I. PENDAHULUAN
Kopi Robusta berasal dari kata ‘Robust’ yang artinya kuat, sesuai dengan
gambaran postur atau tingkat kekentalannya yang kuat. Kopi robusta dapat
tumbuh di dataran rendah dengan suhu optimal bagi perkembangan kopi robusta
berkisar 24-30 oC dengan curah hujan 2000-3000 mm per tahun pada ketinggian
400-800 mdpl, sangat cocok ditanam di daerah tropis yang basah. Dengan
budidaya intensif akan mulai berbuah pada umur 2,5 tahun. Tanaman ini akan
berbuah dengan baik dalam waktu 3-4 bulan dalam setahun dengan beberapa kali
turun hujan. Tanaman kopi Robusta cocok di tanah yang gembur dan kaya bahan
organik. Tingkat keasaman tanah (pH) yang ideal untuk tanaman ini 5,5-6,5.
Sedangklan kopi arabika memiliki ciri biji picak dan daun hijau tua dan
933 hektar perkebunan Robusta dan 307 hektar perkebunan Arabika. Menurut
data statistik oleh Badan Pusat Statistik Nasional (2018), produksi kopi Sulawesi
Tenggara mencapai 2675 ton. Secara geografis Bombana terletak di bagian selatan
26,7’’ lintang selatan (sepanjang ± 180 km) dan membentang dari barat ke timur
daratan ± 3.316.16 km2 atau 3.316.16 ha dan luas perairan sekitar ± 11.837.31
peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Buah kopi yang
minuman yang dapat dinikmati. Tanaman kopi Robusta relatif lebih tahan
terhadap penyakit karat daun (Putri, 2014). Tahapan pengolahan kopi dapat
digolongkan menjadi dua yaitu pengolahan kopi primer dan pengolahan kopi
kulit buah, fermentasi, pencucian biji kopi, pengeringan, pengupasan biji kopi HS,
pengolahan kopi sekunder adalah dari biji kopi kering di lanjutkan proses
penyangraian merupakan kunci dari proses produksi kopi bubuk. Pembuatan kopi
Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga
merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa
petani kopi di indonesia. Mutu dari kopi di tentukan saat penangananya selama
panen dan pascapanen. Kopi dengan mutu yang tinggi adalah kopi yang di petik
pada saat tua dan kopi yang di petik saat muda mengakibatkan aroma dan rasa
yang kurang. Umumnya petani kopi masih menggunakan alat manual serta cara
menggunakan peralatan manual seperti wajan yang terbuat dari tanah (kuali)
ataupun logam dapat menurunkan mutu bubuk kopi karna bisa dianggap tidak
2015).
Penelitian ini saya menggunakan suhu 195, 200 dan 205 dengan waktu 9,
berkaitan dengan pengaruh suhu dan lama penyangraian biji kopi menggunakan
suhu 190, 200 dan 210 dengan lama 10, 16 dan 22 menit menunjukan bahwa pada
uji kadar air menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan lama waktu sangrai
maka semakin baik. Hal itu karena penyerapan uap air di udara akan semakin
penyimpanan. Pada uji kadar kafein menunjukan bahwa semakin tinggi suhu dan
waktu penyangraian biji kopi maka kadar kafein semakin meningkat dan
memberikan cita rasa yang khas pada kopi. Pada uji pH menunjukan bahwa nilai
keasaman semakin menurun menuju ke nilai pH netral seiring dengan semakin tinggi
dan lamanya proses penyangraian. Sedangkan pada uji kadar abu menunjukan bahwa
semakin tinggi suhu dan lama penyangraian maka semakin tinggi kadar abu dihasikan
yang menandakan mutu dari biji kopi lebih baik dan bersih.
Penyangraian adalah proses pembentuk rasa dan dan aroma pada biji kopi.
Proses penyangraian terhadap biji kopi dilakukan dengan suhu yang tinggi.
yang berpengaruh terhadap perubahan warna, kadar air, ukuran dan bentuk biji.
4
Parameter karakteristik bubuk kopi antara lain: kadar air, kadar abu, kafein dan
mutu sensori. Makin lama waktu. sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati
Selama ini, penduduk Desa Ladumpi selalu menjual hasil kopi ke pasar
dan belum pernah mengolahnya sendiri untuk di jual kembali. Masyarakat Desa
Ladumpi masih mengolah kopi dengan cara yang tradisional. Oleh karena itu,
perlu di lakukan penelitian mengenai proses penyangraian biji kopi robusta dari
Desa Ladumpi yang berkaitan dengan suhu dan lama waktu penyangraian.
Dengan demikian, masyarakat akan mendapatkan cara yang lebih baik dalam
proses menyangrai biji kopi. Selain itu, masyarakat dapat mengetahui pengaruh
lama penyangraian pada kopi sangrai dan mengetahui interaksi antara suhu dan
kopi robusta.
4. Untuk mengetahui nilai fisikokimia bubuk kopi robusta yang disukai panelis.
kopi.
wilayah negara Etiopia dan Eritrea. Namun, tidak banyak diketahui bagaimana
dan Yaman. Arab mengambil alih perdagangan biji kopi dan mengendalikan
2018).
penjuru bumi. Salah satu daerah jajahan Eropa adalah indonesia. Kopi masuk
wilayah indonesia tahun 1696 di bawa oleh Belanda dari Malabar ke pulau jawa.
(Betawi/Jakarta). Namun, perkebunan ini gagal karena gempa bumi dan banjir
(Yulia, 2018).
Malabar. Kopi yang ditanam di Indonesia memiliki kualitas baik, hal itu diketahui
berdasarkan sampel penelitian yang di lakukan Emsterdam. Kualitas yang baik itu
Robusta dan Arabika karena memiliki karakteristik cita rasa (acidiy, aroma dan
penyangraian, pengolahan pasca panen, tanaman, rasa dan ada tidaknya cacat pada
biji kopi. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu kopi adalah penanganan
pasca panen. Mutu biji kopi robusta yang dihasilkan petani umumnya masih
rendah karena pengolahan pasca panen masih menghasilkan kopi asalan, yaitu biji
kopi yang dihasilkan dengan metode dan fasilitas sangat sederhana, kadar air
relatif tinggi dan masih tercampur dengan bahan-bahan lain dalam jumlah relatif
banyak. Berikut merupakan tabel syarat umum kopi sangrai dalam SNI.
