Anda di halaman 1dari 73

1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kopi Robusta berasal dari kata ‘Robust’ yang artinya kuat, sesuai dengan

gambaran postur atau tingkat kekentalannya yang kuat. Kopi robusta dapat

tumbuh di dataran rendah dengan suhu optimal bagi perkembangan kopi robusta

berkisar 24-30 oC dengan curah hujan 2000-3000 mm per tahun pada ketinggian

400-800 mdpl, sangat cocok ditanam di daerah tropis yang basah. Dengan

budidaya intensif akan mulai berbuah pada umur 2,5 tahun. Tanaman ini akan

berbuah dengan baik dalam waktu 3-4 bulan dalam setahun dengan beberapa kali

turun hujan. Tanaman kopi Robusta cocok di tanah yang gembur dan kaya bahan

organik. Tingkat keasaman tanah (pH) yang ideal untuk tanaman ini 5,5-6,5.

Sedangklan kopi arabika memiliki ciri biji picak dan daun hijau tua dan

berombak-ombak (Grance, 2017).

Tanaman kopi di Indonesia tahun 2017-2018 mencakup 1,24 juta hektar,

933 hektar perkebunan Robusta dan 307 hektar perkebunan Arabika. Menurut

data statistik oleh Badan Pusat Statistik Nasional (2018), produksi kopi Sulawesi

Tenggara mencapai 2675 ton. Secara geografis Bombana terletak di bagian selatan

garis katulistiwa memanjang dari utara ke selatan diantara 4 o22’ 59,4’’-5028’

26,7’’ lintang selatan (sepanjang ± 180 km) dan membentang dari barat ke timur

diantara 121027’ 46,7’’-122009’ 9,4’’ BT (sepanjang 154 km) dengan luas

daratan ± 3.316.16 km2 atau 3.316.16 ha dan luas perairan sekitar ± 11.837.31

km2. Desa ladumpi berada di Kecamatan Rarowatu dan dikelilingi bukit-bukit

kecil (Badan Pusat Statistik Nasional, 2018).


2

Kopi merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai

peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Buah kopi yang

sudah di panen memerlukan tahapan yang sangat panjang sebelum menjadi

minuman yang dapat dinikmati. Tanaman kopi Robusta relatif lebih tahan

terhadap penyakit karat daun (Putri, 2014). Tahapan pengolahan kopi dapat

digolongkan menjadi dua yaitu pengolahan kopi primer dan pengolahan kopi

sekunder. Proses pengolahan kopi primer adalah pemanenan, sortasi, pengupasan

kulit buah, fermentasi, pencucian biji kopi, pengeringan, pengupasan biji kopi HS,

sortasi biji kering dan pengemasan serta penggudangan. sedangkan proses

pengolahan kopi sekunder adalah dari biji kopi kering di lanjutkan proses

penyangraian, pendinginan, penggilingan dan pengemasan. Dalam tahap ini,

penyangraian merupakan kunci dari proses produksi kopi bubuk. Pembuatan kopi

menjadi minuman kopi melalui beberapa tahapan di antaranya proses

pengeringan, penyangraian, pendinginan dan penggilingan menjadi bubuk kopi.

Dalam tahap pengolahan, penyangraian merupakan kunci dari proses produksi

kopi bubuk (Purnamayanti dkk., 2017).

Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga

merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa

petani kopi di indonesia. Mutu dari kopi di tentukan saat penangananya selama

panen dan pascapanen. Kopi dengan mutu yang tinggi adalah kopi yang di petik

pada saat tua dan kopi yang di petik saat muda mengakibatkan aroma dan rasa

yang kurang. Umumnya petani kopi masih menggunakan alat manual serta cara

tradisional dalam penanganan pascapanen. penyangraian biji kopi yang


3

menggunakan peralatan manual seperti wajan yang terbuat dari tanah (kuali)

ataupun logam dapat menurunkan mutu bubuk kopi karna bisa dianggap tidak

efektif. Namun, pada skala industri besar dilakukan pengolahan dengan

menggunakan teknologi sehingga kualitas olahan lebih baik (Marhaenanto dkk.,

2015).

Penelitian ini saya menggunakan suhu 195, 200 dan 205 dengan waktu 9,

11 dan 13 menit. Hal tersebut dilakuakan berdasarkan penelitian terdahulu

berkaitan dengan pengaruh suhu dan lama penyangraian biji kopi menggunakan

suhu 190, 200 dan 210 dengan lama 10, 16 dan 22 menit menunjukan bahwa pada

uji kadar air menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu sangrai

maka semakin baik. Hal itu karena penyerapan uap air di udara akan semakin

lama sehingga akan menjaga ketahanan bahan dari mikroorganisme selama

penyimpanan. Pada uji kadar kafein menunjukan bahwa semakin tinggi suhu dan

waktu penyangraian biji kopi maka kadar kafein semakin meningkat dan

memberikan cita rasa yang khas pada kopi. Pada uji pH menunjukan bahwa nilai

keasaman semakin menurun menuju ke nilai pH netral seiring dengan semakin tinggi

dan lamanya proses penyangraian. Sedangkan pada uji kadar abu menunjukan bahwa

semakin tinggi suhu dan lama penyangraian maka semakin tinggi kadar abu dihasikan

yang menandakan mutu dari biji kopi lebih baik dan bersih.

Penyangraian adalah proses pembentuk rasa dan dan aroma pada biji kopi.

Proses penyangraian terhadap biji kopi dilakukan dengan suhu yang tinggi.

Kesempurnaan penyangraian saat di tentukan oleh suhu dan lama penyangraian

yang berpengaruh terhadap perubahan warna, kadar air, ukuran dan bentuk biji.
4

Parameter karakteristik bubuk kopi antara lain: kadar air, kadar abu, kafein dan

mutu sensori. Makin lama waktu. sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati

cokelat tua kehitaman (Mulato, 2002).

Selama ini, penduduk Desa Ladumpi selalu menjual hasil kopi ke pasar

dan belum pernah mengolahnya sendiri untuk di jual kembali. Masyarakat Desa

Ladumpi masih mengolah kopi dengan cara yang tradisional. Oleh karena itu,

perlu di lakukan penelitian mengenai proses penyangraian biji kopi robusta dari

Desa Ladumpi yang berkaitan dengan suhu dan lama waktu penyangraian.

Dengan demikian, masyarakat akan mendapatkan cara yang lebih baik dalam

proses menyangrai biji kopi. Selain itu, masyarakat dapat mengetahui pengaruh

lama penyangraian pada kopi sangrai dan mengetahui interaksi antara suhu dan

lama waktu pada proses penyangraian.

I.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh suhu penyangraian terhadap karakteristik organoleptik

bubuk kopi robusta?

2. Bagaimana pengaruh lama penyangraian terhadap karakteristik organoleptik

bubuk kopi robusta?

3. Bagaimana pengaruh interaksi antara suhu dan lama penyangraian terhadap

karakteristik organoleptik bubuk kopi robusta?

4. Bagaimana nilai fisikokimia bubuk kopi robusta yang disukai panelis?


5

I.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap karakteristik organoleptik bubuk

kopi robusta.

2. Untuk mengetahui pengaruh lama penyangraian terhadap karakteristik

organoleptik bubuk kopi robusta.

3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara suhu dan lama penyangraian

penyangraian terhadap karakteristik organoleptik bubuk kopi robusta.

4. Untuk mengetahui nilai fisikokimia bubuk kopi robusta yang disukai panelis.

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti megenai pengolahan biji

kopi.

2. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Deskriptif Teori

2.1.2. Sejarah Kopi

Tanaman kopi berasal dari Abyssinia daerah Afrika yang mencangkup

wilayah negara Etiopia dan Eritrea. Namun, tidak banyak diketahui bagaimana

masyarakat Abyssina memanfaatkan tanaman kopi. Kopi merupakan barang yang

menguntungkan untuk di perdagangkan setelah di bawah oleh pedagang ke Arab

dan Yaman. Arab mengambil alih perdagangan biji kopi dan mengendalikan

perdagangan melalui sebuah pelabuhan Mocha yang terletak di Yaman (Afriliana,

2018).

Memasuki abad 17 negara Eropa mulai mengembangkan kopi dengan

membuat perkebunan kopi sendiri. Namun, iklim yang tidak cocok

mengakibatkan tanaman kopi di budidayakan didaerah jajahanya di berbagai

penjuru bumi. Salah satu daerah jajahan Eropa adalah indonesia. Kopi masuk

wilayah indonesia tahun 1696 di bawa oleh Belanda dari Malabar ke pulau jawa.

Kopi di tanam oleh masyarakat setempat di perkebunan Kedawung Batavia

(Betawi/Jakarta). Namun, perkebunan ini gagal karena gempa bumi dan banjir

(Yulia, 2018).

Tahun 1699 Belanda kembali mendatangkan pohon kopi ke indonesia dari

Malabar. Kopi yang ditanam di Indonesia memiliki kualitas baik, hal itu diketahui

berdasarkan sampel penelitian yang di lakukan Emsterdam. Kualitas yang baik itu

menyebabkan di jadikanya bibit untuk perkebunan di seluruh Indonesia. Kopi


7

indonesia mengalami peningkatan dalam omset perdagangan contohnya kopi

Robusta dan Arabika karena memiliki karakteristik cita rasa (acidiy, aroma dan

flavour) (Yulia, 2018).

2.1.3. Mutu Biji Kopi

Menurut Franca dkk (2005), Kriteria umum yang digunakan untuk

mengevaluasi kualitas biji kopi meliputi ukuran, warna, bentuk, proses

penyangraian, pengolahan pasca panen, tanaman, rasa dan ada tidaknya cacat pada

biji kopi. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu kopi adalah penanganan

pasca panen. Mutu biji kopi robusta yang dihasilkan petani umumnya masih

rendah karena pengolahan pasca panen masih menghasilkan kopi asalan, yaitu biji

kopi yang dihasilkan dengan metode dan fasilitas sangat sederhana, kadar air

relatif tinggi dan masih tercampur dengan bahan-bahan lain dalam jumlah relatif

banyak. Berikut merupakan tabel syarat umum kopi sangrai dalam SNI.

Tabel 1: Tabel SNI bubuk kopi

Kriteria Satuan Syarat

Keadaan (bau, rasa) - Normal


Kadar air % w/w maks 7
Kadar abu % w/w maks 5
Kealkalian dari abu 1 N NaOH gr 80-140
Kadar kafein % w/w 0,9-2
Cemaran logam mg/kg maks 30
Padatan tak larut dalam air % w/w maks 0,25
Jumlah bakteri koloni/gram maks 300

Sumber : SNI 01-3542-2004

Menurut Novita dkk., (2010), pemahaman terhadap mutu kopi dapat

berbeda mulai tingkat produsen hingga konsumen. Mutu kopi umumnya


8

ditentukan oleh konsumen sebagaimana produk pangan atau minuman lainnya.

Bagi produsen terutama petani, mutu kopi dipengaruhi oleh kombinasi tingkat

produksi, harga dan budaya. Pada tingkat pengolahan kopi bubuk, kualitas kopi

tergantung pada kadar air, stabilitas karakteristik, asal daerah, harga, komponen

biokimia dan kualitas cita rasa. Pada tingkat konsumen, pilihan kopi tergantung

pada harga, aroma dan selera, pengaruh terhadap kesehatan serta aspek

lingkungan maupun sosial.

Cita rasa termasuk dalam sifat-sifat organoleptik yang dapat diukur dengan

indera dan dapat dipengaruhi oleh sifat fisik, kimiawi, faktor-faktor agronomi dan

teknologis. Penilaian kualitas organoleptik kopi membutuhkan latihan, terutama

flavor dari secangkir kopi yang merupakan kombinasi komponen multiaromatik

pada kopi (Franca dkk., 2005).

