Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PERSEPSI
1. Persepsi
Istilah persepsi diambil dari bahasa latin “perceptio” yang berarti menerima atau mengambil.
Dalam kamus Inggris Indonesia, kata “perception” diartikan dengan penglihatan atau tanggapan.
Dalam kamus psikologi dijelaskan bahwa “perception” berarti persepsi, penglihatan, tanggapan,
yaitu: proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-
indera yang dimilikinya. Pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data yang
diterima indera (Kartono, 1987: 343).
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan
kesan- kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Persepsi itu agar
memberikan makna bagi lingkungan mereka. Persepsi itu penting dalam studi perilaku organisasi
karena perilaku orang yang didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa itu realitas dan bukan
mengenai realitas itu sendiri (Veithzal, 2002).
Individu itu memprediksikan suatu benda yang sama berbeda-berbeda, hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor (Veithzal, 2002), yaitu:
(1) Faktor yang ada pada pelaku persepsi (Perceiver) yang termasuk faktor pertama adalah sikap,
keutuhan atau motif, kepentingan atau minat pengalaman dan pengharapan individu.
(2) Faktor yang ada pada objek atau target yang dipersepsikan yang meliputi hal-hal baru,
gerakan, bunyi, ukuran latar belakang dan kedekatan.
(3) Faktor konteks situasi di mana persepsi itu dilakukan yang meliputi waktu, keadaan / tempat
kerja, dan keadaan sosial.
1
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam
memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan
bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu
pencatatan yang benar terhadap situasi.
Pada hakikatnya persepsi juga dikatakan hampir sama dengan pengindraan di bawah ini
perbedaan antara persepsi dan pengindraan menurut Luthans (Miftah, 1983) selanjutnya
dikatakan contoh- contohnya sebagai berikut:
a. Dagangan rambut wig (rambut palsu) dinilai oleh penjual mempunyai nilai kualitas yang
tinggi, tetapi pembeli mengatakan mempunyai kualitas yang rendah.
b. Pekerja yang sama mungkin dilihat oleh satu pengawas sebagai pekerja yang baik, dan oleh
pengawas yang lain dikatakan yang terjelek.
c. Seorang bawahan menjawab suatu pertanyaan berdasarkan atas apa yang ia dengar dari
atasannya, bukannya apa yang senyatanya dikatakan atasannya.
Contoh-contoh ini merupakan sebagian dari ribuan kejadian setiap harinya yang menunjukkan
pesepsi memainkan peranan yang pelik dalam kehidupan organisasi.
Adapun pengindraan itu, cara kebiasaan yang bisa dipergunakan untuk mengenalnya antara lain
dengan dua aspek berikut ini.
a. Aspek penginderaan yang mempunyai kesamaan antar satu orang dengan lainnya disebut
kenyataan. Kejadian terburuknya mobil dengan truk di jalan raya disaksikan banyak
orang sebagai kenyataan, walaupun kemungkinan mereka tidak setuju satu sama lain
mengenai sebab- sebab terjadinya kecelakaan.
b. Penginderaan tersusun dalam cara unik bagi kita. Aspek prosesi persepsi ini tergantung
pada mekanisme biologis, pengalaman masa lalu, dan perkiraan masa sekarang.
Kesemuanya ini berasal dari kebetulan-kebetulan kita sendiri, pengalaman,nilai-nilai, dan
perasan-perasaan.
Persepsi adalah cara menginterpretasi atau mengerti pesan yang telah di proses oleh sistem
inderawi kita. Dengan kata lain : persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi. Dengan
melakukan persepsi, manusia memperoleh pengetahuan baru, persepsi mengubah sensasi
menjadi informasi.
2
Persepsi merupakan proses internal untuk memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan
rangsangan dari lingkungan dan proses tersebut mempengaruhi perilaku. Persepsi berlangsung
saat seseorang menerima stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya
yang kemudian masuk ke dalam otak. Di dalamnya terjadi proses berpikir yang akhirnya
terwujud dalam sebuah pemahaman. Pemahaman ini yang kurang lebih disebut persepsi.
Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap objek tertentu.
Menurut Young (1956) persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan
memberikan penilaian pada objek-objek fisik maupun objek sosial, dan penginderaan tersebut
tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada dilingkungannya. Sedangkan
menurut Wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari
penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir.
Menurut Jalaludin Rakhmat (2007:51) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau
hubunganhubungan yang diperoleh dan disimpulkan menjadi sebuah informasi serta penafsiran
pesan. Persepsi adalah bagaimana kita mengintegrasikan sensasi ke dalam percepts obyek, dan
bagaimana selanjutnya menggunakannya untuk mengenali dunia (Percepts ialah hasil dari proses
perseptual) (Atkinson,dkk,2010:276). Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi
(sensory stimulus) (Rakhmat, 2008:51).