Bagi produsen terutama petani, mutu kopi dipengaruhi oleh kombinasi tingkat
produksi, harga dan budaya. Pada tingkat pengolahan kopi bubuk, kualitas kopi
tergantung pada kadar air, stabilitas karakteristik, asal daerah, harga, komponen
biokimia dan kualitas cita rasa. Pada tingkat konsumen, pilihan kopi tergantung
pada harga, aroma dan selera, pengaruh terhadap kesehatan serta aspek
Cita rasa termasuk dalam sifat-sifat organoleptik yang dapat diukur dengan
indera dan dapat dipengaruhi oleh sifat fisik, kimiawi, faktor-faktor agronomi dan
dilanjutkan dengan pengupasan kullit dan pensortiran. Kopi asalan ini selanjutnya
dikupas dan dikeringkan lagi oleh pengumpul untuk meningkatkan nilai mutu dan
daya simpan biji kop. Pada akhir proses pengringan, biji kopi yang dihasilkan
harus memiliki kadar air pada atau di bawah 12% untuk mencegah terjadinya
warna biji kopi. Biji kopi yang berwarna hitam dapat menimbulkan rasa asam
yang berat yang berpengaruh terhadap selera (Irwanto dkk., 1991). Berikut
Air 11,23
Kafein 1,21
Lemak 12,27
Gula 8,55
Selulosa 18,87
Nitrogen 12,07
Bahan bukan N 32,58
Abu 3,.92
Menjelang proses pascapanen kopi yang sudah dipetik harus segera diolah
lebih lanjut dan tidak boleh dibiarkan begitu saja selama lebih dari 12–20 jam.
Bila kopi tidak segera diolah dalam jangka waktu tersebut maka kopi akan
mengalami fermentasi dan proses kimia lainnya yang bisa menurunkan mutu dari
kopi tersebut. Apabila kopi robusta terpaksa belum diolah seletelah dipetik, maka
kopi robusta harus direndam terlebih dahulu dalam air bersih yang mengalir (Sari,
2018).
Menurut Rahardjo (2012), Banyak cara yang di lakukan petani kopi dalam
proses pengolahan biji kopi kering. mengingat kapasitas olah kecil, mudah
dilakukan dan peralatan sederhana. Tahapan pascapanen kopi dapat di lihat pada
Gambar 1 berikut:
10
1. Sortasi buah
saat proses pengolahan hrus di ulangi. Sortasi di lakukan untuk memisahkan yang
muda, setengah matang, matang dan yang rusak akibat hama tanaman. Biji kopi
yang matang memiliki kualitas baik di bandingkan biji kopi lainya. Selain itu,
cara sortasi biji adalah dengan memisahkan biji-biji kopi cacat agar diperoleh
massa biji dengan nilai cacat sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-2008
(Natawidjaya, 2012).
2. Pengeringan
Biji kopi yang sudah di sortasi harus di lakukan pengeringan agar tidak
mengalami proses kimiawi yang dapat menurunkan kualitas biji kopi tersebut.
biji kopi sampai 12,5%. Untuk mencapai kadar air yang di inginkan pengeringan
3. Pengupasan kulit
pengupas. Tujuannya untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk
dan kulit ari. Pengupasan kulit tidak dilakukan dengan cara menumbuk karena
Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari benda asing yang
reprocessor dan eksportir untuk mendapatkan kopi yang memenuhi syarat mutu.
sfesifikasi grafiti dan trommol zeaf bedasarkan ukuran biji (Natawidjaya, 2012).
Proses penyangraian adalah proses pembentukan rasa dan aroma pada biji
kopi. Apabila dalam biji kopi memiliki keseragaman dalam ukuran, specific
grafity, tekstur, kadar air dan struktur kimia, maka proses penyangraian akan
perbedaan yang sangat besar, sehingga proses penyangraian merupakan seni dan
Kualitas biji kopi dapat ditingkatkan bila proses penyangraian dilakukan pada
suhu dan lama penyangraian yang tepat untuk mendapatkan kadar air dan tingkat
Perubahan tersebut terjadi pada bentuk fisik dan kandungan senyawa kimia di
kenaikan suhu yang sangat drastic. Suhu selama penyangraian sangat tinggi yaitu
berkisar 160ᵒC sampai lebih dari 220ᵒC. Tingginya suhu dalam proses
penyangraian ini memicu terjadinya banyak reaksi kimia. Dampak dari reaksi
tersebut terjadi perubahan karakteristik biji kopi sangrai. Peningkatan suhu selama
penyangraian terjadi pada biji secara cepat dalam waktu beberapa menit
(Hasbullah dkk., 2018). Berikut merupakan gambar 2 biji kopi yang sudah
disanggrai.
berjalan secara berurutan yaitu, penguapan air dari dalam biji, penguapan senyawa
volatile (senyawa yang mudah menguap) antara lain aldehid, furfural, keton,
alkohol dan ester serta proses pirolisis atau pencoklatan biji. Proses penyangraian
diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan
panas yang tersedia dan kemudian di ikuti dengan reaksi pirolisis. Pirolisis pada
karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi sebagai akibat
dari pemanasan. Dalam reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai diatas
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, seperti
pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil
oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada biji kopi. Swelling
besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-
biji kopi yang telah disangrai untuk mendapatkan kopi bubuk dengan ukuran
tertentu. Butiran biji kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang relatif besar
citarasa mudah larut ke dalam air penyeduh. Proses penggilingan ada dua, yaitu
secara tradisional dan modern. Cara tradisional biasa dilakukan oleh petani
dengan cara menumbuk kopi sangrai tadi dengan lumpang. Cara modern
dilakukan oleh industri dengan menggunakan mesin yang dilengkapi alat pengatur
Penggilingan biji kopi bertujuan untuk memecah biji kopi sangrai utuh
terjadi karena biji kopi utuh mengalami tumbukan, benturan, potongan dan
geseran dengan komponen penghalus yang bergerak secara berulang. Biji kopi
kehalusan tertentu agar mudah di seduh dan memberikan sensasi rasa serta aroma
pasaran. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan menjadi empat bagian yaitu :
coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very fine
(bubuk amat halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara
sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian besar dilepaskan selama proses dan
pahit dan sebuah stimulan yang membuat kita tetap terjaga. Kafein merupakan
senyawa terpenting yang terdapat di dalam kopi. Kafein berfungsi sebagai unsur
citarasa dan aroma di dalam biji kopi. Kandungan kafein biji mentah kopi arabika
lebih rendah dibandingkan biji mentah kopi robusta, kandungan kafein kopi
robusta sekitar 2,2 % dan Arabika sekitar 1,2 %. Selama ini besarnya kandungan
kafein kopi bubuk, nilai pH dan karakteristik aroma dan rasa seduhan kopi jantan
dan betina jenis arabika dan robusta belum diketahui secara pasti karena belum
dan karakteristik aroma dan rasa seduhan kopi jantan dan betina jenis arabika dan
adalah senyawa turunan protein disebut dengan purin xantin. Senyawa ini pada
kondsi tubuh yang normal memang memiliki beberapa khasiat aantara lain
merupakan obat analgetik yang mampu menurunkan rasa sakit dan megurangi
demam. Akan tetapi, pada tubuh yang mempunyai masalah dengan keberadaan
hormon metabolisme asam urat, maka kandungan kafein dalam tubuh akan
menstimulasi susunan saraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronks
Kadar air merupakan salah satu komponen kualitas kopi yang penting.
