Oleh:
Rina Widiyawati
NIM.2020.02.038
PRODI S1 KEPERAWATAN
2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 2020.02.038
PRODI : S1 KEPERAWAN
Rina Widiyawati
2020.02.038
Pendamping II
2
Laporan Pendahuluan
Chronic Kidney Disease (CKD)
glomeruler inilah yang sering dipakai untuk melakukan tes terhadap fungsi ginjal
(Price, 2005).
Gambar 1: Anatomi
GinjalSumber :
Syaifuddin, 2006
C. PENGERTIAN CKD
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD
),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi
kelainan klien pada kasus secara dini, kerena
4 dengan CKD dibagi 5 grade, dengan
harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara
konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (
clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (
cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
D. ETIOLOGI
Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensi misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM,gout, hiperparatiroidisme,amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–
nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996,
368)
5
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi
6
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
7
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Koagulasi: studiPTT,
PTTK
BGA
2. Urine
urine rutin
3. pemeriksaan kardiovaskuler
ECG
ECO
4. Radidiagnostik
USG abdominal
CT scan abdominal 9
BNO/IVP, FPA
Renogram
I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a) Konservatif
b) Dialysis
Peritoneal dialysis
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
Hemodialisis
Pengambilan batu
transplantasi ginjal
J. KOMPLIKASI CKD
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), komplikasi potensial gagal ginjal
10
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fofat kadarkalium
serum yang rendah.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan mengenai masalah kesehatan
klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui intervensi keperawatan
mandiri. Diagnosis keperawatan adalah pernyaataan yang ringkas, jelas, berpusat
pada klien dan spesifik pada klien (Kowalski, 2015). Berikut ini adalah beberapa
diagnosa keperawatangagal ginjal kronik:
a. Kelebihan volume cairan
Definisi : Peningkatan retensi cairan isotonik
b. Gangguan pertukaran gas
Definisi : Kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolar-kapiler.
c. Kerusakan integritas kulit
Definisi : Perubahan/gangguan epidermis dan/atau dermis.
d. Nyeri
Definisi :Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncu akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa14(International Assosiation for the Study
of Pain) .
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
f. Intoleransi aktivitas
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria
keperawatan
Hasil
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
tindakan Observasi:
keperawatan selama 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
(edema, dispnea, suara napas tambahan)
3x8 jam maka
2. Monitor intake dan output cairan
hipervolemia 3. Monitor jumlah dan warna urin
meningkat dengan Terapeutik
kriteria hasil: 4. Batasi asupan cairan dan garam
1. Asupan 5. Tinggikan kepala tempat tidur
cairan Edukasi
mening 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
kat pemantauan cairan
2. Haluaran urin Kolaborasi
meningkat 7. Kolaborasai pemberian diuretik
3. Edema menurun 8. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
4. Tekanan darah akibat deuretik
membaik 9. Kolaborasi pemberian continuousrenal
5. Turgor kulit replecement therapy
membaik (CRRT), jika perlu
15
cairan 8. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
tercukupi 9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
10. Kolaborasi pemberian medikasisebelum
makan
4. Dispnea
menurun dengan
frekuensi 16-24
x/menit
8. Perfusi Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi
perifer tidak tindakanperawatan Observasi
efektif selama 3x8 jam 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
maka perfusi perifer
suhu)
meningkat dengan 2. Monitor perubahan kulit
kriteria hasil: 3. Monitor panas, kemerahan, nyeriatau
1. denyut nadi bengkak
perifer 4. Identifikasi faktor risikogangguan
meningkat sirkulasi
2. Warna Terapeutik
kulit pucat 5. Hindari pemasangan infus atau
menurun pengambilan darah di area keterbatasan
3. Kelemah perfusi
an otot 6. Hindari pengukuran tekanan darah pada
menurun ekstremitas denganketerbatasan perfusi
4. Pengisian 7. Lakukan pencegahan infeksi
kapiler 8. Lakukan perawatan kaki dankuku
membaik Edukasi
5. Akral membaik 9. Anjurkan berhenti merokok
6. Turgor kulit 10.Anjurkan berolahraga rutin
membaik 11.Anjurkan mengecek air mandi untun
menghindari kulit terbakar12.Anjurkan
meminum obat
pengontrol tekanan darah secarateratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika
perlu
9. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan Observasi
keperawatan selama 1. Identifikasi factor pencetus danpereda
3x8 jam maka nyeri
tautan nyeri 2. Monitor kualitas nyeri
meningkat dengan 3. Monitor lokasi dan penyebarannyeri
kriteria hasil: 4. Monitor intensitas nyeri dengan
1. Melaporkan menggunakan skala
nyeri 5. Monitor durasi dan frekuensi nyeri
terkontrol Teraupetik
meningkat 6. Ajarkan Teknik
18
2. Kemampuan nonfarmakologis untuk
mengenalionset mengurangi rasa nyeri
nyeri meningkat 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Kemampuan Edukasi
menggunakan 8. Anjurkan memonitor nyerisecara
teknik mandiri
nonfarmakolo 9. Anjurkan menggunakananalgetik
gis meningkat secara tepat
4. Keluhan nyeri Kolaborasi
penggunaan 10. Kolaborasi pemberian obat analgetik
analgesik
menurun
5. Meringis menurun
6. Frekuen
si nadi
membai
k
7. Pola nafas
membaik
8. Tekana
n darah
membai
k
19
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung :
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi
4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keprawatan,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
LEMBAR KONSULTASI