WILAYAH PESISIR
Dosen : Dr. Ir. R. Didin Kusdian, MT.
TUGAS II
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SANGGA BUANA (USB)
BANDUNG
2018
1
12 Langkah Mencerdaskan Kota
Kemampuan
Kemajuan
untuk
kesadaran
Kemajuan mendukunguntuk
kesadaran pembelajaran,
menggunakan
untuk pengembangan
menggunakanTIKTIK
untuk
untuk mentransformasi
mentransformasi
teknologi, sertakehidupan
inovasi didan
suatu
kehidupan cara
dankota
bekerja
cara bekerja
Keluasan aksesibilitas, yakni metode komputasi terjadi Intelegent Digital
Ubiquitos
City
di mana-mana pada masing-masing elemen di suatu kota City City
Warga kota mendapatkan layanan di mana pun dan kapan pun
melalui perangkat tertentu
A. GOALS / TUJUAN
Langkah pertama fokus kepada penetapan tujuan, dalam penetapan tujuan ini
meliputi tiga pisan. Lapisan pertama berkaitan dengan penciptaan suasana yang
kondusif antara tiga kepentingan utama, mulai dari bisnis berkelanjutan, hidup
dengan mempertimbangkan keterbatasan lingkungan, serta memastikan
terciptanya masyarakat yang adil. Lapisan kedua berkaitan dengan pertimbangan
dinamika pembangunan global, berupa volatility, icertainty complexity, dan
ambiguity. Lapisan ketiga berkaitan dengan kerangka perumusan tujuannya itu
sendiri, mulai dari pertimbangan tujuan, sumber daya, kerangka tindakan,
struktur, serta masyarakatnya itu sendiri.
Tujuan; arah; haluan (jurusan); Menjelaskan kejelasan dari rencana yang akan
disusun (Ritchie Dunham & Rabbino,2001) Tujuan yang dibahas adalah tujuan
yang berkenaan dengan perencanaan yang dapat dikatakan adalah tujuan dari
perencanaan itu sendiri. Menurut W. H. Newman, perencanaan adalah suatu
pengambilan keputusan pendahuluan mengenai apa yang harus dikerjakan dan
merupakan langkah-langkah sebelum kegiatan dilaksanakan. Menurut Dr. S.P.
Siagian M.P.A., perencanaan dapat :finisikan sebagai keseluruhan proses
pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa
yang akan datang dalam rangka pencapaian yang telah ditentukan. perencanaan
sendiri, menurut Albert Silalahi (1987: 167), adalah :
1. Perencanaan adalah jalan atau cara untuk mengantisipasi dan merekam
perubahan (a way to anticipate and offset change).
2. Perencanaan memberikan pengarahan {direction) kepada administrator
-administrator ataupun nonadministrator.
3. Perencanaan juga dapat menhindari atau setidak-tidaknya memperkecil
tumpang-rindih dan pemborosan (wasteful) pelaksanaan aktivitas
-aktivitas.
4. Perencanaan menetapkan tujuan-tujuan dan standar-standar yang akan
di gunakan untuk memudahkan pengawasan.
Tiga Tahapan Menetapkan Tujuan
Sebelum menetapkan tujuan, terdapat lapisan yang diperhatikan dalam
menetukan arah yang pasri karena lapisan-lapisan tersebut membentuk suatu
tahapan yang harus dicapai dengan dimensi dan perspektif yang berbeda. Tahapan
mi dimulai dari lapisan terdalam yang mana lebih mengarah kepada kegiatan atau
dimensi internal, lalu merambat keluar yang dalam hal ini dimensi perencanaan
lebih mengarah atau dipengaruhi dimensi eksternal.
a. lapisan pertama : How to Embrace
Adalah bagaimana mengakomodasi dan mengaitkan riga dimensi
pembangunan di dalam naan di bawah tujuan yang sama.
b. Lapisan Kedua : Manajemen
Adalah bagaimana mempertimbangkan dinamika pembangunan global
di dalam perumusan tujuan rencana.
c. lapisan ketiga; kerangka
Adalah berupa kerangka dari susunan tujuan itu sendiri dan bagaimana
menciptakan tujuan itu.
Tujuan perencanaan terbagi menjadi dua tujuan secara nasional atau
global, serta tujuan secara lokal, hal ini terlepas dari kaitannya secara spesial
tetapi juga dalam non spesial.
