Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DESEASE


(CKD)

Oleh:
Rina Widiyawati
NIM.2020.02.038

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : RINA WIDIYAWATI

NIM : 2020.02.038

PRODI : S1 KEPERAWAN

JUDUL : CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD)

Berdasarkan hasil bimbingan oleh dosen pembimbing Praktiik


klinik keperawatan di Rumah Sakit oleh program studi
S1keperawatan Stikes Banyuwangi sejak tanggal, 05 juli 2021

Banyuwangi, 05 Juli 2021


Mahasiswa

Rina Widiyawati
2020.02.038

Pendamping II

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

(..........................................) (Ns. Fransiska Erna D. M.Kep)

2
Laporan Pendahuluan
Chronic Kidney Disease (CKD)

A. STRUKTUR dan ANATOMI GINJAL


Ginjal merupakan organ saluran kemih yang terletak di dinding posterior
abdomen, di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang
peritoneum.Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilus
menghadap ke tulang punggung.Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari
belakang, mulai dari ketinggian vertebrata torakalis terakhir sampai vertebrata
limbalis ketiga.Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki
ruang banyak disebelah kanan. Setiap ginjal panjangnya 6 sampai 7,5 sentimeter,
dan tebal 1,5 - 2,5 sentimeter. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, tergantung
jenis kelamin dan umur.Ginjal laki-laki relatif lebih besar ukurannya daripada
perempuan. Beratnya bervariasi antara 120-170 gram atau kurang lebih 0,4% dari
berat badan (Syaifuddin, 2006).
Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju
1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrate glomeruler per menitnya. Laju

glomeruler inilah yang sering dipakai untuk melakukan tes terhadap fungsi ginjal
(Price, 2005).

Gambar 1: Anatomi
GinjalSumber :
Syaifuddin, 2006

B. FUNGSI dan MEKANISME KERJA GINJAL


Ginjal adalah organ ekskresi yang berfungsi menjaga keseimbangan
internal (milieu interieur) dengan jalan
3 menjaga komposisi cairan ekstra
seluler.Sejumlah besar cairan difiltrasi di glomerulus, kemudian direabsorbsi dan
disekresi di sepanjang nefron sehingga zat-zat yang berguna diserap kembali dan
sisa-sisa metabolisme dikeluarkan sebagai urin, sedangkan air ditahan sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Sesuai dengan fungsinya, maka di dalam ginjal terjadi
proses mekanisme kerja ginjal sebagai berikut (Parker, 2007) :
a. Proses filtrasi, dimana darah dan zat-zat lainnya di nefron masuk ke bagian
glomerulus dan kapsula Bowman. Proses ini menghasilkan urin primer yang
mengadung glukosa, garam-garam, natrium, kalium, asam amino dan protein.
b. Proses reabsorbsi, yaitu terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari
glukosa, sodium, klorida, phospat dan beberapa ion bikarbonat pada tubuli
ginjal. Sisa reabsorbsi ini akan dialirkan pada papilla renalis.

c. Proses augmentasi, darah masuk ke dalam tubulus kontortus distal untuk


ditambahkan zat-zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Proses ini
menghasilkan urin normal yang mengandung 95% air, urea, amoniak, asam
urat, garam mineral (NaCl), zat warna empedu, dan zat-zat yang berlebih
(vitamin, obat, dan lain-lain).
Urin normal akan ditampung semetara di pelvis ginjal, setelah itu urin
akan melewati ureter dan akan disimpan kembali di kantung kemih. Setelah
kantung kemih penuh, dinding kantung kemih akan tertekan dan menyebabkan
rasa ingin buang air kecil, dan urin dibuang melalui uretra (Parker, 2007).

