PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan oleh Towidjojo (2014) dengan total yang didapat 94
DBD derajat IV; 77,7% sampel masuk dalam DBD derajat I dan secara umum
prevalensi DBD dijumpai pada kelompok umur 20-22 tahun berjumlah 46 orang.
Kadar trombosit tertinggi didapatkan pada DBD derajat I sebesar 95.917 ± 35.912
dengan derajat DBD secara statistik bermakna (p<0,05). Nilai korelasi Spearman
(r) didapatkan sebesar -0,529 dengan korelasi derajat sedang (0,400-0,599). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin berat derajat DBD makan akan semakin rendah kadar
sampel yang diperoleh adalah sebanyak 84 orang, dimana 50 orang berada pada
derajat I, 28 orang berada derajat II dan 6 orang berada derajat III dan tidak
ditemukan derajat IV. Peneliti meneliti yang banyak menderita DBD adalah usia
dibawah 20 tahun dengan rerata usia penderita DBD adalah 25.49±10.09 ribu/mm 3.
40
41
Pada derajat II adalah 31.14±2.25 ribu/mm3. Pada derajat III adalah 36.17±2.29
ribu/mm3. Hasil analisis hubungan jumlah trombosit dengan derajat klinik DBD
bermakna dengan uji korelasi Kendall’s tau didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti
terdapat hubungan bermakna antara jumlah trombosit dengan derajat klinik DBD.
Dengan koefisien r = -0,0336 yang berarti kekuatan hubungan lemah dengan arah
hubungan negatif34.
bahwa penderita demam berdarah pada derajat I (60 pasien) lebih banyak dari pada
derajat II (25 pasien) dan tidak ditemukan penderita demam berdarah derajat III dan
IV. Pada pasien derajat I masih didapatkan kadar yang normal untuk jumlah
trombosit (22%) dan jumlah trombosit sebagian besar rendah (78%). Pada pasien
demam berdarah derajat II sebanyak 100% untuk semua pasien yang ada pada
derajat II. Pada hasil penelitian analisis bivariat jumlah trombosit derajat I secara
antara derajat keparahan pasien demam berdarah dengan jumlah trombosit karena
nilai p = 0,000 (nilai p < 0,05). Nilai korelasi Spearman sebesar -0,732, nilai
korelasi ini menunjukkan hubungan yang kuat, walaupun arahnya negatif. Arah
negatif menunjukkan semakin besar derajat demam berdarah, maka semakin rendah
jumlah trombositnya35.
42
kelompok usia terbanyak 4-8 tahun, yaitu 39 anak pasien perempuan lebih banyak
54 dari laki-laki 41 dengan perbandingan 1;1,3. Derajat klinik pasien DBD anak
paling banyak didapatkan pada derajat klinik I 56, dan paling sedikit pada derajat
klinik IV 5. Pada klinik derajat II sebanyak 26, dan klinik derajat III sebanyak 8.
81653,8/mm3, pada derajat III rerata 59000/mm3, dan pada derajat IV rerata
35200/mm3. Korelasi negatif bermakna antara trombosit dan derajat klinik DBD
dilakukan pada 100 rekam medis pasien. Karakteristik sampel yang diambil terdiri
dari 63 orang laki-laki dan 37 orang perempuan. Hasil trombosit minimal 10,7 x10 3
sel/mm3 dan nilai trombosit tertinggi 133 x 103 dengan rata-rata sebesar 67,726 x
103 sel/mm3. Pada 50 sampel dengan derajat I ditemukan nilai trombosit terendah
adalah 19,6 x 103 sel/mm3 dan tertinggi 115 x 103 sel/mm3. Pada 48 sampel dengan
derajat II ditemukan nilai trombosit terendah adalah 11 x 103 sel/mm3 dan tertinggi
133 x 103 sel/mm3. Sedangkan pada demam berdarah dengue derajat III ditemukan
trombosit terendah adalah 10,7 x 103 sel/mm3 dan tertinggi 76 x 103 sel/mm3.
sebaran data normal (p>0,05). Diperoleh korelasi koefisien (r) senilai -0,117
hubungan negatif namun sama halnya dengan hasil uji dengan hematokrit. Dengan
43
demikian analisis regresi linier untuk menguji arah kekuatan hubungan tersebut
Penelitian di atas sejalan dengan penelitian Elindra, dkk (2014) dari 129 orang
150.000/mm3. pada penelitian ini kadar trombosit terbanyak pada pasien DBD yang
dirawat inap yaitu kurang dari 100.000/mm3. Terlihat bahwa 120 orang yang
150.000/mm3. Dari 7 orang yang memiliki penyakit DBD derajat II, 6 orang
yang memiliki penyakit DBD derajat III, semuanya memiliki kadar trombosit
trombosit dengan derajat DBD, hasil uji statistik ditunjukkan bahwa nilai p=
0,34228.
Rosdiana, dkk adanya hubungan signifikan antara trombosit dan derajat keparahan
DBD yang memiliki hasil yang sama, tetapi cara penghitungan dari cara
secara acak sederhana merupakan pengambilan secara acak tidak melihat yang
memakai besar sampel tetapi penelitian pada Ayunani tidak ada besar sampel.