2.1.4. Pengolahan Biji Kopi

Pengolahan kering biasanya dilakukan dengan cara menjemur biji kopi,

dilanjutkan dengan pengupasan kullit dan pensortiran. Kopi asalan ini selanjutnya

dikupas dan dikeringkan lagi oleh pengumpul untuk meningkatkan nilai mutu dan

daya simpan biji kop. Pada akhir proses pengringan, biji kopi yang dihasilkan

harus memiliki kadar air pada atau di bawah 12% untuk mencegah terjadinya

proses fermentasi dan tumbuhnya jamur. Kesalahan dalam pengolahan dapat

mengakibatkan tumbuhnya mikroba, pembentukan mikotoksin dan perubahan

warna biji kopi. Biji kopi yang berwarna hitam dapat menimbulkan rasa asam

yang berat yang berpengaruh terhadap selera (Irwanto dkk., 1991). Berikut

merupakan tabel komposisi kimia biji kopi.


9

Tabel 2: Komposisi kimia biji kopi

komposisi kandungan gizi (%)

Air 11,23
Kafein 1,21
Lemak 12,27
Gula 8,55
Selulosa 18,87
Nitrogen 12,07
Bahan bukan N 32,58
Abu 3,.92

Sumber : (Rahardjo, 2012).

Menjelang proses pascapanen kopi yang sudah dipetik harus segera diolah

lebih lanjut dan tidak boleh dibiarkan begitu saja selama lebih dari 12–20 jam.

Bila kopi tidak segera diolah dalam jangka waktu tersebut maka kopi akan

mengalami fermentasi dan proses kimia lainnya yang bisa menurunkan mutu dari

kopi tersebut. Apabila kopi robusta terpaksa belum diolah seletelah dipetik, maka

kopi robusta harus direndam terlebih dahulu dalam air bersih yang mengalir (Sari,

2018).

Menurut Rahardjo (2012), Banyak cara yang di lakukan petani kopi dalam

proses pengolahan biji kopi kering. mengingat kapasitas olah kecil, mudah

dilakukan dan peralatan sederhana. Tahapan pascapanen kopi dapat di lihat pada

Gambar 1 berikut:
10

Panen Sortasi buah Penjemuran/pengeringan

Sortasi biji kering Pengupasan kulit buah

Pengemasan dan penyimpanan

Gambar 1: Proses pengolahan biji kopi


Sumber : Rahardjo 2012

1. Sortasi buah

Saat pemetikan buah sebernya sudah mulai di lakukan penyortiran. Tetapi

saat proses pengolahan hrus di ulangi. Sortasi di lakukan untuk memisahkan yang

muda, setengah matang, matang dan yang rusak akibat hama tanaman. Biji kopi

yang matang memiliki kualitas baik di bandingkan biji kopi lainya. Selain itu,

cara sortasi biji adalah dengan memisahkan biji-biji kopi cacat agar diperoleh

massa biji dengan nilai cacat sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-2008

(Natawidjaya, 2012).

2. Pengeringan

Biji kopi yang sudah di sortasi harus di lakukan pengeringan agar tidak

mengalami proses kimiawi yang dapat menurunkan kualitas biji kopi tersebut.

Proses pengeringan menggunakan terpal di bawah sinar matahari atau

menggunakan alat mekanis. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air

biji kopi sampai 12,5%. Untuk mencapai kadar air yang di inginkan pengeringan

di lakukan 2-3 minggu di bawah sinar matahari (Natawidjaya, 2012).


11

3. Pengupasan kulit

Pengupasan kulit pada pengolahan kering di lakukan menggunakan mesin

pengupas. Tujuannya untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk

dan kulit ari. Pengupasan kulit tidak dilakukan dengan cara menumbuk karena

mengakibatkan biji kopi pecah (Natawidjaya, 2012).

4. Sortasi biji kering

Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari benda asing yang

tercampur saat pengeringan di lakukan. Sortasi ini biasanya dilakukan oleh

reprocessor dan eksportir untuk mendapatkan kopi yang memenuhi syarat mutu.

Sortasi dapat dilakukan dengan mesin Catador, dengan pemisahannya bedasarkan

sfesifikasi grafiti dan trommol zeaf bedasarkan ukuran biji (Natawidjaya, 2012).

2.1.5. Penyangraian kopi

Proses penyangraian adalah proses pembentukan rasa dan aroma pada biji

kopi. Apabila dalam biji kopi memiliki keseragaman dalam ukuran, specific

grafity, tekstur, kadar air dan struktur kimia, maka proses penyangraian akan

relatif lebih mudah untuk dikendalikan. Kenyataannya, biji kopi memiliki

perbedaan yang sangat besar, sehingga proses penyangraian merupakan seni dan

memerlukan keterampilan dan pengalaman sebagaimana permintaan konsumen.

Kualitas biji kopi dapat ditingkatkan bila proses penyangraian dilakukan pada

suhu dan lama penyangraian yang tepat untuk mendapatkan kadar air dan tingkat

keasaman yang sesuai dengan standar SNI01-2983-1992 (Standar Nasional

Indonesia, 1992) dan SNI 01-3542-2004 (Standar Nasional Indonesia, 2004)

(Edvan dkk., 2016).


12

Selama proses penyangraian akan terjadi perubahan pada biji kopi.

Perubahan tersebut terjadi pada bentuk fisik dan kandungan senyawa kimia di

dalamnya. Hal ini di sebabkan karena selama proses penyangraian terjadi

kenaikan suhu yang sangat drastic. Suhu selama penyangraian sangat tinggi yaitu

berkisar 160ᵒC sampai lebih dari 220ᵒC. Tingginya suhu dalam proses

penyangraian ini memicu terjadinya banyak reaksi kimia. Dampak dari reaksi

tersebut terjadi perubahan karakteristik biji kopi sangrai. Peningkatan suhu selama

penyangraian terjadi pada biji secara cepat dalam waktu beberapa menit

(Hasbullah dkk., 2018). Berikut merupakan gambar 2 biji kopi yang sudah

disanggrai.

Gambar 2. Biji kopi sanggari.


Sumber : (Gardjito, 2011).

Selama proses penyangraian ada tiga tahapan reaksi fisik-kimiawi yang

berjalan secara berurutan yaitu, penguapan air dari dalam biji, penguapan senyawa

volatile (senyawa yang mudah menguap) antara lain aldehid, furfural, keton,

alkohol dan ester serta proses pirolisis atau pencoklatan biji. Proses penyangraian

diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan

panas yang tersedia dan kemudian di ikuti dengan reaksi pirolisis. Pirolisis pada

dasarnya merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain


13

karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi sebagai akibat

dari pemanasan. Dalam reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai diatas

180oC. Penyagraian bertujuan mengurangi kadar air, menimbulkan perubahan

warna warna, dan membentuk aroma spesifik (Gardjito, 2011).

Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, seperti

swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat,

pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil

oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada biji kopi. Swelling

selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian

besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-

pori kopi (Weiberg, 2010).

2.1.6. Penggilingan Biji Kopi

Menurut Mulato (2002), penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir

biji kopi yang telah disangrai untuk mendapatkan kopi bubuk dengan ukuran

tertentu. Butiran biji kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar

jika dibandingkan dalam keadaan utuh. Dengan demikian senyawa pembentuk

citarasa mudah larut ke dalam air penyeduh. Proses penggilingan ada dua, yaitu

secara tradisional dan modern. Cara tradisional biasa dilakukan oleh petani

dengan cara menumbuk kopi sangrai tadi dengan lumpang. Cara modern

dilakukan oleh industri dengan menggunakan mesin yang dilengkapi alat pengatur

ukuran partikel biji kopi.

Penggilingan biji kopi bertujuan untuk memecah biji kopi sangrai utuh

menjadi bubuk halus. Secara mekanik, proses penggilingan atau penghalusan


14

terjadi karena biji kopi utuh mengalami tumbukan, benturan, potongan dan

geseran dengan komponen penghalus yang bergerak secara berulang. Biji kopi

sangrai di haluskan dengan tujuan untuk memperoleh butiran kopi dengan

kehalusan tertentu agar mudah di seduh dan memberikan sensasi rasa serta aroma

yang lebih optimal (Samuel dkk.,2013).

Penampilan bubuk kopi yang menarik akan meningkatkan permintaan di

pasaran. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan menjadi empat bagian yaitu :

coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very fine

(bubuk amat halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara

penyeduhan kopi yang digemari oleh masyarakat. Penggilingan melepaskan

sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian besar dilepaskan selama proses dan

setelah penggilingan (Nopitasari, 2010).

2.1.7. Uji Kafein

Menurut Sridevi (2014), kafein merupakan kristal xanthine putih yang

pahit dan sebuah stimulan yang membuat kita tetap terjaga. Kafein merupakan

senyawa terpenting yang terdapat di dalam kopi. Kafein berfungsi sebagai unsur

citarasa dan aroma di dalam biji kopi. Kandungan kafein biji mentah kopi arabika

lebih rendah dibandingkan biji mentah kopi robusta, kandungan kafein kopi

robusta sekitar 2,2 % dan Arabika sekitar 1,2 %. Selama ini besarnya kandungan

kafein kopi bubuk, nilai pH dan karakteristik aroma dan rasa seduhan kopi jantan

dan betina jenis arabika dan robusta belum diketahui secara pasti karena belum

adanya penelitian mengenai berapakah kandungan kafein kopi bubuk, nilai pH


15

dan karakteristik aroma dan rasa seduhan kopi jantan dan betina jenis arabika dan

robusta. Berikut merupakan gambar 3 struktur molekul kafein biji kopi.

Gambar 3. Struktur molekul biji kopi


Sumber : D’Arecca dan Budavar, 2001.

Kafein merupakan sutu senyawa berbentuk kristal. Penyusun utamanya

adalah senyawa turunan protein disebut dengan purin xantin. Senyawa ini pada

kondsi tubuh yang normal memang memiliki beberapa khasiat aantara lain

merupakan obat analgetik yang mampu menurunkan rasa sakit dan megurangi

demam. Akan tetapi, pada tubuh yang mempunyai masalah dengan keberadaan

hormon metabolisme asam urat, maka kandungan kafein dalam tubuh akan

memicu terbentuknya asam urat tinggi. Kafein memiliki manfaat seperti

menstimulasi susunan saraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronks

dan stimulasi otot jantung. Efek berlebihan mengkonsumsi kafein dapat

menyebabkan gugup,gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang

(Zarwinda dan Sartika, 2018).

2.1.8. Uji kadar Air


16

Kadar air merupakan salah satu komponen kualitas kopi yang penting.

Pada saat panen, kadar air biji kopi bisa diatas 60% dan harus diturunkan

dikisaran 12%. Pada umumnya, penurunan kadar air dengan cara menjemurnya.

Penjemuran bisa hanya 2 hari, atau bisa lebih dari seminggu, tergantung intensitas

sinar matahari. Selain itu, teknik pascapanen kopi seperti pengolahan basah, semi

basah dan kering, sangat mempengaruhi waktu pengeringan. Kadar air pada kopi

juga semakin berkurang setelah melalui proses roasting. Biji kopi hijau yang

diroasting di atas wajan berbahan stainless stell memiliki kadar air yang lebih

tinggi jika dibandingkan dengan kadar air biji kopi yang diroasting di atas wajan

berbahan tanah liat. Salah satu sifat logam adalah menghantarkan panas, begitu

pula dengan stainless stell yang cepat menyerap panas yang kemudian dihantarkan

ke biji kopi. Selain penjemuran dan roasting, penyimpanan juga ikut

mempengaruhi kadar air. Penurunan kadar air pada biji kopi yang telah sangrai,

disebabkan karena suhu yang semakin tinggi dan semakin lamanya proses

penyangraian biji kopi mengakibatkan air yang terdapat pada biji kopi menguap

sehingga kadar air biji kopi semakin berkurang (Yusdiali dkk., 2012).

2.1.9. Kadar Abu

Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah

bahan dibakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai

komponen yang tidak mudah menguap tetap tinggal dalam pembakaran. Kadar

abu merupakan jumlah mineral-mineral yang terdapat pada bahan. Kadar abu

yang tinggi dikarenakan kandungan mineral yang tinggi, selain itu kotoran dan
17

sisa kulit ari juga dapat mempengaruhi kadar abu yang terkandung dalam biji kopi

(Angelia, 2018).

