Anda di halaman 1dari 19

 

II-1

 
BAB II
 
LANDASAN TEORI
 
II.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
 
Pembangkit Listrik Tenaga Uap merupakan pembangkit yang
 
mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk
  utama pembangkit listrik jenis ini adalah generator yang dihubungkan ke turbin
dimana
  untuk memutar turbin diperlukan energi kinetik dari uap panas atau
kering.
  Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar
salah satunya batu bara untuk start awal. Siklus dari Pembangkit Listrik Tenaga
 
Uap dapat dilihat melalui Gambar II.1.

Gambar II. 1 Diagram Siklus PLTU Suralaya


Sumber: (Arsip IP UP Suralaya)

Siklus kerja PLTU merupakan siklus tertutup yang dapat digambarkan


dengan diagram T – s (temperatur – entropi). Siklus ini merupakan penerapan
siklus rankine ideal. Siklus rankine adalah siklus termodinamika yang mengubah
panas menjadi kerja. Panas yang disuplai secara eksternal pada aliran tertutup
biasanya menggunakan air sebagai fluida kerja. Pada steam boiler, ini akan
menjadi reversible tekanan konstan pada proses pemanasan air menjadi uap air,
lalu pada turbin proses ideal akan menjadi reversible tekanan konstan dari panas
uap kondensasi yang masih saturated liquid dan pada proses ideal dari pompa
akan terjadi kompresi adiabatik pada cairan akhir dengan mengetahui tekanannya.

II-1
 
  II-2

 
Gambar II. 2 Diagram T-s Siklus Rankine Ideal
  Sumber: (Moran, MJ dan Saphiro N. Howard. 2006)

  Gambar II.2 menunjukkan urutan kerja dari diagram T – s siklus PLTU, yaitu:
1–2 : Air dipompa dari tekanan P2 menjadi P1. Langkah ini adalah
langkah kompresi isentropis, dan proses ini terjadi pada pompa
air pengisi.
2–3 : Air bertekanan ini dinaikkan temperaturnya hingga mencapai
titik didih. Terjadi di LP heater, HP heater, dan Economiser.
Dan air berubah wujud menjadi uap jenuh. Langkah ini disebut
vapourising (penguapan) dengan proses isobar isothermis,
terjadi di boiler yaitu wall tube (riser) dan steam drum.
3–4 : Uap dipanaskan lebih lanjut hingga uap mencapai temperatur
kerjanya menjadi uap panas lanjut (superheated vapour).
Langkah ini terjadi di superheater boiler dengan proses isobar.
4–5 : Uap melakukan kerja sehingga tekanan dan temperaturnya
turun. Langkah ini adalah langkah ekspansi isentropis, dan
terjadi didalam turbin.

 
  II-3

 
5  – 1 : Pembuangan panas laten uap sehingga berubah menjadi air
kondensat. Langkah ini adalah isobar isothermis, dan terjadi
 
didalam kondensor.
 
II.2. Turbin
  Uap

  Turbin uap berfungsi untuk mengkonversi energi panas yang dikandung oleh

  uap menjadi energi putar (energi mekanik). Poros turbin dikopel dengan poros
generator sehingga ketika turbin berputar generator juga ikut berputar. Turbin uap
 
terdiri dari dua bagian utama, yaitu stator dan rotor yang merupakan komponen utama
 
pada turbin kemudian di tambah komponen lainnya yang meliputi pendukunnya
 
seperti bantalan, kopling, dan sistem bantu lainnya agar kerja turbin dapat lebih baik.

Gambar II. 3 Turbin Uap


Sumber: (Mitsubishi Heavy Industries)

II.2.1. Prinsip Kerja Turbin Uap


Secara singkat prinsip kerja turbin uap adalah sebagai berikut:
1. Uap masuk kedalam turbin melalui nosel. Nosel energi panas dari uap dirubah
menjadi energi kinetis dan uap mengalami pengembangan.

 
  II-4

 
2.  Tekanan uap pada saat keluar dari nosel lebih kecil dari pada saat masuk ke
dalam nosel, akan tetapi sebaliknya kecepatan uap keluar nosel lebih besar
 
dari pada saat masuk ke dalam nosel.
 