Setiap perencanaan dan penataan ruang memiliki suatu tujuan yang ingin
dicapai Tujuan ini sendiri dapat dikatakan sebagai latar belakang dari adanya
perencanaan dan penataan ltu sendiri. Bagaimanapun, pelaksanaan penataan ruang
sebagai bentuk perencanaan sebuah upaya pencapaian tujuan pembangunan
melalui penyelenggaraan perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang, serta
pengendalian pemanfaatan ruang (UU 26 tahun 2007). Tujuan nasional atau dapat
dikatakan tujuan global sendiri meliputi tujuan yang lebih yang mendasari mjuan-
tujuan lokal dan mempengaruhi aspek atau cakupan yang luas, seperti negara
penganut, ruang lingkup perencanaan, aspek yang direncanaka sebagainya. Pada
contohnya, semakin besar cakupannya, tujuan yang ingin dicapai pun tentu
menjadi semakin besar, semakin visioner, dan juga semakin komprehensif dalam
perencanaan serta implementasinya.
B. PROSES
Langkah kedua berkaitan dengan dua lapisan yang menunjukkan dua sisi
mata uang dari suatu proses perencanaan. Perencanaan adalah proses pengambilan
pendahuluan keputuusan mengenai apa yang harus dikerjakan untuk mencapai
suatu tujuan. Apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan tersebut
memerlukan suam fokus. Yang dimaksud dalam fokus tersebut adalah upaya
memfokuskan proses dalam perencanaan itu sendiri. Berdasarkan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh seorang perencana, tentu dibutuhkan suatu
fokus agar rencana yang dibuat dapat tepat sasaran atau sesuai dengan tujuan
penyelesaian masalah dan bukan menimbulkan masalah. Memang benar bahwa
dalam membuat suatu rencana dibutuhkan pandangan yang komprehensif dan
rencana output yang dapat menyelesaikan beberapa persoalan dalam satu rencana,
tetapi perlunya fokus dalam suatu pembuatan rencana adalah agar seridaknya
pemberlakuan rencana dapat menangani suatu masalah dengan penanganan yang
tepat, yakni penanganan sesuai dengan karakteristik dan batasan dari masalah itu
sendiri.
Lapisan pertama berkaitan dengan konsep ruang, yaitu sisi spasial dan
aspasial. Lapisan kedua berkaitan dengan sisi proses perencanaan itu sendiri, yaitu
proses perencanaan secara teknis dan proses perencanaan secara politis (Chapin,
etal, 1979). Langkah kedua, berkaitan dengan proses dapat dilihat dari kedua sisi
selayaknya proses perencanaan dimana terdapat perspektif yangberagam dan
dengan pemahaman yang berbeda dari suatu proses perencanaan itu sendiri.
Sebagaimana halnya tersebut, dapat disimpulkan pandangan tersebut kepada sudut
pandang dan proses perencanaan.
a. Tiga Proses Menjalankan Tujuan
Langkah kedua berkaitan dengan dua lapisan yang menunjukkan dua sisi
mata uang dad suatu proses perencanaan. Lapisan pertama berkaitan
dengan konsep ruang, yaitu sisi spasial dan aspasial. Lapisan kedua
berkaitan dengan sisi proses perencanaan itu sendiri, yaitu proses
perencanaan secara teknis, dan proses perencanaan secara politik
(Chapin, et.al, 1979).
D. Teknologi
Langkah keempat ini memiliki fokus kepada konteks ruang rencana. Dalam
hal ini, langkah keempat ini terdiri dari dua lapisan.
Teknologi adalah apa-apa saja yang berada di masyarakat madani, apa-apa
saja yang dijadikan manusia teman, dan apa saja yang menjadi pengantar
manusia- dan masyarakat dalam hidup. Teknologi dapat berupa apa saja, dapat
berupa IT, perangkat-perangkat keras (sekop, sendok, garpu pun teknologi)
bahkan, kota pun dapat dibilang sebagai teknologi (Stephen Graham & Simon
Marvin, 1996). Kota, sebagai teknologi, atau setidaknya yang dipenuhi teknologi,
adalah kota yang sebagaimana adanya, tempat manusia melakukan kegiatan, anya
dengan batas yang menghilang dan mengabur, teknologi bagi adalah bagaimana
suatu batas fisik menghilang di antaranya. ini akan membahas secara mendetail
mengenai salah satu inti dari nsep kota cerdas, yakni penggunaan ICT
(Information & Communication chnology) sebagai tools atau pembantu tentang
komunikasi dan hal membangunan yang terjadi di dalam perkotaan. Teknologi
sendiri, dalam ehadirannya sebagai tools bagi kota cerdas memiliki dampak-
dampak efek yang dihasilkan akibat perubahan paradigma dalam penggunaan
teknologi itu sendiri, begitu juga dengan perspektif-perspektif baru a adiran
teknologi itu sendiri.