2.1.10. Uji pH

Nilai pH yang terdapat pada kopi terbentuk dari kandungan asam yang ada

dalam kopi. Asam – asam karboksilat pada biji kopi antara lain asam format, asam

asetat, asam oksalat, asam sitrat, asam laktat, asam malat, dan asam quinat. Pada

proses penyangraian asam-asam tersebut berubah menjadi asam asetat, asam

malat, asam sitrat, dan asam phosporat, yang berperan dalam pembentukan

citarasa asam pada kopi. Nilai pH biji kopi juga dipengaruhi oleh lokasi atau

tempat tumbuh tanaman, besar kecilnya suhu pemanggangan, jenis pemanggang,

dan metode pemasakan (Aditya dkk., 2015)

2.1.11. Uji Beda Warna L

Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari

penyebaran spectrum sinar. Timbulnya warna dibatasi oleh faktor terdapatnya

sumber sinar. Pengaruh tersebut terlihat apabila suatu bahan dilihat di tempat yang

suram dan ditempat yang gelap akan menimbulkan perbedaan warna yang

mencolok. Warna bukan merupakan suatu zat/ benda melainkan suatu sensasi

seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energy radiasi yang jatuh

ke indera mata. selama proses penyangraian terjadi perubahan-perubahan warna

yang dapat dibedakan secara visual. Pengukuran nilai warna pada biji kopi beras

sebelum disangrai menggunakan Colorimeter memiliki nilai L (Purnamayanti dkk.,

2017).
18

2.1.12. Penelitian Terdahulu

Perlakuan suhu dan lama penyangraian berpengaruh nyata terhadap rendemen

biji kopi arabika sangrai dan keasaman seduhan kopi, tetapi perlakuan suhu

penyangraian tidak berpengaruh terhadap kadar air dan nilai warna L (Lightness).

Interaksi perlakuan suhu dan lama penyangraian berpengaruh nyata pada taraf 5%

terhadap rendemen, kadar air, nilai warna L, keasaman dan penerimaan panelis

terhadap aroma, rasa dan warna seduhan kopi sangrai arabika. Suhu penyangraian

terbaik yang paling tepat digunakan untuk menghasilkan karakteristik fisik dan mutu

sensori terbaik yaitu suhu penyangraian 235°C dengan lama penyangraian 14 menit

yaitu dengan rendemen 82,5%, kadar air 1,08% (bb), nilai warna L 6,51, keasaman

5,84, skoring aroma 3,6 (antara biasa dan suka), skoring rasa 3,2 (antara biasa dan

suka), skoring warna 3,6 (antara biasa dan suka) (Purnamayanti dkk., 2017).

2.2. Kerangka Pikir

Kopi Robusta merupakan salah satu jenis minuman yang cukup diminati di

Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara. Biji kopi di Sulawesi Tenggara cukup

banyak sedangkan pengolahanya masih kurang. Pengolahan biji kopi di lakukan

agar menghasilkan aroma khas. Salah satu cara pengolahan dengan proses

penyangraian biji kopi dengan menggunakan suhu dan waktu yang berbeda.

Parameter karakteristik bubuk kopi diantaranya yaitu: kadar air, kadar abu,

pH, kadar kafein,dan beda warna L. Pertama untuk secara subyektif dilakukan uji

sensoris terhadap aroma, rasa dan warna pada seduhan kopi Robusta. Suhu yang

digunakan pada penilitian ini yaitu 1950C, 2000C, dan 2050C, sementara untuk

waktu yang digunakan yaitu 9 menit, 11 menit, dan 13 menit. Setelah didaptkan
19

hasil terbaik maka dilanjutkan degan mengamati kadar air metode yang digunakan

yaitu metode thermogravimetri, kedua untuk mengamati kadar abu dengan

menggunakan metode gravimetri, sementara untuk mengamati pH menggunakan

pH meter, sedangkan untuk mengamati kadar kafein menggunakan metode

spektrofotometri UV-Vis, dan beda warna L menggunakan aplikasi color analysis

dan terakhir pengamatan. Adapun kerangka penelitian disajikan pada Gambar 4.

Kopi kering

Produksi kopi di Sulawesi Tenggara


pada tahun 2018 sebesar 2.675 ton

Permasalahan :
Belum ada penelitian terkait karakterstik
organoleptik dan sifat fisikomia dari kajian suhu
dan lama penyangraian kopi bubuk Bombana

Solusi :
kopi kering
Dilakukan penelitian mengenai Suhu dan
lama penyangraian

Biji kopi

Uji organoleptik (Warna,


aroma, dan rasa)

Perlakuan
terbaik

Uji organoleptik (Warna, Uji kadar (abu, kadar kafein,


aroma, dan rasa) kadar asam, dan kadar air)

Gambar 4. Bagan kerangka pikir penelitian


20

3. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka berpikir di dapatkan hipotesis

sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh suhu penyangraian interaksi antara suhu dan lama

penyangraian terhadap karakteristik organoleptik bubuk kopi robusta.

2. Terdapat pengaruh lama penyangraian terhadap karakteristik organoleptik

bubuk kopi robusta.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara suhu dan lama penyangraian terhadap

karakteristik organoleptik bubuk kopi robusta.

4. Terdapat nilai fisikokimia yang mengalami perubahan terhadap bubuk kopi

robusta yang disukai panelis.


21

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas

Pertanian, Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara,

pada bulan Agustus 2020 sampai November 2020.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji kopi robusta

kering yang telah disortir yang berasal dari daerah Ladumpi kabupaten Bombana,

aluminium foil standing pouch, label, plastik, aquades dan air.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin sangrai, mesin

penggiling biji kopi sangrai, pH-meter, stopwatch, timbangan analitik, timbangan

berskala, oven, saringan kopi, gelas ukur, kamera, spidol atau alat tulis, sendok

dan pipet pengisap. Ayakan 40 mesh

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor pertama suhu penyangraian (P) yang

terdiri dari tiga taraf yaitu P1=1950C, P2=200 0C, P3=205 0C dan faktor kedua

lama penyangraian (Q) yang terdiri dari tiga taraf yaitu Q1=9 menit, Q2=11

menit, dan Q3=13 menit, sehingga didapatkan 9 kombinasi perlakuan, masing-

masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga dihasilkan 27 unit


22

percobaan. Kontrol atau P0Q0 merupakan kode sampel biji kopi robusta tanpa

perlakuan/sangrai. Denah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4. Prosesdur Penelitian

Prosedeur dalam Penelitian ini yaitu menyiapkan biji kering kopi robusta

yang telah disortir sebanyak 13,5 kg, sebelum proses penyangraian terlebih dahulu

ditimbang biji kering dengan timbangan berskala yang masing-masing setiap

perlakuan sebanyak 500 gram, setelah ditimbang masukan setiap 500 gram ke

dalam mesin roasting sesui dengan perlakuan. Kopi sangrai selanjutnya di

timbang agar diketahui berat setelah dilakukan roasting dan untuk mengetahui

susut bobot selama penyangraian dan di lanjutkan dengan proses penggilingan

dengan mesin penggiling kopi dengan ukuran bubuk kopi 40 mesh. Kopi bubuk

hasil penggilingan dikemas menggunakan Aluminium Foil Standing Pouch.

Adapun kelebihan dari kemasan ini yaitu memiliki daya simpan tinggi, kuat dan

tidak mudah sobek, tahan terhadap sinar matahari sehingga kandungan yang

terdapat pada produk dapat terjaga dengan baik, serta dapat menjaga cita rasa dan

kesegaran dari kopi sebelum dilakukan pengamatan di laboratorium. Prosedur

penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.5. Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan dalam penelitian ini menggunakan dua cara yaitu:

pertama uji organoleptik terhadap aroma, warna dan rasa pada seduhan kopi

robusta terdapat pada lampiran 4. Kedua uji kadar air terhadap kopi bubuk dapat

dilihat pada lampiran 5, kadar abu dapat di lihat pada lampiran 6, kadar keasaman
23

atau pH dapat dilihat pada lampiran 7, kadar kafein dapat dilihat pada lampiran 8

dan beda warna dapat di lihat pada lampiran 9.

3.6. Analisis Data

Data yang diperoleh dari organoleptik dianalisis dengan menggunakan

analisis ragam (ANOVA) apabila berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji

lanjut menggunakan uji (Duncan Multiple Range Test) pada taraf kepercayaan

95%.
24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Uji Organoleptik Hedonik

Hasil rekapitulasi analisis ragam pengaruh suhu dan lama penyangraian

terhadap penilaian organoleptik hedonik yang bubuk kopi Robhusta disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi analisis ragam hasil organoleptik hedonik bubuk kopi


robusta
Hasil Analisis Data
Variabel Pengamatan
P Q P*Q
Warna tn tn tn
Aroma tn tn tn
Rasa tn tn tn
Ket: P = Suhu tn =Berpengaruh tidak nyata
Q = Waktu
P*Q = interaksi

Berdasarkan data pada Tabel 3. menunjukan bahwa pada pengaruh suhu

dan lama penyangraian terhadap penilaian organoleptik hedonik yang meliputi

warna, aroma, dan rasa pada bubuk kopi Robusta berpengaruh tidak nyata pada

suhu, waktu dan interaksi yang di hasilkan.

4.1.1.1. Warna

Hasil penelitian organoleptik hedonik warna kopi robusta disajikan pada

Lampiran 10a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 10b.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama

penyangraian kopi robusta menunjukan tidak berpengaruh nyata terhadap

penilaian organoleptik warna pada setiap perlakuan.


25

Rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik warna bubuk kopi

Robusta disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Merupakan rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik hedonik


warna bubuk kopi Robusta.
Perlakuan Rerata Kategori
P1Q1 3,58±0.50 Suka
P1Q2 3,56±0,50 Suka
P1Q3 3,56±0,51 Suka
P2Q1 3,59±0,50 Suka
P2Q2 3,64±0,47 Suka
P2Q3 3,57±0,50 Suka
P3Q1 3,58±0,51 Suka
P3Q2 3,59±0,50 Suka
P3Q3 3,57±0,50 Suka

Berdasarkan hasil tabel 4. diperoleh informasi rerata hasil penilaian

organoleptik warna bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama

penyangraian. Dari sembilan perlakuan yang dilakukan menunjukan rerata yang

dihasilkan berbeda. Dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara satu sama

lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel P2Q2

dengan rerata 3,64 dengan kategori suka sedangkan rerata paling rendah terdapat

pada kode sampel P1Q2 dan P1Q3 dengan rerata 3,56 dengan kategori suka.

4.1.1.2. Aroma

Hasil penelitian organoleptik hedonik aroma kopi robusta disajikan pada

Lampiran 12a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 12b.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama

penyangraian kopi robusta menunjukan tidak berpengaruh nyata terhadap

penilaian organoleptik aroma pada setiap perlakuan.

Rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik aroma bubuk kopi

Robusta disajikan pada Tabel 5.


26

Tabel 5. Merupakan rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik hedonik


aroma bubuk kopi Robusta.
Perlakuan Rerata Kategori
P1Q1 3,63±0,50 Suka
P1Q2 3,63±0,50 Suka
P1Q3 3,64±0,49 Suka
P2Q1 3,66±0,48 Suka
P2Q2 3,71±0,45 Suka
P2Q3 3,64±0,48 Suka
P3Q1 3,62±0,49 Suka
P3Q2 3,62±0,49 Suka
P3Q3 3,63±0,50 Suka

Berdasarkan hasil tabel 5. diperoleh informasi rerata hasil penilaian

organoleptik aroma bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama

penyangraian. Dari sembilan perlakuan yang dilakukan menunjukan rerata yang

dihasilkan berbeda. Dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara satu sama

lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel P2Q2

dengan rerata 3,71 dengan kategori suka sedangkan rerata paling rendah terdapat

pada kode sampel P3Q1 dan P3Q2 dengan rerata 3,62 dengan kategori suka.

