Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Definisi
Istilah umum yang menckup semua proses peradangan yang mengenai kulit
liang telinga luar. Yang dimaksud dengan otitis eksterna ialah radang liang telinga
akut maupun kronik yang disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan virus. Faktor
yang mempermudah radang telinga luar ialah perubahan pH di liang telinga yang
biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi basa proteksi terhadap infeksi
menurun. Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah
tumbuh. Predisposisi otitis eksterna yang lain adalah trauma ringan ketika
mengorek telinga.
B. Gejala
Dengan bertambah beratnya proses ini rasa gatal meningkat menjadi rasa
nyeri yang mungkin menjadi cukup hebat. Hal ini disebabkan oleh edem yang
menyertainya dan menekan liang telinga yang terkena. Tiap gerakan daun telinga
atau tulang rawan liang telinga, seperti untuk mengunyah, menimbulkan rasa
nyeri. Eksudasi dan pembengkakan ini dapat menyebabkan gangguan akibat
tersumbatnya liang telinga.
Mula-mula sekret encer, tetapi segera menjadi purulen dan kental bila
bercampur dengan sel-sel nanah dan epitel yang terkelupas. Dalam bentuk kronis
sekret hanya sedikit atau tidak ada, dan terbentuk gumpalan dalam liang telinga,
yang biasanya berbau amis atau busuk, karena reaksi bakteri saprofit atau jamur
dalam liang telinga.
1
daerah parotis atau kelompok tulang belakang telinga akibat penyebaran infeksi
ini.
C. Klasifikasi
Otitis kesterna dapat dibagi dalam bentuk terlokalisir dan difus serta dalam bentuk
akut dan kronis.
D. Diganosis
2
digerakan. Terdapat sekresi cairan serosa. Sementara penyakit makin
berlanjut, cairannya menjadi seropurulen dan edem menyumbat sebagian
atau seluruh liang telinga dan menutupi gendang telinga. Meskipun proses
ini biasanya terbatas pada liang telinga, lekuk intertragus dan lobul dapat
juga terkena karena iritasi oleh cairan yang keluar. Papul dan vesikel kecil-
kecil timbul pada permukaan kulit, tetapi tidak selalu terliahat karena
sulitnya pemeriksaan.
3. Otitis eksterna kronis difus
Jamur, biasanya Aspergillus niger, Actinomyces atau ragi,
menimbulkan warna kemerahan kronis yang superfisial pada kulit dinding
liang telinga bagian tulang. Terbentuk eksudat berbau amis yang tampak
keriput berwarna abu-abu seperti kertas penghisap tinta yang basah. Pada
permukaan selaput yang agak tebal ini akan tampak filamen-filamen jamur.
Jika selaput ini diangkat tampak kulit licin kemerah-merahan.
Pada infeksi jamur timbul rasa gatal terus-menerus dan hebat tetapi
jarang menjadi nyeri. Menifestasi sistemik jarang terjadi kecuali bila disertai
infeksi bakteri yang biasanya disebabkan garukan pada telinga.
E. Tatalaksana
3
2. Otitis eksterna akut difus
Pengobatannya ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung
antibiotika ke dalam liang telinga, supaya terdapat kontak yang baik antara
obat dengan kulit yang meradang. Kadang – kadang diperlukan obat
antibiotika sistemik.
3. Otitis eksterna kronis difus
4
OTITIS MEDIA AKUT
Otitis media akut (OMA) adalah otitis media yang berlangsung selama 3
minggu atau kurang karena infeksi bakteri piogenik. Penyakit peradangan telinga
tegah telah banyak berubah akibat penggunaan antibiotik secara luas, banyak
bentuk penyakit seperti yang diuraikan dalam kepustakaan lama saat ini tidak
dijumpai lagi. OMA terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Sumbatan
tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena
fungsi tuba Eutachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan.
Patogenesis
Stadium
5
2. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)
3. Stadium Supurasi
6
Keadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada
membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang
telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan mudah menutup kembali
sedangkan ruptur lebih sulit menutup kembali. Bahkan membran timpani bisa
tidak menutup kembali jika membran timpani tidak utuh lagi.
Stadium Supurasi
4. Stadium Perforasi
7
5. Stadium Resolusi
Gejala klinik
Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam
telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat
betuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri
terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang
dengar. Pada bayi dan anak kecil dengan gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi
dapat sampai 39,50C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-
tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang anak memegang
telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur memebran timpani, maka sekret mengalir ke
liang telinga, suhu tubuh tenang dan anak tertidur tenang.
