Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT HIRSCHPRUNG

Disusun Oleh :
Kelompok 6 (2B)
1. Amelia Putri (19040)
2. Ismi Nurfadillah (19053)
3. Rahayu Damayanti (19064)
4. Rizka Rosita (19066)
5. Selvi Agustina (19067)
6. Siti Yuyun Maulinah (19068)

Akademi Keperawatan Pelni Jakarta


Jln.Aipda.Ks.Tubun Kav.92-94, Jakarta Barat Telp.(021) 5485709ext. 1524, Hp
(Wa)082211185566. E-Mail akper.pelni@gmail.com
Tahun Ajaran 2020-2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, 3 Juni 2021

Penyusun

I
DAFTAR ISI

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Hirschprung (Megakolon) merupakan kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus (obstruksi ileus). Tersering pada neonatus, dan kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat badan kurang lebih 3 Kg., dan lebih banyak
terjadi oda laki-laki daripada perempuan. Pasien dengan penyakit Hirschsprung
pertama kali dilaporkan oleh FrederickRuysch pada tahun 1691, tetapi yang baru
mempublikasikan serta mendeskripsikan mega colon congenital pada tahun 1863
adalah Harald Hirschsprung. Penyakit Hirscprung ini ditandai oleh tidak adanya
selmyenteric dan ganglion submukosal (pleksus Auerbach dan Meissner) disepanjang
traktus digestif distal. Penyakit ini menyababkan penurunan motilitas pada segmen
usus yang terkena, kurangnya gelombang peristaltik menuju kolon yang aganglion,
relaksasi abnormal pada segmen ini.
Penyakit Hirschprung (Megakolon kongenital) adalah suatu penyumbatan pada
usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari
usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya usus besar.
Insidensi penyakit ini tidak diketahui secara pasti, tetapo berkisar 1 diantara 5000
kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
Hirschprung.
Penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan
mengeluarkanmekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau
dankonstipasi. faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena
faktorgenetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi
melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema,
rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik
yaitu dengan pembedahan dan colostomi.

1
B. Rumusan Masalah

2
1. Bagaimana konsep pada penyakit Hirschprung?
2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada penyakit Hirschprung?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui tinjauan teori penyakit Hirschprung
2. Agar mahasiswa mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada penyakit
Hirschprung
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Hirschsprung adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum
atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily & Sowden : 2000). Kondisi merupakan kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan
berat lahir 3kg, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer,2000).

Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan, malformasi


kongenital yang dikarakteristikkan oleh tidak adanya sel ganglion intrinsik
parasimpatis dari plexus myentericus dan submukosa sepanjang saluran pencernaan.
Aganglionosis menandakan kegagalan enteric nervous system (ENS), dimana sel-sel
neural crest gagal menginervasi saluran gastrointestinal selama perkembangan
embrionik (Amiel & Lyonnet, 2001; Miao et al., 2009).

2.2. Anatomi Fisiologi Colon


2.2.1. Anatomi Colon

Kolon atau usus besar memiliki panjang sekitar 3-5 kaki ( 0,9m – 1,5m).

Kolon terdiri dari empat bagian :

a. Ascending Colon merupakan kolon yang berada di perut sebelah kanan yang
mengarah ke atas.
b. Transverse Colon merupakan kolon yang melintang pada bagian abdomen
atas.
c. Descending Colon merupakan kolon yang berada di perut sebelah kiri yang
mengarah ke bawah.
d. Sigmoid Colon merupakan kolon pendek yang melengkung berbatasan dengan
Rectum.11
Kolon memiliki lapisan berisi mukosa, submukosa, muskularis, dan
serosa. Pada kolon tidak terdapat vili di dalam mukosanya. Kolon memiliki dua
cabang arteri untuk menyuplai darah, yaitu arteri mesentrika superior dan arteri
mesentrika inferior. Arteri mesentrika superior memperdarahi bagian
sekum, kolon ascendens, dan kolon transversum bagian proksimal.