Lapisan pertama berkaitan dengan harapan akan kehadiran teknologi bagi
peningkatan peradaban suatu wilayah dan kota. Lapisan kedua berkaitan dengan
kesiapan ekosistem suatu wilayah dan kota yang akan bergeser dan perlu
disiapkan sebagai konsekuensi dari kehadiran dari suatu teknologi, khususnya
pengembangan dari teknologi informasi dan komunikasi bagi kehidupan sehari-
hari warganya. Kedua lapisan dari langkah keempat ini dikembangkan dari buku
Telecommunication and the City (Graham dan Marvin, 1996)
Keterlibatan teknologi di dalam perencanaan dan penyelenggaraan kegiatan
kota pada dewasa ini bukanlah hal yang asing, terlebih teknologi sudah sukar
untuk dipisahkan dari kegiatan masyatakat yang berpusat di kota itu sendiri.
Adapun teknologi itu sendiri dalam adaptasinya memiliki dampak-dampak yang
ditimbulkan yang meruba perspektif dad perencanaan dan penyelenggaraan kota
itu sendiri. Terdapat berbagai macam pengaruh yang dapat diidentifikasi dari
terkontaminasinya kotaf dengan kehadiran teknologi. Teknologi yang
mengaburkan batas-batas manusia secara langsung menjadi suatu keterkaitan
antara manusia dan kota, kota dan kegiatan, dan kegiatan dengan teknologi.
Pengaruh ini dapat secara langsung memberikan dampak kepada kota,
pembangunannya, pengembangannya, dan hal lainnya (Stephen Graham and
Simon Marvin, 1996) Teknologi membawa perbedaan yang signifikan terhadap
perencanaan kota itu sendiri. Saat ini bahkan terdapat suatu konsep kota tematik
yang mengedepankan penggun teknologi seperti smart city yang kali ini dibahas.
Adapun perbedaan-perbedaan yang jadi adalah adanya dampak yang diberi dari
teknologi itu sendiri kepada kota dan pernggunannya, serta dari segi perspektif
perencana. Perspektif baru inilah yang menjadikan adanya pandangan baru
mengenai konsep kota cerdas.
E. Concern / Perhatian
Setiap perencanaan kota memiliki tujuan khusus yang ingin dicapai oleh
perencananya sesuai dengan apa yang dijelaskan pada bagian awal. Perencanaan
berangkat dan tujuan yang menjadi acuan dalam hasil akhir perencanaan yang
ingin dicapai. Walaupun begitu, pada dasarnya terdapat dua hal yang harus
diperhatikan, yang mana menjadi inti permasalahan dari perencanaan itu sendiri,
yakni melingkupi apa saja perencanaan itu, dan bagaimana agar perencanaan itu
berhasil. Adapun kepentingan yang diatur dalam perkotaan terkait dengan
kepentingan masyaral kegiatan atau aktivitas di dalamnya, dan kota itu sendiri.
Pada dasarnya kepentingan in bertujuan menjadikan suatu kota yang direncanakan
menjadi kota yang berkelanjutai karena pada dasarnya isu-isu besar perkotaan
yang harus dan penting diperhatikan dalam perencanaan kota adalah mengenai air,
energi, kesehatan masyarakat, lingkungan, dan keanekaragamannya. (Rydin,
2005).
F. Awareness/ Kesadaran
Bagian ini akan membahas secara mendetail tentang tools atau alat penting
yang dapat diadapsi untuk digunakan sebagai upaya menurtitt kesadaran kepada
masyarakat, sebagai harapannya untuk dapat menumbuhkan rasa partisipasi juga
dari masyarakat. Bagian ini juga akan menjelaskan mengenai bentuk Kota
Komunikatif, sebagai bentuk tematik kota yang menjunjung penyelarasan dan
aksesibilitas informasi di dalam kota, serta penggunaan media sosial sebagai
sarana penyebaran informasi, yang marak digunakan dalam upaya mencerdaskan
kota atau adaptasi smart city.
Langkah keenam fokus kepada pemahaman akan sistem saluran komunikasi
guna mendorong para pemangku kepentingan terlibat aktif dalam pembangunan
dan pengembangan kota. Pada dasarnya, komponennya terdiri dari mendorong
keterikatan masyarakat terhadap rencana kota, pengembangan jaringan interaksi
antarwarga, upaya mengakomodasikan kelompok terpinggirkan, mendorong
terciptanya peluang ekonomi warga, pertimbangan keberadaan dan partisipasi
organisasi-organisasi kemasyarakat, serta pertimbangan sisi budaya dan sejarah
(Jeffres, 2010).