Tatalaksana
1. Stadium oklusi
Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka
kembali tuba Eutachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang,
8
untuk itu diberikan obat tetes hidung. HCL efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologik
untuk yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa. Sealin itu
sumber infeksi harus diobati. Antibiotik diberikan apabila penyebab
penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.
2. Stadium presupurasi
Pada stasium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan
analgetika. Antibiotik yang dianjurkan adalah yang dari golongan
ampisilin atau penisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular
agar didaptkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak
terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa dan kekambuhan pemberian antibiotik dianjurkan minimal selama 7
hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/Kg BB per hari,
dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3
dosis atau eritromisin 40mg/kg BB/hari.
3. Stadium supurasi
Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai
dengan miringotomi, bila timpani masih utuh. Dengan mirigotomi gejala-
gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.
4. Stadium perforasi
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat sekret keluar berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan
adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang
adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.
5. Stadium resolusi
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena
berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian
antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setalah
pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis. Bila OMA berlajut dengan keluarnya sekret dari telinga
tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari
satu sentengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK). Pada pengobatan OMA terdapat beberapa
9
faktor resiko yang dapat menyebabkan kegagalan terapi. Risiko tersebut
digolongkan menjadi risiko tinggi kegagalan terapi dan risiko rendah.
10
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata
(OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif
kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Beberapa faktor
yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah terapi yang terlambat diberikan,
terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh pasien
rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.
ETIOLOGI
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan down’s syndrom.
Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah
defisiensi immun sistemik. Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi
sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,
diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis
media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
11
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor
apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir
tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode
kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah
Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
12
Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang
sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi
sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga
tengah missal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai
keadaan inaktif dari otitis media kronis. Suatu teori tentang patogenesis
dikemukan dalam buku modern yang umumnya telah diterima sebagai fakta.
Hipotesis ini menyatakan bahwa terjadinya otitis media nekrotikans, terutama
pada masa anak-anak, menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga.
Setelah penyakit akut berlalu, gendang telinga tetap berlubang, atau sembuh
dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat kolaps kedalam telinga tengah,
memberi gambaran otitis atelektasis. Hipotesis ini mengabaikan beberapa
kenyataan yang menimbulkan keraguan atas kebenarannya, antara lain:
i. Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap
membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya ditandai
oleh penebalan dan bukannya atrofi.
iii. Pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut
pada permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan
bertambah secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa tahun
kemudian setelah pasien menyadari adanya masalah.
GEJALA KLINIS
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
13
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya
sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena
putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak
sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.
14
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum .
PEMERIKSAAN KLINIK
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas.
Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus
lateral dan tegmen.
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran
tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver
Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
15
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan
melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran.
4. Proyeksi Chause III
Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan
atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom.
Bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus
pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai
pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes
sp.
PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
KOMPLIKASI
16
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
17
GANGGUAN PENDENGARAN DAN WICARA
PADA ANAK
I. PENDAHULUAN
Proses belajar mendengar bagi bayi dan anak sangat kompleks dan bervariasi
karena menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi,
fisiologi, neurologi dan audiologi. Pada sisi lain pemeriksaan diharapkan dapat
mendeteksi gangguan pendengaran pada kelompok usia ini sedini mungkin
(Soepardi dkk., 2008).
18
dan auro palpebral. Kuczwara dkk (1984) membuktikan respon terhadap suara
berupa reflex auropalpebral yang konsisten pada janin normal usia 24-25 minggu
(Soepardi dkk., 2008).
Usia Kemampuan
Neonatus Menangis (reflex vocalization)
Mengeluarkan suara mendengkur seperti suara burung (cooing)
Suara seperti berkumur (gurgles)
19
Mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek.
Mulai mengucapkan kata pertama yang mempunyai arti (true
speech)
Usia 12-14 bulan mengerti instruksi sederhana, menunjukkan
bagian tubuhn
dan nama mainannya.
Usia18 bulan mamou mengucapkan 6-10 kata.
Tabel 2. Perkiraan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak (Soepardi
dkk., 2008).
1. MASA PRENATAL
1.1 Genetik herediter
1.2 Non genetik seperti gangguan / kelainan pada masa kehamilan, kelainan
struktur anatomik dan kekurangan zat gizi (misalnya defisiensi yodium)
(Soepardi dkk., 2008).