4.1.1.3. Rasa

Hasil penelitian organoleptik hedonik rasa kopi robusta disajikan pada

Lampiran 14a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 14b.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama

penyangraian kopi robusta menunjukan tidak berpengaruh nyata terhadap

penilaian organoleptik rasa pada setiap perlakuan.

Rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik rasa bubuk kopi

Robusta disajikan pada Tabel 6.


27

Tabel 6. Merupakan rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik hedonik


rasa bubuk kopi Robusta.
Perlakuan Rerata Kategori
P1Q1 3,76±0,45 Suka
P1Q2 3,76±0,43 Suka
P1Q3± 3,76±0,64 Suka
P2Q1 3,75±0,43 Suka
P2Q2 3,83±0,73 Suka
P2Q3 3,74±0,83 Suka
P3Q1 3,71±0,45 Suka
P3Q2 3,72±0,76 Suka
P3Q3 3,73±0,79 Suka

Berdasarkan hasil tabel 6. diperoleh informasi rerata hasil penilaian

organoleptik rasa bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama

penyangraian. Dari sembilan perlakuan yang dilakukan menunjukan rerata yang

dihasilkan berbeda-beda. Namun dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara

satu sama lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel

P2Q2 dengan rerata 3,83 dengan kategori suka sedangkan rerata paling rendah

terdapat pada kode sampel P3Q1 dengan rerata 3,71 dengan kategori suka.

4.1.2. Uji Organoleptik Deskriptrif

Hasil rekapitulasi analisis ragam pengaruh suhu dan lama penyangraian

biji kopi Robusta terhadap penilaian organoleptik disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi analisis ragam hasil organoleptik deskriptif bubuk kopi


Robusta
Hasil Analisis Ragam
Variabel Pengamatan
P Q P*Q
Warna tn tn tn
Aroma tn tn tn
Rasa tn tn tn
Ket: P = Suhu tn =Berpengaruh tidak nyata
Q = lama
P*Q = interaksi
28

Berdasarkan data pada Tabel 7. menunjukan bahwa pada pengaruh suhu

dan lama penyangraian terhadap penilaian organoleptik yang meliputi warna,

aroma, dan rasa pada bubuk kopi Robhusta berpengaruh tidak nyata pada suhu,

waktu dan interaksi yang di hasilkan.

4.1.2.1. Warna

Hasil penelitian organoleptik deskriptif warna kopi robusta disajikan pada

Lampiran 11a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 11b.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama

penyangraian kopi robusta menunjukan tidak berpengaruh nyata terhadap

penilaian organoleptik warna pada setiap perlakuan.

Rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik warna bubuk kopi

Robusta disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Merupakan rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik deskriptif


warna bubuk kopi Robusta.
Perlakuan Rerata Kategori
P1Q1 3,44±0,51 Agak Gelap
P1Q2 3,53±0,51 Gelap
P1Q3 3,55±0,50 Gelap
P2Q1 3,57±0,50 Gelap
P2Q2 3,68±0,53 Gelap
P2Q3 3,59±0,50 Gelap
P3Q1 3,47±0,50 Agak Gelap
P3Q2 3,58±0,50 Gelap
P3Q3 3,61±0,72 Gelap

Berdasarkan hasil tabel 8. diperoleh informasi rerata hasil penilaian

organoleptik warna bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama

penyangraian. Dari sembilan perlakuan yang dilakukan menunjukan rerata yang

dihasilkan berbeda-beda. Namun dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara

satu sama lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel
29

P2Q2 dengan rerata 3,68 dengan kategori gelap sedangkan rerata paling rendah

terdapat pada kode sampel P1Q1 dengan rerata 3,44 dengan kategori agak gelap.

4.1.2.2. Aroma

Hasil penelitian organoleptik deskriptif aroma kopi robusta disajikan pada

Lampiran 13a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 13b.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama

penyangraian kopi robusta menunjukan tidak berpengaruh nyata terhadap

penilaian organoleptik aroma pada setiap perlakuan.

Rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik aroma bubuk kopi

Robusta disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Merupakan rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik deskriptif


aroma bubuk kopi Robusta.
Perlakuan Rerata Kategori
P1Q1 3,49±0,51 Agak Gelap
P1Q2 3,48±0,51 Agak Gelap
P1Q3 3,48±0,51 Agak Gelap
P2Q1 3,58±0,51 Gelap
P2Q2 3,78±0,41 Gelap
P2Q3 3,72±0,45 Gelap
P3Q1 3,54±0,51 Gelap
P3Q2 3,57±0,51 Gelap
P3Q3 3,72±0,74 Gelap

Berdasarkan hasil tabel 9. diperoleh informasi rerata hasil penilaian

organoleptik aroma bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama

penyangraian. Dari sembilan perlakuan yang dilakukan menunjukan rerata yang

dihasilkan berbeda-beda. Namun dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara

satu sama lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel

P2Q2 dengan rerata 3,78 dengan kategori gelap sedangkan rerata paling rendah
30

terdapat pada kode sampel P1Q2 dan P1Q3 dengan rerata 3,48 dengan kategori

agak gelap.

4.1.2.2. Rasa

Hasil penelitian organoleptik deskriptif rasa kopi robusta disajikan pada

Lampiran 15a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 15b.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama

penyangraian kopi robusta menunjukan tidak berpengaruh nyata terhadap

penilaian organoleptik rasa pada setiap perlakuan.

Rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik rasa bubuk kopi

Robusta disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Merupakan rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik


deskriptif rasa bubuk kopi Robusta.
Perlakuan Rerata Kategori
P1Q1 3,58±0,50 Pahit
P1Q2 3,57±0,51 Pahit
P1Q3 3,60±0,50 Pahit
P2Q1 3,51±0,51 Pahit
P2Q2 3,71±0,43 Pahit
P2Q3 3,66±0,71 Pahit
P3Q1 3,59±0,50 Pahit
P3Q2 3,66±0,76 Pahit
P3Q3 3,66±0,81 Pahit

Berdasarkan hasil tabel 10. diperoleh informasi rerata hasil penilaian

organoleptik rasa bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama

penyangraian. Dari sembilan perlakuan yang dilakukan menunjukan rerata yang

dihasilkan berbeda-beda. Namun dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara

satu sama lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel
31

P2Q2 dengan rerata 3,71 dengan kategori gelap sedangkan rerata paling rendah

terdapat pada kode sampel P2Q1 dengan rerata 3,51 dengan kategori gelap.

4.1.3. Uji Sifat Fisikokimia

Analisis pengaruh suhu dan lama penyangraian biji kopi Robusta dapat di

lihat pada tabel 11.

Tabel 11. Hasil analisis sifat fisikokimia kopi Robusta


No Variabel Rata-Rata SNI(%) SNI(%) UJI T
pengamatan Biji kopi Bubuk Kopi
P0Q0 P2Q2
1. Kadar air 10,5% 1,59% Maks 12,5 maks 7 *
2. Kadar Abu 13,42% 4,91% Maks 14 maks 5 *
3. Kadar pH 5,80 6,50 5-5,8 maks 8 *
4. Kadar Kafein 1.05% 1.47% 1,6-2,4 maks 2 *
5. Beda Warna 24,14 18,67 - - *
Keterangan : P0Q0:kontrol dan P2Q2:Hasil terbaik

IV.2. Pembahasan

4.2.1. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik merupakan suatu metode penilaian terhadap mutu

atau kualitas sifat produk yang dihasilkan. Pengujian ini dilakukan dengan hanya

menggunakan kepekaan indera manusia (sensorik) yaitu indra penglihatan, indra

peraba, indra penciuman, indra perasa. Menurut Laksmi (2012), uji organoleptik

dilakukan pada empat parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur karena suka

atau tidaknya konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh parameter

tersebut. Pada uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya

terhadap warna, aroma dan rasa dari sampel. Tanggapan tersebut dapat berupa

tanggapan suka ataupun ketidaksukaan.


32

Tanggapan terhadap kesukaan maupun ketidaksukaan tersebut dilakukan

dengan memberi skor tertentu berdasarkan kesukaan panelis tersebut sesuai

dengan skala yang ditetapkan. Skala hedonik dapat diberikan menurut skala yang

dikehendaki. Untuk memudahkan analisis statistik, skala hedonik dapat juga

diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan.

Hasil penilaian panelis selanjutnya ditabulasikan berdasarkan distribusi penilaian

panelis (Yohana, 2016).

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan,

dengan maksud untuk melihat penerimaan konsumen terhadap bubuk kopi

Robusta. Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panelis dalam

penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panelis

bertindak sebagai instrumen atau alat. Panelis ini terdiri dari orang atau kelompok

yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif.

Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis (Badan POM, 2003).

Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih

yang terdiri dari sekelompok mahasiswa S1 Teknologi Pangan Universitas Halu

Oleo sebanyak 30 orang. Skala hedonik yang digunakan dalam penelitian adalah

Skala 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak

suka). Bubuk kopi dicampur air dan gula yang diujikan diberi kode, kemudian

panelis diminta memberi penilaian yang meliputi warna, aroma dan rasa.

Sedangka untuk skala deskriptif juga meliputi warna, aroma dan rasa.
33

4.2.1.1. Warna

Berdasarkan hasil uji organoleptik hedonik warna yang telah dilakukan

oleh panelis sebanyak 30 orang, rata-rata panelis memberika penilaian suka

terhadap bubuk kopi robusta yang telah dirosting. Namun dari semua sampel

terdapat kode sampel P2Q2 memiliki penilaian tertinggi yaitu dengan rata-rata

3,64 atau kategori suka pada organoleptik hedonic (lampiran 10a). Pada uji

organoleptik deskriptif warna panelis juga memberikan penilaian yang baik.

Dimana rara-rata panelis memberikan penilaian agak gelap terhadap bubuk kopi

robusta yang telah dirosting dengan rata-rata penilaian 3,68 (lampiran 11a).

Namun hasil yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap warna. Hal ini

diduga karna suhu dan waktu yang rendah. Hal tersebut didukung penelitian

Purnamayanti (2017) yang mengatakan bahwa suhu 220o C, 235o C, dan 250o C

dan waktu 14, 17 dan 20 menit berpengaruh nyata terhadap warna yang

dihasilkan.

Pengaruh suhu dan lama penyangraian dapat mempengaruhi warna biji

kopi robusta. Hal tersebut dapat dibuktikan saat dilakuangan penyangraian pada

biji kopi. Dimana semakin lama tinggi suhu dan lama penyagraian yang dilakukan

maka warna biji kopi tersebut semakin hitam. Perubahan warna biji kopi diduga

karna suhu panas selama proses penyangraian. Hal tersebut berdasarkan penelitian

Mulato (2002) yang mengatakan bahwa semakin lama suhu dan lam penyangraian

maka warna biji kopi sangrai mendekati coklat tua kehitaman. Penyangraian pada

suhu 1950 C berbeda dengan suhu 2000 C dan 2050 C begitupun dengan waktu 9

menit, 11 menit dan 13 menit.


34

Warna merupakan faktor terpenting dalam hal penerimaan, karena jika

produk terlihat tidak menarik, maka konsumen akan menolak produk tersebut

tanpa memperhatikan faktor lainnya (Nielsen, 2003). Warna merupakan parameter

penting yang dapat mempengaruhi seseorang berdasarkan persepsi awal yang

diterima akan kesukaannya terhadap apa yang ditampilkan oleh produk tersebut.

Hal itu sesuai dengan pendapat Winarno (2004), yaitu secara visual faktor warna

tampil lebih dahulu. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat

baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang.

Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak, tetapi memiliki warna yang tidak

menarik atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya,

maka seharusnya tidak akan dikonsumsi (Yohana, 2016).