Kesadaran & Komunikasi
Langkah keenam fokus kepada pemahaman akan sistem saluran komunikasi
guna mendorong para pemangku kepentingan terlibat aktif dalam pembangunan
dan pengembangan kota. Pada dasarnya komponennya terdiri dari mendorong
keterikatan yarakat terhadap rencana kota, pengembangan jejaring interaksi antar
warga, upaya gakomodasikan kelompok terpinggirkan, mendorong terciptanya
peluang ekonomi , pertimbangan keberadaan dan partisipasi organisasi-organisasi
kemasyarakat, serta pertimbangan sisi budaya dan sejarah (Jeffres, 2010). Untuk
meningkatkan kesadaran dan partisipasi adalah untuk meningkatkan komunikasi
yang terjadi. Sebuah kota yang cerdas berawal dari penggunaan elemen-elemen
komunikasi yang tepat di dalam pembangunan serta pengembangannya.
Perencanaan mengenal sifat partisipasi dimana partisipasi adalah hal yang
cukup penting. dalam pengupayaan kota cerdas. Adapun Kota Cerdas sendiri
menganut sistem partisipasi masyarakat dimana hal ini dicapai dengan adanya
syarat-syarat dari pardsipasi itu sendiri, dan pengetahuan masyarakat mengenai
partisipasi itu sendiri.
G. Komunikasi
Saluran komunikasi pada dasarnya menggambarkan tentang media
penyampaian informasi, yang dilakukan saat pemberi informasi memberikan
informasi kepada penerima informasi. Adapun hal ini terbagi ke dalam tiga tipe
saluran komunikasi, yakni saluran komunikasi formal, saluran komunikasi
informal, dan saluran komunikasi tidakresr Sebuah saluran komunikasi memiliki
kapasitas sendiri dalam menerima informasi dan kapasitas itu sendiri menyangkut
dengan informasi serta media penyampaian. Adapun pada perencanaan, saluran
komunikasi lebih menjelaskan mengenai media penyampaian informasi dari
perencana kepada penerima informasi, yakni masyarakat.
Langkah ketujuh ini fokus kepada pemahaman akan pentingnya jaringan
substansi rencana. Lapisan pertama fokus kepada terciptanya jaringan utama
kepedulian warga akan rencana, meliputi sisi keterbukaan, kesukarelaan,
kejelasan, kesederhanaan, kinerja, kemudahan hubungan, serta perbaikan mandiri
(Andersson, Curley & Piero, 2010). Adapun lapisan kedua, lebih menekankan
kepada sisi kota sebagai suatu kawasan terbangun di dalamnya perlu kolaborasi
antaraktor termasuk antarlingkungan alami dan binaan, meliputi sisi produk,
interior, struktur, lansekap, kota, wilayah, dan bumi itu sendiri (McClure dan
Bartuska, ed., 2007).
Lapisan Jaringan Dan Komunikasi
Langkah ketujuh ini fokus kepada pemahaman akan pentingnya jejaring
substansi rencana. Lapisan pertama fokus kepada terciptanya jaringan utamanya
kepedulian warga akan rencana, meliputi sisi keterbukaan, kesukarelaan,
kejelasan, kesederhanaan, kinerja, kemudahan hubungan, serta perbaikan mandiri
(Andersson, Curley & Piero, 2010). Adapun lapisan kedua, lebih menekankan
kepada sisi kota sebagai suatu kawasan terbangun yang di dalamnya periu
kolaborasi antaraktor termasuk antarlingkungan alami dan binaan, meliputi sisi
produk, interior, struktur, lansekap, kota, wilayah, dan bumi itu sendiri (McClure
dan Bartuska, ed., 2007).
a. Lapisan Pertama Kanal Komunikasi
Kanal komunikasi adalah saluran-saluran tempat masyarakat dapat
terhubung dengan perencanaan dan pembangunan dari perkotaan, baik
secara langsung maupun menggunakan perantara. Adapun kanal ini
bertindak sebagai media. Pesan-pesan yang ingin disampaikan pemangku
kepentingan kepada masyarakat atau sebaliknya dapat berjalan dengan
baik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di dalam pembangunan.
b. Lapisan Kedua Lingkungan
Kanal komunikasi sendiri bukan hanya terjalin dari satu pemangku
kepentingan dengan kepentingan lainnya, melainkan juga merupakan
bagaimana masyarakat dan perencana di dalam suatu sistem yang lebih
luas.
