Teori FENOMENOLOGI
Teori FENOMENOLOGI
Pengertian Fenomenologi
Dosen Pengampu
Dr. Uus Karwati, S.Kar., M.Sn.
Disusun Oleh:
Budi Hartiana S. 1802927
Sanctus Gregorian H. 1802476
1
A. PEMBAHASAN
1. Pengertian Fenomenologi
Naluri manusia salah satunya adalah mengungkapkan sesuatu dibalik dunia nyata
dengan lebih mendalam dan jelas. Penggambaran tersebut membuat manusia dikatakan
tidak hanya menginginkan sebuah ‘penampakan’ realitas sederhana, melainkan jauh lebih
mendalam dari sekedar realitas empiris secara buatan melalui panca indra. Fenomenologi
dianggap sebagai cara mengungkapkan realitas yang murni berparadigma kualitatif.
Fenomenologi berasal dari Bahasa Yunani phainomai yang berarti ‘menampak’,
sedangkan pengertian lainnya dapat diartikan ‘yang menampak’ (Kuswarno, 2009:1).
Fenomenologi merupakan salah satu metode pada penelitian kualitatif yang berfokus pada
penemuan fakta terhadap suatu fenomena sosial dan berusaha memahami tingkah laku
manusia berdasarkan perspektif partisipan (Syadzwina dkk, 2014:3). Donny (2005: 150)
menuliskan fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal
dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan kesadaran. Kesimpulan dari pernyataan tersebut
adalah, fenomenologi merupakan sebuah metode untuk menyelidiki pengalaman manusia
dengan cara memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang
ada, dari langkah-langkah yang logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan
apriori/prasangka, dan tidak dogmatis.
2. Tujuan Fenomenologi
Tujuan utama fonomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena dialami
dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut
bernilai atau diterima secara estetis (Kuswarno, 2009:2). Konsep utama dalam
fenomenologi adalah makna yang muncul pada setiap pengalaman sadar manusia. Makna
ini dibentuk oleh manusia itu sendiri terhadap pengalamannya. Untuk mengidentifikasi
kualitas yang essensial dari pengalaman kesadaran harus dilakukan dengan cara mendalam
dan teliti (Smith, etc., 2009: 11). Jadi, fenomenologi berusaha untuk memahami
bagaimana seseorang mengalami dan memberi makna pada sebuah pengalaman.
Penelitian fenomenologi juga memiliki beberapa kesulitan dalam prosesnya.
Kesulitan yang paling mendasar adalah kesadaran manusia yang sangat terbatas dan bias.
Terkadang kita tidak benar-benar menyadari apa yang kita lakukan dan katakan.
Contohnya yaitu logat bicara atau dialek. Oleh karena itu penting bagi peneliti
fenomenologi untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya demi mendapatkan hasil
penelitian yang teruji dan bermakna. Dalam kenyataan di lapangan, fenomenologi
2
memberikan peran terhadap subjek untuk ikut terlibat dalam objek yang diamati, sehingga
jarak antara subjek dan objek yang diamati kabur atau tidak jelas. Menurut Carpenter
(1999 ) pada dasarnya, ada dua hal utama yang menjadi fokus dalam penelitian
fenomenologi, hal tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Textural descriftion: apa yang dialami oleh subjek penelitian dalam sebuah fenomena.
Apa yang dialami adalah aspek objektif, data yang bersifat faktual, dan hal yang terjadi
secara empiris.
2. Structural descriftion: bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya.
Deskripsi ini berisi aspek subjektif. Aspek ini menyangkut pendapat, penilaian,
perasaan, harapan, dan respon subjektif lainnya dari subjek penelitian berkaitan dengan
pengalamannya itu.
3
C. Tahap-tahap Penelitian Fenomenologi
Tahap-tahap penelitian fenomenologi menurut Moustakas (1994:104-120) adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan Penelitian:
a. Membuat daftar pertanyaan
Pertanyaan penelitian penting bagi fenomenologi karena data penelitian yang tepat
diperoleh dari pertanyaan yang tepat pula. Syarat-syarat yang harus ada dalam
pertanyaan penelitian fenomenologi antara lain:
1) Mencangkup makna sosial dan personal yang akurat.
2) Dinyatakan dalam kalimat yang jelas dan konkret.
3) Kata kuci harus menggambarkan tujuan penelitian secara langsung.
4) Fokus/kata kunci dalam pertanyaan penelitian, menentukan topik penelitian, dan
bagaimana pengumpulan data dilakukan.
5) Pertanyaan penelitian harus membangun ketertarikan dengan topik penelitian.
6) Latar belakang ketertarikan peneliti terhadap topik penelitian harus tergambar dalam
pertanyaan penelitian.