4.2.1.2. Aroma

Berdasarkan hasil yang di peroleh dari panelis terkait uji organoleptik

hedonik aroma yang baik. Hasil panelis setiap perlakuan bubuk kopi robusta

berbeda-beda antara sampel P1Q1 sampai P3Q3. Namun rerata yang di peroleh

dari hasil organoleptik hedonik menunjukan aroma yang kuat yaitu dengan rata-

rata 3,71 dan terdapat pada kode sampel P2Q2 (lampiran12a). Selain itu ada uji

organoleptik deskriptif yang dilakkukan panelis. Terdapat sampel P2Q2 yang

menghasilkan perlakuan terbaik dengan rata-rata 3,78 (lampiran 13a) atau aroma

yang kuat. Namun rerata yang dihasilkan berpengaruh tidak nyata terhadap

karakteristik organoleptik aroma yang dihasilkan. Hal ini diduga karena suhu dan

lama penyangraian terlalu rendah. Hal tersebut berdasarkan penelitian

Purnamayanti dkk (2017) dengan suhu 220o C, 235o C, dan 250o C dan waktu 14,
35

17 dan 20 menit yang memberikan pengaruh nyata terhadap karakteristik

organoleptik aroma yang dihasilkan.

Penyangraian suhu dan lama dapat mempengaruhi aroma biji kopi. Aroma

khas biji kopi terdapat pada perlakuan medium yaitu pada suhu 200 o C dengan

waktu 11 menit. Sedangkan suhu dan waktu tertinggi memiliki aroma yang tidak

khas karena biji kopi mendekati gosong. Suhu dan lama penyangraian

berpengaruh terhadap aroma biji kopi robusta. suhu dan lama penyangraian akan

menimbulkan aroma khas dari biji kopi tersebut. Semakin tinggi suhu dan lama

penyangraian maka aroma biji kopi semakin baik. Hal ini berdasarkan penelitian

Sivetz dalam purnamayanti dkk, (2017) menyatakan bahwa terbentuknya aroma yang

khas pada kopi disebabkan oleh kafeol dan senyawa-senyawa komponen pembentuk

aroma kopi lainnya. Aroma kopi muncul akibat dari senyawa volatil yang tertangkap

oleh indera penciuman manusia. Semakin lama penyangraian maka semakin banyak

senyawa volatil yang menguap sehingga akan mempengaruhi aroma kopi bubuk.

Aroma produk pangan berasal dari molekul-molekul yang mudah

menguap dari makanan tersebut yang ditangkap oleh hidung sebagai indra

pembau. Komponen yang memberikan aroma adalah asam-asam organik berupa

ester dan volatil. Aroma atau bau dalam bahan pangan pada umumnya diterima

oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran

empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 2004).

Sehingga Aroma suatu produk pangan dapat dinilai dengan cara mencium bau

yang dihasilkan dari produk tersebut. Aroma juga merupakan zat volatil yang

dilepaskan dari produk yang ada didalam mulut atau aroma seringkali disebut

sebagai bau dari bahan pangan (Yohana,2016).


36

Aroma vinegar yang terbentuk dari senyawa volatile yang menimbulkan

aroma. Aroma berasal dari senyawa volatile yang menguap, dimana molekul

komponen tersebut menyentuh silia olfaktori dan diteruskan ke otak dalam bentuk

impuls listrik (De Man, 2003). Menurut Wijaya (2009), aroma yang terbentuk dari

reaksi bahan pangan adalah merupakan sensasi dari senyawa volatile yang

diterima oleh rongga hidung. Winarmo (2006) juga menambahkan bahwa aroma

suatu makanan menentukan kelezatan makanan tersebut. Suatu produk pangan

akan lebih mudah diterima oleh konsumen jika memiliki aroma yang khas dan

menarik.

4.2.1.3. Rasa

Hasil organoleptik hedonik rasa bubuk kopi robusta yang dilakukan

menunjuka adanya rasa khas yang dihasilkan. Rereata tertinggi pada organoleptik

hedonik terdapat pada kode sampel P2Q2 yaitu sebesar 3,83. Sedangka pada uji

organoleptik deskriptif panelis memberikan penilaian pahit pada sampel P2Q2

dengan rata-rata tertinggi 3,71. Namun tidak memberikan pengaruh tidak nyata

terhadap karakteristik organoleptik yang dihasilkan. Hal ini diduga suhu dan

waktu yang rendah selama proses penyangraian. Hal tersebut didukung dengan

penelitian Purnamayanti (2017) yang mengatakan bahwa suhu 220o C, 235o C, dan

250o C dan waktu 14, 17 dan 20 menit berpengaruh nyata terhadap rasa yang

dihasilkan

Tidak hanya pada warna dan aroma, rasa juga dapat berpengaruh terhap

suhu dan lama penyangraian. Semakin lama penyagraian maka biji kopi Robusta

semakin pahit hal tersebut diduga karna panas yang tinggi menyebabkan
37

kandungan gula pada biji kopi gosong. Hal tersebut berdasarkan penelitian

Purnamayanit ddk (2017) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan lama

penyangraian maka senyawa akan lebih cepat panas, sehingga atom akan bergerak

lebih keras dan akan mematahkan ikatan kimia hal ini yang menyebabkan rasa kopi

cenderung pahit dan tidak memiliki rasa apabila disangrai dengan suhu tinggi.

Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.

Rasa dalam melakukan analisanya melibatkan lidah sebagai indera pengecap.

Rasa memegang peranan penting dalam suatu produk. Penilaian rasa

menggunakan indraperasa. Rasa suatu produk pangan dipengaruhi oleh bahan

baku serta interaksi dengan komponen rasa lain dan juga senyawa flavor yang

dapat memberikan rangsangan pada indra penerima pada saat mengecap dan

kesan yang ditinggalkan pada indera perasa setelah seseorang menelan produk

tersebut.

4.2.2. Sifat Fisikokimia

4.2.2.1. Kadar air

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 11. kadar air pada biji kopi robusta

pada kontrol yaitu 10,5% sedangkan analisis bubuk kopi robusta sebesar 1,59. Biji

kopi dapat dilakukan penyangraian karna sesuai SNI biji kopi yaitu maksimal

12,5% sedangkan hasil terbaik berdasarkan SNI. Jika dibandingka antara biji kopi

kontrol dengan bubuk kopi sangrai kadar air mengalami penurunan. Hal ini

menunjukan suhu dan lama penyangraian mempengaruhi kadar air dalam biji

kopi. Berkurangnya kadar air dalam biji kopi sangrai (P2Q2) diduga adanya suhu
38

panas yang menyebabakan kandungan air dalam biji kopi meengalami penguapan.

Biji kopi kontrol (P0Q0) memiliki kandungan air lebih tinggi dibandingkan biji

kopi sangrai (P2Q2) karena belum mengalami penyangraian dengan suhu yang

sudah ditentukan. Sehingga semakin lama suhu dan waktu penyangraian maka

semakin rendah kadar air pada biji kopi sangrai. Hal ini berdasarkan penelitian

Estiasih (2009) yang mengatakan bahwa semakin besar perbedaan suhu antara

medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan

pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan, sehingga

semakin tinggi suhu dan lama penyangraian maka kadar air biji kopi semakin

rendah. Menurut Mulato (2002), perbedaan ukuran dari biji kopi akan

mempengaruhi kadar air yang terkandung dalam biji kopi. Selain itu fenomena

tersebut terkait dengan ukuran dan jumlah sel-sel penyusun Kadar air maksimal

pada kopi bubuk adalah 7 %, hal ini sesuai dengan SNI 01-3542-2004.

Kadar air suatu bahan perlu diketahui, karena air dapat mempengaruhi cita

rasa. Di samping itu, kadar air juga mempengaruhi kesegaran dan daya tahan

bahan tersebut terhadap serangan mikroorganisme selama penanganannya. Kadar

air yang diharapkan dari produk yang akan dihasilkan dari perlakuan adalah kadar

air yang terendah. Semakin rendah kadar air maka penyerapan uap air dari udara

akan semakin lama. Hal ini akan menjaga ketahanan bahan dari kerusakan oleh

mikroorganisme selama penyimpanan. Kadar air yang terus bertambah juga dapat

menyebabkan kerusakan pada produk yang ditandai dengan penggumpalan

produk (Winarno, 1984).


39

Menurut penelitian Ridwansyah (2003), kadar air rata - rata kopi pada

suhu 160 oC selama 20 menit yaitu 2,12%, selama 40 menit yaitu 1,44%, selama

60 menit yaitu 0,92%, sedangkan pada suhu 180 oC selama 20 menit yaitu 1,88%,

selama 40 menit yaitu 0,96%, selama 60 menit yaitu 0,83%, sedangkan pada suhu

200 oC selama 20 menit yaitu 0,94%, selama 40 menit yaitu 0,78%, selama 60

menit yaitu 0,57%. Kadar air biji kopi setelah penyangraian cenderung menurun

dengan meningkatnya suhu dan lama penyangraian.

4.2.2.2. Kadar Abu

Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah

bahan dibakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai

komponen yang tidak mudah menguap tetap tinggal dalam pembakaran dan

pemijaran senyawa organik. Kadar abu yang dilakukan pada penelitian ini adalah

hasil terbaik dari organoleptik. Hasil organoleptik menunjukan bahwa sampel

P2Q2 memiliki perlakuan terbaik atau hasil organoleptic tertinggi. Kadar abu biji

kopi kontrol lebih tinggi dibandingkan kadar abu biji kopi hasil sangrai.

Penurunan kadar abu dipengaruhi suhu dan waktu selama penyagraian dilakukan.

Suhu yang tinggi selama penyangraian menyebabkan kandar abu mengalami

penurunan. Menurut Sudarmadji dkk (1996) kadar abu menyatakan besarnya

jumlah kandungan mineral dalam bahan pangan. Menurut yuhandini, dkk (2008)

perbedaan kadar abu kopi disebabkan oleh beberapa factor diantaranya mutu kopi.

4.2.2.3. Kadar pH

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan perbedaan keasaman antara

kontrol dengan hasil terbaik. Biji kopi kontrol memiliki keasaman lebih rendah
40

dibandingkan setelah disangrai. Hal tersebut karna pH yang terdapat pada kopi

terbentuk dari kandungan asam yang ada dalam kopi. Asam – asam karboksilat

pada biji kopi antara lain asam format, asam asetat, asam oksalat, asam sitrat,

asam laktat, asam malat, dan asam quinat. Pada proses penyangraian asam-asam

tersebut berubah menjadi asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam

phosporat, yang berperan dalam pembentukan citarasa asam pada kopi

(Widyotomo dkk., 2009).

Perubahan nilai pH memberi pengaruh yang berlawanan terhadap kadar

asam, jika kadar asam tinggin maka nilai pH rendah sedangkan bila kadar asam

rendah nilai pH tinggi. Semakin tinngi kadar asam asetat yang terlarut akan

semakin cepat berdisosiasi untuk melepaskan proton-proton bebas sehingga

menurunkan pH. Jadi, dalam hal sebaliknya semakin rendah kadar asam asetat

maka nilai pH akan semakin meningkat. Menurut Widyotomo dkk., (2009) asam

asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam phosporat berperan penting pada

pembentukan citarasa asam pada kopi (Widyotomo dkk., 2009).

Cita rasa yang dihasilkan oleh kopi tidak hanya rasa pahit ataupun rasa

lain yang ditimbulkan ketika mencicipi kopi. Tetapi ada rasa asam yang

dihasilkan oleh kopi yang diseduh. Ada kriteria asam yang enak dan rasa asam

yang tidak enak. Berdasarkan tabel 11. Hasil analisis menunjukan untuk rasa asam

yang tertinggi yaitu 6,5% (hasil terbaik) sedangkan untuk biji kopi tingkat

keasaman sebesar 5,9% (kontrol). Hasil analisi data menunjukan sesuai SNI baik

biji kopi kontrol (P0Q0) maupun biji kopi sangrai (P2Q2). Jika dibandingkan

antara biji kopi dengan perlakuan terbaik maka keasaman mengalami peningkatan
41

seiring meningkatnya suhu dan waktu penyangraian. Meningkatnya pH karena

adanya panas selama proses penyangraian berlangsung. Hal tersebut berdasdarkan

penelitian Nopitasari (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan

semakin lama penyangraian, maka akan meningkatkan pH seduhan kopi,

sedangkan kopi yang disangarai di silinder tertutup menyebabkan kopi yang

dihasilkan terasa asam karena terhambatnya penguapan air dan asam-asam mudah

menguap lainnya.