3. Uap yang memancar keluar dari nosel diarahkan ke sudu-sudu turbin yang
 
berbentuk lengkungan dan dipasang disekeliling roda turbin. Uap yang
  mengalir melalui celah-celah antara sudu turbin itu dibelokkan kearah
  mengikuti lengkungan dari sudu turbin. Perubahan kecepatan uap ini

 menimbulkan gaya yang mendorong dan kemudian memutar roda dan poros
turbin.
 
Uap masih mempunyai kecepatan saat meninggalkan sudu turbin berarti
 
hanya sebagian energi kinetis dari uap yang diambil oleh sudu-sudu turbin yang
berjalan. Energi kinetis yang tersisa saat meninggalkan sudu turbin dimanfaatkan,
maka pada turbin dipasang lebih dari satu baris sudu gerak, sebelum memasuki baris
kedua sudu gerak, antara baris pertama dan baris kedua sudu gerak dipasang satu
baris sudu tetap ( guide blade ) yang berguna untuk mengubah arah kecepatan uap,
supaya uap dapat masuk ke baris kedua sudu gerak dengan arah yang tepat.

II.2.2. Komponen-komponen Utama Sistem Turbin Uap


Komponen-komponen utama pada turbin uap adalah sebagai berikut:
1. Casing
Casing merupakan bagian yang diam dimana merupakan wadah dari rotor.
Pada casing tersebut terdapat sudu-sudu diam (stator) yang dipasang melingkar
dan berjajar terdiri dari beberapa baris yang merupakan pasangan dari sudu gerak
pada rotor. Sudu diam berfungsi untuk mengarahkan aliran uap agar tepat dalam
mendorong sudu gerak pada rotor.
2. Rotor
Rotor adalah bagian yang berputar terdiri dari poros dan sudu-sudu gerak
yang terpasang mengelilingi rotor. Jumlah baris sudu gerak pada rotor sama
dengan jumlah baris sudu diam pada casing. Pasangan antara sudu diam dan sudu

 
  II-5

 
gerak
 
disebut tingkat (stage). Sudu gerak (rotor) berfungsi untuk mengubah
energi kinetik uap menjadi energi mekanik.
 
3. Bantalan
 
Memiliki fungsi untuk menopang dan menjaga rotor turbin uap agar tetap
 
pada posisi normalnya. Ada dua macam bantalan pada turbin, yaitu:
  - Bantalan journal, berfungsi untuk menopang dan mencegah poros turbin
  dari pergeseran arah radial.

 - Bantalan aksial (thrust bearing), berfungsi untuk mencegah turbin


bergeser kearah aksial.
 
4. Katup Utama
 
Katup utama terdiri dari:
- Main Stop Valve (MSV), berfungsi sebagai katup penutup cepat jika
turbin trip atau sebagai katup pengisolasi turbin terhadap uap masuk.
MSV bekerja dalam dua posisi yaitu menutup penuh atau memmbuka
penuh. Sebagai penggerak untuk membuka MSV digunakan tekanan
minyak hidrolik. Sedangkan untuk menutupnya menggunakan kekuatan
pegas.
- Governor Valve (GV), katup ini memiiki fungsi untuk mengatur aliran uap
masuk turbin sesuai dengan bebannya. Sistem governor valve yang
digunakan umumnya adalah mechanic hydraulic (MH) atau electro
hydraulic (EH).

II.3. Sistem Pelumasan pada Turbin Uap

Turbin uap merupakan komponen vital yang berfungsi merubah secara


langsung energi panas yang terkandung dalam uap menjadi gerak putar pada poros.
Poros turbin ini dikopel dengan poros generator sehingga generator dapat
menghasilkan listrik. Ketika turbin berputar maka akan terjadi gesekan antara poros
turbin dengan bantalan, hal ini akan menimbulkan panas yang apabila berlebihan
dapat mengakibatkan kerusakan material, untuk menguranginya maka diperlukan
sistem pelumasan pada turbin uap.