Pada saat panen, kadar air biji kopi bisa diatas 60% dan harus diturunkan
dikisaran 12%. Pada umumnya, penurunan kadar air dengan cara menjemurnya.
Penjemuran bisa hanya 2 hari, atau bisa lebih dari seminggu, tergantung intensitas
sinar matahari. Selain itu, teknik pascapanen kopi seperti pengolahan basah, semi
basah dan kering, sangat mempengaruhi waktu pengeringan. Kadar air pada kopi
juga semakin berkurang setelah melalui proses roasting. Biji kopi hijau yang
diroasting di atas wajan berbahan stainless stell memiliki kadar air yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kadar air biji kopi yang diroasting di atas wajan
berbahan tanah liat. Salah satu sifat logam adalah menghantarkan panas, begitu
pula dengan stainless stell yang cepat menyerap panas yang kemudian dihantarkan
mempengaruhi kadar air. Penurunan kadar air pada biji kopi yang telah sangrai,
disebabkan karena suhu yang semakin tinggi dan semakin lamanya proses
penyangraian biji kopi mengakibatkan air yang terdapat pada biji kopi menguap
sehingga kadar air biji kopi semakin berkurang (Yusdiali dkk., 2012).
Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah
bahan dibakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai
komponen yang tidak mudah menguap tetap tinggal dalam pembakaran. Kadar
abu merupakan jumlah mineral-mineral yang terdapat pada bahan. Kadar abu
yang tinggi dikarenakan kandungan mineral yang tinggi, selain itu kotoran dan
17
sisa kulit ari juga dapat mempengaruhi kadar abu yang terkandung dalam biji kopi
(Angelia, 2018).
2.1.10. Uji pH
Nilai pH yang terdapat pada kopi terbentuk dari kandungan asam yang ada
dalam kopi. Asam – asam karboksilat pada biji kopi antara lain asam format, asam
asetat, asam oksalat, asam sitrat, asam laktat, asam malat, dan asam quinat. Pada
malat, asam sitrat, dan asam phosporat, yang berperan dalam pembentukan
citarasa asam pada kopi. Nilai pH biji kopi juga dipengaruhi oleh lokasi atau
sumber sinar. Pengaruh tersebut terlihat apabila suatu bahan dilihat di tempat yang
suram dan ditempat yang gelap akan menimbulkan perbedaan warna yang
mencolok. Warna bukan merupakan suatu zat/ benda melainkan suatu sensasi
seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energy radiasi yang jatuh
yang dapat dibedakan secara visual. Pengukuran nilai warna pada biji kopi beras
2017).
18
biji kopi arabika sangrai dan keasaman seduhan kopi, tetapi perlakuan suhu
penyangraian tidak berpengaruh terhadap kadar air dan nilai warna L (Lightness).
Interaksi perlakuan suhu dan lama penyangraian berpengaruh nyata pada taraf 5%
terhadap rendemen, kadar air, nilai warna L, keasaman dan penerimaan panelis
terhadap aroma, rasa dan warna seduhan kopi sangrai arabika. Suhu penyangraian
terbaik yang paling tepat digunakan untuk menghasilkan karakteristik fisik dan mutu
sensori terbaik yaitu suhu penyangraian 235°C dengan lama penyangraian 14 menit
yaitu dengan rendemen 82,5%, kadar air 1,08% (bb), nilai warna L 6,51, keasaman
5,84, skoring aroma 3,6 (antara biasa dan suka), skoring rasa 3,2 (antara biasa dan
suka), skoring warna 3,6 (antara biasa dan suka) (Purnamayanti dkk., 2017).
Kopi Robusta merupakan salah satu jenis minuman yang cukup diminati di
agar menghasilkan aroma khas. Salah satu cara pengolahan dengan proses
penyangraian biji kopi dengan menggunakan suhu dan waktu yang berbeda.