C. PENGERTIAN CKD
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD
),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi
kelainan klien pada kasus secara dini, kerena
4 dengan CKD dibagi 5 grade, dengan
harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara
konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (
clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (
cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

D. ETIOLOGI
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
 Penyakit vaskuler hipertensi misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
 Penyakit metabolik misalnya DM,gout, hiperparatiroidisme,amiloidosis
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
 Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–
nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996,
368)
5
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi

Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin


serum normal dan penderita asimptomatik.
 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
 Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari


tingkat penurunan LFG :
 Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
 Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2
 Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
 Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2
 Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

6
F. PATHWAY

G. MANIFESTASI KLINIS

1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
7
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
b. Gannguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme


protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal

Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),


burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen

kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat


penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan


menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic
lemak dan vitamin D.
8
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya
retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,


sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat
juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu


pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
antara lain:
1. Pemeriksaan lab.darah

 Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit

 RFT ( renal fungsi test ) ureum dan kreatinin


 LFT (liver fungsi test )

 Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium

 Koagulasi: studiPTT,
PTTK
 BGA

2. Urine

 urine rutin

 urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

3. pemeriksaan kardiovaskuler

 ECG

 ECO

4. Radidiagnostik

 USG abdominal

 CT scan abdominal 9
 BNO/IVP, FPA

 Renogram

 RPG ( retio pielografi )

I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif

 Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

 Observasi balance cairan

 Observasi adanya odema

 Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

 Peritoneal dialysis

Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )

 Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan


menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
 AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

 Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke


jantung )
c) Operasi

 Pengambilan batu

 transplantasi ginjal

J. KOMPLIKASI CKD
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), komplikasi potensial gagal ginjal
10
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fofat kadarkalium
serum yang rendah.

K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan dan analisis informasi secara sistematis
dan berkelanjutan. Pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data dan
menempatkan data ke dalam format yang terorganisir (Rosdahl dan Kowalski,
2014).
a. Identitas
Diisi identitas klien dan identitas penanggung jawab. Berupa nama klien,
nama penanggung jawab, alamat, nomer register, agama, pendidikan, tanggal
masuk, dan diagnosa medis.
b. Usia
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi penderita meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur
35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34.
c. Jenis Kelamin
Menurut Pernefri 2012, prevalensi penderita gagal ginjal lebih banyak pada
laki-laki daripada perempuan.
d. Keluhan Utama
Kelebihan volume cairan pada ekstremitas, anasarka, sesak, kejang. (Amin
dan Hardhi, 2015) hipertensi, lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah
(Smeltzer dan Bare, 2002) nafas pendek, dispnea, takipnea (Rahman, 2014).
e. Riwayat Kesehatan Sekarang
Menurut Sitifa Aisara dkk (2018), 11
pada pasien gagal ginjal kronis biasanya
terjadi oliguria yaitu penurunan intake output yang disebabkan oleh
terganggunya fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis cairan tubuh
dengan kontrol volume cairan, sehingga cairan menumpuk di dalam tubuh.
Terjadi pembengkakan kaki atau edema perifer pada pasien yang merupakan
akibat dari penumpukan cairan karena berkurangnya tekanan osmotik plasma
dan retensi natrium dan air. Hampir 30% gagal ginjal kronik disebabkan oleh
hipertensi dan prevalensi hipertensi pada pasien baru gagal ginjal kronik
adalah lebih dari 85%.
f. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Diabetes Melitus
DM tingkat lanjut menyebabkan komplikasi gangguan kesehatan berupa
GGK yang menyebabkan komplikasi gangguan regulasi cairan dan
elektrolit yang memicu terjadinya kondisi overload cairan pada penderita
(Anggraini dan Putri, 2016).
2) Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab kedua dari end stage renal disease atau
gagal ginjal tahap akhir. Data dari USRD (2009), 51-63% dari seluruh
penderita CKD mempunyai hipertensi.
3) Kaji penggunaan obat analgesik (Ariyanti dan Sudiyanto, 2017).
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Karena penyebab gagal ginjal bisa dari DM atau hipertensi, maka kaji
apakahkeluarga memiliki riwayat penyakit tersebut.
h. Pola kesehatan sehari-hari
1) Nutrisi
Makan: Anoreksia, naussea, vomiting (El Noor, 2013). Diit rendah garam.
Minum: Kurang dari 2 liter per hari.
2) Eliminasi BAK dan BAB
Elimanisi BAK: Oliguria; Pengeluaran atau output urin kurang dari 400
ml/kg/hari (Aisara dkk, 2018).
Eliminasi BAB: Konstipasi atau diare (El Noor, 2013).
3) Istirahat
Terjadi gangguan pola tidur pada malam hari karena sering berkemih.
4) Aktivitas
Lemah, kelelahan (El Noor, 2013).
i. Pemeriksaan Fisik 12
1) Keadaan umum
Hipertensi;Tekanan darah berada pada nilai 130/80 mmHg atau lebih
(Setyaningsih, 2014), lemah, kelelahan (El Noor, 2013).
2) Pemeriksaan wajah dan mata
Edema, edema periorbital (Setyaningsih, 2014) red eye syndrome akibat
penimbunan atau deposit garam kalsium pada konjungtiva (Price dan
Wilson (2006). Konjungtiva anemis (Aisara dkk, 2018).
3) Pemeriksaan mulut dan faring
Ulserasi di mulut dan perdarahan, metallic taste, nafas bau amonia,
cegukan (El Noor, 2013).
4) Pemeriksaan leher
Engorged neck veins (El Noor, 2013).
5) Pemeriksaan paru
Crackles, depressed cough reflex, thick tenacious sputum, pleuritic pain,
nafas pendek, takipnea, kussmaul, uremic pneumonitis (El Noor, 2013).
6) Pemeriksaan abdomen
Edema, perdarahan dari jalur GI (El Noor, 2013)
7) Sistem perkemihan