20
kina, neomisin, dihidro streptomisin, gentamisin, barbiturat dan
thalidomide (Soepardi dkk., 2008).
Selain itu, malformasi struktur anatomi telinga seperti atresia liang telinga
dan aplasia koklea juga akan menyebabkan ketulian (Soepardi dkk., 2008).
2. MASA PERINATAL
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan factor
resiko terjadinya gangguan pendengaran/ketulian seperti premature, BBLR (<
2500 gram), hiperbilirubinemia, asfiksia (lahir tidak menangis) (Soepardi
dkk., 2008).
Umumnya ketulian yang terjadi akibat factor prenatal dan perinatal adalah tuli
sensorineural bilateral dengan derajat ketulian berat atau sangat berat
(Soepardi dkk., 2008).
3. MASA POSTNATAL
Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubella, campak, parotis, infeksi otak
(meningitis, ensefalitis), perdarahan pada telingan tengah, trauma temporal
juga dapat meneybabkan tuli saraf atau tuli konduktif (Soepardi dkk., 2008).
Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus dketahui sedini mungkin.
Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang bayi/anak hanya bersifat ringan,
namun dalam perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan
berbicara dan berbahasa. Dalam keadaan normal seorang bayi telah memiliki
kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan, berarti saat tersebut
merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran
(Soepardi dkk., 2008).
21
Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan anak
(Soepardi dkk., 2008):
22
menjadi bosan sehingga tidak memberikan respon walaupun dapat
mendengar. Stimulus intensitas zekitar 65-80 dBHL diberikan melalui
loudspeaker, jadi merupakan metode sound field atau dikenal juga
sebagai Free field test. Stimulus juga juga dapat diberikan melalui
noisemaker yang dapat dipilih intensitasnya. Pemeriksaan ini tidak
dapat menentukan ambang dengar.
23
Visual Reinforcement Audiometry
Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana kontol
neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah
berkembang. Pada masa ini respon unconditioned beralih
menjadi respon conditioned. Pemeriksaan pendengaran
berdasarkan respon conditioned yang diperkuat dengan
stimulus visual dikenal sebagai VRA. Stimulus bunyi diberikan
bersamaan dengan stimulus visual, bayi akan memberikan
respon orientasi atau melokalisir bunyi dengan cara menoleh ke
arah sumber bunyi. Dengan intensitas yang sama diberikan
stimulus bunyi saja (tanpa stimulus visual), bila bayi member
respon diberi hadiah berupa stimulus visual. Pada tes VRA juga
diperlukan 2 orang pemeriksa. Pemeriksaan VRA dapat
digunakan untuk menentukan ambang pendengaran, namun
karena stimulus diberikan melalui pengeras suara maka respon
yang terjadi merupakan tajam pendengaran pada telinga yang
lebih baik.
2. Timpanometri
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah.
Gambaran Timpa nometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan
negatif di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan
pendengaran konduktif.
Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga
dapat diketahui besarnya tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara
yang dipantulkan kembali kea rah luar (oleh gendang telinga). Pada orang
dewasa atau bayi berusia diatas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi
226 Hz. Khusus untuk bayi dibawah usia 6 bulan tidak digunakan probe
tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga
harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668, 678, atau 1000 Hz).
24
5. Tipe C (gangguan fungsi tuba eustachius)
25
Pada bayi usia kurang dari 6 bulan ketentuan timpanogram tidak
mengikuti ketentuan di atas.
Refleks akustik pada bayi juga berbeda dengan orang dewasa. Dengan
menggunakan probe tone frekuensi tinggi, refleks akustik bayi usia 4
bulan atau lebih sudah mirip dengan dewasa.
26
diberikan stimulus akustik yang dibedakan menjadi Transient Evoked
OAE (TEOAE) dan Distortion Product OAE (DPOAE). Pada TEOAE
stimulus akustik berupa click sedangkan DPOAE menggunakan stimuklus
berupa 2 buah nada murni yang berbeda frekuensi dan intensitasnya.
27
2000-4000 Hz. Tone burst juga merupakan stimulus dengan durasi singkat
namun memiliki frekuensi spesifik.
Perlu dipertimbangkan faktor maturitas jaras saraf auditorik pada bayi dan
anak yang usianya kurang dari 12-18 bulan, karena terdapat perbedaan
masa laten, amplitude dan morfologi gelombang dibandingkan dengan
anak yang lebih besar maupun orang dewasa.