Parameter karakteristik bubuk kopi diantaranya yaitu: kadar air, kadar abu,
pH, kadar kafein,dan beda warna L. Pertama untuk secara subyektif dilakukan uji
sensoris terhadap aroma, rasa dan warna pada seduhan kopi Robusta. Suhu yang
digunakan pada penilitian ini yaitu 1950C, 2000C, dan 2050C, sementara untuk
waktu yang digunakan yaitu 9 menit, 11 menit, dan 13 menit. Setelah didaptkan
19
hasil terbaik maka dilanjutkan degan mengamati kadar air metode yang digunakan
Kopi kering
Permasalahan :
Belum ada penelitian terkait karakterstik
organoleptik dan sifat fisikomia dari kajian suhu
dan lama penyangraian kopi bubuk Bombana
Solusi :
kopi kering
Dilakukan penelitian mengenai Suhu dan
lama penyangraian
Biji kopi
Perlakuan
terbaik
3. Hipotesis
sebagai berikut:
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji kopi robusta
kering yang telah disortir yang berasal dari daerah Ladumpi kabupaten Bombana,
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin sangrai, mesin
berskala, oven, saringan kopi, gelas ukur, kamera, spidol atau alat tulis, sendok
faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor pertama suhu penyangraian (P) yang
terdiri dari tiga taraf yaitu P1=1950C, P2=200 0C, P3=205 0C dan faktor kedua
lama penyangraian (Q) yang terdiri dari tiga taraf yaitu Q1=9 menit, Q2=11
percobaan. Kontrol atau P0Q0 merupakan kode sampel biji kopi robusta tanpa
Prosedeur dalam Penelitian ini yaitu menyiapkan biji kering kopi robusta
yang telah disortir sebanyak 13,5 kg, sebelum proses penyangraian terlebih dahulu
perlakuan sebanyak 500 gram, setelah ditimbang masukan setiap 500 gram ke
timbang agar diketahui berat setelah dilakukan roasting dan untuk mengetahui
dengan mesin penggiling kopi dengan ukuran bubuk kopi 40 mesh. Kopi bubuk
Adapun kelebihan dari kemasan ini yaitu memiliki daya simpan tinggi, kuat dan
tidak mudah sobek, tahan terhadap sinar matahari sehingga kandungan yang
terdapat pada produk dapat terjaga dengan baik, serta dapat menjaga cita rasa dan
pertama uji organoleptik terhadap aroma, warna dan rasa pada seduhan kopi
robusta terdapat pada lampiran 4. Kedua uji kadar air terhadap kopi bubuk dapat
dilihat pada lampiran 5, kadar abu dapat di lihat pada lampiran 6, kadar keasaman
23
atau pH dapat dilihat pada lampiran 7, kadar kafein dapat dilihat pada lampiran 8
analisis ragam (ANOVA) apabila berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji
lanjut menggunakan uji (Duncan Multiple Range Test) pada taraf kepercayaan
95%.
24
pada Tabel 3.
warna, aroma, dan rasa pada bubuk kopi Robusta berpengaruh tidak nyata pada
4.1.1.1. Warna
Lampiran 10a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 10b.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama
organoleptik warna bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama
dihasilkan berbeda. Dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara satu sama
lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel P2Q2
dengan rerata 3,64 dengan kategori suka sedangkan rerata paling rendah terdapat
pada kode sampel P1Q2 dan P1Q3 dengan rerata 3,56 dengan kategori suka.
4.1.1.2. Aroma
Lampiran 12a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 12b.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama
organoleptik aroma bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama
dihasilkan berbeda. Dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara satu sama
lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel P2Q2
dengan rerata 3,71 dengan kategori suka sedangkan rerata paling rendah terdapat
pada kode sampel P3Q1 dan P3Q2 dengan rerata 3,62 dengan kategori suka.
4.1.1.3. Rasa
Lampiran 14a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 14b.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama
organoleptik rasa bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama
dihasilkan berbeda-beda. Namun dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara
satu sama lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel
P2Q2 dengan rerata 3,83 dengan kategori suka sedangkan rerata paling rendah
terdapat pada kode sampel P3Q1 dengan rerata 3,71 dengan kategori suka.
aroma, dan rasa pada bubuk kopi Robhusta berpengaruh tidak nyata pada suhu,
4.1.2.1. Warna
Lampiran 11a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 11b.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama
organoleptik warna bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama
dihasilkan berbeda-beda. Namun dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara
satu sama lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel
29
P2Q2 dengan rerata 3,68 dengan kategori gelap sedangkan rerata paling rendah
terdapat pada kode sampel P1Q1 dengan rerata 3,44 dengan kategori agak gelap.
4.1.2.2. Aroma
Lampiran 13a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 13b.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama
organoleptik aroma bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama
dihasilkan berbeda-beda. Namun dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara
satu sama lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel
P2Q2 dengan rerata 3,78 dengan kategori gelap sedangkan rerata paling rendah
30
terdapat pada kode sampel P1Q2 dan P1Q3 dengan rerata 3,48 dengan kategori
agak gelap.
4.1.2.2. Rasa
Lampiran 15a, sedangkan hasil sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 15b.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan suhu dan lama
organoleptik rasa bubuk kopi robusta dari perlakuan pengaruh suhu dan lama
dihasilkan berbeda-beda. Namun dari perbedaan tersebut tidak terlalu jauh antara
satu sama lain. Dari sembilan perlakuan rerata tertinggi terdapat pada kode sampel
31
P2Q2 dengan rerata 3,71 dengan kategori gelap sedangkan rerata paling rendah
terdapat pada kode sampel P2Q1 dengan rerata 3,51 dengan kategori gelap.
Analisis pengaruh suhu dan lama penyangraian biji kopi Robusta dapat di
IV.2. Pembahasan
atau kualitas sifat produk yang dihasilkan. Pengujian ini dilakukan dengan hanya
peraba, indra penciuman, indra perasa. Menurut Laksmi (2012), uji organoleptik
dilakukan pada empat parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur karena suka
terhadap warna, aroma dan rasa dari sampel. Tanggapan tersebut dapat berupa
dengan skala yang ditetapkan. Skala hedonik dapat diberikan menurut skala yang
diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan.
Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan,
penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panelis
bertindak sebagai instrumen atau alat. Panelis ini terdiri dari orang atau kelompok
yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif.
Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis (Badan POM, 2003).
Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih
Oleo sebanyak 30 orang. Skala hedonik yang digunakan dalam penelitian adalah
Skala 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak
suka). Bubuk kopi dicampur air dan gula yang diujikan diberi kode, kemudian
panelis diminta memberi penilaian yang meliputi warna, aroma dan rasa.
Sedangka untuk skala deskriptif juga meliputi warna, aroma dan rasa.
33
4.2.1.1. Warna
terhadap bubuk kopi robusta yang telah dirosting. Namun dari semua sampel
terdapat kode sampel P2Q2 memiliki penilaian tertinggi yaitu dengan rata-rata
3,64 atau kategori suka pada organoleptik hedonic (lampiran 10a). Pada uji
Dimana rara-rata panelis memberikan penilaian agak gelap terhadap bubuk kopi
robusta yang telah dirosting dengan rata-rata penilaian 3,68 (lampiran 11a).