Rasa asam yang terdeteksi pada seduhan kopi berasal dari kandungan

asam yang ada dalam kopi, yaitu dari kelompok asam karboksilat antara lain asam

format, asam asetat, asam oksalat, asam sitrat, asam laktat, asam malat, dan asam

quinat. Asam – asam tersebut terbentuk pada proses fermentasi dan penyangraian,

yang memberikan tingkat rasa asam yang tajam pada air seduhan kopi sehingga

menghasilkan efek menyenangkan bagi peminum kopi (Velmourougane, 2011).

4.2.2.4. Kadar Kafein

Hasil uji kadar kafein diperoleh dari uji organoleptik yang menghasilkan

perlakuan terbaik. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 11. Jika di bandingkan

dengan control (P0Q0) maka kadar kadar kafein hasil terbaik (P2Q2) relatih lebih

tinggi. Hasil terbaik (P2Q2) lebih tinggi karena proses penyangraian mengalami

pemanasan sedangkan biji kopi kontrol (P0Q0) lebih rendah karena belum

mengalami penyangraian. Hasil analisi antara kontol (P0Q0) dengan hasil terbaik

(P2Q2) telah memenuhi standar SNI.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persentase kadar kafein

berbanding lurus dengan suhu dan waktu penyangraian, semakin tinggi suhu dan
42

semakin lama waktu penyangraian maka semakin tinggi persentase kadar kafein

yang diperoleh, hal ini diduga karna panas dari suhu 195 sampai 205 dan waktu 9

sampai 13 menit menyebabkan kadar kafein mengalami peningkatan. Hal tersebut

sesuai dengan pernyataan Sutrisno (2006) dalam Agusanti (2011) yang

menyatakan semakin tinggi suhu penyangraian maka kadar kafein juga semakin

meningkat, diduga karena terurainya zat cair dan zat asam sehingga jumlah

kandungan zat non cair seperti kafein, lemak dan mineral persentasenya

meningkat, senyawa ini memberikan cita rasa yang khas.

4.2.2.4. Beda warna

Peninjauan perubahan warna pada bubuk kopi dilakuan menggunakan

L*a*b melalui software fotoshop. Pengukuran warna di lakukan melalui

pemotretan menggunakan kamera digital. Pengujian beda warna bubuk kopi

robusta menggunakan hasil terbaik dari organoleptik. Hasil organoleptik terbaik

pada kode sampel P2Q2 dengan jumlah rata-rata sebesar 17,87%. Jika

dibandingkan dengan kontrol (P0Q0) maka nilai L* hasil terbaik (P2Q2)

mengalami penurunan. Semakin lama suhu dan waktu penyangraian maka

semakin hitam warna bubuk kopi. Panas yang diterima biji kopi selama

penyangraian menyebabkan biji kopi menjadi hitam sehingga nilai L* mengalami

penurunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sari (2018) yang menyatakan bahwa

penyangraian biji kopi menurunkan nilai L* seiring meningkatkanya suhu dan

waktu. Hasil analisis beda warna menunjukan berbeda nyata terhadap suhu dan

lama penyangraian. Hal ini diduga karna suhu dan lama penyangraian yang di

berikan. Hal ini berdasarkan penelitian Purnamayanti (2017) yang mengatakan


43

suhu dan waktu yang tinggi yaitu suhu 220o C, 235o C, dan 250o C dan waktu 14,

17 dan 20 menit yang berbeda nyata terhadap beda warna yang dihasilkan.

Warna mempunyai peran penting pada komoditas kopi yaitu sebagai daya

tarik, tanda pengenal, dan atribut sensori. Warna menjadi faktor mutu yang

menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberikan kesan disukai atau

tidak disukai. Warna pada bubuk kopi dipengaruhi oleh tingkat penyangraian

kopi. Waktu penyangraian yang lama akan menghasilkan warna bubuk kopi yang

lebih hitam pekat dan berpengaruh terhadap warna ekstrak kopi. Semakin lama

proses penyangraian menyebabkan tingakat kecerahan bubuk kopi semakin kecil

atau warnanya semakin gelap (Wiranata, 2016).

Perubahan warna terjadi karena adanya reaksi Maillard yang

mengakibatkan munculnya senyawa bergugus karbonil (gugus reduksi) dan

bergugus amino. Reaksi Maillard adalah reaksi browning non enzimatik yang

menghasilkan senyawa kompleks dengan berat molekul tinggi. Ketidakseragaman

warna biji kopi sebelum penyangraian mengakibatkan pada saat penyangraian

warna yang diperoleh tidak seragam. Namun secara umum data yang diperoleh

dapat menggambarkan adanya perubahan warna kecerahan pada biji kopi selama

penyangraian (Nugroho, dkk., 2009).


44

V. PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian maka dapat disimpulakn

sebagai berikut :

1. Suhu dapat mempengaruhi organoleptik warna, aroma dan rasa. Semakin tinggi

suhu penyangraian maka semakin hitam warna biji kopi. Semakin tinggi suhu

maka aroma khas semakin kuat. Sedangkan pada rasa semakin tinggi suhu

maka rasa kopi semakin pahit.

2. Waktu sangat berpengaruh terhadap organoleptik warna, aroma dan rasa.

Semakin lama waktu sangrai maka warna biji kopi semakin gelap, semakin

lama penyangraian maka aroma kopi semakin kuat dan semakin lama

penyangraian maka rasa kopi semakin pahit.

3. Suhu dan lama penyagraian berpengaruh terhadap karakteristik organoleptik

bubuk kopi robusta. semakin tinggi dan lama penyangraian maka aroma, warna

dan rasa mengalami perubahan.

4. Nilai fisikokimia yang disukai panelis sesuai standar SNI 01-3542-2004 yaitu

kadar abu 1,59%, kadar abu 4,91%, kadar pH 6,50%, kadar kafein 1,47% dan

beda warna 18,67%.

V.2.Saran

Berdasarkan penelitian pengaruh suhu dan lama penyangraian terhadap

karakteristik organoleptik dan sifat fisikokimia bubuk kopi Robusta (Coffea

Chanephora) asal desa Ladumpi Kabupaten Bombana perlu adanya penelitian

lanjutan mengenai suhu dan lama penyangraian.


45

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, W. Komang,A. N. dan Ni, L. A. Y. 2015. Kajian Kandungan Kafein Kopi


Bubuk, Nilai Ph Dan Karakteristik Aroma Dan Rasa Seduhan Kopi Jantan
(Pea Berry Coffee) Dan Betina (Flat Beans Coffee) Jenis Arabika Dan
Robusta. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Udayana.

Afriliana, Asnak., 2018. Teknologi Pemgolahan Kopi Terkini. Yogyakarta CV


Budi Utama.

Agusanti, Y. 2011. Analisa mutu bubuk kopi robusta (Coffea canephora) pada cv.
bintang makmur. Skripsi. Blang Bintang, Aceh Besar. Program Studi
Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh

Angelia, I. O. 2018. Uji Karakteristik Kopi Non Kafein Dari Biji Pepaya Dengan
Variasi Lama Penyinaran. Journal of Agritech Science, Vol. 2 No. 1.

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Kopi Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.

Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 01-2907-2008 Biji Kopi. Jakarta (ID):
Badan Standarisasi Indonesia.

De Man, M.J. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah K. Padmawinata. ITB-Press.


Bandung.

Edvan, B, T. Rachmad, E. dan Made, S. 2016. Pengaruh Jenis Dan Lama


Penyangraian Pada Mutu Kopi Robusta (Coffea Robusta). Jurnal Agro
Industri Perkebunan.

Estiasih, T. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Malang.

Franca, A. S., L. S. Oliveira, J. C. F. Mendonca and X. A. Silva. 2005. Physical


and Chemical Attributes of Defective Crude and Roasted Coffee Beans.
Journal of Food Chemistry. 90 : 89-94.

Gardjito, Murdijadi., dan Dimas Rahardian A.M. 2011. Kopi. Yogyakarta:


Penerbit kanisius.

Grance, H. A. 2017. Inventarisasi Organoleptik, Kandungan Kafein, dan Asam


Klorogenat pada Kopi Bubuk Robusta (Coffea Canephora L.) Di
Kabupaten Tanggamus. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
46

Hasbullah, U, H. A. Hikmahyuliani. Zulfah, M. Laela, N. R. 2018. Perubahan


Karakteristik Fisik Biji Kopi Yang Ditambahkan Sorbitol Selama
Penyangraian. Jurnal Ilmu Pangan dan Hasil Pertanian Vol. 2 No. 2.

Irwanto, A. K., K. Abdullah, Y. A. Purwanto dan Elhami. 1991. Penggunaan


Komputer untuk Menduga Laju Pengering Kopi dengan Menggunakan Sistem
Kolektor Surya. Fakultas Teknnologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Marhaenanto, B. Deddy, W. S. dan Miftahul, S. 2015. Penentuan Lama Sangrai


Kopi Berdasarkan Variasi Derajat Sangrai Menggunakan Model Warna
RGB pada Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing). Jurnal
Agroteknologi Vol. 09 No. 02.

Mulato, S. 2002. Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melalui


Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan
Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah
Usaha Tani Kopi Rakyat. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Denpasar.

Widyotomo, Sukrisno, S. Mulato, H. K. Purwadaria dan A. M. Syarief. (2009).


Karakteristik Proses Dekafeinasi Kopi Robusta dan Reaktor Kolom Tunggal
Dengan Pelarut Etil Asetat. Available from: http://www.isjd.pdii.lipi.go.id.
Diakses pada tanggal 6 Februari 2015.

Naidu A. S. 2000.Natural Food Antimicroba System CRC Press. USA.

Natawidjaya, H. 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Kopi.


Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha. Direktorat Jenderal
Perkebunan.Kementrian Perkebunan. Hal. 13-15.

Nielsen, S.S. 2003. Instructor Manual for Food Analysis; Answer to Study
Question.3rd Edition. Kluwer Academic Plenum Publisher : New York.

Nopitasari, I. 2010. Proses Pengolahan Kopi Bubuk (Campuran Arabika Dan


Robusta) Serta Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. Fakultas
Teknologi Pertanian. Istitut Pertanian Bogor.

Novita. E. Rizal, S. Erliza, N dan Sri, M. 2010. Peningkatan Mutu Biji Kopi
Rakyat Dengan Pengolahan Semi Basah Berbasis Produksi Bersih.
Agrotek Vol. 4, No. 1, Hal:76-90.

Nugroho J, Lumbanbatu J, Rahayoe S. 2009. Pengaruh suhu dan lama


penyangraian terhadap sifat fisik-mekanis biji kopi robusta. Seminar
Nasional dan Gelar Teknologi lPERTETA.
47

Purnamayanti, N. P. A. Ida, B. P. G. Dan Gede, A. 2017. Pengaruh Suhu Dan


Lama Penyangraian Terhadap Karakteristik Fisik Dan Mutu Sensori Kopi
Arabika (Coffea Arabica L). Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik
Pertanian). Volume 5, Nomor 2.

Putri, D. 2014. Aneka tanaman perkebunan. http://aneka-tanamanperkebunan.


blogspot.com/2014/11/jenis-dan-karakteristik-kopirobusta. html. diakses
pada tanggal 10 April 2015.

Rahardjo, P. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan


Robusta. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas


Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Samuel, H. N. Saioul, B. D. Dan Adian, R. 2013. Rancang Bangun Alat


Penggilingan Biji Kopi Tipe Flat Burr Mill. Jurnal Rekayasa Pangan dan
Pert., Vol. 2 No.1.

Sari, R. Y. 2018. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Sifat Fisik-
Mekanis Biji Kopi Sangrai Robusta Pagaralam, Sumatera Selatan. Fakultas
Teknologi Pertania Institut Pertanian Bogor.