28
Gambar 2. Gambaran normal ABR pada dewasa muda (Michele and Ruth
2008).
29
dengan gangguan pendengaran untuk berkembang normal dalam aspek bahasa dan
bicara sepanjang ia bersama dengan anggotanya (Michele and Ruth 2008).
Untuk dapat melakukan deteksi dini pada seluruh bayi dan anak relative sulit,
karena akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Program
skrinning sebaiknya diprioritaskan pada bayi dan anak yang mempunyai resiko
terhadap gangguan pendnegaran. Untuk maksud tersebut Joint Committee on
Infant Hearing (2000) menetapkan pedoman registrasi resiko tinggi terhadap
ketulian sebagai berikut (Michele and Ruth 2008) :
30
Untuk bayi 29 hari-2 tahun
1. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran,
keterlambatan bicara, berbahasa dan atau keterlambatan perkembangan.
2. Riwayat keluarga dengan gangguan pendnegaran yang menetap sejak
masa anak-anak.
3. Keadaan atau stigmata yang behubungan dengan sindroma tertentu yang
diketahui mempunyai hubungan dengan tuli sensorineural, konduktif atau
gangguan fungsi tuba eustachius.
4. Infeksi post-natal yang menyebabkan gangguan pendengaran
sensorineural termasuk meningitis bakterialis.
5. Infeksi intrauterine sperti toksoplasma, rubella, virus cytomegallo, herpes,
sifilis.
6. Adanya faktor resiko tertentu pada masa neonates, terutama
hiperbilirubinemia yang memerlukam transfuse tukar, hipertensi
pulmonal yang membutuhkan ventilator serta kondisi lainnya yang
memerlukan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).
7. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yag
progresif seperti Usher syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis.
8. Adanya kelainan neurodegenerative seperti Hunter Syndrome dan
kelainan neuropati sensomotorik misalnya Friedrich’s ataxia, Charrot-
Marie Tooth syndrome
9. Trauma kapitis.
10. Otitis media yang berulang atau menetap diserta efusi telinga tengah
minimal 3 bulan.
31
dini gangguan pendengaran pada bayi ditetapkan melalui program Newborn
Hearing Creening (NHS) (Michele and Ruth 2008).
Saat ini baku emas pemeriksaan skrining pendengaran pada bayi adalah
pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE) dan Automated ABR (AABR)
(Soepardi dkk., 2008).
32
Presbikusis ( Tuli Saraf Pada Geriatri )
Definisi
Etiologi
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-
faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya
hidup atau bersiat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur
merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut di atas.
Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII.
Pada koklea perubahan yang mencolok adalah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ korti .
Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga terjadi pada stria
vaskularis. Selain itu tedapat pula perubahan berupa berkurangnya jumlah dan
ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson
saraf.
33
Klasifikasi
Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi presbikusis digolongkan
menjadi 4 jenis yaitu , (1) sensorik, (2) neural, (3) metabolik (strial presbycusis),
(4) mekanik (cochlear presbycusis).
Jenis patologi
Sensorik lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ
korti, Jumlah sel-sel rambut dan sel-sel
penunjang berkurang.
Neural sel-sel neuron pada koklea dan jaras
auditori berkurang
Metabolic atrofi stria vaskularis . potensial
mikofonik menurun, fungsi sel dan
keseimbangan biokimia/biolektrik
koklea berkurang.
Mekanik terjadi perubahan gerakan mekanik
duktus Koklearis , atrofi ligamentum
spiralis, Membrane basilaris lebih kaku.
Gejala klinik
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara
perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya
pendengaran tidak diketahui pasti.
34
Diagnosis
Dengan pemeriksaan otoskopi : tampak membrane timpani suram,
mobilitasnya berkurang. Pada tes penala didapatkan tuli sensorineural.
Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi,
bilateral dan simetris.
Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam setelah frekuensi 2000 Hz.
Gambaran ini khas pada presbikusis jenis sensorik dan neural. Kedua jenis
presbikusis ini paling sering ditemukan.
Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolic dan mekanik lebih
mendatar kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan.
Pada semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi
yang leih rendah.
Penatalaksanaan
35
GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING
Apabila telinga normal terpapar bising pada intensitas yang merusak selama
periode waktu yang lama akan terjadi penurunan pendengaran yang temporer,
yang akan mengghilang setelah beristirahat beberapa menit atau beberapa jam.