Namun hasil yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap warna. Hal ini
diduga karna suhu dan waktu yang rendah. Hal tersebut didukung penelitian
Purnamayanti (2017) yang mengatakan bahwa suhu 220o C, 235o C, dan 250o C
dan waktu 14, 17 dan 20 menit berpengaruh nyata terhadap warna yang
dihasilkan.
kopi robusta. Hal tersebut dapat dibuktikan saat dilakuangan penyangraian pada
biji kopi. Dimana semakin lama tinggi suhu dan lama penyagraian yang dilakukan
maka warna biji kopi tersebut semakin hitam. Perubahan warna biji kopi diduga
karna suhu panas selama proses penyangraian. Hal tersebut berdasarkan penelitian
Mulato (2002) yang mengatakan bahwa semakin lama suhu dan lam penyangraian
maka warna biji kopi sangrai mendekati coklat tua kehitaman. Penyangraian pada
suhu 1950 C berbeda dengan suhu 2000 C dan 2050 C begitupun dengan waktu 9
produk terlihat tidak menarik, maka konsumen akan menolak produk tersebut
diterima akan kesukaannya terhadap apa yang ditampilkan oleh produk tersebut.
Hal itu sesuai dengan pendapat Winarno (2004), yaitu secara visual faktor warna
tampil lebih dahulu. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat
baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang.
Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak, tetapi memiliki warna yang tidak
menarik atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya,
4.2.1.2. Aroma
hedonik aroma yang baik. Hasil panelis setiap perlakuan bubuk kopi robusta
berbeda-beda antara sampel P1Q1 sampai P3Q3. Namun rerata yang di peroleh
dari hasil organoleptik hedonik menunjukan aroma yang kuat yaitu dengan rata-
rata 3,71 dan terdapat pada kode sampel P2Q2 (lampiran12a). Selain itu ada uji
menghasilkan perlakuan terbaik dengan rata-rata 3,78 (lampiran 13a) atau aroma
yang kuat. Namun rerata yang dihasilkan berpengaruh tidak nyata terhadap
karakteristik organoleptik aroma yang dihasilkan. Hal ini diduga karena suhu dan
Purnamayanti dkk (2017) dengan suhu 220o C, 235o C, dan 250o C dan waktu 14,
35
Penyangraian suhu dan lama dapat mempengaruhi aroma biji kopi. Aroma
khas biji kopi terdapat pada perlakuan medium yaitu pada suhu 200 o C dengan
waktu 11 menit. Sedangkan suhu dan waktu tertinggi memiliki aroma yang tidak
khas karena biji kopi mendekati gosong. Suhu dan lama penyangraian
berpengaruh terhadap aroma biji kopi robusta. suhu dan lama penyangraian akan
menimbulkan aroma khas dari biji kopi tersebut. Semakin tinggi suhu dan lama
penyangraian maka aroma biji kopi semakin baik. Hal ini berdasarkan penelitian
Sivetz dalam purnamayanti dkk, (2017) menyatakan bahwa terbentuknya aroma yang
khas pada kopi disebabkan oleh kafeol dan senyawa-senyawa komponen pembentuk
aroma kopi lainnya. Aroma kopi muncul akibat dari senyawa volatil yang tertangkap
oleh indera penciuman manusia. Semakin lama penyangraian maka semakin banyak
senyawa volatil yang menguap sehingga akan mempengaruhi aroma kopi bubuk.
menguap dari makanan tersebut yang ditangkap oleh hidung sebagai indra
ester dan volatil. Aroma atau bau dalam bahan pangan pada umumnya diterima
oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran
empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 2004).
Sehingga Aroma suatu produk pangan dapat dinilai dengan cara mencium bau
yang dihasilkan dari produk tersebut. Aroma juga merupakan zat volatil yang
dilepaskan dari produk yang ada didalam mulut atau aroma seringkali disebut
aroma. Aroma berasal dari senyawa volatile yang menguap, dimana molekul
komponen tersebut menyentuh silia olfaktori dan diteruskan ke otak dalam bentuk
impuls listrik (De Man, 2003). Menurut Wijaya (2009), aroma yang terbentuk dari
reaksi bahan pangan adalah merupakan sensasi dari senyawa volatile yang
diterima oleh rongga hidung. Winarmo (2006) juga menambahkan bahwa aroma
akan lebih mudah diterima oleh konsumen jika memiliki aroma yang khas dan
menarik.
4.2.1.3. Rasa
menunjuka adanya rasa khas yang dihasilkan. Rereata tertinggi pada organoleptik
hedonik terdapat pada kode sampel P2Q2 yaitu sebesar 3,83. Sedangka pada uji
dengan rata-rata tertinggi 3,71. Namun tidak memberikan pengaruh tidak nyata
terhadap karakteristik organoleptik yang dihasilkan. Hal ini diduga suhu dan
waktu yang rendah selama proses penyangraian. Hal tersebut didukung dengan
penelitian Purnamayanti (2017) yang mengatakan bahwa suhu 220o C, 235o C, dan
250o C dan waktu 14, 17 dan 20 menit berpengaruh nyata terhadap rasa yang
dihasilkan
Tidak hanya pada warna dan aroma, rasa juga dapat berpengaruh terhap
suhu dan lama penyangraian. Semakin lama penyagraian maka biji kopi Robusta
semakin pahit hal tersebut diduga karna panas yang tinggi menyebabkan
37
kandungan gula pada biji kopi gosong. Hal tersebut berdasarkan penelitian
Purnamayanit ddk (2017) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan lama
penyangraian maka senyawa akan lebih cepat panas, sehingga atom akan bergerak
lebih keras dan akan mematahkan ikatan kimia hal ini yang menyebabkan rasa kopi
cenderung pahit dan tidak memiliki rasa apabila disangrai dengan suhu tinggi.
senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
baku serta interaksi dengan komponen rasa lain dan juga senyawa flavor yang
dapat memberikan rangsangan pada indra penerima pada saat mengecap dan
kesan yang ditinggalkan pada indera perasa setelah seseorang menelan produk
tersebut.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 11. kadar air pada biji kopi robusta
pada kontrol yaitu 10,5% sedangkan analisis bubuk kopi robusta sebesar 1,59. Biji
kopi dapat dilakukan penyangraian karna sesuai SNI biji kopi yaitu maksimal
12,5% sedangkan hasil terbaik berdasarkan SNI. Jika dibandingka antara biji kopi
kontrol dengan bubuk kopi sangrai kadar air mengalami penurunan. Hal ini
menunjukan suhu dan lama penyangraian mempengaruhi kadar air dalam biji
kopi. Berkurangnya kadar air dalam biji kopi sangrai (P2Q2) diduga adanya suhu
38
panas yang menyebabakan kandungan air dalam biji kopi meengalami penguapan.
