II-1
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Pembangkit Listrik Tenaga Uap merupakan pembangkit yang
mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk
utama pembangkit listrik jenis ini adalah generator yang dihubungkan ke turbin
dimana
untuk memutar turbin diperlukan energi kinetik dari uap panas atau
kering.
Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar
salah satunya batu bara untuk start awal. Siklus dari Pembangkit Listrik Tenaga
Uap dapat dilihat melalui Gambar II.1.
II-1
II-2
Gambar II. 2 Diagram T-s Siklus Rankine Ideal
Sumber: (Moran, MJ dan Saphiro N. Howard. 2006)
Gambar II.2 menunjukkan urutan kerja dari diagram T – s siklus PLTU, yaitu:
1–2 : Air dipompa dari tekanan P2 menjadi P1. Langkah ini adalah
langkah kompresi isentropis, dan proses ini terjadi pada pompa
air pengisi.
2–3 : Air bertekanan ini dinaikkan temperaturnya hingga mencapai
titik didih. Terjadi di LP heater, HP heater, dan Economiser.
Dan air berubah wujud menjadi uap jenuh. Langkah ini disebut
vapourising (penguapan) dengan proses isobar isothermis,
terjadi di boiler yaitu wall tube (riser) dan steam drum.
3–4 : Uap dipanaskan lebih lanjut hingga uap mencapai temperatur
kerjanya menjadi uap panas lanjut (superheated vapour).
Langkah ini terjadi di superheater boiler dengan proses isobar.
4–5 : Uap melakukan kerja sehingga tekanan dan temperaturnya
turun. Langkah ini adalah langkah ekspansi isentropis, dan
terjadi didalam turbin.
II-3
5 – 1 : Pembuangan panas laten uap sehingga berubah menjadi air
kondensat. Langkah ini adalah isobar isothermis, dan terjadi
didalam kondensor.
II.2. Turbin
Uap
Turbin uap berfungsi untuk mengkonversi energi panas yang dikandung oleh
uap menjadi energi putar (energi mekanik). Poros turbin dikopel dengan poros
generator sehingga ketika turbin berputar generator juga ikut berputar. Turbin uap
terdiri dari dua bagian utama, yaitu stator dan rotor yang merupakan komponen utama
pada turbin kemudian di tambah komponen lainnya yang meliputi pendukunnya
seperti bantalan, kopling, dan sistem bantu lainnya agar kerja turbin dapat lebih baik.
II-4
2. Tekanan uap pada saat keluar dari nosel lebih kecil dari pada saat masuk ke
dalam nosel, akan tetapi sebaliknya kecepatan uap keluar nosel lebih besar
dari pada saat masuk ke dalam nosel.
3. Uap yang memancar keluar dari nosel diarahkan ke sudu-sudu turbin yang
berbentuk lengkungan dan dipasang disekeliling roda turbin. Uap yang
mengalir melalui celah-celah antara sudu turbin itu dibelokkan kearah
mengikuti lengkungan dari sudu turbin. Perubahan kecepatan uap ini
menimbulkan gaya yang mendorong dan kemudian memutar roda dan poros
turbin.
Uap masih mempunyai kecepatan saat meninggalkan sudu turbin berarti
hanya sebagian energi kinetis dari uap yang diambil oleh sudu-sudu turbin yang
berjalan. Energi kinetis yang tersisa saat meninggalkan sudu turbin dimanfaatkan,
maka pada turbin dipasang lebih dari satu baris sudu gerak, sebelum memasuki baris
kedua sudu gerak, antara baris pertama dan baris kedua sudu gerak dipasang satu
baris sudu tetap ( guide blade ) yang berguna untuk mengubah arah kecepatan uap,
supaya uap dapat masuk ke baris kedua sudu gerak dengan arah yang tepat.
II-5
gerak
disebut tingkat (stage). Sudu gerak (rotor) berfungsi untuk mengubah
energi kinetik uap menjadi energi mekanik.