 
  II-6

 
Sistem   pelumasan yang digunakan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
pada umumnya adalah sistem pelumasan tertutup bertekanan. Sistem tertutup sendiri
 
memiliki sifat mersirkulasikan minyak pelumas yang sama secara berulang-ulang,
 
sedangkan sistem bertekanan menggunakan minyak bertekanan untuk melumasi
bagian-  bagian yang perlu dilumasi.
  Sistem pelumasan pada turbin uap ini tidak hanya berfungsi untuk mengurangi
  gesekan saja, namun juga berfungsi untuk memindahkan panas, memindahkan
kotoran,  dan mendinginkan bantalan turbin. Lube Oil akan menyerap panas untuk
dibawa dan dibuang di sistem pendingin Lube Oil atau ke udara luar. Sistem
 
pelumasan turbin uap ini memerlukan pompa untuk mensirkulasikan Lube Oil.
 
Terdapat tiga jenis pompa, yaitu :
1. Main Oil Pump: Memompakan minyak pelumas pada saat turbin sudah
beroperasi secara normal.
2. Auxiliary Oil Pump (AC Lube Oil Pump): Memompakan minyak pelumas
pada saat kondisi start, shutdown, dan turbine trip.
3. Emergency Oil Pump (DC Lube Oil Pump): Memompakan minyak pelumas
ketika terjadi kegagalan pada Main Oil Pump dan AC Lube Oil Pump.

Gambar II. 4 Single line diagram Turbine Lube Oil Sytem


Sumber: (Arsip IP UP Suralaya)

 
  II-7

 
Peralatan
 
pada sistem pelumasan utama biasanya terdiri dari:
1. Lube Oil Reservoir
 
Lube Oil Reservoir adalah tangki yang dapat menampung sejumlah besar
 
minyak pelumas. Reservoir ini harus cukup besar agar minyak pelumas dapat
 
diam / berhenti sesaat didalam tanki untuk mengendapkan kotoran-kotoran
  dan membuang gasnya. Suhu minyak pelumas selalu di monitor dan dijaga
  agar tetap pada batas-batas yang ditetapkan agar proses pelumasan dapat

 berjalan dengan baik. Suhu minyak pelumasan di dalam reservoir juga tidak
boleh terlalu rendah karena akan menghambat pemompaan. Bila suhunya
 
terlalu rendah maka secara otomatis alat pemanas yang dipasang didalam
 
tangki akan bekerja.
2. Primary Lube Oil Pump
Primary Lube Oil Pump atau Main Lube Oil Pump, berfungsi sebagai pompa
minyak pelumas utama dan diputar langsung oleh poros turbin gas, atau
diputar oleh motor listrik AC. Primary Lube Oil Pump yang diputar oleh
motor listrik, penempatan pompa adalah didalam reservoir minyak pelumas,
sedangkan motor listriknya berada diatas tutup reservoir.
Pompa ini harus mampu mensuplai kebutuhan minyak pelumas dalam
keadaan operasi normal. Sebagai contoh, kapasitas Primary Lube Oil Pump
sebesar 2.800 liter per menit dengan tekanan 6 bar.
3. Secondary Lube Oil Pump
Secondary Lube Oil Pump untuk turbin gas yang Primary Lube Oil Pump-nya
diputar langsung oleh poros turbin gas, maka Secondary Lube Oil Pump akan
bekerja ketika putaran turbin masih rendah (saat start-up dan shut-down)
dimana tekanan minyak pelumas dari Primary Lube Oil Pump belum
mencukupi. Putaran turbin cukup tinggi, maka secara otomatis Secondary
Lube Oil Pump akan stop.
Primary Lube Oil Pump pada turbin uap diputar oleh motor listrik, maka
Secondary Lube Oil Pump berfungsi sebagai cadangan. Secondary Lube Oil

 
  II-8

 
Pump juga akan bekerja secara otomatis bila tekanan minyak pelumas turun
 
oleh karena suatu sebab.
 
4. Emergency Lube Oil Pump
 
Pemasangan pompa ini sama seperti pemasangan Secondary Lube Oil Pump.
 
Emergency Lube Oil Pump diputar oleh motor listrik DC dan bekerja bila
  tegangan listrik AC hilang dan atau tekanan minyak pelumas turun mencapai
  batas yang ditetapkan.