Solekhah, N. H. W. Bambang, K. Elly, Y. S. dan Ery, P. 2018. Pengaruh Suhu


Dan Lama Waktu Sangrai Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik
Kopi Robusta (Coffea Canephora P) Dari Desa Colo, Kudus. Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Semarang.

Sridevi, V., dan Parvatam, G., 2014. Changes in Content During Fruit
Defelopment In Coffea Canephora P. Ex. Fr. Grown At Different
Elevations, journal Of Biology And Eart Sciences, 4(2):B164.

Sudarmadji,S., Haryono, B., Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan


Pertanian. Liberty, Jogjakarta.

Velmourougane, K. 2011. Effects Wet Processing Methods and Subsequent


Soaking of Coffee Under Different.

Weiberg, Bennett Alan & Bonnie K. Bealer. 2010. The Miracle Of Caffeine.
Bandung:Qanita.

Widyotomo, Sukrisno, S. Mulato, H. K. Purwadaria dan A. M. Syarief. (2009).


Karakteristik Proses Dekafeinasi Kopi Robusta dan Reaktor Kolom
Tunggal Dengan Pelarut Etil Asetat. Available from:
http://www.isjd.pdii.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 6 Februari 2015.
48

Wijaya, C.H., (2009). Food Review. Majalah Food review Indonesia. Vol. IV.
Winarno, F. G. 2004. Kimia pangan dan gizi edisi kesebelas. Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta.

Wiranata, R. 2016. Pengaruh Tingkat Penyangraian Terhadap Karakteristik Fisik


Dan Kimia Kopi Robusta (Coffea Canephora. L). Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Yohana, R. 2016. Karakteristik fisiko kimia dan organoleptik dari minuman


serbuk instan dari campuran sari buah pepino (Solanum muricatum,
Aiton.) dan sari buah terung pirus (Cyphomandra betacea, Sent.). Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Andalas : Padang.

Yulia, F. 2018. Optimasi Penyangraian Terhadap Kadar kafein dan Profil


Organoleptik pada jenis Kopi Arabika (Caffea arabica) dengan
Pengendalian Suhu dan Waktu. Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.

Yusdiali, W. Mursalim dan Tulliza. 2012. Pengaruh Suhu Dan Lama


Penyangraian Terhadap Tingkat Kadar Air Dan Keasaman Kopi Robusta
(Coffea Robusta). Jurnal Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No. 1.

Yuhandini, L., A. Rejo, dan Hasbi. 2008. Analisis Mutu Kopi Sanggrai
Berdasarkan Tingkat Mutu Biji Kopi Beras. Program Studi Teknik
Pertanian Universitas Sriwijaya. Makassar.

Zarwinda I. dan Sartika. 2018. Pengaruh Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap
Kafein Dalam Kopi. Lantanida Journal, Vol. 6 No. 2.
49

LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Penelitian

P2Q3(3) P1Q2(3) P2Q1(1)

P2Q1(3) P1Q3(1) P3Q3(2)

P2Q3(1) P2Q2(1) P1Q2(2)

P2Q3(2) P1Q2(1) P3Q2(3)

P2Q2(2) P3Q2(2) P3Q1(2)

P1Q3(3) P3Q3(1) P1Q1(3)

P3Q1(3) P3Q2(1) P3Q1(1)

P1Q1(2) P3Q3(3) P2Q2(3)

P2Q1(2) P1Q3(2) P1Q1(1)

Keterangan :

P1 = Suhu penyangraian 195 0C

P2 = Suhu penyangraian 200 0C

P3 = Suhu penyangraian 205 0C

Q1 =Lama Penyangraian 9 menit

Q2 = Lama Penyangraian 11 menit

Q3 = Lama Penyangraian 13 menit

1,2,3=Ulangan
50

Lampiran 2. Prosedur Penelitian

Adapaun Prosedur Kerja Dalam Penelitian “Pengaruh Suhu Dan Lama

Penyangraian Terhadap Karakteristik Kimia-Fisik Dan Mutu Sensori Bubuk Kopi

Robusta (Coffea Canephora) Asal Ladumpi Kabupaten Bombana” Adalah

Sebagai Berikut :
Biji kopi kering 13,5 kg Telah disortir

Timbang biji kopi (sebelum


sangrai). Tiap perlakuan 500 mg

Masing-masing 500 mg biji


kopi di masukkan kedalam Tahap sama dengan
mesin roasting (9 menit dengan suhu dan waktu yang
suhu 195oC). berbeda-beda untuk
perlakuan selanjutnya.
Timbang biji kopi (Setelah
sangrai) Mengetahui berat dan
susut bobot selama
Proses penyangraian
Giling biji kopi (Hasil sangrai)

Kemas bubuk kopi hasil


penggilingan menggunakan
alumunium foil standing
pouch.

Lampiran 3. Diagram Alir Penelitian


Mulai
51

Biji Kopi Kering

Menimbang Biji Kopi


Kering
Penyangraian dengan suhu 1950C, 2000C,
2050C dan waktu 9 menit, 11 menit, 13 menit

Menimbang Biji Kopi Telah Disangrai

Penggilingan Biji Kopi

Bubuk Kopi

Uji Organoleptik (warna, aroma, dan rasa)

Uji kadar air


Metode Thermogravimetri
Uji kadar abu (AOAC, 2005)

Metode Gravimetri
Uji kadar keasaman
Metode pH meter
Uji kadar kafein
Metode spektrofotometri
UV-Vis
Uji beda warna L

Metode colorimeter

Selesai

Lampiran 4. Karakteristik Organoleptik


52

Format Karakteristik Sensori kopi Arabika

Panelis :
Usia :
Perintah : Amati seduhan kopi dengan kode yang tertera. Nyatakan
kesukaan anda terhadap karakteristik sensori meliputi warna, aroma, dan rasa
dengan memberikan skor!
No Sampel Warna Aroma Rasa Keterangan :
1 301 5 = Sangat suka
2 345 4 = Suka
3 = Agak suka
3 332
2 = Biasa
4 323
1 = Tidak suka
5 435
6 456
7 567
8 565
9 655
10 788
11 768
12 887 Lampiran 5. Kadar Air
13 897
14 835 Metode
15 876
16 931 Thermogravimetri
17 948
18 950 (AOAC, 2005)
19 962
20 910 Cawan petri
21 924
dibersihkan dan
22 289
23 265
dipanaskan dalam oven
24 287
25 462 pada suhu 105oC lalu
26 347
27 478 didinginkan dalam
Rata-rata
Total desikator. Kemudian

ditimbang sebagai bobot kosong. Perlakuan ini diulang hingga diperoleh bobot

konstan. Selanjutnya menimbang sampel sebanyak 5 gram dalam cawan petri dan
53

dinyatakan sebagai bobot awal. Sampel dalam cawan dikeringkan dalam oven

pada suhu 105oC selama 3-5 jam. Setelah proses pengeringan, cawan berisi

sampel dikeluarkan dari dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian

ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan

dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh bobot

tetap (selisih dua penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg), pengurangan

bobot merupakan banyaknya air dalam bahan.

Perhitungan:

W 2−W 3
Kadar air (%) = X 100
W 2−W 1

Keterangan: W1 = Bobot cawan kosong


W2 = Bobot cawan + sampel
W3= Bobot cawan + sampel setelah oven

Lampiran 6. Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC, 2005)

Sampel sebanyak 5 gram ditempatkan pada cawan porselin yang telah

diketahui bobotnya. Sampel dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 oC hingga

diperoleh bahan kering, kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 600 oC selama
54

6 jam kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang hingga

diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus:

W 3−W 1
Kadar Abu (%) = × 100 %
Berat Sampel( g)

Keterangan : W1 = berat cawan kosong (gram)

W2 = berat cawan setelah dioven (gram)

W3 = berat cawan setelah dioven (gram)

Lampiran 7. Kadar pH metode (Naegele 2012)

Tahapan yang dilakukan pada pengukuran nilai pH bubuk kopi yaitu

menghaluskan kopi yang telah disangrai dan dicampurkan dengan aquades


55

sebanyak 500 ml, kemudian diukur nilai pH dengan menggunakan pH meter.

Aquades yang digunakan dalam suhu nornal atau tidak panas

Lampiran 8. Kadar Kafein (Fitri, 2008).

a. Pembuatan Larutan Baku Kafein


56

Ditimbang sebanyak 250 mg kafein, dimasukkan ke dalam gelas piala,

dilarutkan dengan akuades panas secukupnya, dimasukkan ke dalam labu takar

250 mL. Kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan

dihomogenkan. Dipipet larutan standar kafein tadi sebanyak 2,5 mL, dimasukkan

ke dalam labu takar 25 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis

tanda dan dihomogenkan.

b. Penentuan Panjang Gelombang

Deteksi absorbansi larutan standar pada rentang panjang gelombang 250-300

nm dengan menggunakan instrument spektrofotometer UV-Vis. Selanjutnya

dibuat kurva standar yang menghubungkan absorbansi dengan konsentrasi dari

masing-masing larutan standar.

c. Pembuatan Kurva Standar

Pembuatan larutan standar didahului dengan pembuatan larutan induk 1000

mg/L yang dibuat dengan melarutkan 250 mg kafein kedalam 250 mL akuades.

Larutan standar dibuat dengan mengambil : 0,05; 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,3 mL dari

larutan standar kafein 2,5 mL/25 mL yang dibuat dari larutan induk 1000mg/L,

kemudian diencerkan lagi ke dalam 5 mL akuades. Konsentrasi larutan standar

yang diperoleh berturut-turut adalah : 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8 mg/L.

d. Penentuan Kadar Sampel

 Dibaca serapan sinar (absorbansi) dengan spketrofotometer pada panjang

gelombang 275 nm dengan blanko serapan akuades.

 Dihitung jumLah kafein dari angka serapan masing-masing.

e. Uji Kuantitatif Kafein


57

Sebanyak 1 gram bubuk kopi dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian

ditambahkan 150 mL akuades panas kedalamnya sambil diaduk. Larutan kopi

panas disaring melalui corong dengan kertas saring ke dalam Erlenmeyer,

kemudian 1,5 g kalsium karbonat(CaCO3) dan larutan kopi tadi dimasukkan ke

dalam corong pisah lalu diekstraksi sebanyak 4 kali, masing-masing dengan

penambahan 25 mL kloroform. Lapisan bawahnya diambil, kemudian ekstrak

(fase kloroform) ini diuapkan dengan rotari evaporator hingga kloroform

menguap seluruhnya. Ekstrak kafein bebas pelarut dimasukkan ke dalam labu

takar 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan,

kemudian ditentukan kadarnya dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang

gelombang 275 nm. Perlakuan yang sama dilakukan untuk tiap-tiap sampel bubuk

kopi dengan berat 1 gram.

Lampiran 9. Beda Warna L (Gokmen dkk., 2007).


58

Tahapan yang dilakuakan pada uji beda warna L yaitu menyiapkan sampel

kemudian diletakkan di bawah cahaya lampu dan diatur jaraknya sesuai dengan

yang diinginkan, sampel difoto menggunakan handphone dengan aplikasi color

analysis, selanjutnya hasil akan terlihat pada handphone.

