mengajar


Permasalahan pendidikan di Indonesia yang berikutnya adalah kurangnya bahan
belajar mengajar. Demi meningkatkan kualitas belajar, murid sudah sepatutnya
memperoleh buku pelajaran atau lembar latihan soal. Tidak adanya perpustakaan atau
bahan belajar gratis juga dapat menghambat proses pembelajaran. Seharusnya,
bantuan berupa bahan belajar diberikan lebih banyak ke wilayah-wilayah yang
dengan masyarakat kurang mampu. Bukan itu saja, guru juga memerlukan bahan ajar
yang dengan materi yang berkualitas dan sesuai kurikulum terbaru sedang berlaku. Jika
tenaga pendidik memakai bahan ajar yang ketinggalan zaman, tentu kegiatan mengajar
menjadi kurang maksimal. Ini akan berpengaruh pada proses penyerapan ilmu para murid.

3. Rendahnya kualitas tenaga pendidik


Kualitas tenaga pendidik yang rendah menjadi salah satu permasalahan pendidikan di
Indonesia. Tidak semua guru mampu mengajar materi yang sesuai kompetensi
masing-masing. Menurut Global Education Monitoring (GEM) Report 2016 oleh
UNESCO, pendidikan di Indonesia menempati urutan ke-10 dan urutan terakhir
untuk kualitas guru dari 14 negara berkembang . Selain itu, total guru meningkat
secara signifikan, yaitu 382 persen atau 3 juta lebih pada sekitar tahun 1999 hingga
2000. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah peserta didik yang berkisar 17
persen saja. Ditilik dari jumlah guru sebanyak itu pun, masih ada 52 persen guru yang
belum mempunyai sertifikat profesi dan 25 persen yang belum memenuhi kualifikasi
akademik.

4. Tidak tersedia fasilitas yang memadai


Fasilitas yang dimaksud mencakup ruang belajar dengan segala isinya. Tidak hanya
harus lengkap, fasilitas juga harus memadai. Beberapa contoh fasilitas pendidikan
yang perlu disediakan, misalnya, papan tulis, meja, kursi, perkakas laboratorium, atau
alat elektronik. Bayangkan jika fasilitas tersebut rusak, pasti akan mengganggu proses
belajar mengajar. Adapun permasalahan fasilitas yang berkaitan dengan kemajuan
teknologi. Meskipun sekarang murid dapat belajar secara digital, hanya kalangan
tertentu saja yang bisa menikmatinya. Murid yang berasal dari keluarga kurang
mampu bahkan belum bisa menerima fasilitas esensial yang memadai. Permasalahan
seperti inilah yang harus menjadi fokus pemerintah dalam negeri.
4. MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan
tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-
prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas,
efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan. Dengan MBS, sekolah diharapkan makin
mampu dan berdaya dalam mengurus dan mengatur sekolahnya dengan tetap berpegang
pada koridor-koridor kebijakan pendidikan nasional. Perlu digaris bawahi bahwa
pencapaian tujuan MBS harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik
(partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan sebagainya) contohnya :
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai
berikut:
1)  Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
2)  Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
3)  Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
4)  Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
5)  Sekolah Memiliki Budaya Mutu
6)  Sekolah Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
7)  Sekolah Memiliki Kewenangan
8)  Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
9)  Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
10)   Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan pisik)
11)   Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
12)   Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
13)   Memiliki Komunikasi yang Baik
14)   Sekolah Memiliki Akuntabilitas
15)   Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Bagus
16)   Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas

5. Prinsip-prinsip Manajeman Berbasis Sekolah


1)  Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa
terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS
menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut
kondisi mereka masing-masing. Karena kompleksnya pekerjaan sekolah saat ini dan
adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, misalnya
perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak dapat
dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi negara.
 Sekolah harus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan
cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah
yang berbeda memiliki masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara
sekolah yang satu dengan yang lain.
2.  Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah
modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip
desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktivitas
pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah
masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung
jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika
masalah itu muncul. Dengan kata lain tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi
dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu, MBS
harus mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat waktu dan memberi
sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas pengajaran dan
pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri,
sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisiensi.

3)    Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)


Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan
prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus
diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila
telah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah.
Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat
melakukan sistem pengelolaan mandiri.

4)   Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)


Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis,
melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu
digali,
ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang
lebih
luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffingyang konotasinya hanya mengelola
manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus menggunakan
pendekatan human recources development yang memiliki konotasi dinamis dan
menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset yang amat
penting
dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.

a. Potensi Manajemen Berbasis Sekolah adalah ;


 MBS berpotensi menawarkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta
manajemen yang bertumpu pada masyarakat tingkat sekolah. (Halim Malik,2011)
 Menurut Hasbullah (2006: 69)
 MBS menjamin bahwa semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, semakin
meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu
diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada di sekolah untuk berinovasi dan
berimprovisasi..
 Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang
mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab
pemerintah. (Mulyasa, 2006). 
 Untuk mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, hal penting yang harus
diperhatikan adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri.
Salah satu komponen yang harus dikelola dengan baik, yaitu manajemen sekolah
dengan masyarakat. 
 Karena, dalam MBS partisipasi masyarakat sangat penting, tidak seperti pada masa lalu
yang hanya terbatas pada mobilisasi dana. Keterlibatan masyarakat benar-benar sangat
menentukan setiap pengambilan keputusan.
 Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan, membantu, serta
mengontrol pengelolaan pendidikan. 
 Dalam konsep penyelenggaraan pendidikan sekolah dituntut memiliki tanggung jawab
yang tinggi, di samping itu juga dibutuhkan peran orang tua, masyarakat, maupun
pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