 Baik kapasitas maupun tekanan minyak pelumas dari Emergency Lube Oil
Pump lebih rendah dibanding dari Primary Lube Oil Pump, maka hasil
 
pemompaannya akan langsung dialirkan kedalam bantalan-bantalan tanpa
 
melalui Lube Oil Cooler. Emergency Lube Oil Pump pada umumnya hanya
digunakan apabila turbin tidak dibebani serta putarannya sangat rendah
(diputar turning gear).
5. Lube Oil Cooler
Lube Oil Cooler berfungsi untuk mendinginkan minyak pelumas yang sudah
ditampung didalam reservoir dan akan dialirkan kembali ke bantalan-bantalan.
Lube Oil Cooler atau Pendingin Minyak Pelumas, biasanya terdiri dari dua
unit, salah satunya beroperasi dan yang lainnya stand-by, menggunakan media
pendingin udara atau air. Lube Oil Cooler dengan media pendingin air akan
lebih kecil dimensinya sehingga sedikit memakan tempat dibandingkan
dengan yang menggunakan media pendingin udara.
6. Lubricating Oil Tank Gas Exhaust Fan
Berfungsi untuk mengeluarkan gas-gas yang ada didalam reservoir minyak
pelumas, dan membuat sedikit vakum di reservoir. Kondisi vakum ini akan
berguna untuk membantu mencegah kebocoran minyak pelumas dari celah
labirin pada ujung bantalan, dan mempercepat penguapan gas-gas yang
terkandung didalam minyak pelumas.
7. Detektor Suhu, Detektor Tekanan dan Detektor Level

 
  II-9

 
Berfungsi
 
untuk memonitor suhu, tekanan maupun level sesuai dengan yang
ditetapkan. Detektor-detektor tersebut dilengkapi juga dengan signal alarm dan
 
peralatan trip.
 
II.4. Lube
  Oil Cooler

  Lube oil cooler merupakan salah satu auxiliary equipments pada sistem

  pelumasan (lubrication system) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang


berfungsi untuk mendinginkan temperatur lube oil yang telah membawa energi panas
 
dari gesekan-gesekan komponen turbin uap.
 
Temperatur lube oil sebelum masuk turbin gas harus sesuai dengan kondisi
 
temperatur yang diijinkan yaitu dibawah 131 °F (55 °C). Hal yang perlu diperhatikan
jika dalam operasinya temperatur lube oil lebih besar atau sama dengan 131°F, maka
indikator alarm akan berbunyi dan secara otomatis engine akan shutdown. Kondisi
operasi normal temperatur lube oil berkisar 116,6 °F – 131 °F (49-57°C) untuk proses
pendinginan dan pelumasan. Jika pada kondisi operasional didapatkan temperatur
lube oil sebelum masuk turbin gas diatas batas temperatur ijin, hal tersebut
diakibatkan oleh adanya fouling maupun desain yang kurang optimum dari lube oil
cooler untuk proses pendinginan dan pelumasan.

II.5. Perpindahan Panas

Perpindahan panas (atau panas) adalah energi termal dalam transit karena
perbedaan temperatur spasial (Incropera, 1996). Kapanpun terdapat perbedaan
temperatur pada sebuah medium atau antara media, perpindahan panas pasti terjadi.
Perpindahan panas memiliki beberapa jenis bergantung pada mekanismenya yaitu
konduksi, konveksi dan radiasi.

II.6. Penukar Panas

Penukar panas (heat exchanger disingkat HE) adalah alat yang digunakan untuk
mentransfer energi panas antara dua atau lebih fluida, antara permukaan padat dan
fluida, atau antara partikel padat dan fluida, pada temperatur yang berbeda. HE dalam

 
  II-10

 
perancangan
 
dan analisa proses kerjanya memerhatikan proses konveksi dan
konduksi, jarang sekali yang melibatkan tiga peristiwa konduksi, konveksi dan radiasi
 
sekaligus.
 
HE dapat dibagi jenisnya berdasarkan tujuan penggunaan, yaitu:
1.  HE untuk memanasi (contoh pemanas: Heater)
  2. HE untuk mendinginkan (contoh pendingin: Cooler)
  3. HE untuk menguapkan (contoh: Evaporator: Boiler)
4.  HE untuk mengembunkan (contoh pengembun: Condensor).