Berbeda dengan Widyanti, dkk, dan Elindra, dkk tidak ada hubungan signifikan
antara trombosit dan derajat keparahan DBD karena jumlah sampelnya sedikit dan
sampelnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Towidjojo (2014) total yang didapat 94 sampel
didapatkan rerata umur 20 tahun dengan umur terendah 20 tahun dan tertinggi 40
tahun. Berdasarkan penelitian tidak dijumpai DBD derajat IV; 77,7% sampel masuk
dalam DBD derajat I dan secara umum prevalensi DBD dijumpai pada kelompok
umur 20-22 tahun berjumlah 46 orang. Didapatkan hasil bahwa kadar hematokrit
yang paling tinggi pada pasien DBD derajat III sebesar 49 ± 4,67 dengan rentang
43,4 -55,8% sedangkan kadar hematokrit terendah pada pasien derajat I sebesar 41
± 4,74 dengan rentang 27,5 - 55,8%. Pada pasien DBD derajat I, II, III didapatkan
rerata (mean) nilai hematokrit masing-masing 41%, 45%, dan 49%. dari hasil
analisis statistik hubungan antara kadar kadar hematokrit dengan derajat DBD yang
45
diperoleh, didapatkan adanya korelasi antara kadar hematokrit dan derajat DBD
yang bermakna secara statistik (p<0,05). Nilai korelasi Spearman (r) didapatkan
sebesar 0,0345, dengan korelasi derajat lemah (0,200-0,399). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin berat derajat DBD semakin tinggi kadar trombosit walaupun
Penelitian di atas sejalan dengan penelitian Ayunani, dkk (2017) sampel yang
derajat I (60 pasien) lebih banyak dari pada derajat II (25 pasien) dan tidak
ditemukan penderita demam berdarah derajat III dan IV. Pada pasien demam
berdarah derajat I masih didapatkan kadar yang normal untuk hematokrit (50%).
kadar tinggi (40%). Pada pasien demam berdarah derajat II mengalami peningkatan
kadar hematokrit sebanyak 72%, 20% pasien mempunyai kadar hematokrit yang
normal, dan hanya 8% yang rendah. Hasil penelitian analisis bivariat kadar
nilai mean (44,78), median (43,0) dan range (35-55), dan pada derajat II didapatkan
nilai mean (47,64), median (50,0) dan range (34-53). Didapatkan hubungan yang
hematokrit karena nilai p = 0,035 (nilai p < 0,05), dengan arah positif tetapi
Penelitian di atas sejalan dengan penelitian Elindra, dkk (2014) dari 129 orang
yang diteliti, 5 orang diantaranya memliki kadar hematokrit yang tinggi, 108 orang
46
memiliki kadar hematokrit yang rendah. Pada penelitian ini kadar hematokrit
terbanyak pada DBD yang rawat inap yaitu dengan kadar normal. Bahwa terlihat
dari 120 orang yang memiliki penyakit DBD derajat I, 2 orang diantaranya
memiliki kadar hematokrit tinggi, 103 orang diantaranya memiliki kadar hematokrit
dengan kategori rendah. Dari 7 orang yang memiliki penyakit DBD derajat II, 1
diantaranya memiliki kadar hematokrit dengan kategori rendah. Dari 2 orang yang
memiliki penyakit DBD derajat III, semuanya memiliki kadar hematokrit dengan
kategori tinggi. Hasil analisis statistik pada kadar hematokrit dengan derajat DBD,
didapatkan bahwa nilai p (0,00) < 0,05 dan keeratan hubungan yang kuat dengan
nilai C = 0,541. Maka dengan hasil tersebut dinyatakan bahwa terdapat hubungan
kelompok usia terbanyak 4-8 tahun, yaitu 39 anak pasien perempuan lebih banyak
54 dari laki-laki 41 dengan perbandingan 1;1,3. Derajat klinik pasien DBD anak
paling banyak didapatkan pada derajat klinik I 56, dan paling sedikit pada derajat
klinik IV 5. Pada klinik derajat II sebanyak 26, dan klinik derajat III sebanyak 8.
38,45/mm3, pada derajat III rerata 40,62/mm3, dan pada derajat IV rerata
38,20/mm3. Korelasi positif bermakna antara hematokrit dan derajat klinik DBD
47
sampel yang diperoleh adalah sebanyak 84 orang, dimana 50 orang berada pada
derajat I, 28 orang berada derajat II dan 6 orang berada derajat III dan tidak
ditemukan derajat IV. Peneliti meneliti yang banyak menderita DBD adalah usia
dibawah 20 tahun. Rerata jumlah hematokrit pada derajat I adalah 44.22 ± 5.59%.
Rerata jumlah hematokrit pada derajat II adalah 46.90 ± 5.50%. Rerata jumlah
hematokrit pada derajat III adalah 38.47 ± 7.48%. Hasil analisis dengan uji korelasi
Kendall’s tau didapatkan nilai r = 0.059 yang berarti kekuatan hubungan sangat
lemah dengan arah hubungan positif dan nilai p > 0.05 yang berarti tidak terdapat
didasarkan atas karakteristik jenis kelamin dan diperoleh hasil 50 dari 63 laki-laki
dengan hematokrit normal, 8 dari 63 laki- laki dengan hematokrit tinggi, 5 dari 63
diperoleh distribusi kasus DBD yakni pasien dengan derajat I yang memiliki
hematokrit rendah, dan 14 dari 48 orang dengan hematokrit tinggi. Dengan uji
48
korelasi koefisien (r) antara derajat keparahan demam berdarah dengue dengan
hematokrit adalah sebesar 0,173 dengan p>0,05. Nilai ini menunjukkan hubungan
antara derajat keparahan DBD dan hematokrit adalah hubungan positif namun tidak
signifikan32.
Rosdiana, dkk adanya hubungan signifikan antara hematokrit dan derajat keparahan
DBD yang memiliki hasil yang sama, tetapi cara pengambilan sampel peneliti
pada pasien DBD, yang merupakan indikator yang peka akan terjadinya kebocoran
penelitian Livina dkk, Syumarta, dkk, dan Widyanti dkk tidak signifikan hubungan
antara hematokrit dengan keparahan derajat DBD disebabkan nilai korelasi ketiga
19.