Subproses Persepsi
Ada beberapa subproses dalam persepsi ini, dan yang dapat dipergunakan sebagai bukti bahwa
sifat persepsi itu merupakan hal yang komplek dan interaktif.
Subproses pertama yang dianggap penting ialah stimulus, atau situasi yang hadir. Mula
terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan dengan suatu situasi atau stimulasi.
Situasi yang dihadapi itu mungkin bisa berupa stimulasi penginderaan dekat dan langsung atau
berupa bentuk lingkungan sosiokultur dan fisik yang menyeluruh.
Subproses selanjutnya adalah registrasi, interpretasi dan umpan balik (Feedback). Dalam masa
registrasi suatu gejala yang nampak ialah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syaraf
sesorang mempengaruhi persepsi. Dalam hal ini seseorang subproses berikut yang bekerja ialah
interprestasi.
3
Interprestasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang amat penting. Proses interpretasi
ini tergantung pada cara pendalaman (Learning), motivasi, dan kepribadian seseorang.
Pendalaman, motivasi dan kepribadian seseorang akan berbeda dengan orang lain.
Oleh karena itu, interpretasi terhadap suatu informasi yang sama, akan berbeda antara satu orang
dengan orang lain. Oleh karena itu, interpretasi terhadap suatu informasi yang sama, akan
berbeda antara satu dengan orang lain. Di sinilah letak sumber perbedaan pertama dari persepsi,
dan itulah sebabnya mengapa interpretasi merupakan subproses yang penting.
Subproses terakhir adalah umpan balik (Feedback). Subproses ini dapat mempengaruhi persepsi
seseorang. Sebagai contoh, seseorang karyawan yang melaporkan hasil kerjanya kepada atasan-
atasannya, kemudian mendapat umpan balik dengan melihat raut muka atasannya.
Psikologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat-sifat kejiwaan
manusia dengan cara mengkaji sisi perilaku dan kepribadiannya, dengan pandangan
bahwa setiap perilaku manusia berkaitan dengan latar belakang
kejiwaannya(Ardhana,1963)
Sesungguhnya tiap-tiap orang perlu sekali mengetahui dasar Ilmu jiwa umum, dalam
pergaulan hidup sehari-hari, Ilmu jiwa perlu sebagai dasar pengetahuan untuk dapat
memahami jiwa orang lain. Kita dapat mengingat kembali sesuatu yang pernah kita
amati.
(b) Famili
Pengaruh yang besar terhadap anak- anak adalah familinya, orang tua yang telah
mengembangkan sesuatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di
4
dunia ini, banyak sikap dan persepsi dan persepsi- persepsi mereka yang diturunkan
kepada anak-anaknya. Sebagai contoh, kalau orang tuanya Muhammadiyah maka
anaknya Muhammadiyah juga.
(c) Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang
kuat di dalam mempengaruhi sikap dan cara seseorang memandang dan memahami
keadaan di dunia ini. Contoh: orang–orang Amerika non muslim dapat memakan daging
babi dengan bebas dan sangat merasakan kelezatannya, sedangkan orang- orang
Indonesia yang muslim tidak akan memakan daging babi tersebut.
(d) Motivasi
Teori mendasar Maslow adalah bahwa keputusan itu tersusun dalam suatu hieraki
kebutuhan. Tingkat kebutuhan yang paling rendah yang harus dipenuhi adalah kebutuhan
fisiologis dan tingkat kebutuhan tertinggi adalah kebutuhan realisasi diri. Kebutuhan-
kebutuhan ini akan diartikan sebagai berikut:
Abhraham Maslow menghipotesiskan bahwa di dalam diri semua manusia ada lima
jenjang kebutuhan berikut:
(1) Faali (fisiologis): antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (perumahan dan pakaian)
serta kebutuhan ragawi lainnya.
(2) Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional.
(3) Rasa Memiliki, sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan
persahabatan.
(4) Penghargaan: mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan
prestasi, dan faktor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
(5) Aktualisasi-Diri: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mencakup
pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.
Begitu tiap kebutuhan ini telah cukup banyak dipuaskan, kebutuhan berikutnya menjadi
dominan. Dari titik pandang motivasi, teori itu mengatakan bahwa meskipun tidak ada
kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dipuaskan secara
5
cukup banyak (substansial) tidak lagi memotivasi. Jadi jika ingin memotivasi seseorang,
menurut Maslow, kita perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah orang
itu dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan di atas
tingkat itu.
Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut objek menimbulkan stimulus dan
stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Perlu dikemukakan bahwa antara objek dan stimulus
itu berbeda, tetapi ada kalanya bahwa objek dan stimulus itu menjadi satu, misalnya dalam hal
tekanan.
Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman dan proses fisik. Stimulus
yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini disebut proses
fisiologis. Kemudian terjadilah proses diotak sebagai pusat kesadaran sehingga individu
menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba.