Oliguri, anuria, nokturia dan proteinuria. Proteinuria menyebabkan


kurangnya jenis protein dalam tubuh, salah satunya adalah albumin
(Setyaningsih, 2014).
8) Pemeriksaan integumen
Warna kulit abu sampai bronze, kulit kering, pruritus, ekimosis, purpura,
kuku rapuh dan tipis, rambut kasar (Nasser Abu, 2013), odema anasarka.
Pitting odema berada pada derajat derajat II : kedalaman 3-5mm dengan
waktu kembali 5 detik (Amin dan Hardhi, 2015).
9) Pemeriksaan anggota gerak
Kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang, patah tulang, foot drop
(NasserAbu, 2013) edema pada ekstremitas (Setyaningsih, 2014)
10) Pemeriksaan status neuro
Lemah, kelelahan, bingung, tidak dapat konsentrasi, disorientasi, tremor,
seizures, asterixis, restlessness of legs, burning of soles of feet, behavior
changes (El Noor, 2013).
11) Pemeriksaan sistem reproduksi 13
Infertil, amenore, testicular atrophy, libido berkurang, kram otot (El Noor,
2013).
Analisis Data
Melalui analisa data yang sistematis, kita dapat menarik kesimpulan
mengenai masalah kesehatan klien. Ketika mengkaji klien, lihat kekuatan yang
dimiliki klien yang dapat ia gunakan untuk menghadapi masalah (Kowalski,
2015). Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan pasien, kemampuan pasien mengelola kesehatan terhadap dirinya
sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus
adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon pasien terhadap kesehatan
dan masalah kesehatannya serta hal hal yang mencakup tindakan yang
dilaksanakan terhadap klien.
Tipe data terbagi dua, yaitu data subjektif dan data objektif. Tujuan
pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan
kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien, menilai
keadaan kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menetukan
langkah-langkah berikutnya.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan mengenai masalah kesehatan
klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui intervensi keperawatan
mandiri. Diagnosis keperawatan adalah pernyaataan yang ringkas, jelas, berpusat
pada klien dan spesifik pada klien (Kowalski, 2015). Berikut ini adalah beberapa
diagnosa keperawatangagal ginjal kronik:
a. Kelebihan volume cairan
Definisi : Peningkatan retensi cairan isotonik
b. Gangguan pertukaran gas
Definisi : Kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolar-kapiler.
c. Kerusakan integritas kulit
Definisi : Perubahan/gangguan epidermis dan/atau dermis.
d. Nyeri
Definisi :Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncu akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa14(International Assosiation for the Study
of Pain) .
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
f. Intoleransi aktivitas
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
Intervensi Keperawatan

Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria
keperawatan
Hasil
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
tindakan Observasi:
keperawatan selama 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
(edema, dispnea, suara napas tambahan)
3x8 jam maka
2. Monitor intake dan output cairan
hipervolemia 3. Monitor jumlah dan warna urin
meningkat dengan Terapeutik
kriteria hasil: 4. Batasi asupan cairan dan garam
1. Asupan 5. Tinggikan kepala tempat tidur
cairan Edukasi
mening 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
kat pemantauan cairan
2. Haluaran urin Kolaborasi
meningkat 7. Kolaborasai pemberian diuretik
3. Edema menurun 8. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
4. Tekanan darah akibat deuretik
membaik 9. Kolaborasi pemberian continuousrenal
5. Turgor kulit replecement therapy
membaik (CRRT), jika perlu

2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


tindakan Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi status nutrisi
3x8 jam diharapkan 2. Identifikasi makanan yang disukai
pemenuhan 3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
kebutuhan nutrisi
Terapeutik
pasien tercukupi 5. Lakukan oral hygiene sebelummakan,
dengan kriteria hasil: jika perlu
1. intake nutrisi 6. Sajikan makanan secara menarikdan suhu
tercukupi yang sesuai
2. asupan 7. Berikan makanan tinggi serat untuk
makanan dan mencegah konstipasi Edukasi

15
cairan 8. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
tercukupi 9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
10. Kolaborasi pemberian medikasisebelum
makan

3. Nausea Setelah dilakukan Manajemen Mual


tindakan Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi pengalaman mual
3x8 jam maka 2. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi,
nausea membaik dan tingkat keparahan)
dengan kriteria Terapeutik
hasil: 3. Kendalikan faktor lingkunganpenyebab
1. Nafsu makan (mis. Bau tak sedap, suara, dan
membaik rangsangan visual yang tidak
2. Keluhan mual menyenangkan)
menurun
4. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
3. Pucat membaik mual (mis. Kecemasan, ketakutan,
4. Takikardia
kelelahan)
membaik(60-
Edukasi
100
kali/menit) 5. Anjurkan istirahat dan tidur cukup
6. Anjurkan sering membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang mual
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengatasi mual(mis. Relaksasi, terapi
musik, akupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

4. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit


integritas tindakan Obsevasi
kulit keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas
3x8 kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan
jam diharapkan status nutrisi)
integritas Terapeutik
1. kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil:
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirahbaring
1. Integritas kulit yang
baik bisa 3. Lakukan pemijataan pada area tulang, jika
dipertahankan perlu
2.
2. Perfusi jaringan baik 4. Hindari produk berbahan dasaralkohol
3. Mampu melindungi pada kulit kering Bersihkan perineal
kulit dengan
3. air hangat
dan mempertahankan Edukasi
kelembaban kulit 5. Anjurkan
4. menggunakan pelembab (mis.
Lotion atau serum)
5
6. Anjurkan mandi danmenggunakan
. secukupnya Anjurkan minum air
sabun
yang cukup Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
16
6
.
5. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
pertukaran tindakan Observasi
gas keperawatan selama 1. Monitor frekuensi, irama,
3x8 jam diharapkan kedalaman dan upaya napas
pertukaran gas tidak 2. Monitor pola napas
terganggu dengak 3. Monitor saturasi oksigen
4. Auskultasi bunyi napas
kriteria hasil: Terapeutik
1. Tanda-tanda vital 5. Atur interval pemantauanrespirasi
dalamrentang sesuai kondisi pasien
normal 6. Bersihkan sekret pada mulut danhidung,
2. Tidak terdapat jika perlu
otot bantunapas 7. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
3. Memlihara 8. Dokumentasikan hasil
kebersihanparu pemantauan
dan bebas dari Edukasi
tanda-tanda 9. Jelaskan tujuan dan prosedur
distress pemantauan
pernapasan 10. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
6. Intolerans Setelah dilakukan Manajemen Energi
iAktivitas tindakan Observasi
keperawatan selama 1. Monitor kelelahan fisik
3x8 jam toleransi 2. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas meningkat Terapeutik
dengan kriteria 3. Lakukan latihan rentang gerak
pasif/aktif
hasil:
4. Libatkan keluarga dalam melakukan
1. Keluhan lelah aktifitas, jika perlu
menurun Edukasi
2. Saturasi oksigen
5. Anjurkan melakukan aktifitas secara
dalamrentang
bertahap
normal (95%-
6. Anjurkan keluarga untuk memberikan
100%)
penguatan positif
3. Frekuensi nadi
dalam rentang Kolaborasi
normal (60-100
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
kali/menit) meningkatkanasupan makanan
4. Dispnea saat
beraktifitas dan
setelah
beraktifitas
menurun (16-20
kali/menit)
7. Resiko Setelah dilakukan Perawatan Jantung
penurunan asuhan keperawatan Observasi:
curahjantung selama 3x8 jam 1. Identifikasi tanda dan gejala primer
penurunan curah jantung(mis. Dispnea,
diharapkan
kelelahan)
penurunancurah 2. Monitor tekanan darah
jantung meningkat 3. Monitor saturasi oksigen
dengan kriteria Terapeutik:
17 4. Posisikan semi-fowler ataufowler
hasil: 5. Berikan terapi oksigen
1. Kekuatan nadi Edukasi
perifer 6. Ajarkan teknik relaksasi napasdalam
7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuaitoleransi
meningkat
Kolaborasi
2. Tekanan darah 8. kolaborasi pemberian antiaritmia,
membaik100- jika perlu
130/60-90
mmHg
3. Lelah menurun

