Ham Dan Demokrasi Islam 4

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

HUKUM HAM dan DEMOKRASI dalam ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang


Agama Islam yang mulia telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia menuju kebahagian dunia dan
akherat. Namun banyak orang yang tidak mengetahuinya dan banyak pula yang enggan menerimanya dengan
dalih-dalih yang beraneka ragam banyaknya.
Tidak dipungkiri lagi mengajak manusia untuk taat kepada Allah dan beribadah hanya kepadaNya dizaman
ini secara umum mengalami kesulitan dan kendala. Terlalu banyak pemikiran dan isu yang menghalangi manusia
mencapai kebenaran yang dibawa agama Islam ini. Sebenarnya Allah telah menjanjikan kemenangan dan
kejayaan untuk islam dalam firman-Nya (Q.S at-Taubah : 33) yang artinya : “Dialah Allah yang telah mengutus
Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun
orang-orang musyrik tidak menyukai”.
Kemenangan islam ini diwujudkan dengan dakwah yang membutuhkan perencanaan, pemilihan uslub yang
pas dan pengenalan terhadap realita yang digeluti masyarakat dalam masyarakat islam maupun non islam.
Demikian juga membutuhkan persiapan dan pembekalan para da’i agar siap mengemban tugas
menyebarkan kalimatullah diantara manusia dan untuk perbaikan hati dan jiwa mereka. Semua ini ada dalam al-
Qur`an dan sunnah Nabi yang menjelaskan uslub dakwah yang baik dan pas. Juga ada contoh yang baik dalam
menjalankan dakwah dan mengajak bicara manusia serta perbaikan jiwa dan hati mereka. Demikian juga di
zaman kenabian telah ditetapkan ushul dakwah dan adab-adabnya.
Mengenal hal ini merupakan bekal yang bisa menjadikan da’i memiliki senjata dalam dakwahnya. Tidaklah
bagus amalan da’i di zaman apapun dan dimanapun kecuali dengan memiliki ilmu kitabullah dan sunnah,
mempelajari ilmu-ilmu islam baik aqidah maupun syariat dan berhias dengan akhlak yang mulia serta ittiba’
dalam menyampaikan dan menasehati umat ini sesuai dengan perbedaan waktu dan tempat.
Dalam kajian singkat ini kita mencoba menjelaskan permasalahan Konsep Hukum, Hak Asasi Manusia dan
Demokrasi dalam Pandangan Islam dengan harapan bisa mengetahui sebatas mana kebenaran isu ini dan
syubhat yang dilontarkan kepada kaum muslimin seputarnya.

1.2 Rumusan Masalah


a.    Bagaimana hukum dalam islam?
b.     Apa pengertian HAM?
c.     Apa perbedaan prinsip HAM barat dan dalam Islam?
d.     Bagaimana demokrasi dalam Islam?

1.3 Tujuan
            Penulisan makalah ini bertujuan untuk bertambahnya pemahaman konsepsi hukum dalam Islam,
HAM dan Demokrasi dalam Islam serta keterkaitan antara ketiganya. Dan agar dapat membedakan antara
pengertian HAM Barat dan HAM dalam pandangan Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Hukum dalam Islam