Proses yang terjadi dalam otakatau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut proses psikologis.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu
yang menyadari tentang apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba, yaitu
stimulus yang diterima melalui alat indera.
6
Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai
macam bentuk. Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan dalam
persepsi itu. Hal tersebut karena keadaan menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai
berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya.
Namun demikian tidak semua stimulus mendapat respon individu untuk dipersepsi. Stimulus
mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian
individu yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa yang dipersepsikan
oleh individu selain tergantung pada stimulusnya juga tergantung pada keadaan individu yang
bersangkutan. Stimulus yang mendapatkan pemilihan dari individu tergantung kepada
bermacam-macam faktor, salah satu faktor adalah perhatian individu yang merupakan aspek
psikologis individu dalam memandang persepsi.
Persepsi itu akan muncul ketika adanya stimulus, maka stimulus harus cukup kuat dan stimulus
harus memiliki kejelasan. Selain itu, keadaan individu juga dapat menjadi faktor pembentukan
persepsi terhadap obyek yang dipersepsikan.
Keadaan jasmani dan psikologis menjadi faktor keadaan individu yang dapat mempengaruhi
persepsi. Jika sistem jasmani (fisiologis) terganggu maka akan berpengaruh pada hasil persepsi
pada suatu obyek. Sedangkan, segi psikologi yang dipaparkan diatas yaitu pengalaman,
perasaan, kemampuan berfikir, kerangka acuan dan motivasi akan berpengaruh pada seseorang
dalam mengadakan persepsi.
c. Perhatian
Robbin (2008) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang memberi pengaruh
terhadap pembentukan persepsi seseorang (dalam Hanurawan, 2012:37- 40), yaitu: Faktor
penerima, apabila seseorang mengamati orang lain yang menjadi obyek sasaran persepsi serta
mencoba memahaminya.
Oleh karena itu, pemahaman sebagai suatu proses kognitif akan sangat dipengaruhi oleh
karakteristik kepribadian utama seperti: konsep diri, nilai dan sikap, pengalaman di masa lalu,
dan harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya.
Faktor situasi, para ahli psikologi sosial memandang situasi sebagai keseluruhan faktor yang
dapat mempengaruhi perilaku individu pada ruang dan waktu tertentu.
Pada suatu situasi, tempat suatu stimulus yang muncul. Memiliki konsekuensi bagi
terjadinya interpretasi yang berbeda. Interpretasi ini menunjukkan hubungan di antara manusia
dengan dunia stimulus. Faktor obyek, aspek faktor yang ketiga ini memiliki ciri yang berbeda
antara satu obyek dengan obyek lainnya. Oleh karena itu, ciri dalam obyek tersebut yang akan
menentukan pengaruh terbentuknya persepsi. Ciri tersebut meliputi : Keunikan (novelty),
kekontrasan, ukuran dan intensitas dan kedekatan (proximity).
Persepsi memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi seperti adanya suatu perhatian,
kebutuhan, suatu tindakan yang dilakukan, keputusan dan lain sebagainya.
Lainnya faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi kita paparkan di sini, antara lain sebagai
berikut :
1) Perhatian (Attention)
Perhatian adalah proses mental yang terjadi bila memusatkan diri hanya pada salah satu indera,
dan mengabaikan masukan melalui indera-indera lainnya.
Ada dua faktor yang menarik atau mempengaruhi perhatian yaitu faktor eksternal (luar) dan
Faktor Internal (dari dalam diri sendiri).
1. Faktor Eksternal (luar) meliputi :
a. Intensitas stimuli.
Seseorang akan lebih memberi perhatian pada stimuli yang lebih menonjol
dibandingkan stimulistimuli lainnya.
b. Gerakan.
Stimuli yang bergerak akan lebih menarik perhatian dibandingkan dengan yang lain
c. Novelty.
Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda dari biasanya akan lebih dapat
menarik perhatian
d. Pengulangan.
Sesuatu yang berulang akan lebih menarik perhatian
e. Intensitas stimuli.
Seseorang akan lebih memberi perhatian pada stimuli yang lebih menonjol
dibandingkan stimulistimuli lainnya.
f. Gerakan.
Stimuli yang bergerak akan lebih menarik perhatian dibandingkan dengan yang lain
g. Novelty.
Hal-hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda dari biasanya akan lebih dapat
menarik perhatian
h. Pengulangan.
Sesuatu yang berulang akan lebih menarik perhatian
2) Faktor Fungsional
Faktor Fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan (framed of
reference). Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lampau, dan hal-hal yang termasuk
apa yang kita sebut sebagai faktor personal.
3) Faktor Struktural
Faktor Struktural semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek syaraf yang ditimbulkannya pada
sistem syaraf individu. Jika seseorang ingin memahami suatu peristiwa, seseorang tersebut tidak dapat
meneliti fakta-fakta yang terpisah, harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan.