II.7. Aliran
  pada Heat Exchanger
 
Alat penukar kalor (heat exchanger) secara tipikal diklasifikasikan berdasarkan
susunan aliran (flow arrangement) dan tipe konstruksi. Penukar kalor yang paling
sederhana adalah satu penukar kalor yang mana fluida panas dan dingin bergerak atau
mengalir pada arah yang sama atau berlawanan dalam sebuah pipa berbentuk bundar.
Susunan aliran sejajar (parallel-flow arrangement) yang ditunjukkan Gambar II.5 (a)
fluida panas dan dingin masuk pada ujung yang sama, mengalir dalam arah yang
sama dan keluar pada ujung yang sama. Susunan aliran berlawanan (counterflow
arrangement) yang ditunjukkan gambar II.5 (b) kedua fluida tersebut pada ujung
yang berlawanan, mengalir dalam arah yang berlawanan, dan keluar pada ujung yang
berlawanan (Incropera, 1996).

Gambar II. 5 Penukar kalor pipa konsentris one shell one tube
(a) Parallel flow (b) Counterflow
Sumber: (Incropera, 1996)

 
  II-11

 
II.8. Fin
 
and Tube Heat exchanger

  II.8.1. Susunan Tube

 Penentuan susunan tube pada sebuah HE sangat berpengaruh pada kinerja HE


tersebut dalam memindahkan panas. Pada rancangan ini akan digunakan susunan
 
jenis triangular pitch. Susunan pipa triangular pitch ini digunakan karena laluanya
 
mampu memaksimalkan penyerapan panas karena luasan permukaan tube yang
 
dilalui fluida lebih besar sehingga sangat cocok digunakan untuk rancangan sebuah
cooler.  Berikut ini adalah gambar standar untuk susunan tube yang ditunjukkan pada
Gambar  II.6.

Gambar II. 6 Susunan tube pada heat exchanger


Sumber: (Process Heat Transfer, D.Q Kern 1965)
II.8.2. Sirip (Fin)
Sirip atau fin adalah bagian dari pipa pada HE khususnya pada pendingin yang
melibatkan fluida udara atau gas, fungsinya adalah untuk memperluas area
penyerapan panas atau area perpindahan panas pada suatu HE. Sirip-sirip ini
memiliki banyak jenis diantranya ada yang memang sudah menyatu dengan tube-tube
dan yang terpisah atau sengaja dipasang pada tube. Berikut ini gambar dari jenis-jenis
sirip.

 
  II-12

 
Gambar II. 7 Jenis-jenis sirip (fin)
  Sumber: (Heat exchanger Design Handbook, 2nd Edition)
  II.9. Tahap Rancangan Lube Oil Cooler

II.9.1. Perencanaan Pipa


Untuk merancang Lube Oil cooler yang terdiri atas pipa - pipa, diperlukan
asumsi dimensi pipa yang ditentukan terlebih dahulu, seperti diameter luar (OD)
diameter dalam (ID) maupun ketebalan pipa. Penentuan ini berdasarkan tabel pada
lampiran, dimana pressure drop dan dirt factor hasil perhitungan harus sesuai
ketentuan. Ketentuannya yaitu pressure drop untuk sisi duct (lube oil) dan sisi pipa
(demin water) harus ≤ 10 psi serta dirt factor harus ≥ dirt factor ketentuan (Kern,
1950). Jika ketentuan tersebut belum tercapai maka penentuan dimensi pipa harus
diulang kembali sampai ketentuan tersebut tercapai.

II.9.2. Perhitungan Kalor Lube Oil


Lube oil cooler merupakan alat yang digunakan untuk mendinginkan lube oil
panas dengan menggunakan fluida pendingin demin water. Oleh karena itu, untuk
merancang lube oil cooler perlu diketahui terlebih dahulu kalor yang dilepas oleh
lube oil. Adapun persamaan yang digunakan sebagai berikut:
Q = W C (T1 – T2) ......................................................................................................(1)
II.9.3. Perhitungan Penyerapan Panas
Untuk menghitung jumlah panas yang diserap oleh pipa maka dilakukan
perhitungan dengan menggunakan persamaan (2).