Biji kopi kontrol (P0Q0) memiliki kandungan air lebih tinggi dibandingkan biji
kopi sangrai (P2Q2) karena belum mengalami penyangraian dengan suhu yang
sudah ditentukan. Sehingga semakin lama suhu dan waktu penyangraian maka
semakin rendah kadar air pada biji kopi sangrai. Hal ini berdasarkan penelitian
Estiasih (2009) yang mengatakan bahwa semakin besar perbedaan suhu antara
medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan
pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan, sehingga
semakin tinggi suhu dan lama penyangraian maka kadar air biji kopi semakin
rendah. Menurut Mulato (2002), perbedaan ukuran dari biji kopi akan
mempengaruhi kadar air yang terkandung dalam biji kopi. Selain itu fenomena
tersebut terkait dengan ukuran dan jumlah sel-sel penyusun Kadar air maksimal
pada kopi bubuk adalah 7 %, hal ini sesuai dengan SNI 01-3542-2004.
Kadar air suatu bahan perlu diketahui, karena air dapat mempengaruhi cita
rasa. Di samping itu, kadar air juga mempengaruhi kesegaran dan daya tahan
air yang diharapkan dari produk yang akan dihasilkan dari perlakuan adalah kadar
air yang terendah. Semakin rendah kadar air maka penyerapan uap air dari udara
akan semakin lama. Hal ini akan menjaga ketahanan bahan dari kerusakan oleh
mikroorganisme selama penyimpanan. Kadar air yang terus bertambah juga dapat
Menurut penelitian Ridwansyah (2003), kadar air rata - rata kopi pada
suhu 160 oC selama 20 menit yaitu 2,12%, selama 40 menit yaitu 1,44%, selama
60 menit yaitu 0,92%, sedangkan pada suhu 180 oC selama 20 menit yaitu 1,88%,
selama 40 menit yaitu 0,96%, selama 60 menit yaitu 0,83%, sedangkan pada suhu
200 oC selama 20 menit yaitu 0,94%, selama 40 menit yaitu 0,78%, selama 60
menit yaitu 0,57%. Kadar air biji kopi setelah penyangraian cenderung menurun
Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah
bahan dibakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai
komponen yang tidak mudah menguap tetap tinggal dalam pembakaran dan
pemijaran senyawa organik. Kadar abu yang dilakukan pada penelitian ini adalah
P2Q2 memiliki perlakuan terbaik atau hasil organoleptic tertinggi. Kadar abu biji
kopi kontrol lebih tinggi dibandingkan kadar abu biji kopi hasil sangrai.
Penurunan kadar abu dipengaruhi suhu dan waktu selama penyagraian dilakukan.
jumlah kandungan mineral dalam bahan pangan. Menurut yuhandini, dkk (2008)
perbedaan kadar abu kopi disebabkan oleh beberapa factor diantaranya mutu kopi.
4.2.2.3. Kadar pH
kontrol dengan hasil terbaik. Biji kopi kontrol memiliki keasaman lebih rendah
40
dibandingkan setelah disangrai. Hal tersebut karna pH yang terdapat pada kopi
terbentuk dari kandungan asam yang ada dalam kopi. Asam – asam karboksilat
pada biji kopi antara lain asam format, asam asetat, asam oksalat, asam sitrat,
asam laktat, asam malat, dan asam quinat. Pada proses penyangraian asam-asam
tersebut berubah menjadi asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam
asam, jika kadar asam tinggin maka nilai pH rendah sedangkan bila kadar asam
rendah nilai pH tinggi. Semakin tinngi kadar asam asetat yang terlarut akan
menurunkan pH. Jadi, dalam hal sebaliknya semakin rendah kadar asam asetat
maka nilai pH akan semakin meningkat. Menurut Widyotomo dkk., (2009) asam
asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam phosporat berperan penting pada
Cita rasa yang dihasilkan oleh kopi tidak hanya rasa pahit ataupun rasa
lain yang ditimbulkan ketika mencicipi kopi. Tetapi ada rasa asam yang
dihasilkan oleh kopi yang diseduh. Ada kriteria asam yang enak dan rasa asam
yang tidak enak. Berdasarkan tabel 11. Hasil analisis menunjukan untuk rasa asam
yang tertinggi yaitu 6,5% (hasil terbaik) sedangkan untuk biji kopi tingkat
keasaman sebesar 5,9% (kontrol). Hasil analisi data menunjukan sesuai SNI baik
biji kopi kontrol (P0Q0) maupun biji kopi sangrai (P2Q2). Jika dibandingkan
antara biji kopi dengan perlakuan terbaik maka keasaman mengalami peningkatan
41
penelitian Nopitasari (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan
dihasilkan terasa asam karena terhambatnya penguapan air dan asam-asam mudah
menguap lainnya.
Rasa asam yang terdeteksi pada seduhan kopi berasal dari kandungan
asam yang ada dalam kopi, yaitu dari kelompok asam karboksilat antara lain asam
format, asam asetat, asam oksalat, asam sitrat, asam laktat, asam malat, dan asam
quinat. Asam – asam tersebut terbentuk pada proses fermentasi dan penyangraian,
yang memberikan tingkat rasa asam yang tajam pada air seduhan kopi sehingga
Hasil uji kadar kafein diperoleh dari uji organoleptik yang menghasilkan
perlakuan terbaik. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 11. Jika di bandingkan
dengan control (P0Q0) maka kadar kadar kafein hasil terbaik (P2Q2) relatih lebih
tinggi. Hasil terbaik (P2Q2) lebih tinggi karena proses penyangraian mengalami
pemanasan sedangkan biji kopi kontrol (P0Q0) lebih rendah karena belum
mengalami penyangraian. Hasil analisi antara kontol (P0Q0) dengan hasil terbaik
berbanding lurus dengan suhu dan waktu penyangraian, semakin tinggi suhu dan
42
semakin lama waktu penyangraian maka semakin tinggi persentase kadar kafein
yang diperoleh, hal ini diduga karna panas dari suhu 195 sampai 205 dan waktu 9
menyatakan semakin tinggi suhu penyangraian maka kadar kafein juga semakin
meningkat, diduga karena terurainya zat cair dan zat asam sehingga jumlah
kandungan zat non cair seperti kafein, lemak dan mineral persentasenya
pada kode sampel P2Q2 dengan jumlah rata-rata sebesar 17,87%. Jika
semakin hitam warna bubuk kopi. Panas yang diterima biji kopi selama
penurunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sari (2018) yang menyatakan bahwa
waktu. Hasil analisis beda warna menunjukan berbeda nyata terhadap suhu dan
lama penyangraian. Hal ini diduga karna suhu dan lama penyangraian yang di
suhu dan waktu yang tinggi yaitu suhu 220o C, 235o C, dan 250o C dan waktu 14,
17 dan 20 menit yang berbeda nyata terhadap beda warna yang dihasilkan.
