Kerjasama ASEAN: Upaya Penyelesaian Konflik Laut China Selatan menurut
Lensa Teoritis Neoliberalisme Institusional
Naqia Salsabila Taslim/ 402019518073 Pendahuluan Kerjasama, diplomasi, dan perdagangan bebas merupakan yang sangat inheren dengan pembahasan terkait Liberalisme. Bertolak belakang dengan realisme yang menjadikan Negara sebagai aktor tunggal, liberalism justru menganggap kerjasama dengan Negara maupun aktor non-negara seperti institusi bahkan perusahaan swasta merupakan pilihan yang sangat menguntungkan. Kendati demikian, liberalism juga membicarakan tentang konflik dan pertikaian. Hal yang membedakannya adalah liberalism berupaya untuk meminimalisir adanya konflik dan melindungi hak sipil. Konflik Laut China Selatan merupakan konflik yang sudah sangat menjamur di media dan menyebar-luas di kalangan masyarakat internasional. Dalam tulisan ini penulis akan berupaya menulis kerjasama ASEAN dalam menyelesaikan konflik Laut China Selatan. Pembahasan Penulis melihat bahwasannya konflik merupakan sebuah keniscayaan. Pada hakikatnya ini hanya menjadi konflik territorial, namun karena sengketa territorial, namun dikarenakan dorongan wilayah sekitar hal ini menjadi ramai di perbincangkan. Terjadinya konflik di laut china selatan mengandung banyak sekali kepentingan bagi masing-masing Negara yang terlibat, namun hal ini sangat meresahkan di kalangan kelompok Negara regional Asia Tenggara. Maka dari itu, ASEAN (Association of South East Asia Nations) untuk meminimalisir adanya konflik dan demi melindungi hak asasi manusia di kawasan tersebut. Konflik Laut China Selatan merealisasikan panggung konstelasi politik antara Negara-negara para pemangku kepentingan. Sepuluh Negara Asia Tenggara yang memiliki keselarasan budaya, historisitas, dan kedekatan wilayah mencanangkan organisasi internasional yaitu ASEAN community yang berasaskan tiga pilar yaitu ASEAN Economic Communitty (Komunitas Ekonomi ASEAN), ASEAN Political Security Communitty (Komunitas Politik-Keamanan ASEAN), ASEAN Social-Cultural Communitty (Komunitas Sosio- Kultural ASEAN) [ CITATION ASE15 \l 1033 ]. Adanya integrasi regional oleh Negara-negara China Selatan menurut perspektif neoliberal-institusionalisme menjadikan mereka Negara yang kuat dikarenakan. Selain melakukan integarasi regional guna pemulihan dan pengembangan ekonomi, ASEAN juga bekerjasama dengan beberapa organisasi internasional lainnya seperti European Union (EU). ASEAN melakukan kerjasama regional dan diplomasi untuk mendorong iklim ekonomi global di Negara-negara sekitarnya. Hal ini dikarenakan tindakan kolektif akan lebih membawa pengaruh yang signifikan terhadap pemulihan ekonomi Negara-negara kawasan. Meskipun tindakan kolektif lebih membawa pengaruh baik bagi Negara- negara ASEAN, ASEAN menolak pembentukan organisasi supranasional [ CITATION Hid06 \l 1033 ]. Dikarenakan hal ini mampu mengambil-alih fokus mereka yang semula hanya pada Negara kawasannya menjadi skala yang jauh lebih luas sehingga dapat mengurangi efektivitasnya. Sengketa wilayah perairan ini setidaknya melibatkan beberapa Negara anggota ASEAN yaitu Vietnam, Philipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam serta satu Negara non-ASEAN yaitu Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Perbedaan kalim atas wilayah- wilayah ini memicu adanya konflik militer antara Negara-negara ASEAN dan China meskipun pada sisi ekonomi karena lokasi yang strategis dan menghasilkan profit [ CITATION Les07 \l 1033 ]. Pelarangan pengeboran cadangan minyak terhadap Negara-negara ASEAN memicu adanya kemarahan Negara anggota ASEAN maupun Negara lain seperti Amerika Serikat dan Jepang. Konflik sengketa laut china selatan menjadi salah satu isu yang sangat kompleks dan memicu perhatian masyarakat internasional. Hal ini dikarenakan adanya spekulasi bahwa akan ada adikuasa baru, yakni Tiongkok yang terletak di kawasan Asia Timur yang akan menggantikan posisi adikuasa Amerika Serikat. Hukum internasional ada karena keputusan bersama dan disepakati oleh bersama (Negara). Kendati demikian, tidak ada lembaga khusus yang menaungi hokum internasional atau lembaga supranasional. Sehingga hukum internasional tidak harus dipatuhi oleh setiap Negara di dunia, melainkan hukum internasional wajib dipatuhi oleh Negara-negara yang meratifikasi hukum internasional tersebut saja. Tindak-tanduk yang dilakukan Negara seharusnya sesuai dan berasaskan norma. Negara adikuasa yang notabene memiliki banyak sekali kepentingan dan banyak sekali Negara-negara kecil yang melakukan bandwagoning di belakanganya menjadikannya dengan mudah melanggar hukum internasional demi melakukan hal yang tidak dibenarkan oleh hukum internasional terhadap Negara-negara lain dibawahnya. Negara yang dijadikan sebagai contoh dalam tulisan ini adalah Negara China yang mampu mengendalikan Negara-negara kecil. China dapat melakukan hal ini karena adanya kekuatan ekonomi yang luar biasa yang dimiliki oleh Republik Rakyat China. Sebelum kekuatan china sebesar saat ini, ASEAN sudah membuat kesepakatan dengan China yakni dengan mendesak China untuk menyetujui ASEAN Declaration on the Conduct of Parties on the South China Sea. Deklarasi tersebut mampu meredakan ketegangan yang terjadi di kawasan strategis Laut China Selatan. Hukum internasional menyatakan konflik ini diselesaikan menggunakan cara damai tanpa dihujani konflik militer [ CITATION Gar16 \l 1033 ]. Kesimpulan Neoliberalisme Institusional memandang bahwasannya kesatuan dan kerjasama antara institusi mampu meredakan atau meminimalisir adanya konflik yang terjadi diantara beberapa Negara. Pada artikel ini penulis berupaya menjelaskan peranan komunitas regional Asia Tenggara dalam menyelesaikan konflik sengketa laut china selatan. Perbedaan klaim antara Negara-negara yang berada di kawasan dan memiliki kepentingan di wilayah tersebut menuai perdebatan yang kuat, bahkan memicu terjadinya konflik militer diantara Negara China, Amerika, dan beberapa Negara kawasan Asia Tenggara. Penulis mengambil kesimpulan dibantu oleh perspektif Neoliberalisme Institusional bahwasannya adanya persetujuan China dan ASEAN mampu meminimalisir kompleksitas konflik yang terjadi antara Negara-negara ASEAN dan China. Maka dari itu, kerjasama institusi internasional merupakan hal yang vital dalam keamanan nasional, bahkan internasional. Daftar Pustaka ASEAN. (2015). Fact Sheet on ASEAN Communitty. Yoshimatsu, H. (2006). Collective Action Problem and Regional Integration in ASEAN. Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs , 28, 115-140. Leszek Buszynskyi, I. S. (2007). Maritime Claims and Energy Cooperation in the South China Sea. Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs , 29, 143. Pratama, G. G. (2016). Konflik versus Kooperasi: Upaya Penyelesaian Konflik Sengketa Laut Tiongkok Selatan dan Integrasi ASEAN ke Iklim Ekonomi Global. PJIH , 3.