(a) Psikologi
Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu yang terjadi di alam dunia ini sangat sangat dipengaruhi
oleh keadaan psikologi. Contoh: terbenamnya matahari di waktu senja yang indah bagi seseorang akan
dirasakan sebagai bayang-bayang kelabu bagi orang yang buta warna. Psikologi juga dapat diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari sifat-sifat kejiwaan manusia dengan cara mengkaji sisi perilaku dan
kepribadiannya, dengan pandangan bahwa setiap perilaku manusia berkaitan dengan latar belakang
kejiwaannya (Ardhana,1963).
Sesungguhnya tiap-tiap orang perlu sekali mengetahui dasar Ilmu jiwa umum, dalam pergaulan hidup
sehari-hari, Ilmu jiwa perlu sebagai dasar pengetahuan untuk dapat memahami jiwa orang lain. Kita
dapat mengingat kembali sesuatu yang pernah kita amati.
(b) Famili
Pengaruh yang besar terhadap anak- anak adalah familinya, orang tua yang telah mengembangkan
sesuatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan
persepsi dan persepsi- persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya. Sebagai contoh, kalau
orang tuanya Muhammadiyah maka anaknya Muhammadiyah juga.
(c) Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam
mempengaruhi sikap dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini. Contoh:
orang–orang Amerika non muslim dapat memakan daging babi dengan bebas dan sangat merasakan
kelezatannya, sedangkan orang- orang Indonesia yang muslim tidak akan memakan daging babi
tersebut.
(d) Motivasi
Teori mendasar Maslow adalah bahwa keputusan itu tersusun dalam suatu hieraki kebutuhan. Tingkat
kebutuhan yang paling rendah yang harus dipenuhi adalah kebutuhan fisiologis dan tingkat kebutuhan
tertinggi adalah kebutuhan realisasi diri.14Kebutuhankebutuhan ini akan diartikan sebagai berikut:
Abhraham Maslow menghipotesiskan bahwa di dalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan
berikut:
(1) Faali (fisiologis): antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (perumahan dan pakaian) serta
kebutuhan ragawi lainnya.
(2) Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional.
(3) Rasa Memiliki, sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan
persahabatan.
(4) Penghargaan: mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi
dan prestasi, dan faktor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan
perhatian.
(5) Aktualisasi-Diri: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mencakup
pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.
Begitu tiap kebutuhan ini telah cukup banyak dipuaskan, kebutuhan berikutnya
menjadi dominan. Dari titik pandang motivasi, teori itu mengatakan bahwa
meskipun tidak ada kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu
kebutuhan yang dipuaskan secara cukup banyak (substansial) tidak lagi
memotivasi. Jadi jika ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, kita perlu
memahami sedang berada pada anak tangga manakah orang itu dan memfokuskan
pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan di atas tingkat itu.
1. External Perception , yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari
luar diri individu
2. Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam
diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.
D. Tahap-tahap Persepsi
Bimo Walgito berpendapat bahwa, persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
penginderaan. Penginderaan adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
indera. Stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf lalu
berproses menjadi persepsi (Walgito,2002: 45).
Pada umumnya para pemerhati psikologi komunikasi mengikuti lima tahapan terbentuknya
persepsi (Liliweri, 2011:157-158), yaitu :
a. Tahap I, individu menerima stimulus (rangsangan dari luar), di saat ini sense organs atau
indera akan menangkap terhadap stimulus (meaningful stimuli).
b. Tahap II, stimulus tadi diorganisasikan berdasarkan tatanan tertentu misalnyaschemata
(membuat semacam diagram tentang stimulus) dan script (refleks perilaku).
c. Tahap III, individu membuat interpretasi dan evaluasi terhadap stimulus berdasarkan
pengalaman masa lalu atau pengetahuan tentang apa yang dia terima.
d. Tahap IV, stimulus yang sudah diorganisasikan itu terekam dalam memori.
2. Perbedaan Persepsi Benda Dengan Persepsi Sosial, Inferensi Sosial dan Pembentukan
Kesan
A. Persepsi Benda
Pada persepsi objek, stimuli ditangkap pancaindera melalui benda-benda fisik: gelombang,
cahaya, gelombang suara, temperature. Sedangkan pada persepsi tentang orang, stimuli sampai
kepada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga. Pihak
ketiga ini dapat mengurangi kecermatan persepsi kita.
Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) adalah proses penafsiran terhadap objek-objek yang
tidak beryawa disekitar. Dalam mempersepsikan lingkungan fisik, terkadang indera kita
melakukan kekeliruan. Indera kita tidak jarang menipu kita, sehingga kita juga ragu seberapa
dekat persepsi kita dengan realitas sebenarnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi
terhadap objek yaitu: latar belakang pengalaman, latar belakang budaya, suasana psikologi
pengharapan, dan kondisi factual panca indera (Mulyana, 2004: 184-190).