Warna mempunyai peran penting pada komoditas kopi yaitu sebagai daya
tarik, tanda pengenal, dan atribut sensori. Warna menjadi faktor mutu yang
menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberikan kesan disukai atau
tidak disukai. Warna pada bubuk kopi dipengaruhi oleh tingkat penyangraian
kopi. Waktu penyangraian yang lama akan menghasilkan warna bubuk kopi yang
lebih hitam pekat dan berpengaruh terhadap warna ekstrak kopi. Semakin lama
bergugus amino. Reaksi Maillard adalah reaksi browning non enzimatik yang
warna yang diperoleh tidak seragam. Namun secara umum data yang diperoleh
dapat menggambarkan adanya perubahan warna kecerahan pada biji kopi selama
V. PENUTUP
V.1. Kesimpulan
sebagai berikut :
1. Suhu dapat mempengaruhi organoleptik warna, aroma dan rasa. Semakin tinggi
suhu penyangraian maka semakin hitam warna biji kopi. Semakin tinggi suhu
maka aroma khas semakin kuat. Sedangkan pada rasa semakin tinggi suhu
Semakin lama waktu sangrai maka warna biji kopi semakin gelap, semakin
lama penyangraian maka aroma kopi semakin kuat dan semakin lama
bubuk kopi robusta. semakin tinggi dan lama penyangraian maka aroma, warna
4. Nilai fisikokimia yang disukai panelis sesuai standar SNI 01-3542-2004 yaitu
kadar abu 1,59%, kadar abu 4,91%, kadar pH 6,50%, kadar kafein 1,47% dan
V.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agusanti, Y. 2011. Analisa mutu bubuk kopi robusta (Coffea canephora) pada cv.
bintang makmur. Skripsi. Blang Bintang, Aceh Besar. Program Studi
Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh
Angelia, I. O. 2018. Uji Karakteristik Kopi Non Kafein Dari Biji Pepaya Dengan
Variasi Lama Penyinaran. Journal of Agritech Science, Vol. 2 No. 1.
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Kopi Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 01-2907-2008 Biji Kopi. Jakarta (ID):
Badan Standarisasi Indonesia.
Nielsen, S.S. 2003. Instructor Manual for Food Analysis; Answer to Study
Question.3rd Edition. Kluwer Academic Plenum Publisher : New York.
Novita. E. Rizal, S. Erliza, N dan Sri, M. 2010. Peningkatan Mutu Biji Kopi
Rakyat Dengan Pengolahan Semi Basah Berbasis Produksi Bersih.
Agrotek Vol. 4, No. 1, Hal:76-90.
Sari, R. Y. 2018. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyangraian Terhadap Sifat Fisik-
Mekanis Biji Kopi Sangrai Robusta Pagaralam, Sumatera Selatan. Fakultas
Teknologi Pertania Institut Pertanian Bogor.
Sridevi, V., dan Parvatam, G., 2014. Changes in Content During Fruit
Defelopment In Coffea Canephora P. Ex. Fr. Grown At Different
Elevations, journal Of Biology And Eart Sciences, 4(2):B164.
Weiberg, Bennett Alan & Bonnie K. Bealer. 2010. The Miracle Of Caffeine.
Bandung:Qanita.
Wijaya, C.H., (2009). Food Review. Majalah Food review Indonesia. Vol. IV.
Winarno, F. G. 2004. Kimia pangan dan gizi edisi kesebelas. Gramedia Pustaka
Utama : Jakarta.
Yuhandini, L., A. Rejo, dan Hasbi. 2008. Analisis Mutu Kopi Sanggrai
Berdasarkan Tingkat Mutu Biji Kopi Beras. Program Studi Teknik
Pertanian Universitas Sriwijaya. Makassar.
Zarwinda I. dan Sartika. 2018. Pengaruh Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap
Kafein Dalam Kopi. Lantanida Journal, Vol. 6 No. 2.
49
LAMPIRAN
Keterangan :
1,2,3=Ulangan
50
Sebagai Berikut :
Biji kopi kering 13,5 kg Telah disortir
Bubuk Kopi
Metode Gravimetri
Uji kadar keasaman
Metode pH meter
Uji kadar kafein
Metode spektrofotometri
UV-Vis
Uji beda warna L
Metode colorimeter
Selesai
Panelis :
Usia :
Perintah : Amati seduhan kopi dengan kode yang tertera. Nyatakan
kesukaan anda terhadap karakteristik sensori meliputi warna, aroma, dan rasa
dengan memberikan skor!
No Sampel Warna Aroma Rasa Keterangan :
1 301 5 = Sangat suka
2 345 4 = Suka
3 = Agak suka
3 332
2 = Biasa
4 323
1 = Tidak suka
5 435
6 456
7 567
8 565
9 655
10 788
11 768
12 887 Lampiran 5. Kadar Air
13 897
14 835 Metode
15 876
16 931 Thermogravimetri
17 948
18 950 (AOAC, 2005)
19 962
20 910 Cawan petri
21 924
dibersihkan dan
22 289
23 265
dipanaskan dalam oven
24 287
25 462 pada suhu 105oC lalu
26 347
27 478 didinginkan dalam
Rata-rata
Total desikator. Kemudian
ditimbang sebagai bobot kosong. Perlakuan ini diulang hingga diperoleh bobot
konstan. Selanjutnya menimbang sampel sebanyak 5 gram dalam cawan petri dan
53
dinyatakan sebagai bobot awal. Sampel dalam cawan dikeringkan dalam oven
pada suhu 105oC selama 3-5 jam. Setelah proses pengeringan, cawan berisi
sampel dikeluarkan dari dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian
dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh bobot
tetap (selisih dua penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg), pengurangan
Perhitungan:
W 2−W 3
Kadar air (%) = X 100
W 2−W 1
diketahui bobotnya. Sampel dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 oC hingga
diperoleh bahan kering, kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 600 oC selama
54
W 3−W 1
Kadar Abu (%) = × 100 %
Berat Sampel( g)
250 mL. Kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan
dihomogenkan. Dipipet larutan standar kafein tadi sebanyak 2,5 mL, dimasukkan
mg/L yang dibuat dengan melarutkan 250 mg kafein kedalam 250 mL akuades.