Pada arteri mesentrika inferior memperdarahi bagian kolon transversum


bagian distal, kolon descendens dan kolon sigmoid. Kolon juga memiliki vena
mesentrika superior dan vena mesentrika inferior yang memperdarahinya.

Untuk persarafan pada kolon prinsipnya terdiri dari persarafan


parasimpatis dan simpatis. Untuk persarafan simpatis berasal dari bagian bawah
dari torakal dan bagian teratas dari lumbal. Sedangkan pada persafaran
parasimpatis untuk kolon berasal dari dua sistem saraf pusat, yaitu saraf vagus dan
bagian sakral.

Gambar : Colon
Gambar : Kolon ascendens berbatasan langsung dengan sekum

Gambar : Kolon Transversum.

2.2.2. Fisiologi Kolon


Kolon memiliki empat fungsi penting dalam tubuh manusia, yaitu organ dalam tubuh
manusia yang melakukan penyerapan terhadap air dan elektrolit, fermentasi dari bakteri,
tempat penampungan feses, dan gas pada kolon. Normalnya kolon menerima 900-1,500
mL dari kimus yang berasal dari ileus setiap harinya, dari keseluruhan air ataupun
elektrolit dari ileus akan diserap sekitar 100-200 mL. Adapun sisa dari makanan yang
tidak diperlukan dari tubuh akan tertahan di kolon untuk sementara hingga dirangsang oleh
manusia untuk dikeluarkan.

2.3. Etiologi
Penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri belum diketahui
tetapi diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak
dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kausal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Hirschprung merupakan kelainan kongenital, dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya (Effendi &
Indrasanto, 2006 dalam Kosim, dkk., 2012). Faktor genetik dikelompokkan menjadi
tiga jenis meliputi kelainan mutasi gen tunggal, aberasi kromosom dan multifaktorial
(gabungan genetik dan pengaruh lingkungan). Sementara faktor non-
genetik/lingkungan terdiri dari penggunaan obat-obatan selama hamil terutama pada
trimester pertama (teratogen), paparan bahan kimia dan asap rokok, infeksi dan
penyakit ibu yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan bentuk dan
fungsi pada bayi yang dilahirkan.
Penyebab penyakit Hirschprung ini adalah abnormalitas seluler dan molekuler
dari Enteric Nervus System (ENS), karena perpidahan dari neural crest tidak lengkap
inilah yang menyebabkan penyakit Hirschsprung. Masih ada beberapa faktor lain yang
dapat menyebabkan penyakit ini, yaitu matriks ekstraseluler diubah, abnormalitas pada
faktor neurotropik, melekatnya molekul-molekul sel neural. Ada juga disebutkan
bahwa penyakit Hirschsprung ini dapat disebabkan karena faktor genetik.

2.4. Klasifikasi
Berdasarkan pada segmen kolon yang aganglionik, penyakit Hirschsprung dibagi menjadi
Hirschsprung segmen panjang bila segmen aganglionik tidak melebihi batas atas sigmoid
dan Hirschsprung segmen pendek bila segmen aganglionik melebihi sigmoid (Browne, et
al., 2008). Sedangkan Amiel dan Lyonnet (2001) menuliskan penyakit Hirschprung ada
empat jenis yaitu
(1) Total colonic aganglionosis (TCA),
(2) Hirschprung intestinal total jika semua usus terlibat,
(3) Hirschprung segmen sangat pendek meliputi bagian distal rektum dibawah rongga
pelvis dan anus serta
(4) suspended Hirschprung, sebuah kondisi kontroversial dimana bagian kolon aganglionik
berada diatas segmen distal yang normal.