B. Persepsi Sosial
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa objek persepsi dapat berada di luar individu
yang mempersepsi, tetapi juga dapat berada dalam diri individu yang mempersepsi. Dalam
mempersepsi diri sendiri orang akan dapat melihat bagaimana keadaannya dirinya sendiri, orang
akan dapat mengevaluasi tentang dirinya sendiri.
Bila objek persepsi terletak di luar orang yang mempersepsi, maka objek persepsi dapat
bermacam-macam, yaitu dapat berwujud benda-benda situasi dan juga berwujud manusia. Bila
objek persepsi berwujud benda-benda disebut persepsi benda (things perception) atau juga
disebut Non-Social.
Perception, sedangkan objek persepsi berwujud manusia atau orang disebut Persepsi
Sosial atau Social Perception.
Namun di samping istilah-istilah tersebut, khususnya mengenai Social Perception masih terdapat
istilah-istilah lain yang digunakan, yaitu Persepsi Orang (Person Perception). Dalam individu
mempersepsi benda-benda mati bila dibandingkan dengan mempersepsi manusia, terdapat segi-
segi persamaan di samping terdapat segi-segi perbedaan. Adanya persamaan bila dilihat bahwa
manusia atau orang itu dipandang sebagai benda fisik seperti benda-benda fisik lainnya yang
terikat pada waktu dan tempat, pada dasarnya tidak berbeda. Namun karena manusia itu semata-
mata bukan hanya benda fisik saja, tetapi mempunyai kemampuan- kemampuan yang tidak
dipunyai oleh benda fisik lainnya, maka hal ini akan membawa perbedaan antara mempersepsi
benda-benda dengan mempersepsi manusia.
Mempersepsi seseorang, individu yang dipersepsi itu mempunyai kemampuan- kemampuan,
perasaan, harapan, walaupun kadarnya berbeda seperti halnya individu yang mempersepsi. Orang
yang dipersepsi dapat berbuat sesuatu terhadap orang yang mempersepsi, sehingga kadang-
kadang atau justru sering hasil persepsi tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Orang
yang dipersepsi dapat menjadi teman, namun sebaliknya juga dapat menjadi lawan dari individu
yang mempersepsi.
Hal tersebut tidak akan dijumpai bila yang dipersepsi itu bukan manusia atau orang. Ini berarti
orang yang dipersepsi dapat memberikan pengaruh kepada orang yang mempersepsi. Persepsi
sosial merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui, menginterprestasikan dan
mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, tentang sifat-sifatnya, kualitasnya dan keadaan yang
lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi, sehingga terbentuk gambaran mengenai orang
yang dipersepsi.
Namun demikian seperti telah dipaparkan diatas, karena yang dipersepsi itu manusia seperti
halnya dengan yang mempersepsi, maka objek persepsi dapat memberikan pengaruh kepada yang
mempersepsi. Dengan demikian dapat dikemukakan dalam mempersepsi manusia atau orang
(person) adanya dua pihak
yang masing-masing mempunyai kemampuan-kemampuan, perasaan-perasaan, harapan-harapan,
pengalaman- pengalaman tertentu yang berbeda satu dengan yang lain, yang akan dapat
berpengaruh dalarn mempersepsi manusia atau orang tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka ada beberapa hal yang dapat ikut berperan dan dapat
berpengaruh dalam mempersepsi manusia yaitu:
1) Keadaan stimulus, dalam hal ini berwujud manusia yang akan dipersepsi.
Walaupun stimulus personnya sama, tetapi jika situasi sosial yang melatar belakangi stimulus
person berbeda akan berbeda hasil persepsinya. Pikiran, perasaan, kerangka acuan, pengalaman-
pengalaman atau dengan kata lain keadaan pribadi orang yang mempersepsi akan berpengaruh
dalam seseorang mempersepsi orang lain. Hal tersebut disebabkan karena persepsi merupakan
aktivitas yang integrated. Bila orang yang dipersepsi atas dasar pengalaman merupakan
seseorang yang menyenangkan bagi orang yang mempersepsi akan lain hasil persepsinya bila
orang yang dipersepsi itu memberikan pengalaman yang sebaliknya. Demikian pula dengan
aspek-aspek lain yang terdapat dalam diri orang yang mempersepsi.
Demikian pula situasi sosial yang melatarbelakangi stimulus person juga akan ikut berperan
dalam hal mempersepsi seseorang. Bila situasi sosial yang melatar belakangi berbeda, hal
tersebut akan dapat membawa perbedaan hasil persepsi seseorang. Orang yang biasa bersikap
keras, tetapi karena situasi sosialnya tidak memungkinkan untuk menunjukkan kekerasannya, hal
tersebut akan mempengaruhi dalam seseorang berperan sebagai stimulus person. Keadaan
tersebut dapat mempengaruhi orang yang mempersepsinya. Karena itu situasi sosial yang melatar
belakangi stimulus person mempunyai peran yang penting dalam persepsi, khususnya persepsi
social.