Hukum merupakan seperangkat norma atau aturan yang dibuat dengan cara-cara tertentu dan ditegakkan
oleh pemimpin sehingga tercapainya hak-hak manusia. Bentuk hukum bisa berupa hukum tertulis dan tidak
tertulis. Hukum tertulis berupa perundang-undangan yang telah disusun sistematis oleh negara demi
kesejahteraan rakyat.
Demikian hukum tidak tertulis yaitu seperti hukum adat, hukum yang muncul karena kebiasaan atau adanya
pengaruh-pengaruh eksternal maupun internal. Hukum adat terjadi sebagian karena pengaruh kepercayaan
masing-masing. Seperti Bali mayoritas penganut agama hindu, sehingga seseorangpun jika tinggal disana sedikit
banyak akan terpengaruh dan mengikuti adat dari Hindu, pengaruh-pengaruh spiritual seperti kepercayaan
terhadap mistis menjadikan seseorang melakukan adat yang mungkin orang modern sekarang sangat tidak
masuk akal seperti memberi sesajen diperempatan jalan dan lain sebagainya.
hukum dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia satu sama lain dan harta bendanya. Tidak
dengan hukum Islam yang langsung bersumber dari Firman Allah dan sebarkan melalui Rasul-Nya. Hukum
Allah lebih luas cakupannya, karena tidak hanya membahas seputar mengatur hubungan manusia dengan
manusia melainkan juga hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan dirinya sendiri masyarakat dan alam
sekitarnya.
Hukum Islam dalam pengertian secara syar’i digariskan dalam 2 garis besar yakni ;
Ibadah dan Mu’amalah.
1.      Ibadah adalah amalan yang wajib dilakukan oleh seorang muslim dalam menjalankan hubungan dengan Allah,
seperti shalat, membayar zakat, melaksanakan ibadah haji bagi yang telah mampu. Ini adalah tata cara hukum
dalam islam yang mutlaq, tidak pernah berubah hukumnya, tidak pernah berkurang bahkan bertambah. Dengan
demikian tidak mungkin terjadi proses yang menyebabkan perubahan secara asasi menurut hukum, susunan dan
tata cara ibadah tersebut. Yang mungkin berubah hanyalaah alat-alat yang semakin modern dan pelaksanaannya.
2.      Mu’amalah mencakup hungan antara manusia dengan sesamanya dalam berusaha mensejahterakan kehidupan
sosial mereka dengan usaha, berupa jual-beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, persekutuan dan lain-lain.
Sumber sumber hukum islam bisa kita fahami dari ayat Allah dalam surat Q.S An-Nisa’; 59

Artinya : “wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara
kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia pada Allah (Al-qur’an) dan
Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepadaa Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik(akibatnya)”.
   Dari ayat tersebut dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan agamanya
harus didasarkan urutan :
1.        Selalu mentaati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam Al-qur’an
2.        Mentaati Rasulullah dan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3.        Mentaati ulil amri
4.        Mengembalikan kepada Al-qur’an dan alhadis jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum
Untuk memahami alqur’an dan alhadis tidaklah cukup dengan memaknainya secara literlijk, ada suatu hal
yang harus dipertimbangkan ketika membaca sebuah teks-teks alqur’an dan alhadist, yaitu seperti kondisi
masyarakat pada saat turunnya ayat, juga harus melihat dari segi bahasa. Contohnya Nahwu, balaghah, ilmu
mantek.
berkaitan dengan hadist nabawi yang mengatakan bahwa semua Bid’ah adalah sesat, kita tidak bisa memukul
kata. Nabi Muhammad SAW dalam hadist tersebut menggunakan lafadz “kullu” yang secara harfiyah berarti
seluruh. Namun, pada dasarnya “kullu” tidak selamanya berarti seluruh tetapi berarti juga sebagian. ini bisa kita
lihatdalam ayat al-qur’an Surat Anbiya’ ; 30, pada ayat ini, kita bisa melihat bahwa lafadz “kullu” yang ada
dihadist nabawi tersebut tidaklah bermakna seluruhnya, tetapi sebagian. Begitu juga dengan Bid’ah, tidak
seluruhnya dihukumi haram.
Imam Izzudin bin Abdus salam berpendapat bahwa bid’ah itu dibagi menjadi 5 ; Bid’ah wajibah,
muharromat, mandubah, makruhah dan mubahah. Sedangkan Imam Syafi’i membedakan bid’ah menjadi 2
bagian, yakni Bid’ah Sayyiah (bid’ah yang buruk) dan Bid’ah Hasanah (bid’ah kebaikan).