7) Pertanyaan harus spesifik, memunculkan, merangkaikan, dan menyentuk inti
permasalahan.
b. Menjelaskan latar belakang penelitian
Penjelasan latar belakang penelitian seorang peneliti akan membuat penelitian
lebih fokus pada inti penelitian, sehingga mampu mengurangi bias penelitian.
Umumnya pada penelitian kualitatif kalimat pertama dalam latar belakang bersifat
umum, namun pada penelitian fenomenologi sebaiknya bersifat inti atau fokus dari
penelitiannya. Proses ini akan membawa peneliti lebih fokus pada inti bukan masalah
lain yang tidak layak dibahas.
c. Memilih informan
Sebenarnya tidak ada kriteria pasti untuk menentukan informan, namun aspek
demografis perlu dipertimbangkan seperti usia, agama, suku, jenis kelamin, dan status
ekonomi. Tujuan pertimbangan tersebut adalah agar jangan sampai informan ‘mogok’
dalam memberikan informasi atau memberikan informasi yang bertolak belakang
karena topik penelitian yang tidak sesuai dengan kondisi demografisnya. Berikut ini
kriteria dalam memilih informan:
4
1) Informan adalah orang yang mengalami langsung kejadian yang berhubungan
dengan topik penelitian, agar kita mendapatkan deskripsi dari orang pertama. Hal ini
akan mendukung sifat otentitas penelitian.
2) Informan mampu menggambarkan kembali fenomena yang telah dialaminya.
Sehingga perolehan datanya benar-benar menggambarkan keadaan sesungguhnya.
3) Bersedia terlibat dalam penelitian.
4) Bersedia diwawancara dan direkam aktivitasnya selama penelitian berlangsung.
5) Memberikan persetujuan untuk publikasi hasil penelitian.
d. Telaah dokumen
Beberapa sumber dokumen yang diperbolehkan menjadi rujukan dalam penelitian
fenomenologi antara lain:
1) Abstrak disertasi, tesis, skripsi, jurnal, karya ilmiah, atau hasil penelitian
fenomenologi yang sebaiknya telah dipublikasikan.
2) Buku-buku refrensi terpercaya.
3) Para ahli dalam topik pembahasan.
4) Perbincangan dengan dosen dan mahasiswa yang berkompeten.
5) Arsip pemerintah, peraturan daerah, dan yang relevan.
6) Seminar atau pertemuan yang relevan dengan topik penelitian.
7) Kamus, ensiklopedia, dan thesaurus.
2. Pengumpulan Data
Menurut Creswell (1998:122) teknik pengumpulan data dalam fenomenologi adalah:
a. Wawancara mendalam, merupakan teknik yang paling utama dalam fenomenologi.
Bahkan jika dibanding observasi partisipan, wawancara merupakan hal yang lebih
penting dalam fenomenologi. Karena wawancara mampu menceritakan fenomena yang
diamati dari sudut pandang orang pertama.
b. Refleksi diri
c. Gambaran realitas di luar kontes penelitian. Misalnya dalam novel, puisi, lukisan, dan
tarian.
3. Analisis Data
Metode analisis data pada fenomenologi menurut Creswell (1998:148-149) terbagi
menjadi:
a. Pengolahan data, yaitu membuat dan mengorganisasikan data.
5
b. Membaca dan mengingat data, contohnya membaca teks, membuat batasan-batasan
catatan, dan membuat bentuk kode-kode inisial.
c. Menggambarkan data, yaitu menggambarkan makna dari peristiwa untuk diteliti.
d. Mengklasifikasikan data, seperti menemukan pernyataan bermakna dan membuat
daftarnya, kemudian mengelompokkan pernyataan yang sama ke dalam unit makna
tertentu.
e. Interpertasi data, dapat dengan membangun deskripsi tekstural (apa yang terjadi),
membangun deskripsi struktural (bagaimana peristiwa itu dialami), membangun
deskripsi keseluruhan dari peristiwa (esensi peristiwa).
f. Visualisasi dan presentasi data, yaitu membuat narasi esensi peristiwa, dilengkapi
dengan tabel pernyataan, dan unit-unit makna.
7
ACUAN PUSTAKA
Carpenter, D.R. (1999). Phenomenology as method. In H.J. Streubert & D.R. Carpenter.
Qualitative research in nursing: Advancing the humanistic imperative. Philadelphia:
Lippincott.
Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five
Traditions. USA: Sage Publications Inc.
Rosyandi. (2015). Nilai Filosofis Dalam Kesenian Gambang Kromong di DKI Jakarta.
Bandung: Balai Pelestarian Nilai Budaya .
Smith, Jonathan A. (ed.). (2009). Psikologi kualitatif: Panduan praktis metode riset.
Terjemahan dari Qualitative Psychology A Practical Guide to Research Method.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.