Sarwono (2002) juga menjelaskan bahwa individu dapat mempunyai persepsi sosial yang sama
dan juga ada kemungkinan mempunyai persepsi sosial yang berbeda tentang stimulus yang ada di
lingkungannya. Hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh sosial budaya dari lingkungan
individu, objek yang dipersepsi, motif individu, dan kepribadian individu. Lebih jauh, sarwono
(2002) menambahkan bahwa persepsi sosial juga sangat tergantung pada komunikasi. Artinya,
bagaimana komunikasi yang terjadi antara satu individu dengan individu lainnya akan
mempengaruhi persepsi di antara keduanya. Komunikasi di sini menurut Sarwono (2002) bukan
hanya sebatas komunikasi verbal melainkan juga komunikasi non-verbal yang terjadi antara
keduanya, seperti gerak tubuh, ekspresi wajah dan lain sebagainya.
Selanjutnya, persepsi sosial juga dianggap sebagai bagian dari kognisi sosial yaitu pembentukan
kesan-kesan tentang karakteristik-karakteristik orang lain. Kesan yang diperoleh tentang orang
lain tersebut biasanya didasarkan pada tiga dimensi persepsi, yaitu:
1. Dimensi evaluasi yaitu penilaian untuk memutuskan sifat baik buruk, disukai-
tidak disukai, positif-negatif pada orang lain.
2. Dimensi potensi yaitu kualitas dari orang sebagai stimulus yang diamati (kuat-
lemah, sering-jarang, jelas-tidak jelas).
3. Dimensi aktivitas yaitu sifat aktif atau pasifnya orang sebagai stimulus yang
diamati.
Berdasarkan tiga dimensi tersebut, maka persepsi sosial didasarkan pada dimensi evaluatif, yaitu
untuk menilai orang. Penilaian ini akan menjadi penentu untuk berinteraksi dengan orang
selanjutnya. Artinya, persepsi sosial timbul karena adanya kebutuhan untuk mengerti dan
meramalkan orang lain.
Maka dalam persepsi sosial tercakup tiga hal yang saling berkaitan, yaitu:
1. Aksi orang lain, yaitu tindakan individu yang berdasarkan pemahaman tentang
orang lain yang dinamis, aktif dan independen.
2. Reaksi orang lain, merupakan aksi individu menghasilkan reaksi dari individu,
karena aksi individu dan orang lain tidak terpisah. Pemahaman individu dan cara
pendekatannya terhadap orang lain mempengaruhi perilaku orang lain itu
sehingga timbul reaksi.
3. Interaksi dengan orang lain, yaitu reaksi dari orang lain mempengaruhi reaksi
balik yang akan muncul.
Bias dalam Persepsi Sosial Ada beberapa bias atau kesesatan dalam persepsi sosial, antara lain
yaitu:
1. Hallo Effect
Hallo Effect merupakan kecenderung untuk mempersepsi orang secara konsisten. Hallo effect ini
secara umum terjadi karena individu hanya mendasarkan persepsinya hanya pada kesan fisik atau
karakteristik lain yang bisa diamati.
2. Forked Tail Effect (Negative Hallo)
Merupakan lawan dari hallo effect, yaitu melebih-lebihkan kejelekan orang hanya berdasarkan
satu keadaan yang dinilai buruk.
Kemudian coba anda mempersepsikan tentang artis bernama Ariel Tatum! Bagaimana? Hasil
persepsi anda? Rata-rata persepsi anda akan sama tentang ruang kelas ini. berdinding putih,
kaku, dingin, dan membosankan. Lalu bagaimana persepsi anda mengenai Ariel Tatum?
Anda masing-masing akan memiliki persepsi yang berbeda-beda.
Jalaludin Rahmat (2003) mengemukakan ada empat perbedaan antara persepsi benda (objek)
dan persepsi tentang orang atau sosial yang biasa disebut dengan persepsi interpersonal.
1. Pada persepsi objek/benda, stimuli ditangkap oleh pancaindra melalui benda-benda fisik:
gelombang, cahaya, suara, dan temperatur. Sedangkan persepsi tentang orang, stimuli yang
didapat berasal dari lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.
Pihak ketiga (berita TV, Majalah atau media sosial) ini dapat mengurangi kecermatan
persepsi kita, sebelum kita benar-benar berjumpa dengan orang, yang kemudian
mempengaruhi persepsi kita.
2. Persepsi tentang orang jauh lebih sulit daripada persepsi objek. Pada persepsi objek, kita
hanya menanggapi sifat-sifat luar objek. Namun, pada persepsi tentang orang, kita mencoba
memahami apa yang tidak ditangkap oleh alat indra kita. Kita mencoba memahami bukan
saja perilaku seseorang, tetapi juga motif atau mengapa orang berperilaku. Ini yang
mendasari kita perlu mempelajari atribusi.