2.2   HAM dalam pandangan Islam


        Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya
sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh
sejak kelahirannya sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta[1] tanpa mengganggu hak- hak
orang lain. Dan hak ini harus dijaga yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah pernah bersabda, “ Sesungguhnya
darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu”.   Dan negara bukan hanya harus menahan diri
untuk tidak menyentuh hak-hak asasi ini melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak
ini. Sebagai contoh negara wajib menjamin perlindungan sosial terhadap rakyatnya tanpa melihat perbedaan
Ras, jenis kelamin dan sebagainya. Dan Islam sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi ini, seperti yang terjadi
pada zaman kepemimpinan Abu Bakar as-Shiddiq, beliau memerangi orang –orang yang tidak mau membayar
zakat.
begitupun pembelaan Rasullah yang gigih dalam menegakkan HAM ini lewat pertemuan besarnya pada Haji
wada’.
Dari Umamah bin Tsa’balah, nabi SAW bersabda, “ Barangsiapa merampak hak seorang muslim, maka dia
telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga.” Seorang pria berkata, “meskipun itu sesuatu yang
kecil?”  beliau menjawab, “ meskipun hanya sebatang kayu arak.” HR. Muslim
Islam berbeda dengan sistem lain dalam menyikapi bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak bisa
tergantung pada pemimpin dan Undang-undangnya, melainkan semuanya harus mengacu pada yang telah
disyariatkan dalam islam. Sampai shadaqohpun tetap dipandang ebagai hal-hal yang besar lainnya. Misalnya
Allah melarang beshadaqoh(berbuat baik) melalui cara yang buruk. “ dan janganlah kamu memilih yang buruk-
buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya..” (Q.S Ali Imron ; 267)
Hak dibagi dalam beberapa pengelompokan, yakni :
1.    Hak-hak Alamiyah yang telah diberikan Allah kepada seluruh umat yang diciptakan dari unsur yang sama dan
dari sumber yang sama pula. Hak Alamiyah mencakup, hak kebebasan pribadi, beragama dan  hak bekerja.
2.      Hak hidup mecakup hak kepemilikan, hak berkeluarga, hak keamanan, hak keadilan, hak saling membela dan
hak keadilan dan persamaan.

2.3   HAM dalam pandangan Barat


Hak asasi manusia ini  muncul setelah Revolusi Perancis, Pada waktu para tokoh borjuis berkoalisi
dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari
penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan
yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia. Dalam HAM barat,
manusia lah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu. Hal ini dikarenakan manusia menjadi pusat segala sesuatu,
dan bangsa Barat beranggapan bahwa kebebasan manusia itu merupakan suatu hak asasi.
Secara umum HAM dibagi menjadi dua yaitu:
a. Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup,
hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.

b. Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga
dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan,
hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat,
diantaranya :
1. Pembagian hak menurut hak materiil yaitu: hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta
tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.

2. Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan
rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.

Pembagian hak asasi ini semata mata hanya untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme,
partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi
seperti untuk bekerja dan jaminan sosial.