Kurang pendengaran temporer ini merupakan fenomena yang fisiologis dan
disebut sebagai perubahan ambang temporer (temporary threshold shift = TTS).
Diduga terjadi di sel rambut organ Corti dan mungkin berhubungan dengan
perubahan metabolik sel rambut, perubahan kimia di dalam cairan kimia dalam
atau perubahan vaskuler di telinga dalam. Bila pemaparannya lebih lama dan atau
intensitasnya lebih besar, akan tercapai suatu tinngkatan ketulian yang tidak dapat
kembali lagi ke tingkat pendengaran semula. Keadaan tersebut disebut ketulian
akibat bising (noised induced hearing loss) atau perubahan ambang permanen
(permanent threshold shift/PTS)
Penelitian oleh Glorig dan stafnya menghasilkan fakta-fakta penting seperti
berikut ini sehubungan dengan perubahan ambang temporer dan permanen.
1. TTS yang diakibatkan pemaparan bising 100 dB atau lebih selama satu hari
adalah sebesar 0 dB sampai 40 dB.
2. Pemaparan bising industri yang khas menyebabkan perubahan temporer
yang terbesar pada 4000 dan 6000 Cps (siklus per detik).
3. Kebanyakan dari perubahan temporer terjadi selama 2 jam pemaparan
pertama.
4. Jumlah perubahan temporer dan lokasi frekuensinya berbeda dengan jumlah
dan frekuensi perubahan permanen yaitu, makin banyak perubahan
36
permanen pada suatu frekuensi, makin sedikit perubahan temporer pada
frekuensi tersebut.
5. Penyembuhan dari TTS kebanyakan terjadi dalam waktu 1 atau 2 jam
setelah pemaparan bising berhenti.
6. Tampaknya ada hubungan yang jelas antara TTS dengan PTS:
a. Suatu bising yang tidak menyebabkan ketulian temporer tidak akan
menyebabkan ketulian permanen.
b. Konfigurasi audiogram yang terlihat pada TTS yang singkat akan serupa
dengan yang ditemukan pada PTS.
Patofisiologi
37
2) Gerakan membran basilar yang kuat dapat menyebabkan gangguan organ
Corti dengan percampuran endolimfe dan kortilinfe yang mengakibatkan
kerusakan sel rambut.
3) Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat langsung merusak sel
rambut dengan melepaskan organ Corti atau merobek membran basilar.
Proses diatas biasanya dapat dilihat pada pajanan terhadap bising dengan
intensitas tinggi dan gangguan pendengaran akibat bising terjadi dengan cepat.
2. Proses metabolik
Proses metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat pajanan bising
meliputi:
1) Pembentukan vesikel dan vakuol di dalam retikulum endoplasma sel rambut
serta pembengkakan mitokondria dapat berlanjut menjadi robeknya
membran sel dan hilangnya sel rambut.
2) Kehilangan sel rambut mungkin disebabkan kelelahan metabolik akibat
gangguan sistem enzim yang esensial untuk produksi energi, biosintesis
protein dan pengangkutan ion.
3) Cidera stria vaskularis menyebabkan gangguan kadar Na, K, dan ATP. Hal
ini menyebabkan hambatan proses transpor aktif dan pemakaian energi oleh
sel sensorik. Kerusakan sel sensorik menimbulkan lesi kecil pada membran
retikular bersamaan dengan percampuran cairan endolimfe dan kortilimfe
serta perluasan kerusakan sel sensorik lain.
4) Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan energi
yang lebih besar sehingga menjadi lebih rentan terhadap cidera akibat
iskemia.
5) Mungkin terdapat interaksi sinergis antara bising dengan pengaruh lain yang
merusak telinga.
38
lama biasanya lima tahun atau lebih. Riwayat pekerjaan harus meliputi informasi
pekerjaan sekarang dan semua pekerjaan sebelumnya (khususnya yang
berhubungan dengan pajanan terhadap bising, termasuk pekerjaan paruh waktu).
Informasi dan pajanan lingkungan lain juga harus diperoleh. Riwayat medis harus
menentukan apakah pegawai pernah menderita sakit telinga sebelumnya. Dan
apakah dia pernah minum obat ototoksik, misalnya streptomycin. Pemeriksaan
fisik telinga harus menyingkirkan adanya serumen, infeksi dan perforasi membran
timpani. Pada pemeriksaan audiologi, penala didapatkan hasil Rinne positif,
Webber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach
memendek.