 
  II-13

 
Q = UDi  A ∆t .................................................................................................. (2)
Pada persamaan diatas perbedaan temperatur (ΔT) pada perancangan didapat dari
 
persamaan (3):
 
∆t = Ft  x LMTD .................................................................................................... (3)

  Dimana:
 
Ft = Temperature different factor
 
LMTD = Log Mean Temperature Different [K]
 
Temperature different factor (Ft) dapat dihitung berdasarkan persamaan (4).
 
√ ( ) ( )

................................................................................ (4)
( )
( )
( √ )

Dimana:

Temperature group (R) =

Temperature group (S) =

Sedangkan LMTD dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (5).

LMTD = ................................................................................. (5)

dimana : ∆t1 = T1 – t2
∆t2 = T2 – t1

II.9.4. Kesetimbangan Energi


Q = W C (T1 – T2) = w c (t2 – t1) ........................................................................... (6)

 
  II-14

 
II.9.5.  Menghitung Diameter Ekivalen
Perhitungan diameter ekivalen adalah dengan menggunakan persamaan (7)
 
dimana parameter yang dibutuhkan untuk menentuka diameter ekivalen adalah
 
permukaan sirip ( Af ), bare tube area ( Ao ), dan projected perimeter
  ( )
................................................................................ (7)
 
Menghitung diameter ekivalen diperlukan nilai parameter-parameter seperti di
 
bawah ini:
 
Af = (OD’2 – OD2) . 2 × Nf × 12…………………………………………..(8)
 
Ao = (1 – Nf.y) OD × 1
 

P = 2 l × 2 . Nf × 12 2 (1 – Nf .y) × 12

II.9.6. Menentukan Jumlah Pipa Per Bundle


Lube Oil cooler terdiri atas susunan pipa – pipa dalam bentuk barisan
(bundle). Jumlah pipa – pipa Lube Oil cooler dalam satu bundle perlu diketahui agar
pipa – pipa tersebut mampu menyerap kalor dari lube oil secara optimal. Jumlah pipa
Lube Oil cooler dalam satu bundle dapat dihitung menggunakan persamaan (8).
Nt= Y / ST ................................................................................................(9)

Dimana,

ST = OD + ( 2 x l ) + jarak antar ujung sirip

II.9.7. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Dalam Pipa (hi)


a. Menghitung Flow area ( )

………………………………………………………………(10)

b. Menghitung Kecepatan Aliran Air (V)


V = Gt / 3600ρw(10)
Untuk mass velocity dapat dihitung menggunakan persamaan (10)
Gt = w/ 𝜶 ................................................................................................(11)
c. Menentukan Bilangan Reynold dalam Pipa

 
  II-15

 
Ret = D.Gt / .........................................................................................(12)

  d. Menentukan Koefisien Perpindahan Panas Dalam Pipa (hi)

 Koefisien perpindahan panas dalam pipa dapat dihitung menggunakan


persamaan (13).
 

  ( )1/3 ..........................................................................(13)

  Koefisien perpindahan panas dalam pipa yang telah didapat dikoreksi


 menggunakan dirt factor menggunakan persamaan (14).

 
...........................................................................................(14)
 
Untuk menghitung nilai koefisien perpindahan panas dalam pipa, dirt
coefficient equivalent nya harus diketahui dicari terlebih dahulu menggunakan
persamaan (15)

….............................................................................................(15)

II.9.8. Menghitung Efektivitas Sirip ()


Penentuan nilai efektivitas sirip (Ω), didasarkan pada beberapa parameter
yaitu nilai dari re, rb, serta 𝑦𝑏, dimana nilai tersebut didapat dari pendekatan yang
terdapat pada Gambar B.4.

Gambar II. 8 Derivation of the transverse fin efficiency


Sumber: (Kern, 1950)

 
  II-16

 
Untuk
 
mengetahui efektifitas dari penggunaan sirip, maka harus diketahui
terlebih dahulu nilai dari persamaan (16) dan persamaan (17).
 