Perbandingan antara HAM versi Islam dengan Konsep HAM barat


1.       Sisi Sumber Pengambilan Hukumnya
HAM barat dibuat oleh manusia sehingga kebenarannya masih tidak dapat di pertanggung jawabkan
atau tidak luput dari kesalahan. Sedangkan HAM dalam islam di ambil dari kitap suci al-Qur`an dan Sunnah
Rasulullah yang tidak berbicara dengan hawa nafsu. Sehingga Ham versi syariat adalah Rabbaniyatul mashdar.
2.      Konsekuensi hukuman
Konsekuensi HAM barat hanyalah sekedar konsep dan harapan yang berasal dari PBB tidak ada paksaan
dan konsekuensi hukum dan tidak juga ada konsekuensi bila tidak dapat dijalankan dengan satu hukum undang-
undang. Sedangkan HAM dalam islam bersifat abadi, pati, memiliki konsekuensi hukum dan tidak menerima
pelaksanaan parsial, penghapusan dan perubahan. Setiap individu harus melaksanakannya dengan berharap
pahala dari Allah dan takut dari adzab-Nya. Siapa yang sengaja mentelantarkannya maka pemerintah dalam
islam berhak memaksanya untuk melaksanakan dan menerapkan hukuman syar’i atasnya pada keadaan tidak
dilaksanakannya hal tersebut.
3.      Lahirnya istilah HAM
HAM dunia pertama kali ada pada tahun 1215 M atau diabad ke 13 Masehi. Sedangkan islam mengenal
konsep dan HAM sejak awal munculnya Islam.
4.       Perlindungan HAM dan Jaminannya
Dalam HAM barat perlindungan internasional tidak ada kecuali hanya himbauan etika dan usaha-usaha
yang belum sampai pada batas pelaksanaannya. Hal ini dibagi menjadi dua diantaranya yaitu:
a)      Usaha kesepakatan berdasar umum dan pengakuan antara seluruh negara
b)       Usaha meletakkan hukuman yang dipakai untuk menghukum negara yang melanggar HAM.
Hal ini pada dasarnya hanya tersurat saja dan cenderung pada hasrat manusia itu sendiri. Sedangkan HAM
dalam islam, HAM tersebut adalah anugerah Allah kepada manusai sebagai pelindung dan penjamin. Hal itu
karena:
a.      Suci yang terselubungi kewibawaan dan pemuliaan, dikarenakan turun dari sisi Allah sehingga menjadi
penghalang bagi pribadi dan pemerintah secara sama dari melanggar dan melampai batasannya.
b.      Pemuliaanya bersumber dari dalam diri yang beriman kepada Allah.
c.         Tidak bisa di hilangkan, dihapus dan dirubah.
d.      Tidak ada sikap ektrim baik terlalu melampaui batas atau tidak dihiraukan.
Ditambah lagi untuk menjaga HAM dan syariat, diadakan Hudud syari’at dan aturan peradilan untuk melindungi
HAM.
5.       Bersifat universal
Dalam HAM islam memiliki keistimewaan atas selainnya dalam keuniversalan konsep HAM nya. Sebagian HAM
dalam islam yang belum tercantum dalam HAM dunia ialah:
a)        Hak anak yatim, dalam HAM internasional hanya ada isyarat pemeliharaan anak yatim saja. Sedangkan dalam
islam ada perhatian khusus terhadap anak yatim, penjagaan hak-haknya dan anjuran berbuat baik kepada
mereka dengan seluruh jenis kebaikan. Bahkan memberikan pahala atas hal tersebut. Allah berfirman: “Dan
berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan
yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan
(menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.” (an-Nisaa’: 2 ).Bahkan memberikan balasan terhadap
orang yang memakan harta yatim dengan zhalim seperti dalam firman Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang
memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan
masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (an-Nisa`: 10)
b)        Hak orang yang lemah akalnya. Islam memberikan perhatian dan menjaga hak-hak mereka, seperti dijelaskan
dalam firman Allah : “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja
dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (an-Nisaa’: 5)
c)        Hak Waris. Hak ini banyak diabaikan dan tidak diperhatikan dalam HAM internasional, namun islam
memberikan perhatian yang besar atas hak waris ini hingga menjelaskan semua tata cara pembagiannya dengan
lengkap dalam al-Qur`an. Seperti dijelaskan dalam firman Allah: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”(an-Nisaa`: 7).
Bahkan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Sampaikan bagian warisan kepada ahlinya lalu yang
tersisa untuk lelaki yang paling berhak.” (HR al-Bukhori)
d)         Hak membela diri. Hak ini tidak disampaikan juga dalam HAM dunia, Di dalam islam disampaikan Allah
dalam beberapa ayat dan juga dalam beberapa hadits, seperti firman Allah: “Bulan Haram dengan bulan haram,
dan pada sesuatu yang patut dihormati Berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu Barangsiapa yang menyerang
kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah,
bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 194)
Bahkan Allah perintahkan Jihad dan mempersiapkannya untuk itu, seperti firman Allah : “Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (al-
Anfaal:60)
e)         Hak memaafkan. Pernah ada muktamar HAM yang diadakan kementrian hukum (Wizarah al-‘Adl) Saudi
Arabia pada bulan shofar 1392 H bertepatan dengan bulan maret 1972 M dengan dihadiri sebagian tokoh HAM
dunia. Setelah adanya penjelasan tentang HAM versi Syaria tislam, maka Pimpinan delegasi Komisi HAM dunia
dalam pertemuan tersebut bernama Mr. Max Braid menyatakan: “Dari sini dan dari negeri islam ini, wajib untuk
menampakkan HAM bukan dari negara lain dan wajib bagi ulama muslimin untuk menyebarkan hak-hak yang
tidak diketahui oleh internasional dan ketidak tahuan hal ini yang menjadi sebab rusaknya wajah islam dan
muslimin serta hukum islam.”
Bahkan salah seorang anggota delegasi sempat berkomentar: “Saya sebagai seorang nashrani mengumumkan
bahwa dinegeri ini Allah disembah secara hakekatnya (benar) dan para ilmuwan sepakat menyatakan hukum-
hukum al-Qur`an telah menjelaskan masalah HAM setelah mendengarnya dan melihat langsung realita
penerapannya.