3. Saat melakukan persepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita. Kita tidak memberikan
reaksi emosional terhadap objek. Namun, ketika melakukan persepsi terhadap orang lain,
berbagai faktor terlibat seperti faktor-faktor personal kita, karakterisktik orang lain yang
dipersepsi maupun hubungan antara kita dengan orang tersebut.
4. Objek relatif tetap, tetapi orang cenderung berubah-ubah. Ruang kuliah yang diamati
mahasiswa relatif sama dari waktu ke waktu, tetapi manusia yang diamati selalu berubah.
Ada kemungkinan orang yang dipersepsi kemarin sedang gembira, tetapi hari ini ia sedang
sedih.
C. Inferensi Sosial
Inferensi sosial berarti usaha untuk mengerti apa yang kita pelajari tentang orang atau orangorang
lain. Kita mendengar nama-nama atau gambaran tentang seseorang sebelum kita berjumpa
dengan mereka langsung.
Dengan kata lain inferensi sosial berarti apa yang kita pelajari tentang orang atau orang- orang
lain. Prosesnya dimulai dari mengumpulkan data sosial, yaitu:
a. Informasi sosial
b. Penampilan fisik
c. Isyarat-isyarat nonverbal
d. Tindakan-tindakan orang lain
Semua itu membentuk data sosial yang terintegrasi dan terkumpul untuk membentuk kesan
mengenai orang lain.
1) Informasi sosial
Sifat yang dimiliki seseorang cenderung stabil dan mengacu pada pribadinya. Sifat ini dapat
menjelaskan cara dan bagaimana seseorang berperilaku dalam
situasi tertentu. Trait ini merupakan suatu generalisasi tentang sikap seseorang. Mengenai nilai
kebenaran yang ada didalamnya tentu tidak mutlak sepenuhnya. Bisa saja orang berperilaku
berbeda saat menghadapi situasi dan keadaan yang berbeda pula.
b. Nama
Shakespeare bertanya: “What is a name?” terhadap pertanyaan ini kita dapat menjawab bahwa
nama sangat berarti. Setiap manusia memiliki nama yang membedakan dirinya dengan orang
lain. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa nama yang memiliki daya tarik dan
lebih mudah diingat daripada yang lain. Tentunya hal ini sifatnya relatif dan tergantung dari
budaya dan kebiasaan tertentu. Sebuah studi menunjukkan bahwa nama memiliki asosiasi dengan
sejumlah kualitas seperti kecerdasan, daya tarik, kekuatan, dan feminitas.
Contoh: Habibi diidentikkan dengan kecerdasan dan Herkules diasosiasikan dengan kekuatan.
c. Stereotype
Stereotype merupakan suatu generalisasi tentang kelompok tertentu yang dianggap sebagai suatu
kebenaran. Misalnya: Suku Batak dianggap memiliki sifat dan karakteristik keras, selalu
terburuburu dan tidak sabar. Hal ini dianggap sebagai suatu kebenaran meskipun nilai
kebenarannya masih diragukan.
(1) Simplikasi dan Social Judgement mempermudah kita dalam berfikir tentang
kelompok tertentu dan melakukan penilaian sosial secara cepat. Contohnya: anak
perempuan bisa menjahit.
(2) Oversimplikasi dan Prejudice Membuat generalisasi secara negatif
berdasarkan pengetahuan yang terbatas dan melakukan penilaian yang tidak
benar atau prasangka Contohnya: Anak muda tidak berbudaya.
2) Penampilan Fisik
Pernyataan “Jangan menilai orang berdasarkan penampilan” atau “don’t judge a book by its
cover” akan menjadi sumber penilaian dalam mempelajari seseorang.
Tidak bisa dihindari penampilan fisik merupakan hal yang pertama kali diperhatikan saat kita
bertemu dan bertatap muka dengan seseorang. Dari penampilan fisik seseorang kita bisa
memperoleh data-data sosial yang penting tentang dirinya.
Contoh: Seorang laki-laki berpakaian rapi, berkemeja licin, berdasi lengkap dengan setelan jas,
memakai sepatu kulit dengan potongan rambut rapi sambil membawa laptop pouch dan
menggunakan smartphone terbaru. Anda akan mendapatkan data- data sosial tentang laki-laki
tersebut, mulai dari pekerjaannya, pendidikan, usia, status, tingkat pendidikan dan lainnya.