Uji Rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
pendengaran pasien. Tangkai penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid
pasien (hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terdengar; penala kemudian
dipindahkan ke dekat telinga sisi yang sama (hantaran udara). Telinga normal
masih akan mendengar penala melalui hantaran udara, temuan ini disebut Rinne
positif (HU>HT). Hasil ini dapat dijelaskan sebagai hambatan yang tak sepadan.
Pasien dengan gangguan pendengaran sensorineural juga akan memberi
Rinne positif seandainya sungguh-sungguh dapat mendengar uji penala, sebab
gangguan sensorineural seharusnya mempengaruhi baik hantaran udara maupun
hantaran tulang (HU>HT).
Istilah Rinne negatif dipakai bila pasien tidak dapat mendengar melalui
hantaran udara setelah penala tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang
(HU>HT).
Uji Schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa.
Pasien diminta melaporkan saat penala bergetar yang ditempelkan pada
mastoidnya tidak lagi didengar. Pada saat itu, pemeriksa memindahkan penala ke
mastoidnya sendiri dan menghitung (dalam detik) ia masih dapat menangkap
bunyi.
Uji Schwabach dikatakan normal bila hantaran tulang pasien dan pemeriksa
hampir sama. Uji Schwabach memanjang atau meningkat bila hantaran tulang
pasien lebih lama bila dibandingkan dengan pemeriksa, misalnya pada kasus
39
pendengaran konduktif. Jika telinga pemeriksa masih dapat mendengar penala
setelah pasien tidak mendengarnya, maka dikatakan Schwabach memendek.
Uji weber adalah seperti mengingat kembali pengalaman yang tidak asing,
yaitu mendengarkan suara sendiri lebih keras bila satu telinga ditutup. Gagang
penala yang bergetar ditempelkan ditengah dahi dan pasien diminta melaporkan
apakah suara terdengar di telinga kiri, kanan atau keduanya.
Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dengan konduksi
tulang yang lebih baik atau dengan komponen konduktif yang lebih besar. Jika
nada terdengar di telinga yang dilaporkan lebih buruk, maka tuli konduktif
dicurigai pada telinga tersebut. Jika terdengar pada telinga yang lebih baik, maka
dicurigai sensorineural pada telinga yang terganggu. Fakta bahwa pasien
mengalami lateralisasi pendengaran pada telinga dengan gangguan konduksi dan
bukannya pada telinga yang lebih baik mungkin terlihat aneh bagi pasien dan
kadang-kadang juga pemeriksa.
PENATALAKSANAAN
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan
kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat
dipergunakan alat pelindung telinga yaitu berupa sumbat telinga ( ear plugs ),
tutup telinga ( ear muffs ) dan pelindung kepala ( helmet ). Oleh karena tuli akibat
bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap ( irreversible ), bila
gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan
volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar ( ABD ).
Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD
pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi
supaya pasien dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran ( auditory
training ) juga dapat dilakukan agar pasien dapat menggunakan sisa pendengaran
40
dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir ( lip reading ),
mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat
berkomunikasi.
Penyakit Meniere
Patofisiologi
41
3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan
cairan endolimfa
Gejala klinis
Terdapat trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinitus dan tuli
sensorineural terutama nada rendah. Serangan pertama sangat berat yaitu vertigo
disertai muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri dia merasa berputar, mual dan
terus muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu,
meskipun keadaannya berlangsung baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa obat dan
penyakit ini bisa sembuh sama sekali pada serangan kedua kalinya dan
selanjutnya, penyakit ini dirasakan lebih ringan, tidak seperti serangan yang
pertama kali. Pada penyakit menire vertigonya periodik yang makin mereda
dengan serangan-serangan berikutnya.
DIAGNOSA
Diagnosa dipermudah dengan dengan dibakukannya kriteria diagnoasa, yaitu:
42
1. Vertigo hilang timbul
2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor
N.VIII
PENGOBATAN
Pada saat datang biasanya diberikan obat simtomatik, seperti sedatif, dan
bila diperlukan dapat diberikan obat antimuntah. Bila diagnosis telah ditemukan,
pengobatan yang paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya. Khusus untuk
Meniere diberikan obat-obat vasodilator perifer untuk mengurangi tekanan
hidrops endolimfa. Dapat pula tekanan endolimfa ini disalurkan ke tempat lain
dengan jalan operasi “shunt”. Obat-obat anti iskemia dapat pula diberikan sebagai
obat alternatif dan juga diberikaan obat neurotonik untuk menguatkan sarafnya.