2.4   Demokrasi Islam
Secara etimologi (lughawi), kata Demokrasi yaitu Democratie berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari
kata : demos yang berarti rakyat dancratos yang berarti kekuasaan. Lebih dikenal dengan istilah Kedaulatan
Rakyat, rakyatlah yang berkuasa dan berhak mengatur dirinya sendiri. Makna kata ‘Kedaulatan’ itu sendiri ialah
“sesuatu yang mengendalikan dan melaksanakan aspirasi”. 
Secara terminologi (ishtilaahi), Demokrasi secara lugas ialah Sistem Pemerintahan yang secara konseptual
memiliki prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka, dikenal istilah vox populi vox dei (suara rakyat
suara Tuhan).
Demokrasi menurut Islam dapat diartikan seperti musyawarah, mendengarkan pendapat orang banyak
untuk mencapai keputusan dengan mengedepankan nilai – nilai keagamaan.
Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama dalam musyawarah.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah ditetapkan
secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga
Banyak kalangan non-muslim (individual dan institusi) yang menilai bahwa tidak terdapat konflik antara
Islam dan demokrasi dan mereka ingin melihat dunia Islam dapat membawa perubahan dan transformasi
menuju demokrasi. Robin Wright, pakar Timur Tengah dan dunia Islam yang cukup terkenal menulis di Journal
of Democracy (1996) bahwa Islam dan budaya Islam bukanlah penghalang bagi terjadinya modernitas politik.
 Dalam menjelaskan sejumlah miskonsepsi umum di Barat, Graham E Fuller (mantan Wakil Direktur
National Intelligence Council di CIA) menulis di Jurnal Foreign Affairs: “Kebanyakan peneliti Barat cenderung
untuk melihat fenomena politik Islam seakan-akan ia sebuah kupu-kupu dalam kotak koleksi, ditangkap dan
disimpan selamanya, atau seperti seperangkat teks baku yang mengatur sebuah jalan tunggal. Inilah mengapa
sejumlah sarjana yang mengkaji literatur utama Islam mengklaim bahwa Islam tidak kompatibel dengan
demokrasi. Seakan-akan ada agama lain yang secara literal membahas demokrasi”. Banyak kalangan sarjana
Islam yang kembali mengkaji akar dan khazanah Islam dan secara meyakinkan berkesimpulan bahwa Islam dan
demokrasi tidak hanya kompatibel; sebaliknya, asosiasi keduanya tak terhindarkan, karena sistem politik Islam
adalah berdasarkan pada Syura (musyawarah). sejumlah intelektual dan sarjana Islam lain yang bersusah payah
berusaha mencari titik temu antara dunia Islam dan Barat menuju saling pengertian yang lebih baik berkenaan
dengan hubungan antara Islam dan demokrasi. Karena, kebanyakan diskursus yang ada tampak terlalu
tergantung dan terpancang pada label yang dipakai secara stereotip oleh sejumlah kalangan. Realitasnya adalah
bahwa Islam tidak hanya kompatibel dengan aspek- aspek definisi atau gambaran demokrasi di atas, tetapi yang
lebih penting lagi, aspek-aspek tersebut sangat esensial bagi Islam. Apabila kita dapat melepaskan diri dari ikatan
label dan semantik, maka akan kita dapatkan bahwa pemerintahan Islam, apabila disaring dari semua aspek yang
korelatif, memiliki setidaknya tiga unsur pokok, yang berdasarkan pada petunjuk dan visi Alquran di satu sisi dan
preseden Nabi dan empat Khalifah sesudahnya (Khulafa al-Rasyidin) di sisi lain.
            Pertama, konstitusional. Pemerintahan Islam esensinya merupakan sebuah pemerintahan yang
`’konstitusional”, di mana konstitusi mewakili kesepakatan rakyat (the governed) untuk diatur oleh sebuah
kerangka hak dan kewajiban yang ditentukan dan disepakati. Bagi Muslim, sumber konstitusi adalah Alquran,
Sunnah, dan lain-lain yang dianggap relevan, efektif dan tidak bertentangan dengan Alquran dan Sunnah.
            Kedua, partisipatoris. Sistem politik Islam adalah partisipatoris. Dari pembentukan struktur
pemerintahan institusional sampai tahap implementasinya, sistem ini bersifat partisipatoris. Ini berarti bahwa
kepemimpinan dan kebijakan akan dilakukan dengan basis partisipasi rakyat secara penuh melalui proses
pemilihan populer. Aspek partisipatoris ini disebut proses Syura dalam Islam
            Ketiga, akuntabilitas. Poin ini menjadi akibat wajar esensial bagi sistem
konstitusional/partisipatoris. Kepemimpinan dan pemegang otoritas bertanggung jawab pada rakyat dalam
kerangka Islam. Kerangka Islam di sini bermakna bahwa semua umat Islam secara teologis bertanggung jawab
pada Allah dan wahyu-Nya.
http://mawaddatulkarimah.blogspot.com/2012/10/hukum-ham-dan-demokrasi-dalam-islam.html

Anda mungkin juga menyukai