3. Bantalan
Memiliki fungsi untuk menopang dan menjaga rotor turbin uap agar tetap
pada posisi normalnya. Ada dua macam bantalan pada turbin, yaitu:
- Bantalan journal, berfungsi untuk menopang dan mencegah poros turbin
dari pergeseran arah radial.
II-6
Sistem pelumasan yang digunakan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
pada umumnya adalah sistem pelumasan tertutup bertekanan. Sistem tertutup sendiri
memiliki sifat mersirkulasikan minyak pelumas yang sama secara berulang-ulang,
sedangkan sistem bertekanan menggunakan minyak bertekanan untuk melumasi
bagian- bagian yang perlu dilumasi.
Sistem pelumasan pada turbin uap ini tidak hanya berfungsi untuk mengurangi
gesekan saja, namun juga berfungsi untuk memindahkan panas, memindahkan
kotoran, dan mendinginkan bantalan turbin. Lube Oil akan menyerap panas untuk
dibawa dan dibuang di sistem pendingin Lube Oil atau ke udara luar. Sistem
pelumasan turbin uap ini memerlukan pompa untuk mensirkulasikan Lube Oil.
Terdapat tiga jenis pompa, yaitu :
1. Main Oil Pump: Memompakan minyak pelumas pada saat turbin sudah
beroperasi secara normal.
2. Auxiliary Oil Pump (AC Lube Oil Pump): Memompakan minyak pelumas
pada saat kondisi start, shutdown, dan turbine trip.
3. Emergency Oil Pump (DC Lube Oil Pump): Memompakan minyak pelumas
ketika terjadi kegagalan pada Main Oil Pump dan AC Lube Oil Pump.
II-7
Peralatan
pada sistem pelumasan utama biasanya terdiri dari:
1. Lube Oil Reservoir
Lube Oil Reservoir adalah tangki yang dapat menampung sejumlah besar
minyak pelumas. Reservoir ini harus cukup besar agar minyak pelumas dapat
diam / berhenti sesaat didalam tanki untuk mengendapkan kotoran-kotoran
dan membuang gasnya. Suhu minyak pelumas selalu di monitor dan dijaga
agar tetap pada batas-batas yang ditetapkan agar proses pelumasan dapat
berjalan dengan baik. Suhu minyak pelumasan di dalam reservoir juga tidak
boleh terlalu rendah karena akan menghambat pemompaan. Bila suhunya
terlalu rendah maka secara otomatis alat pemanas yang dipasang didalam
tangki akan bekerja.
2. Primary Lube Oil Pump
Primary Lube Oil Pump atau Main Lube Oil Pump, berfungsi sebagai pompa
minyak pelumas utama dan diputar langsung oleh poros turbin gas, atau
diputar oleh motor listrik AC. Primary Lube Oil Pump yang diputar oleh
motor listrik, penempatan pompa adalah didalam reservoir minyak pelumas,
sedangkan motor listriknya berada diatas tutup reservoir.
Pompa ini harus mampu mensuplai kebutuhan minyak pelumas dalam
keadaan operasi normal. Sebagai contoh, kapasitas Primary Lube Oil Pump
sebesar 2.800 liter per menit dengan tekanan 6 bar.
3. Secondary Lube Oil Pump
Secondary Lube Oil Pump untuk turbin gas yang Primary Lube Oil Pump-nya
diputar langsung oleh poros turbin gas, maka Secondary Lube Oil Pump akan
bekerja ketika putaran turbin masih rendah (saat start-up dan shut-down)
dimana tekanan minyak pelumas dari Primary Lube Oil Pump belum
mencukupi. Putaran turbin cukup tinggi, maka secara otomatis Secondary
Lube Oil Pump akan stop.
Primary Lube Oil Pump pada turbin uap diputar oleh motor listrik, maka
Secondary Lube Oil Pump berfungsi sebagai cadangan. Secondary Lube Oil
II-8
Pump juga akan bekerja secara otomatis bila tekanan minyak pelumas turun
oleh karena suatu sebab.
4. Emergency Lube Oil Pump
Pemasangan pompa ini sama seperti pemasangan Secondary Lube Oil Pump.