2 2.5. Patofisiologi

Penyakit Hirschsprung terjadi akibat penyebaran gelombang peristaltik


sepanjang usus berkurang. Penyebaran dari peristaltik ini berkurang disebabkan
tidak ada sel ganglion pada pleksus mientrik dan submukosa dari pleksus. Spasme
yang terjadi pada usus yang tidak memiliki ganglion masih belum jelas. Hal lain
yang berhubungan dengan kejadian Hirschsprung adalah tidak adekuat distribusi
dari Nitric Oxide(NO) dan abnormalitas dari sel-sel cajal.4
Tiga saraf pleksus usus seperti pada bagian submukosa (meissner), pleksus
intermuskuler (auerbach), pleksus mukosa (pleksus kecil). Semua pleksus ini
terintegrasi dan halus terlibat dalam semua aspek fungsi usus, termasuk absorbsi,
sekresi, motilitas, dan aliran darah. Motilitas yang normal terutama di bawah
kendali neuron intrinsik. meskipun kehilangan persarafan ekstrinsik. Ganglia ini
mengontrol kontraksi dan relaksasi otot polos, dengan relaksasi yang
mendominasi.
Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, tidak adanya sel ganglion akan
mengarah ke peningkatan dalam usus yaitu persarafan ekstrinsik. Persarafan dari
kedua sistem kolinergik dan sistem adrenergik adalah 2-3 kali dari persarafan
normal. Adrenergik (rangsang) sistem diperkirakan mendominasi atas kolinergik
(penghambatan) sistem, yang menyebabkan peningkatan tonus otot polos. Dengan
hilangnya saraf intrinsik enterik penghambatan, nada peningkatan yang terlindung
dan menyebabkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltikyang
tidak terkoordinasi, dan obstruksi fungsional.

2.6. Pathway
2.7. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24-28 jam pertama
setelah lahir. Tampak malas mengkomunikasi cairan, muntah bercampur dengan
cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson)
Gejala Penyakit Hirschsprung adalah obstruksi usus letak rendah penyakit
dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
1. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan
evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi Meconium diikuti obstruksi
konstipasi, muntah dan dehidrasi.
2. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa Minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi
abdomen dan demam. Adanya fases yang menyemprot pas pada colok dubur
merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul entrokolitis nikrotiskans terjadi
distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah. (Nelson)
3. Anak-anak
- Konstipasi
- Tinja seperti pita dan berbau busuk
- Distensi abdomen
- Adanya masa difecal dapat dipalpasi
- Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
4. Komplikasi
- Obstruksi usus
- Konstipasi
- Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
- Entrokolitis
- Struktur anal dan inkontinensia (pos operasi)
2.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Kimia darah : pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel rena
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai
dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada
panatalaksanaan cairan dan elektrolit.
- Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan
platelet preoperatiof.
- Profil koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi
dilakukan.
2. Pemeriksaan Radiologi
- Foto polos abdomen dapat menunjukkan adanya loop usus yang distensi
dengan adanya udara dalam rectum
- Barium enema
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit Hirschsprung ganglion ini
tidak ditemukan. Berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion
normal paling distal. Tindakan ini dimaksudkan untuk menghilangkan
obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu komplikasi
yang berbahaya.

2.9. Penatalaksanaan
Penyakit Hirschprung ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.
Penatalaksaan Hirschprung terdiri dari tindakan bedah dan non bedah.
2.9.1. Tindakan non bedah
Tindakan non bedah dilakukan untuk perawatan penyakit Hirschprung ringan
bertujuan untuk menghilangkan konstipasi kronik dengan pelunak feses dan irigasi rektal.

Untuk terapi dari penyakit Hirschsprung harus dilakukan segera. Tujuan umum
perawatan medis antara lain :
1. Untuk mengobati komplikasi dari penyakit Hirschsprung.

2. Memonitor tindakan sementara sampai bedah rekonstruksi terjadi.

3. Memonitor fungsi usus setelah operasi rekonstruksi agar berjalan dengan baik.
Manajemen komplikasi penyakit Hirschsprung diarahkan kepada pemantauan
kembali cairan normal dan keseimbangan elektrolit, mencegah distensi usus yang
berlebih, mengelola komplikasi seperti sepsis,dekompresi nasogastrik,dan pemberian
antibiotik intravena termasuk tatalaksana awal pada kasus ini
2.9.2. Tindakan Bedah
Pada Hirschprung sedang sampai berat dilakukan tindakan pembedahan. Pada
periode neonatal, dilakukan tindakan kolostomi temporer pada bagian paling distal usus
yang normal untuk menghilangkan sumbatan. Pembedahan repair ditunda sampai berat
badan anak 8 sampai 10 kilogram. Tindakan bedah lain yang dilakukan antara lain
prosedur Swenson, Duhamel dan Soave. (Ashwill & James, 2007; Hockenberry & Wilson,
2007).