b. Desentralisasi Sekolah Berbasis MBS


Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem
sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan
dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara
dalam sistem desentralisasi, wewenang pegaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah
daerah (Mulyasa, 2014: 22). Konsep desentralisasi ini telah diatur dalam Undang-
Undang No 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Pemberlakuan UndangUndang No.
22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah mengisyaratkan mengenai kemungkinan-
kemungkinan pengembangan suatu wilayah dalam suasana yang lebih kondusif dan
dalam wawasan yang lebih demokratis. Termasuk berbagai kemungkinan pengelolaan
dan pengembangan dalam bidang pendidikan. Pemberlakuan undangundang tersebut
menuntut adanya perubahan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik
kepada yang lebih bersifat desentralistik (Chan dan Sam, 2007: 2). Desentralisasi dalam
pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya dari segi
manajeman dan pengelolaan.Ketentuan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-
Undang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 sebagaimana diuraikan di atas secara
otomatis telah membawa perubahan dalam bidang pendidikan.

c. MBS Berbasis Budaya adalah :


 Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok
masyarakat, yang mencakup cara berfikir, berperilaku, sikap, nilai yang tercermin baik
dalam wujud fisik maupun abstrak. 
 Kultur ini terefleksikan pada perilaku, nilai-nilai, sikap hidup dan cara hidup untuk
melakukan penyesuaian dengan lingkungan sekaligus cara memandang persoalan dan
memecahkannya. 
 Selanjutnya yang dimaksud kultur sekolah adalah polapola nilai, norma-norma, sikap,
rituals, mitos, kebiasaankebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah
(Zamroni dalam Nursisto, 2001:xxvi).
 Pengaruh kultur sekolah yang “sehat” memiliki korelasi yang tinggi dengan prestasi dan
motivasi siswa untuk berprestasi, sikap dan motivasi kerja guru, dan produktifitas serta
kepuasan kerja guru.
 Sebaliknya kultur sekolah yang tidak baik/sehat akan menimbulkan ketidak kondusifan
dalam lingkungan sekolah. 
 Hasil penelitian Ann Bradley di New York terhadap 1000 siwa menunjukan para siswa
tidak bekerja keras, tidak menghendaki tes, tidak khawatir dengan nilai rapor yang jelek
dan hanya beberapa siswa yang selalu mengerjakan PR

d. Memimpin dan Mengelola dalam MBS

a. Kepala sekolah sebagai educator (Pendidik), dalam hal ini kepala sekolah harus
berusaha menanamkan, memajukan, dan meningkatkan sedikitnya empat nilai
kepada para tenaga kependidikan yaitu: pembinaan mental tentang hal-hal yang
berkaitan dengan sikap batin dan watak, pembinaan moral yang berkaitan dengan
ajaran baik buruk suatu pebuatan, sikap, kewajiban sesuai tugas masing-masing,
pembinaan fisik terkait kondisi jasmani atau badan dan penampilan secara
lahiriyah serta pembinaan artistik terkait kepekaan menusia terhadap seni dan
keindahan.

b. Kepala sekolah sebagai manager (pengelola) hendaknya mampu merencanakan,


mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar lembaga dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. c. Kepala sekolah sebagai administrator merupakan
penanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. d.
Kepala sekolah sebagai supervisor dituntut untuk mampu meneliti, mencari, dan
menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan untuk kemajuan lembaga. e.
Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin) berupaya memberikan petunjuk dan
pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka dan
berkomunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas.
e. Kepemimpinan Situsiona
Situational leadership atau kepemimpinan situasional adalah leadership style
(gaya kepemimpinan) yang digunakan seorang leader yang berbeda-beda,
disesuaikan dengan tingkat perkembangan para pengikutnya atau follower readiness.
Kepemimpinan yang efektif bergantung sesuai situasi dan kondisi

f. Input Proses Output


1)      Output yang Diharapkan
Output adalah kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang
dihasilkan oleh proses sekolah. Kinerja sekolah diukur dari kualitasnya,
produktifitasnya, efektifitasnya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral
kerjanya. Pada umumnya output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: output
pencapaian akademik dan output pencapaian non akademik. Output pencapaian
akademik misalnya meningkatkan NEM dari rata-rata tujuh menjadi delapan untuk
tahun depan. Output non akademik misalnya meningkatnya peringkat olah raga dari
peringkat enam menjadi satu di kabupatennya pada dua tahun mendatang.
2)      Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki karakteristik proses sebagai berikut:
a)      Proses belajar mengajar yang efektifitasnya tinggi
b)      Kepemimpinan sekolah yang kuat
c)      Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif
d)     Sekolah memiliki budaya mutu
e)      Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis
f)       Sekolah memiliki kemandirian atau kewenangan
g)      Partisipasi warga sekolah dan masyarakat
h)      Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen
i)        Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik)
j)        Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan
k)      Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan
l)        Sekolah memiliki akuntabilitas
m)    Para orang tua peserta didik dan masyarakat dapat memberikan penilaian
n)      Sekolah memiliki sustainabilitas
 3) Input pendidikan
a)      Memiliki Kebijakan Mutu
b)      Sumber daya yang tersedia dan siap
c)      Memiliki harapan prestasi yang tinggi
d)     Fokus pada pelanggan (khususnya peserta didik)
e)      Memiliki Input manajemen

Anda mungkin juga menyukai