43
BENIGN PAROXIMAL POSITIONAL VERTIGO
Gejala
Patofisiologi
BPPV terjadi akibat dari perubahan posisi kepala yang cepat dan tiba-tiba
seperti saat berguling di tempat tidur, membungkuk, atau menengadah
ke atas, dan biasanya akan disertai sensasi pusing yang sangat berat, yang
berlangsung bervariasi pada masing-masing penderita, vertigo dapat
berlangsung hanya beberapa menit hingga berhari-hari dan dapat
44
disertai dengan gejala mual dan muntah. Beberapa dugaan yang
dikemukakanoleh para ahli adalah kemungkinan adanya trauma pada alat
keseimbangan, infeksi, sisa pembedahan telinga, faktor degeneratif karena usia
dan kelainan pembuluh darah. Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar.
Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu debris yang terdapat pada
kanalis semisirkularis biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa kristal
kalsium karbonat itu dalam keadaan normal tidak ada. Diduga debris itu
menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga
timbul gejala vertigo.
Untuk memahami patofisiologi terjadinya BPPV, dibutuhkan pemahaman
tentang anatomi dan fisiologi normal dari kanalis semisirkularis. Setiap
telinga bagian dalam m e n g a n d u n g i 3 k a n a l i s s e m i s i r k u l a r i s .
M a s i n g - m a s i n g k a n a l t e r d i r i d a r i k r u r a y a n g ujungnya melebar
(ampulla) yang terletak berdekatan dengan krista ampullaris (reseptor
saraf). Krista ampullaris memiliki cupula, yang mendeteksi aliran cairan
dalam kanalis semisirkularis. Jika seseorang tiba-tiba menoleh ke kanan, cairan
dalam kanal horizontalkanan akan tertinggal, menyebabkan cupula
terdeviasi ke kiri (ke arah ampulla, atauampullopetal). Deviasi ini
berikutnya akan diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang menegaskan
bahwa posisi kepala sedang berputar ke kanan. Ketidakcocokan informasi
sensorik antara gerakan kepala dan deviasi cupula inilah yang
menghasilkan sensasi vertigo.
Teori Cupulolithiasis Pada tahun 1962, Harold Schuknecht, MD,
mengusulkan teori cupulolithiasis sebagai penjelasan untuk BPPV.
Melalui pemeriksaan photomicrograph, beliau m e n e m u k a n p a r t i k e l
basofilik atau densitas yang adheren terhadap cupula tersebut.
Beliau menduga bahwa kanal semisirkularis posterior akan
l e b i h s e n s i t i f t e r h a d a p gravitasi dikarenakan partikel padat yang melekat
pada cupula tersebut. Teori ini dianalogkan dengan situasi benda berat yang
melekat pada puncak tiang, di mana berat ekstra akan membuat tiang tidak
stabil dan sulit mempertahankan posisinetral. Bahkan, tiang cenderung
terlempar dari satu sisi ke sisi lainnya tergantung pada a r a h i t u
dimiringkan. Setelah posisi tersebut tercapai, berat partikel
tersebut akanmempertahankan posisi cupula kembali ke netral.
H a l i n i t e r c e r m i n d a r i n y s t a g m u s persisten dan menjelaskan sensasi
pusing ketika pasien melentur ke belakang.
Teori Canalithiasis Pada tahun 1980, Epley memperkenalkan teori-teorinya
tentang canalithiasis. Beliau berpikir bahwa gejala BPPV jauh lebih konsisten
dengan partikel bebaS bergerak (canaliths) di kanalis semisirkularis posterior
daripada partikel melekat pada cupula tersebut. Sementara kepala ditegakkan,
partikel di kanalis semisirkularis posterior berada pada posisi yang tergantung–
gravitasi. Ketika kepala melentur ke belakang (supinasi), partikel berputar sampai
sekitar 90 ° sepanjang arkus kanalis semisirkularis posterior. Setelah lag sesaat
(inersia), gravitasi akan menarik partikel menuruni arkus. Hal in imenyebabkan
aliran endolimfe untuk menjauh dari ampula dan menyebabkan cupula terdefleksi.