1. Manajemen Preoperasi

Jika diagnosa penyakit Hirschsprung sudah ditegakkan, pasien harus


dipersiapkan untuk operasi. Jika sudah terjadi enterokolitis sebelum operasi, pasien
harus diberikan antibiotik secara parenteral dan dekompresi lambung. Lokasi
operasi sudah ditentukan untuk melakukan kolostomi pada area usus yang memiliki
sel ganglia.4 Kita juga dapat melakukan metode washout yang bertujuan untuk
mengurangi tekanan pada saluran pencernaan bawah dari gas dan kotoran yang
berada di dalam usus menggunakan natrium klorida (NaCl) 0,9%. Tindakan ini
merupakan langkah awal yang dilakukan sebelum dilakukannya tindakan operasi.
2. Manajemen Operasi

Banyak variasi teknik dalam melakukan operasi pada penderita Hirschsprung.


Biasanya pada pasien yang memiliki kondisi yang stabil setelah dilakukan diagnosa
akan dilakukan primary pullthrough, sedangkan jika ada pasien dalam kondisi tidak
stabil maka dilakukan kolostomi terlebih dahulu.5 Dari banyaknya variasi dalam
melakukan operasi terhadap pasien Hirschsprung, teknik operasi oleh Swenson
merupakan prosedur dengan tingkat kesuksesan paling tinggi.21
Prosedur operasi yang dapat dilakukan, antara lain :
a. Kolostomi dan Ileostomi
Kolostomi adalah pembuatan suatu lubang di dinding perut melalui operasi.
Ujung dari usus besar ditarik ke lubang tersebut untuk membuat sebuah stoma. Posisi
stoma di abdomen bergantung pada bagian kolon mana yang digunakan untuk
membuat stoma tersebut.Sedangkan ileostomi adalah pembuatan stoma dengan cara
menarik ujung dari usus halus ke lubang tersebut karena seluruh usus besarnya sudah
dibuang.
b. Sigmoidektomi
Sigmoidektomi adalah suatu teknik operasi yang dilakukan dengan cara
membuang sepanjang usus yang terlibat penyakit ini kemudian menyambungkan kedua
bagian usus yang normal

Adapun prosedur bedah defenitif yang dilakukan untuk penderita Hirschsprung,


sebagai berikut :
a. Prosedur Swenson
Banyak ahli bedah melakukan teknik ini karena prosedurnya yang sederhana
dan resiko untuk terjadinya komplikasi setelah operasi yang kecil. Untuk prosedur
ini, setelah pasien ditegakkan diagnosa maka harus diberikan nutrisi penuh secara
parenteral selama 2-3 hari sebelum dilakukannya operasi.
Teknik bedah yang dilakukan memotong seluruh kolon yang terlibat ke dalam 1cm
dari batas anal mucocutaneous, kemudian usus dijahit pada anorectal bagian distal.4 Hal
pertama yang dilakukan adalah insisi pada perut bayi, kemudian melebarkan bagian
proksimal dan distal agar lebih banyak ruang untuk pembedahan, selanjutnya lakukan
teknik bedah didekat daerah rektum, lakukan intusepsi pada rektum yang dapat digerakkan
terhadap anus, klem dimasukkan dari bagian yang dipotong untuk menahan dari kolon
bagian proksimal, lakukanpulled-through kolon, kemudian jahit pada bagian luar dan
dalam, dan anastomosis ditarik ke dalam anus.