COLLABORATION
Suatu perbuatan kerja saraa antara satu pihak dan pihak lainnya dalam
tujuan penciptaan sesuatu.
NETWORK
Suatu kolaborasi yang tercipta dari pemanfaatan network-network yang ada
akan memunculM suam tujuan bersama.
I. Green Development
Bangunan hijau (juga dikenal sebagai konstruksi hijau atau bangun
berkelanjutan) mengarah pada struktur dan pemakaian proses yan bertanggung
jawab terhadap lingkungan dan hemat sumber day sepanjang siklus hidup
bangunan tersebut, mulai dari pernilihan temp sampai desain, konstruksi, operasi,
perawatan, renovasi, dan peruntuhan. Menurut Brunddand Report dari PBB, 1987,
pembangunan berkelanju adalah terjemahan dari bahasa Inggris, sustainable
development. Salah sa faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan
berkelanjur adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanp
mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Bagian ini
akan menjelaskan lebih mendalam mengenai pembanguna berkelanjutan yang
menjadi dasar pembangunan yang menjunjung kota cerdas. Bagian ini juga akan
menjelaskan mengenai basis aspek yang mendasari pembangunan berbasis hijau
atau berkelanjutan.
Langkah kesembilan ini terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama lebih
menekankan kepada bagaimana seluruh komponen kota, termasuk warga kota
secara satu kesatuan harus bersiap terhadap tantangan kehidupan perkotaan di
abad ke-21 (dikembangkan dari konsep sembilan prinsip pembangunan kota di
abad ke-21 menurut John Lund Kriken). Lapisan kedua lebih menekankan kepada
bagaimana suatu kota ekonominya dapat bertumbuh, tapi dengan dampak negatif
minimal terhadap lingkungannya dengan mengadaptasi konsep pembangunan
berbasis ekonomi hijau.
Langkah kesembilan ini terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama lebih
menekankan kepada bagaimana seluruh komponen kota, termasuk warga kota
secara satu kesatuan harus bersiap terhadap tantangan kehidupan perkotaan di
abad ke-21 (dikembangkan dari konsep Sembilan prinsip pembangunan kota di
abad ke-21 menurut John Lund Kriken). Lapisan kedua lebih menekankan kepada
bagaimana suatu kota ekonominya dapat bertumbuh, tetapi dengan dampak
negatif minimal terhadap lingkungannya dengan mengadaptasi konsep
pembangunan berbasis ekonomi hijau.
a. Lapisan Pertama: Prinsip Pembangunan
Prinsip-prinsip pembangunan adalah sembilan prinsip yang
dikembangkan dari konsep pembangunan yang terjadi di abad ke-21, tang
dalam hal ini sembilan prinsip ini mengangkat tema pembangunan suatu
kota.
b. Lapisan Kedua: Green Economy
Sama seperti sebelumnya yakni berisi prinsip-prinsip pembangunan.
Hanya prinsip pembangunannya lebih menekankan kepada
pembangunan berbasis ekonomi dan •ingkungan, yang mana dapat
disingkat menjadi green economy.
J. Intelegent Urbanism
Bagian ini akan menjelaskan lebih mendalam mengenai sepuluh prinsip dari
Principles of Urbanism yang dicatut dari berbagai sumber mengenai sepuluh
prinsip tersebut, dan menjelaskannya secara lebih meluas dengan mengaitkan
konsep prinsip tersebut kepada kehidupan dan perencanaan kota cerdas yang
sebenarnya. Adapun prinsip prinsip ini pada dasarnya menjadi dasar penghubung
antara konsep-konsep pembangunan yang telah dijabarkan di bagian-bagian
sebelummya, terhadap perencanaan pembangunan kota cerdas atau Smart City.
Bagian ini juga akan menjadi bagian akhir dalam buku tentang mencerdaskan kota
dan sepuluh cara cerdas untuk Merencanakannya.
Langkah kesepuluh terdiri dari dua lapisan, lapisan pertama berkaitan
dengan perubahan kapasitas warga kota menuju arah yang berkualitas
(dikembangkan dari prinsip intelligenturbanism yang diusung oleh Christopher
Charles Benninger), sedangkan lapisan kedua berkaitan dengan bagaimana upaya
menciptakan kota sebagai suatu ekosistem yang tanggap terhadap warganya
sehingga baik dari sisi standar sediaan komponen ruang kota maupun peluang
beraktivitas bagi warganya menjadikannya kota berkualitas pada tataran global
(menganut kepada konsep how to make a great city yang diusung oleh Alexander
Garvin).