Lampiran 10a. Data hasil organoleptik hedonik warna


59

Ulangan Jumlah Rerata


Perlakuan
1 2 3    
P1Q1 3,63 3,57 3,53 10,73 3,58
P1Q2 3,57 3,57 3,53 10,67 3,56
P1Q3 3,57 3,53 3,57 10,67 3,56
P2Q1 3,60 3,60 3,57 10,77 3,59
P2Q2 3,60 3,70 3,63 10,93 3,64
P2Q3 3,60 3,57 3,53 10,70 3,57
P3Q1 3,63 3,53 3,57 10,73 3,58
P3Q2 3,57 3,60 3,60 10,77 3,59
P3Q3 3,57 3,60 3,53 10,70 3,57
TOTAL       96,67  
RATA-RATA         3,58

Lampiran 10b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik hedonik warna

F
SK DB JK KT F Tabel
Hitung
          0,05 0,01
tn
P 2 0,21 0,10 0,42 3,03 4,69
Q 2 0,19 0,09 0,37 tn 3,03 4,69
tn
P*Q 4 0,21 0,05 0,22 2,41 3,39
GALAT 261 64,93 0,25
TOTAL 269 55,76        
KK:13,91
Keterangan : % tn:tidak nyata

Lampiran 11a. Hata hasil organoleptik deskriptif warna


60

Ulangan Jumlah Rerata


Perlakuan
1 2 3
P1Q1 3,43 3,47 3,43 10,33 3,44
P1Q2 3,57 3,53 3,53 10,60 3,53
P1Q3 3,57 3,57 3,50 10,64 3,55
P2Q1 3,60 3,57 3,53 10,70 3,57
P2Q2 3,67 3,70 3,67 11,04 3,68
P2Q3 3,57 3,60 3,60 10,77 3,59
P3Q1 3,47 3,43 3,50 10,40 3,47
P3Q2 3,53 3,60 3,60 10,73 3,58
P3Q3 3,60 3,60 3,63 10,83 3,61
TOTAL 96,04
RATA-RATA 3,56
Lampiran 11b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik deskriptif
warna

F
SK DB JK KT F Tabel  
Hitung
          0,05 0,01
tn
P 2 0,29 0,29 1,02 3,03 4,69
Q 2 0,34 0,34 1,17 tn 3,03 4,69
P*Q 4 0,08 0,08 0,28 tn 2,41 3,39
GALAT 261 74,97 0,29
TOTAL 269 76,55        
tn:tidaknyat
Keterangan : KK:15,06% a

Lampiran 12a. Data hasil organoleptik hedonik aroma


61

Ulangan Jumlah Rerata


Perlakuan
1 2 3
P1Q1 3,67 3,60 3,63 10,90 3,63
P1Q2 3,67 3,60 3,63 10,90 3,63
P1Q3 3,63 3,63 3,67 10,93 3,64
P2Q1 3,67 3,67 3,63 10,97 3,66
P2Q2 3,70 3,73 3,70 11,13 3,71
P2Q3 3,63 3,67 3,63 10,93 3,64
P3Q1 3,63 3,63 3,60 10,86 3,62
P3Q2 3,60 3,63 3,63 10,86 3,62
P3Q3 3,63 3,60 3,67 10,90 3,63
TOTAL 98,38
RATA-RATA 3,64

Lampiran 12b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik hedonik aroma
F
SK DB JK KT F Tabel  
Hitung
          0,05 0,01
tn
P 2 0,32 0,16 1,67 3,03 4,69
Q 2 0,03 0,01 0,06 tn 3,03 4,69
P*Q 4 0,10 0,03 0,11 tn 2,41 3,39
GALAT 261 61,70 0,24
TOTAL 269 62,15        
Keterangan : KK:13,35% tn:tidak nyata

Lampiran 13a. Data hasil organoleptik deskriptif aroma


Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata
62

1 2 3
P1Q1 3,50 3,50 3,47 10,47 3,49
P1Q2 3,47 3,47 3,50 10,44 3,48
P1Q3 3,43 3,47 3,53 10,43 3,48
P2Q1 3,57 3,53 3,63 10,73 3,58
P2Q2 3,77 3,80 3,77 11,34 3,78
P2Q3 3,70 3,73 3,73 11,16 3,72
P3Q1 3,57 3,53 3,53 10,63 3,54
P3Q2 3,57 3,50 3,53 10,60 3,57
P3Q3 3,70 3,73 3,73 11,16 3,72
TOTAL 100,40
RATA-RATA 3,59

Lampiran 13b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik deskriptif


aroma
SK DB JK KT F Hitung F Tabel  
          0,05 0,01
tn
P 2 2,01 1,00 3,00 3,03 4,69
Q 2 0,67 0,34 0,23 tn 3,03 4,69
P*Q 4 1,46 0,36 1,33 tn 2,41 3,39
GALAT 261 71,40 0,27
TOTAL 269 75,54        
Keterangan : KK:14,59% tn:tidak nyata

Lampiran 14a. Data hasil organoleptik hedonik rasa


Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata
63

1 2 3
P1Q1 3,77 3,73 3,77 11,27 3,76
P1Q2 3,77 3,77 3,73 11,27 3,76
P1Q3 3,77 3,73 3,77 11,27 3,76
P2Q1 3,70 3,77 3,77 11,74 3,75
P2Q2 3,83 3,87 3,80 11,24 3,83
P2Q3 3,73 3,73 3,77 11,50 3,74
P3Q1 3,70 3,73 3,70 11,13 3,71
P3Q2 3,73 3,67 3,77 10,17 3,72
P3Q3 3,73 3,70 3,77 11,20 3,73
TOTAL 101,28
RATA-RATA 3,75

Lampiran 14b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik hedonik rasa
SK DB JK KT F Hitung F Tabel  
          0,05 0,01
S 2 0,36 0,44 1,29 tn 3,03 4,69
L 2 0,09 0,04 2,38 tn 3,03 4,69
S*L 4 0,29 0,07 0,77 tn 2,41 3,39
GALAT 261 104,63 0,40
TOTAL 269 105,37        
Keterangan : KK:16,91% tn:tidak nyata

Lampiran 15a. Data hasil organoleptik deskriptif rasa


Perlakuan Ulangan Jumlah Rerata
64

1 2 3
P1Q1 3,60 3,57 3,57 10,74 3,58
P1Q2 3,57 3,60 3,60 10,70 3,57
P1Q3 3,60 3,57 3,63 10,80 3,60
P2Q1 3,53 3,50 3,50 10,53 3,51
P2Q2 3,70 3,70 3,73 11,13 3,71
P2Q3 3,63 3,67 3,67 10,97 3,66
P3Q1 3,57 3,57 3,63 10,77 3,59
P3Q2 3,67 3,63 3,67 10,97 3,66
P3Q3 3,67 3,63 3,67 10,97 3,66
TOTAL 97,58
RATA-RATA         3,61

Lampiran 15b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik deskriptif rasa
F
SK DB JK KT F Tabel  
Hitung
          0,05 0,01
tn
P 2 0,36 0,18 0,51 3,03 4,69
Q 2 0,50 0,25 0,70 tn 3,03 4,69
P*Q 4 0,70 0,18 0,49 tn 2,41 3,39
GALAT 261 93,03 0,36
TOTAL 269 96,60        
Keterangan: KK:16,57% tn:tidak nyata

Lampiran 16. Analis Kadar air


65

No Kode Berat Berat B. B. Kadar Rerata


Sampel sampel C. Sebelu Setelah air Kadar
Kosong m Oven Oven Air
    (gr) (gr) (gr) (gr) (%) (%)
1 P0Q0(1) 5,001 17,571 22,572 22,091 9,62
2 P0Q0(2) 5,030 18,187 23,217 22,700 10,28
3 P0Q0(3) 5,014 17,675 22,689 22,175 10,25 10,5
4 P2Q1(1) 3,002 18,571 21,573 21,515 1,93
5 P2Q1(2) 2,947 18,351 21,298 21,268 1,01
6 P2Q1(3) 3,003 17,375 21,378 21,323 1,83 1,59
Keterangan : P0Q0 = Kontrol
P2Q1 = Perlakuan Terbaik

Lampiran 17. Analisis Kadar Abu

No Kode Berat Berat B. B. Kadar Rerata


Sampel sampel C. Sebelu Setelah air Kadar
Kosong m Oven Oven Air
    (gr) (gr) (gr) (gr) (%) (%)
1 P0Q0(1) 3,008 17,571 20,641 20,238 13,39
2 P0Q0(2) 3,004 18,187 18,963 18,561 13,38
3 P0Q0(3) 5,008 17,675 19,525 19,119 13,49 13,42
4 P2Q1(1) 3,007 17,362 20,369 20,223 4,85
5 P2Q1(2) 3,006 15,697 18,703 18,555 4,92
6 P2Q1(3) 3,006 16,248 19,254 19,105 4,95 4,91
Keterangan : P0Q0 = Kontrol
P2Q1 = Perlakuan Terbaik

Lampiran 18. Uji pH

No Kode Sampel Hasil Analisi Rerata Kadar


Keasaman
1 P0Q0 5,8
2 P0Q0 5,8
3 P0Q0 5,8 5,8
4 P0Q2 6,5
5 P2Q2 6,5
6 P2Q2 6,5 6,5

Lampiran 19. Analisi Kadar Kafein


66

No Kode Sampel Hasil Analisi Rerata Kadar


Keasaman
1 P0Q0 1,03
2 P0Q0 1,05
3 P0Q0 1,08 1,05
4 P0Q2 1,48
5 P2Q2 1,46
6 P2Q2 1,47 1,47

Lampiran 20. Analisis Beda Warna

No Kode Sampel Hasil Analisi Rerata Kadar


Keasaman
1 P0Q0 24.0
2 P0Q0 25.14
3 P0Q0 23.3 24,14
4 P0Q2 18.2
5 P2Q2 18.7
6 P2Q2 19.1 18,67

Lampiran 21. Hasil analisis uji T kadar air bubuk kopi robusta

Paired Samples Test

Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)

95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 P – Q 1.17933E1 5.79298 3.34458 -2.59723 26.18390 3.526 2 .027


67

Lampiran 22. Hasil analisis uji T kadar abu bubuk kopi robusta

Paired Samples Test

Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)

95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 p - q 7.75000 1.27424 .73569 4.58460 10.91540 10.534 2 .009

Lampiran 22. Hasil analisis uji T kadar asam bubuk kopi robusta

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference t df Sig. (2-tailed)
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 p - q -.73333 .05774 .03333 -.87676 -.58991 -22.000 2 .002


68

Lampiran 23. Hasil analisis uji T kadar kafein bubuk kopi robusta

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence

Interval of the

Difference
Sig. (2-

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 P - Q -.43000 .02828 .02000 -.68412 -.17588 -21.500 1 .030

Standar Kafein (275 nm)

Kurva Standar Kafein


0.18
0.16 f(x) = 0.02 x + 0
0.14 R² = 1
Absorbansi (A)

0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
C (mg/L)

Persamaan Regresi Linear Y = aX + b Y = 0.0210X + 0.0032

Kode Absorbans X Volum Bobot kafein Kafein


Sampel b A
Sampel i (mg/L) e (L) fP (g) mg/1g (%)
10,27
0,0032 0,0210 1,03
B1 0,097 4,467 0,1 25 1,0872 1
10,53
B (Biji) 0,0032 0,0210 1,05
B2 0,095 4,371 0,1 25 1,0372 7
10,82
0,0032 0,0210 1,08
B3 0,098 4,514 0,1 25 1,0427 4
B 14,83
0,0032 0,0210 1,48
(Bubuk B1 0,132 6,133 0,1 25 1,0337 3
) B2 0,131 0,0032 0,0210 6,086 0,1 25 1,0425 14,59 1,46
4
69

14,71
0,0032 0,0210 1,47
B3 0,131 6,086 0,1 25 1,0342 1

Lampiran 24. Hasil analisis uji T beda warna bubuk kopi robusta

Paired Samples Test

Sig.
(2-
Paired Differences t df tailed)

95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper

Pair 1 p-q 5.48000 1.15378 .66613 2.61386 8.34614 8.227 2 .014


70

Lampiran . 25 Dokumentasi Penelitian


1. Proses Penyagraian

1 2 3
Keterangan : 1. Penyangraian biji kopi
2. Pendinginan biji kopi
3. Pemisahan kulit ari pada biji kopi
2. Proses Penggilingan
71

3. Pengujian Kadar Air

1 2
Keterangan: 1. Pengovenan bubuk kopi
2. Penimbangan setelah di oven

4. Pengujian Kadar Abu

1 2

Keterangan: 1. Penimbangan sebelum di tanur


2. Pentanuran bubuk kopi

5. Pegujian kadar keasaman/pH

6. Pengujian beda warna L


72

7. Pengujian kadar kafein

Anda mungkin juga menyukai