Emergency Lube Oil Pump diputar oleh motor listrik DC dan bekerja bila
tegangan listrik AC hilang dan atau tekanan minyak pelumas turun mencapai
batas yang ditetapkan.
Baik kapasitas maupun tekanan minyak pelumas dari Emergency Lube Oil
Pump lebih rendah dibanding dari Primary Lube Oil Pump, maka hasil
pemompaannya akan langsung dialirkan kedalam bantalan-bantalan tanpa
melalui Lube Oil Cooler. Emergency Lube Oil Pump pada umumnya hanya
digunakan apabila turbin tidak dibebani serta putarannya sangat rendah
(diputar turning gear).
5. Lube Oil Cooler
Lube Oil Cooler berfungsi untuk mendinginkan minyak pelumas yang sudah
ditampung didalam reservoir dan akan dialirkan kembali ke bantalan-bantalan.
Lube Oil Cooler atau Pendingin Minyak Pelumas, biasanya terdiri dari dua
unit, salah satunya beroperasi dan yang lainnya stand-by, menggunakan media
pendingin udara atau air. Lube Oil Cooler dengan media pendingin air akan
lebih kecil dimensinya sehingga sedikit memakan tempat dibandingkan
dengan yang menggunakan media pendingin udara.
6. Lubricating Oil Tank Gas Exhaust Fan
Berfungsi untuk mengeluarkan gas-gas yang ada didalam reservoir minyak
pelumas, dan membuat sedikit vakum di reservoir. Kondisi vakum ini akan
berguna untuk membantu mencegah kebocoran minyak pelumas dari celah
labirin pada ujung bantalan, dan mempercepat penguapan gas-gas yang
terkandung didalam minyak pelumas.
7. Detektor Suhu, Detektor Tekanan dan Detektor Level
II-9
Berfungsi
untuk memonitor suhu, tekanan maupun level sesuai dengan yang
ditetapkan. Detektor-detektor tersebut dilengkapi juga dengan signal alarm dan
peralatan trip.
II.4. Lube
Oil Cooler
Lube oil cooler merupakan salah satu auxiliary equipments pada sistem
Perpindahan panas (atau panas) adalah energi termal dalam transit karena
perbedaan temperatur spasial (Incropera, 1996). Kapanpun terdapat perbedaan
temperatur pada sebuah medium atau antara media, perpindahan panas pasti terjadi.
Perpindahan panas memiliki beberapa jenis bergantung pada mekanismenya yaitu
konduksi, konveksi dan radiasi.
Penukar panas (heat exchanger disingkat HE) adalah alat yang digunakan untuk
mentransfer energi panas antara dua atau lebih fluida, antara permukaan padat dan
fluida, atau antara partikel padat dan fluida, pada temperatur yang berbeda. HE dalam
II-10
perancangan
dan analisa proses kerjanya memerhatikan proses konveksi dan
konduksi, jarang sekali yang melibatkan tiga peristiwa konduksi, konveksi dan radiasi
sekaligus.
HE dapat dibagi jenisnya berdasarkan tujuan penggunaan, yaitu:
1. HE untuk memanasi (contoh pemanas: Heater)
2. HE untuk mendinginkan (contoh pendingin: Cooler)
3. HE untuk menguapkan (contoh: Evaporator: Boiler)
4. HE untuk mengembunkan (contoh pengembun: Condensor).
II.7. Aliran
pada Heat Exchanger
Alat penukar kalor (heat exchanger) secara tipikal diklasifikasikan berdasarkan
susunan aliran (flow arrangement) dan tipe konstruksi. Penukar kalor yang paling
sederhana adalah satu penukar kalor yang mana fluida panas dan dingin bergerak atau
mengalir pada arah yang sama atau berlawanan dalam sebuah pipa berbentuk bundar.