Gambar : Prosedur Swenson


a. Prosedur Duhamel
Prinsip dasar dalam prosedur ini adalah menarik kolon proksimal
yang ganglionik ke arah anal menalui bagian posterior rektum yang
aganglionik, kemudian menyatukan bagian posterior rektum yang
aganglionik dengan bagian kolon proksimal yang ganglionik sehingga dapat
membentuk seperti rongga baru.5

Gambar : Teknik Duhamel.

b. Prosedur Soave
Pada prosedur pembedahan ini dilakukan insisi pada bagian kolon
yang terlibat hingga ke bagian peritoneal, usus bagian proksimal yang normal
ditarik ke anorektal kemudian dijahit.Terdapat dua modifikasi dalam teknik
soave, yaitu Boley’s primary anastomosis dan Mark’s split sleeve.
c. Transanal Approach
Prinsip dalam melakukan teknik ini adalah membuang bagian usus
yang aganglionik dan membuat suatu anastomosis kolorektal primer tanpa
melakukan laparotomi.
Gambar : Transanal pull-through, dilakukan dari awal tahan pemasangan refraksi kemudian insisi bagian yang aganglionik
dan pebentukan anastomosis.

Tujuan dari semua tindakan terapi bedah definitif ini adalah membuang semua ataupun
sebagian dari usus yang terlibat atau mengalami kelainan dan pembentukan kembali
dari fungsi utama kolon kemudian mengembalikan persarafan terhadap kolon hingga
anus.
2.10. Komplikasi

Terdapat dua tahapan komplikasi pada penderita Hirschsprung terhadap terapi bedah yang
dilakukan, yaitu komplikasi cepat dan komplikasi lambat. Komplikasi cepat dapat segera
dideteksi, seperti infeksi, perdarahan, kebocoran anastomosis dan abses panggul,
sedangkan pada komplikasi lambat merupakan kompikasi yang sangat mengganggu
kualiatas hidup pasien. Adapun komplikasi lambat, yaitu enterokolitis, sfingter akalasia,
dan konstipasi.14 Pada pasien yang mengalami komplikasi enterocolitis sebaiknya langsung
diberi tatalaksana segera karena angka mortalitas pasien enterocolitis cukup tinggi
TINJAUAN KASUS
A. Pengakajian
1. Identitas
Klien
Nama : An. D
Anak ke : 1
Tempat tanggal lahir : Jakarta/ 19 maret 2019
Usia : 3thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Duri kepa no.9 Jakarta Barat
Tanggal masuk : 01 Juni 2021
Diagnosa medis : Hirschpung

Orang tua
Nama : Tn. R
Usia : 29thn
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Agama ; Islam
Alamat : Duri kepa no.9 Jakarta Barat

2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Keluarga Klien mengatakan bahwa sejak 3 hari yang lalu klien sulit
BAB dan terakhir BAB tinjanya seperti pita dan berbau busuk, sudah
beberapa terakhir ini pasien sering mual dan muntah
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dari poli anak pada 01 juni 2021 pukul 07.45 Wib.
dengan keluhan sudah 3 hari belum BAB dengan tanda – tanda vital
suhu : 36.5°C, Respirasi : 25 kali per menit. Pasien keluar dari poli
pada 14 Mei 2012 pukul 08.00 Wib. dan dirawat di ruang Aster no.6
RS PELNI JAKARTA. Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat
maupun makanan.
c. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : cukup
b. Tanda – tanda vital
 TD :-
 Nadi : 114x per menit
 Suhu : 36.5° C
 Respirasi : 20x per menit
c. Berat Badan : 12 kg
d. Tinggi Badan : 63 cm
e. Kepala
Inspeksi
Keadaan Rambut & Hygiene Kepala
 Warna rambut : hitam
 Penyebaran : merata
 Mudah rontok : rontok
 Kebersihan : bersih
Palpasi
Benjolan : tidak ada benjolan
Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Tekstur rambut : halus
f. Muka
Inspeksi
Simetris / tidak : simetris
Bentuk wajah : bulat
Gerakan abnormal : tidak ada
Ekspresi wajah : meringis ketika diperiksa perutnya
Palpasi
Nyeri tekan / tidak : tidak ada
Data lain :-