Larutan standar dibuat dengan mengambil : 0,05; 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,3 mL dari
larutan standar kafein 2,5 mL/25 mL yang dibuat dari larutan induk 1000mg/L,
takar 100 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan,
gelombang 275 nm. Perlakuan yang sama dilakukan untuk tiap-tiap sampel bubuk
Tahapan yang dilakuakan pada uji beda warna L yaitu menyiapkan sampel
kemudian diletakkan di bawah cahaya lampu dan diatur jaraknya sesuai dengan
Lampiran 10b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik hedonik warna
F
SK DB JK KT F Tabel
Hitung
0,05 0,01
tn
P 2 0,21 0,10 0,42 3,03 4,69
Q 2 0,19 0,09 0,37 tn 3,03 4,69
tn
P*Q 4 0,21 0,05 0,22 2,41 3,39
GALAT 261 64,93 0,25
TOTAL 269 55,76
KK:13,91
Keterangan : % tn:tidak nyata
F
SK DB JK KT F Tabel
Hitung
0,05 0,01
tn
P 2 0,29 0,29 1,02 3,03 4,69
Q 2 0,34 0,34 1,17 tn 3,03 4,69
P*Q 4 0,08 0,08 0,28 tn 2,41 3,39
GALAT 261 74,97 0,29
TOTAL 269 76,55
tn:tidaknyat
Keterangan : KK:15,06% a
Lampiran 12b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik hedonik aroma
F
SK DB JK KT F Tabel
Hitung
0,05 0,01
tn
P 2 0,32 0,16 1,67 3,03 4,69
Q 2 0,03 0,01 0,06 tn 3,03 4,69
P*Q 4 0,10 0,03 0,11 tn 2,41 3,39
GALAT 261 61,70 0,24
TOTAL 269 62,15
Keterangan : KK:13,35% tn:tidak nyata
1 2 3
P1Q1 3,50 3,50 3,47 10,47 3,49
P1Q2 3,47 3,47 3,50 10,44 3,48
P1Q3 3,43 3,47 3,53 10,43 3,48
P2Q1 3,57 3,53 3,63 10,73 3,58
P2Q2 3,77 3,80 3,77 11,34 3,78
P2Q3 3,70 3,73 3,73 11,16 3,72
P3Q1 3,57 3,53 3,53 10,63 3,54
P3Q2 3,57 3,50 3,53 10,60 3,57
P3Q3 3,70 3,73 3,73 11,16 3,72
TOTAL 100,40
RATA-RATA 3,59
1 2 3
P1Q1 3,77 3,73 3,77 11,27 3,76
P1Q2 3,77 3,77 3,73 11,27 3,76
P1Q3 3,77 3,73 3,77 11,27 3,76
P2Q1 3,70 3,77 3,77 11,74 3,75
P2Q2 3,83 3,87 3,80 11,24 3,83
P2Q3 3,73 3,73 3,77 11,50 3,74
P3Q1 3,70 3,73 3,70 11,13 3,71
P3Q2 3,73 3,67 3,77 10,17 3,72
P3Q3 3,73 3,70 3,77 11,20 3,73
TOTAL 101,28
RATA-RATA 3,75
Lampiran 14b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik hedonik rasa
SK DB JK KT F Hitung F Tabel
0,05 0,01
S 2 0,36 0,44 1,29 tn 3,03 4,69
L 2 0,09 0,04 2,38 tn 3,03 4,69
S*L 4 0,29 0,07 0,77 tn 2,41 3,39
GALAT 261 104,63 0,40
TOTAL 269 105,37
Keterangan : KK:16,91% tn:tidak nyata
1 2 3
P1Q1 3,60 3,57 3,57 10,74 3,58
P1Q2 3,57 3,60 3,60 10,70 3,57
P1Q3 3,60 3,57 3,63 10,80 3,60
P2Q1 3,53 3,50 3,50 10,53 3,51
P2Q2 3,70 3,70 3,73 11,13 3,71
P2Q3 3,63 3,67 3,67 10,97 3,66
P3Q1 3,57 3,57 3,63 10,77 3,59
P3Q2 3,67 3,63 3,67 10,97 3,66
P3Q3 3,67 3,63 3,67 10,97 3,66
TOTAL 97,58
RATA-RATA 3,61
Lampiran 15b. Data hasil sidik ragam penilaian organoleptik deskriptif rasa
F
SK DB JK KT F Tabel
Hitung
0,05 0,01
tn
P 2 0,36 0,18 0,51 3,03 4,69
Q 2 0,50 0,25 0,70 tn 3,03 4,69
P*Q 4 0,70 0,18 0,49 tn 2,41 3,39
GALAT 261 93,03 0,36
TOTAL 269 96,60
Keterangan: KK:16,57% tn:tidak nyata
Lampiran 21. Hasil analisis uji T kadar air bubuk kopi robusta
Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper
Lampiran 22. Hasil analisis uji T kadar abu bubuk kopi robusta
Sig. (2-
Paired Differences t df tailed)
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper
Lampiran 22. Hasil analisis uji T kadar asam bubuk kopi robusta
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference t df Sig. (2-tailed)
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper
Lampiran 23. Hasil analisis uji T kadar kafein bubuk kopi robusta
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2-
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
C (mg/L)
14,71
0,0032 0,0210 1,47
B3 0,131 6,086 0,1 25 1,0342 1
Lampiran 24. Hasil analisis uji T beda warna bubuk kopi robusta
Sig.
(2-
Paired Differences t df tailed)
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper
1 2 3
Keterangan : 1. Penyangraian biji kopi
2. Pendinginan biji kopi
3. Pemisahan kulit ari pada biji kopi
2. Proses Penggilingan
71
1 2
Keterangan: 1. Pengovenan bubuk kopi
2. Penimbangan setelah di oven
1 2