4. Dispnea
menurun dengan
frekuensi 16-24
x/menit
8. Perfusi Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi
perifer tidak tindakanperawatan Observasi
efektif selama 3x8 jam 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
maka perfusi perifer
suhu)
meningkat dengan 2. Monitor perubahan kulit
kriteria hasil: 3. Monitor panas, kemerahan, nyeriatau
1. denyut nadi bengkak
perifer 4. Identifikasi faktor risikogangguan
meningkat sirkulasi
2. Warna Terapeutik
kulit pucat 5. Hindari pemasangan infus atau
menurun pengambilan darah di area keterbatasan
3. Kelemah perfusi
an otot 6. Hindari pengukuran tekanan darah pada
menurun ekstremitas denganketerbatasan perfusi
4. Pengisian 7. Lakukan pencegahan infeksi
kapiler 8. Lakukan perawatan kaki dankuku
membaik Edukasi
5. Akral membaik 9. Anjurkan berhenti merokok
6. Turgor kulit 10.Anjurkan berolahraga rutin
membaik 11.Anjurkan mengecek air mandi untun
menghindari kulit terbakar12.Anjurkan
meminum obat
pengontrol tekanan darah secarateratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika
perlu
9. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi factor pencetus danpereda
3x8 jam maka nyeri
tautan nyeri 2. Monitor kualitas nyeri
meningkat dengan 3. Monitor lokasi dan penyebarannyeri
kriteria hasil: 4. Monitor intensitas nyeri dengan
1. Melaporkan menggunakan skala
nyeri 5. Monitor durasi dan frekuensi nyeri
terkontrol Teraupetik
meningkat 6. Ajarkan Teknik
18
2. Kemampuan nonfarmakologis untuk
mengenalionset mengurangi rasa nyeri
nyeri meningkat 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Kemampuan Edukasi
menggunakan 8. Anjurkan memonitor nyerisecara
teknik mandiri
nonfarmakolo 9. Anjurkan menggunakananalgetik
gis meningkat secara tepat
4. Keluhan nyeri Kolaborasi
penggunaan 10. Kolaborasi pemberian obat analgetik
analgesik
menurun
5. Meringis menurun
6. Frekuen
si nadi
membai
k
7. Pola nafas
membaik
8. Tekana
n darah
membai
k

19
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung :
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi
4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keprawatan,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
LEMBAR KONSULTASI

NO Hari,Tanggal Pembmbing Perbaikan Paraf

Anda mungkin juga menyukai