45
Defleksi cupular menghasilkan nystagmus. Teori canalithiasis dibuktikan lebih
lanjut oleh Parnes dan McClure pada tahun1991 dengan penemuan partikel bebas-
bergerak dalam kanalis semisirkularis posterior setelah dilakukan pembedahan
Faktor Predisposisi
46
BPPV sering mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada perubahan posisi
kepala dengan kondisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada
perubahan posisi kepala dan akan berkurang serta akhirnya berhenti
secara spontan setelah beberapa waktu. Pada pemeriksaan THT secara
umum tidak didapatkan kelainan berarti. Pada uji kalori, gerakan mata yang
abnormal menunjukan adanya kelainan fungsi di telinga bagian dalam atau saraf
yang menghubungkannya dengan otak. Nistagmus adalah gerakan mata yang
cepat dari kiri ke kanan atau atas ke bawah.
Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosa.
Nistagmus bisa dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita secara
tiba-tiba atau dengan meneteskan air dingin ke dalam telinga.
U j i p o s i s i d a p a t m e m b a n t u m e m b e d a k a n l e s i p e r i f e r a t a u
s e n t r a l s e k a l i g u s mendiagnosa BPPV, yang paling baik dan mudah
adalah dengan melakukan manuver Dix-Hallpike: penderita duduk tegak,
kepalanya dipegang pada kedua sisi olehpemeriksa, lalu menggerakkan kepala
pasien dengan cepat ke kanan, kiri dan kembali ketengah. Pada lesi perifer,
dalam hal ini positif BPPV, akan didapatkan nistagmus posisi dengan
gejala:
1. Mata berputar dan bergerak ke arah telinga yang terganggu dan
mereda setelah 5-20 detik.
2. Disertai vertigo berat.
3. Mula gejala didahului periode laten selama beberapa detik (3-10 detik).
4. Pada uji ulangan akan berkurang sampai menghilang
( fatigue), tetapi juga berguna sebagai cara diagnosis yang tepat.
Berbeda dengan lesi sentral, periode laten tidak ditemukan, vertigo dan
nistagmus berlangsung lebih dari 1 menit, dan bila diulang gejala tetap ada
(non fatigue).
Terapi
47
Rehabilitasi vestibular:
Rehabilitasi vestibular adalah terapi non-invasif yang bisa
sukses setelah melewati jangka waktu yang panjang. Pasien
dapat diinstruksikan lewat latihan Cawthorne yang membantu dalam
penyebaran partikel.
Reposisi Canalith:
Sejak rasio manfaat-resikonya sangat tinggi setelah dilakukan
penelitan, reposisi canalith tampaknya menjadi pilihan pertama di antara
semua modalitas p e n g o b a t a n y a n g t e r s e d i a . R e p o s i s i p a r t i k e l
d i w a k i l i o l e h d u a m a n u v e r u t a m a y a n g dikembangkan
secara bersamaan di Amerika Serikat dan Perancis. Kedua
metode inimerupakan manuver Epley dan manuver Semont. Manuver
Epley ini bertujuan untuk mengembalikan debris dari kanalis
semisirkularis posterior ke vestibular labirin. Angka keberhasilan manuver
Epley dapat mencapai 100%bila dilatih secara berkesinambungan.
Bahkan, uji Dix-Hallpike yang semula positif menjadi negatif.
Angka rekurensi ditemukan 15% dalam 1 tahun. Setelah
melakukanmanuver Epley, pasien disarankan untuk tetap tegak lurus
selama 24 jam untuk mencegahkemungkinan debris kembali lagi ke kanal
semisirkularis posterior. Bila pasien tidak adaperbaikan dengan manuver
Epley dan medikamentosa, operasi dapat dipertimbangkan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Ballenger, J.J., 1997, Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Jilid 2. Ed ke 13, Binarupa Aksara, Jakarta.
Bloom JC, David RB. Vertigo and Other Forms of Dizziness: Benign
Paroxysmal Positioning Vertigo. Clinical Adult Neurology. 3 rd Edition. New
York: Demos Medical;2009. page 104 – 07
Jeyaratnam, J., Koh,D., 2009, Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja, Suryadi. (alih
bahasa), Sihombing., Elseria,R.N., dan Widyastuti, P. (ed), EGC, Jakarta
49
Edition. New York:McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005. page 261 -
62.
Sherwood, L, 2001, Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem, Pendit, Brahm U. (alih
bahasa), Santoso, Beatricia, I. (ed), EGC, Jakarta
Simic PJ, Plantz SH. Benign Positional Vertigo (BPV) Symptoms, Causes,
Treatments.[online] Updated: Aug, 2005 [cited 2011 maret 24] Available from:
URL:http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=590256
50