 
( )√ 𝑦 ..................................................................................(16)
 
.........................................................................................................(17)
 
Dimana :
 
re = 0.5 x OD’ [ft]
 
rb = re – tinggi sirip (𝑙) [ft]
 
yb = 0.5 x tebal sirip (y) [ft]
 
II.9.9. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Luar Pipa ( )

a. Menghitung Luas Area Laluan Lube Oil (𝜶 )


– ( 𝑦𝑙 )………………………...(18)
b. Menghitung Fluks Massa Lube Oil ( )
Gs = W / …………………………………………………………......(19)
c. Menentukan Bilangan Reynold Lube Oil (R )
Res = De
Gs/ ……………………………………………………………............(20)
d. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Luar Pipa (hf)
Koefisien pepindahan panas luar pipa dapat dihitung menggunakan
persamaan.

( )1/3 ................................................................................(21)

Koefisien perpindahan panas luar pipa yang telah didapat dikoreksi


menggunakan dirt factor menggunakan persamaan.

………………………………………………………….(22)

Untuk mencari nilai dirt coefficient, nilai dirt coefficient equivalent dihitung
terlebih dahulu menggunakan persamaan dimana:

 
  II-17

  ................................................................................................(23)

  II.9.10. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas Pada Permukaan Dalam


  Pipa (h’fi)

 h’fi = ( ). .........................................................................(24)

  II.9.11. Menghitung Koefisien Desain Perpindahan Panas Menyeluruh (fin)


  ......................................................................................(25)

II.9.12.  Menghitung Luas Perpindahan Panas (A)


 A = .................................................................................................(26)
 
II.9.13. Menghitung Jumlah Bundle Pipa (n)
.....................................................................................(27)

Ai per bundle = Ai . Nt . L

II.9.14. Menghitung Koefisien Desain Aktual Perpindahan Panas Menyeluruh


( )

.......................................................................................(28)

Ai’ dihitung menggunakan persamaan (29)


( ) ................................................................(29)
II.9.15. Menghitung Koefisien Dirt factor (Rd’)
Rd’ = Rd + Excess fouling factor Adding to the outside fouling factor………(30)
Excess fouling factor dihitung menggunakan persamaan berikut:
Excess fouling factor = ……………………………………………(31)

Sedangkan adding to the outside fouling factor dihitung menggunakan


persamaan.

Adding to the outside fouling factor = ………………………………….(32)

II.9.16. Menghitung Penurunan Tekanan (Pressure Drop)


a. Penurunan Tekanan Pada Sisi Duct (lube oil )

 
  II-18

 
1) Menentukan Diameter Ekivalen Volumetric (D’ev)
 

  ..................................................................(33)
 
Dimana net free volume dapat dihitung dengan persamaan.
 
Net free volume
 
( )
( ) ( )
 

  Sedangkan friction surface dapat dihitung menggunakan persamaan.


  ( ) …………(34)
  Dimana : Bare tube area dalam satuan [ft2/ft]
2) Menentukan Nilai Friction Factor Pada Sisi Duct (f s)
Dimana untuk menentukan nilai tersebut harus diketahui terlebih dahulu
nilai bilangan Reynolds untuk penurunan tekanan yang dapat dihitung
menggunakan persamaan (34) berikut:

Rés = D’ev x Gs / µ………………………………………………...…(35)


3) Menghitung Nilai Specific Gravity (s)
Nilai specific gravity untuk penurunan tekanan pada sisi duct dapat
dihitung menggunakan persamaan.
s= ……………………………………………………………(36)
Dimana densitas lube oil ( ) dapat dihitung menggunakan persamaan.

………………………………………………………...(37)

4) Menghitung Penurunan Tekanan Pada Sisi Duct (∆Ps)


Penurunan tekanan pada sisi duct dapat dihitung menggunakan
persamaan.

( ) ( ) .....................................(38)

Panjang lintasan lube oil (Lp) dapat dihitung menggunakan persamaan


(39).

 
  II-19

 
Lp = ................................................................................(39)
Penurunan tekanan pada sisi duct harus ≤ 10psi (Kern, 1950). Hal ini
 
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendesain heat
 
exchanger.
 
b. Penurunan Tekanan di Dalam Pipa (Demin Water)
 
1) Menghitung Penurunan Tekanan di dalam Pipa (∆Pt)
 

  ........................................................................(40)

Penurunan
  tekanan di dalam pipa harus ≤ 10psi (Kern, 1950). Hal ini merupakan
  persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendesain heat exchanger.

Anda mungkin juga menyukai