3) Petunjuk Nonverbal
Ada beberapa petunjuk nonverbal yang menjadi sumber inferensi sosial, yaitu:
a) Ekspresi wajah
Petunjuk wajah merupakan sumber persepsi yang dapat diandalkan. Ekspresi wajah
menampilkan suasana hati dan emosi seseorang yang tentunya amat berpengaruh saat interaksi.
b) Kontak mata
Kontak mata menunjukkan seberapa intim kita dengan lawan bicara. Saat berinteraksi dengan
orang yang tidak kita kenal biasanya kita akan menghindari kontak mata yang terlalu sering
dengan mereka. Bentuk dan cara seseorang menggunakan mata bisa menunjukkan ekspresi dan
perhatian tertentu.
c) Gesture
Gerakan tubuh (gesture) dianggap penting dalam proses komunikasi karena gerakan tubuh sangat
susah dikontrol secara sadar oleh orang.
d) Suara
Suara yang dikeluarkan bisa memberikan pengaruh yang besar dalam menunjukkan emosi dan
perasaan. Cara kita menggunakan bahasa yang tertulis maupun yang terucap disebut dengan
paralanguage. Dari suara, paralanguage bisa terlihat dari tinggi rendah suara (volume), logat,
intonasi, kualitas suara, dan kecepatan berbicara.
4) Tindakan
Dalam membentuk persepsi interpersonal, manusia sering kali memfokuskan atau memberi
perhatian pada bagaimana cara seseorang bertindak terhadap orang lain. Iaakan mencoba
mengerti dan memahami alasan atau penyebab mengapa orang lain melakukan suatu tindakan.
Proses seseorang mencari alasan atau penyebab tindakan disebut sebagai atribusi.
D. Pembentukan Kesan
Bagaimana orang mengkombinasikan informasi untuk membuat inferensi sosial dan penilaian?
Para peneliti mengidentifikasi tiga jenis proses yang terjadi ketika menerapkan persepsi
interpersonal, yaitu:
1. Pembentukan konsep sosial
2. Pengorganisasian kesan
Konsep sosial adalah kategori-kategori atau kelompok kualias yang membantu kita berfikir
tentang manusia di sekitar kita. Konsep sosial itu dapat berupa kelompok usia, ras, gender, dan
hubungan keluarga yang nantinya membedakan kita antara teman dan musuh, laki-laki dan
perempuan dan perbedaan lainnya yang menentukan bagaimana kita akan berperilaku dan
menilai orang lain.
a. Pengalaman
b. Belajar
c. Bahasa
2. Pengorganisasian Kesan
Pembentukan kesan yang lain berfokus pada kuantitas dan keberagaman informasi sosial yang
harus dipahami secara keseluruhan. Manusia makhluk pengolah informasi dan
mengorganisasikan kesan berdasarkan proses tertentu sehingga saat kesan itu dibentuk, ada suatu
proses kognitif dalam setiap individu.
Segala karakter (trait) dapat dibedakan dalam dua dimensi, yaitu berdasarkan nilai karakternya
(baik atau buruk) dan orientasi atau hakikat karakternya (sosial atau intelektual). Misalnya,
karakter sosial baik, seperti “hangat” memberi konteks yang penting bagi sifat intelektual seperti
“cerdas”. Orang yang cerdas dan hangat berbeda dari jenis kecerdasan lainnya. Jadi karakter
sentral adalah salah satu yang memberikan konteks tambahan untuk pembentukan kesan.
Namun, pada beberapa situasi, informasi terakhir bisa memberikan pengaruh yang tertunda dalam
pembentukan kesan. Informasi terakhir yang memberikan pengaruh pada kesan disebut Recency
Effect.
b) Salience
Salience merupakan hal-hal yang paling dapat dilihat atau diketahui (noticeability), terutama dalam
konteks tertentu. Kondisi yang membentuk rangsangan sosial ini diantaranya adalah kejelasan
(brightness), keras tidak nya suara (noisiness), gerakan (motion) dan kebaruan (novelty).
4) Positivity
Manusia cenderung untuk melihat orang lain dalam hal yang positif. Bias positif ini merupakan
perpanjangan dari keinginan manusia untuk memperoleh pengalaman yang selalu baik
b) Social Judgement
Ada dua penerapan dari penilaian sosial yaitu:
(1) Personality
Seberapa baguskah seseorang menilai kepribadian orang lain? Pertanyaan ini tidak mudah untuk
dijawab karena sampai saat ini memang belum ada satu ukuran yang jelas untuk mengukur
kepribadian. Model hubungan sosial terhadap persepsi kepribadian seseorang mengatakan bahwa
penilaian yang kita lakukan terhadap orang lain akan ditentukan oleh tiga hal, yaitu: Anda, orang
yang anda nilai dan hubungan yang terjalin antara anda berdua. Dengan demikian tidak ada
penilaian yang objektif terhadap kepribadian.
(2) Deception
Apakah kita langsung menerima dan mempercayai begitu saja informasi yang kita peroleh dari
dan tentang seseorang? Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa seorang pengamat yang baik
bisa membedakan mana informasi yang tidak benar dan mana yang benar dari seseorang dengan
memperhatikan tanda-tanda dari gesture daripada ekspresi.