g. Mata
Inspeksi
 Palpebra
Edema/tidak : tidak
Radang/tidak : tidak
 Sclera
Ikterus/tidak : tidak
 Conjunctiva
Radang/tidak : tidak
Anemis/tidak : anemis
 Posisi mata
Simetris/tidak : simetris
 Gerakan bola mata : normal
h. Hidung dan sinus
Inspeksi
 Posisi hidung : fisiologis
 Bentuk hidung : simetris
 Secret : tidak ada secret
i. Telinga
Inspeksi
 Posisi telinga : fisiologis
 Bentuk telinga : simetris
 Lubang telinga : bersih, tidak ada serumen
 Alat bantu : tidak terdapat alat bantu dengar
Palpasi
Nyeri tekan / tidak : tidak ada nyeri tekan
j. Mulut
Inspeksi
 Gigi
Keadaan gigi : utuh
Karies : tidak ada karies
 Gusi
Merah/radang : merah
 Lidah
Kotor / tidak : bersih
 Bibir
Sianosis/tidak : sianosis
Basah/kering : kering
Bau/tidak : tidak
k. Leher
Kelenjar tyroid : tidak ada perbesaran kelenjar tiroid
l. Thoraks dan pernapasan
 Bentuk dada : simetris
 Irama napas : dangkal
 Ekspansi dada : ada
Auskultasi
 Suara napas : vesikuler
m. Jantung : s1 > s2, tidak terdapat murmur maupun gallop
n. Abdomen
Inspeksi
 Membuncit : membuncit
 Ada luka/tidak: tidak ada luka
Palpasi
 Hepar : dalam batas normal
 Lien : dalam batas normal
 Ginjal : dalam batas normal
 Lingkar abdomen : 39 cm
Auskultasi
Peristaltik : bising usus hiperaktif, perut kembung
o. Pemeriksaan punggung : dalam batas normal, tidak ada
kelainan
p. Genitalia dan anus : tidak terpasang kateter, jika dilakukan
pemeriksaan colok anus feses akan menyemprot
q. Ekstremitas
 Atas : terpasang infus pada tangan kiri, tidak
terdapat edema
 Bawah : tidak ada edema
r. Turgor kulit : menurun
s. Akral : hangat

d. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pada 01 juni 2021 di RS PELNI JAKARTA
a) Radiologi
Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada
bagian distal dan dilatasi kolon proksimal.

b. ANALISA DATA
No Data focus Etiologi Masalah
1 DS : Obstruksi, Konstipasi
 Keluarga pasien ketidakmampuan
mengatakan bahwa kolon
sudah 3 hari pasien mengevakuasi
belum BAB, jika feses
BAB feses seperti
pita dan berbau
busuk.

DO :
 Tampak distensi
abdomen
 Bising usus
hiperaktif
 Lingkar abdomen 39
cm
 Pada foto polos
abdomen
memperlihatkan
obstruksi pada
bagian distal dan
dilatasi kolon
proksimal
2 DS : Mual dan Ketidakseimbangan
 Ibu pasien muntah nutrisi kurang dari
mengatakan bahwa kebutuhan tubuh
nafsu makan
anaknya menurun,
hanya memakan 5
sendok makan bubur,
tidak banyak minum
dan sering muntah
DO :
 Porsi makan yang
disediakan di RS
tidak
habis.
 Pasien terlihat lemas
 Rambut rontok

c. Diagnosa Keperawatan
1) Konstipasi berhubungan dengan obstruksi, ketidakmampuan kolon
mengevakuasi feses.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh berhubungan dengan
mual dan muntah

d. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
o hasil
1 Konstipasi Setelah dilakukan NOC : Bowel
berhubungan tindakan keperawatan elimination dengan
dengan obstruksi, selama 1 x 24 jam kriteria hasil :
ketidakmampuan diharapkan konstipasi 1. Pola eliminasi
kolon dapat teratasi. dalam batas normal
mengevakuasi feses. 2. Warna feses
dalam batas normal
3. Feses lunak /
lembut dan berbentuk
4. Bau feses
dalam batas normal
(tidak menyengat)
5. Konstipasi
tidak terjadi
NIC : Bowel irigation
1. Tetapkan
alasan dilakukan
tindakan
pembersihan sistem
pencernaan
2. Pilih
pemberian enema
yang tepat
3. Jelaskan
prosedur pada pasien
4. Monitor efek
samping dari
tindakan irigasi atau
pemberian obat oral
5. Catat
keuntungan dari
pemberian enema
laxatif
6. Informasikan
pada pasien
kemungkinan terjadi
perut kejang atau
keinginan
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan NOC : Status nutrisi
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan dengan kriteria hasil :
kebutuhan tubuh b.d selama 1 x 24 jam 1. Stamina
mual dan muntah. diharapkan kebutuhan 2. Tenaga
nutrisi tercukupi. 3. Kekuatan
menggenggam
4. Penyembuhan
jaringan
5. Daya tahan tubuh
6. Pertumbuhan
NIC :
1. Kaji tentang status
dan kebutuhan nutrisi
yang dibutuhkan
2. Teaching tentang
nutrisi dan jelaskan
tentang pentingnya
nutrisi yang adekuat
3. Kaji tentang
makanan kesukaan
pasien
4. Anjurkan pasien
untuk makan selagi
hangat
5. Anjurkan makan
sedikit demi sedikit
6. Monitor tetesan
infus

e. Implementasi dan evaluasi


No Dx Tgl/jam Implementasi Evaluasi
1 1 Monitoring KU pasien S : Keluarga pasien
Memberikan obat sesuai mengatakan bahwa sudah 3
program terapi: hari pasien belum BAB, jika
 Inj Gentamisin 15mg BAB feses seperti pita dan
(IV) berbau busuk.
 Syr laxatif 1sendok O :
syrup (oral)  Tampak distensi
Memonitor efek pemberian abdomen
obat oral  Bising usus hiperaktif
 Lingkar abdomen 39
cm
 Pada foto polos
abdomen
memperlihatkan
obstruksi pada bagian
distal dan dilatasi
kolon proksimal
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2 2  Monitoring vital sign S : Ibu pasien mengatakan
pasien bahwa nafsu makan anaknya
 Mengobservasi bising menurun, hanya memakan 5
usus sendok makan bubur, tidak
 Menkaji status dan banyak minum dan sering
kebutuhan nutrisi muntah.

 Menganjurkan pasien O :
makan sedikit tapi  Porsi makan yang
sering disediakan di RS tidak
habis.
 Pasien terlihat lemas
 Rambut rontok
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Penyakit Hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megakolon yaitu adanya sel ganglion parasimpatik, mulai dati spingter ani interna
kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari kolon sampai pada
usus halus.
Penyebabnya adanya kegagalan sel-sel neural pada masa embrio dalam
dinding usus, sering terjadi pada anak downsyndrome, gangguan peristaltik
dibagian usus distal dengan defisiensi ganglion.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit Hirschprung dapat
dibedakan menjadi 2 tipe yaitu : segmen panjang dan segmen pendek . penyakit
ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan
bawaan tunggal. Jarang sekali ini terjadi pada bayi prematur atau bersamaan
dengan kelainan bawaan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ashwill, J.W., & James, S.R. (2007). Nursing care of children. 3rd ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier

Browne, N.T. et al. (2008). Pocket guide to pediatric surgical nursing. Canada:
American Pediatric Surgical Nurse Association
Bobak, I.M.; Lowdermilk, D.L; Jensen, M.D; & Perry, S.E. (2005). Buku ajar
keperawatan maternitas. Edisi 4. (Wijayarini & Anugerah, alih bahasa).
Jakarta: EGC

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.M. (2008). Nursing


interventions classification (NIC). 5th ed. USA: Mosby Elsevier

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Geissler (2000). Recana asuhan


keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Edisi 3. (Kariasa, I.M. & Sumarwati alih bahasa)
Jakarta: EGC

Kosim, M.K., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G.I., & Usman, A. (2012). Buku
ajar neonatologi. Jakarta: IDAI

McNamara, M. (2008). Life in an urban community. New York: Benchmark


Education Company

Anda mungkin juga menyukai