Susunan aliran sejajar (parallel-flow arrangement) yang ditunjukkan Gambar II.5 (a)
fluida panas dan dingin masuk pada ujung yang sama, mengalir dalam arah yang
sama dan keluar pada ujung yang sama. Susunan aliran berlawanan (counterflow
arrangement) yang ditunjukkan gambar II.5 (b) kedua fluida tersebut pada ujung
yang berlawanan, mengalir dalam arah yang berlawanan, dan keluar pada ujung yang
berlawanan (Incropera, 1996).
Gambar II. 5 Penukar kalor pipa konsentris one shell one tube
(a) Parallel flow (b) Counterflow
Sumber: (Incropera, 1996)
II-11
II.8. Fin
and Tube Heat exchanger
II-12
Gambar II. 7 Jenis-jenis sirip (fin)
Sumber: (Heat exchanger Design Handbook, 2nd Edition)
II.9. Tahap Rancangan Lube Oil Cooler
II-13
Q = UDi A ∆t .................................................................................................. (2)
Pada persamaan diatas perbedaan temperatur (ΔT) pada perancangan didapat dari
persamaan (3):
∆t = Ft x LMTD .................................................................................................... (3)
Dimana:
Ft = Temperature different factor
LMTD = Log Mean Temperature Different [K]
Temperature different factor (Ft) dapat dihitung berdasarkan persamaan (4).
√ ( ) ( )
√
................................................................................ (4)
( )
( )
( √ )
Dimana:
dimana : ∆t1 = T1 – t2
∆t2 = T2 – t1
II-14
II.9.5. Menghitung Diameter Ekivalen
Perhitungan diameter ekivalen adalah dengan menggunakan persamaan (7)
dimana parameter yang dibutuhkan untuk menentuka diameter ekivalen adalah
permukaan sirip ( Af ), bare tube area ( Ao ), dan projected perimeter
( )
................................................................................ (7)
Menghitung diameter ekivalen diperlukan nilai parameter-parameter seperti di
bawah ini:
Af = (OD’2 – OD2) . 2 × Nf × 12…………………………………………..(8)
Ao = (1 – Nf.y) OD × 1
P = 2 l × 2 . Nf × 12 2 (1 – Nf .y) × 12
Dimana,
………………………………………………………………(10)
II-15
Ret = D.Gt / .........................................................................................(12)
( )1/3 ..........................................................................(13)
...........................................................................................(14)
Untuk menghitung nilai koefisien perpindahan panas dalam pipa, dirt
coefficient equivalent nya harus diketahui dicari terlebih dahulu menggunakan
persamaan (15)
….............................................................................................(15)
II-16
Untuk
mengetahui efektifitas dari penggunaan sirip, maka harus diketahui
terlebih dahulu nilai dari persamaan (16) dan persamaan (17).
( )√ 𝑦 ..................................................................................(16)
.........................................................................................................(17)
Dimana :
re = 0.5 x OD’ [ft]
rb = re – tinggi sirip (𝑙) [ft]
yb = 0.5 x tebal sirip (y) [ft]
II.9.9. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Luar Pipa ( )
( )1/3 ................................................................................(21)
………………………………………………………….(22)
Untuk mencari nilai dirt coefficient, nilai dirt coefficient equivalent dihitung
terlebih dahulu menggunakan persamaan dimana:
II-17
................................................................................................(23)
h’fi = ( ). .........................................................................(24)
Ai per bundle = Ai . Nt . L
.......................................................................................(28)
II-18
1) Menentukan Diameter Ekivalen Volumetric (D’ev)
..................................................................(33)
Dimana net free volume dapat dihitung dengan persamaan.
Net free volume
( )
( ) ( )
………………………………………………………...(37)
( ) ( ) .....................................(38)
II-19
Lp = ................................................................................(39)
Penurunan tekanan pada sisi duct harus ≤ 10psi (Kern, 1950). Hal ini
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendesain heat
exchanger.
b. Penurunan Tekanan di Dalam Pipa (Demin Water)
1) Menghitung Penurunan Tekanan di dalam Pipa (∆Pt)
........................................................................(40)
Penurunan
tekanan di dalam pipa harus ≤ 10psi (Kern, 1950). Hal ini merupakan
persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendesain heat exchanger.