Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

An.Y DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIARE DI POLI ANAK


DI PUSKESMAS MENTENG PALANGKARAYA

Di Susun Oleh:
Nama : Sarpika Yena Amalia
NIM : 2018.C.10a.0985

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh :

Nama : Sarpika Yena Amalia

NIM : 2018.C.10a.0985

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An.Y Dengan


Diagnosa Medis Diare Di Poli Anak Di Puskesmas Menteng Palangkaraya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh


Praktik Praklink Keperawatan 3 (PPK 3) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui: Pembimbing Akademik


Ketua Program Studi S1 Keperawatan,

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep Ika Paskaria, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang
berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada An. Y dengan
Diagnosa Medis Diare di Poli anak di Puskesmas Menteng Palangka Raya”. Laporan
pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 3).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 03 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN………………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………….. 6
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 6
1.2 Rumuan Masalah..................................................................................... 9
1.3 Tujuan...................................................................................................... 9
1.4 Manfaat.................................................................................................... 10
BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………….. 11
2.1 Konsep Penyakit……………………………………………………….. 11
2.1.1 Definisi................................................................................................ 11
2.1.2 Anatomi fisiologi................................................................................. 11
2.1.3 Etiologi................................................................................................ 13
2.1.4 Klasifikasi............................................................................................ 14
2.1.5 Patofisiologi........................................................................................ 16
2.1.6 Manifestasi klinis (tanda dan gejala)................................................... 19
2.1.7 Komplikasi.......................................................................................... 19
2.1.8 Pemeriksaan penunjang....................................................................... 20
2.1.9 Penatalaksanaan medis........................................................................ 20
2.2 Manajemen asuhan keperawatan……………………………………. 20
2.2.1 Pengkajian keperawatan...................................................................... 28
2.2.2 Diagnosa keperawatan......................................................................... 30
2.2.3 Intervensi keperawatan........................................................................ 30
2.2.4 Implementasi keperawatan.................................................................. 32
2.2.5 Evaluasi keperawatan.......................................................................... 32
BAB 3 Asuhan keperawatan………………………………………………. 33
3.1 Pengkajian................................................................................................ 33
3.2 Diagnosa.................................................................................................. 45
3.3 Intervensi................................................................................................. 46
3.4 Implementasi............................................................................................ 51
3.5 Evaluasi.................................................................................................... 51
BAB 4 PENUTUP………………………………………………………….. 54
4.1 Kesimpulan................................................................................................. 54
4.2 Saran ....................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat.
Diare juga merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di berbagai negara
(Widoyono, 2011). Diare dapat menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak
lebih rentan mengalami diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum sempurna
(Soedjas, 2011).

World Health Organizatin (WHO) (2012), menyatakan bahwa diare merupakan 10


penyakit penyebab utama kematian. Tahun 2012 terjadi 1,5 juta kematian akibat diare.
Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar 5 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupan.
Kematian tersebut disebabkan karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran preterm (14%)
dan diare (12%).

Hasil Riskesdas (2013), menyatakan bahwa insiden diare pada anak di Indonesia adalah
6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%),
DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%), perempuan
(4,9%). Angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit diare di Indonesia masih tinggi.
Proporsi terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu
sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29
bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54 – 59 bulan yaitu
2,06% (Kemenkes, 2011).

Wong (2008), mengatakan pengkajian keperawatan terhadap diare dimulai dengan


mengamati keadaan umum dan perilaku anak. Pengkajian selanjutnya yang dilakukan pada
pasien diare dengan gangguan keseimbangan cairan yaitu pengkajian dehidrasi seperti
berkurangnya keluaran urine, turgor kulit yang jelek, ubun-ubun yang cekung. Nursalam
(2008), mengatakan dampak yang dapat ditimbulkan jika mengalami gangguan
keseimbangan cairan yaitu terjadi hal-hal seperti dehidrasi pada bayi dan balita,
hipoglikemia, mengalami gangguan gizi, gangguan sirkulasi, hingga terjadi komplikasi pada
anak.
Dampak masalah fisik yang akan terjadi bila diare tidak diobati akan berakibat kehilangan
cairan dan eletrolit secara mendadak. Pada balita akan menyebabkan anoreksia (kurang nafsu
makan) sehingga mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap usus
terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan pada anak yang
mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap serangan diare akan menyebabkan
kekurangan gizi. Jika hal ini berlangsung terus menerus akan menghambat proses tumbuh
kembang anak. Sedangkan dampak psikologis terhadap anak-anak antara lain anak akan
menjadi rewel, cengeng, sangat tergantung pada orang terdekatnya (Widoyono, 2011).

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko meningkatnya episode diare, diantaranya
dengan pemberian ASI. Pemberian ASI pada bayi atau anak yang mengalami diare akan
memiliki manfaat antara lain untuk mengganti cairan yang hilang (rehidrasi). ASI
mengandung zatzat gizi yang berguna untuk memenuhi kecukupan zat gizi selama diare yang
diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan (Puput, 2011). Hasil penelitian Tamimi,
dkk (2016), menyatakan bahwa 92.1% bayi yang mendapat ASI eksklusif tidak mengalami
diare dan 29,5% bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berpeluang untuk terjadinya
diare. Selain dari tindakan keperawatan, orang tua dan keluarga juga ikut memberikan
perawatan seperti memberikan perhatian, semangat dan mendampingi anak selama dirawat
dirumah sakit (Nursalam, 2008). Selain dari perawatan anak di rumah sakit, pengetahuan
orang tua tentang terjadinya diare sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena sebagian ibu
belum mengetahui tentang perilaku sehat untuk menjaga kesehatan keluarga seperti selalu
menjaga kebersihan diri dan makanan, menjaga kebersihan lingkungan rumah, memeriksakan
kondisi kesehatan ketika terdapat gejala suatu penyakit ke puskesmas, menjaga pola istirahat
serta menyempatkan untuk berekreasi guna menghilangkan stres yang dapat memicu suatu

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien Anak dengan Diare di Ruang

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada An. Y dengan diagnosa medis Diare di Palangka
Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Adapun tujuan umum dari laporan ini adalah:
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan pada An. Y
dengan diagnosa Diare di Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada pasien
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada An.Y di Poli Anak di Puskesmas
Menteng Palangka Raya.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada An.Y di Poli Anak di Puskesmas
Menteng Palangka Raya.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada An. Y di Poli Anak di
Puskesmas Menteng Palangka Raya.
1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada An. Y di Poli
Anak di Puskesmas Menteng Palangka Raya.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada An. Y di di Poli Anak di Puskesmas
Menteng Palangka Raya.
1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan
menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga kesehatannya
dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Diare
1.4.3 Bagi Institusi
Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah puskesmas.
1.4.4 Bagi IPTEK
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam keperawatan
yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien dengan diare.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Definisi
Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi
BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila BAB sudah lebih dari 3 kali sehari
buang air besar, dan sedangkan neonatus dikatakan diare jika sudah buang air besar sebanyak
lebih dari 4 kali dalam sehari. (Lia dewi, 2014).

Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang tidak normal dimana buang air besar
>3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang encer/cair dapat disertai atau tanpa
disertai dengan darah atau lender yang merupakan akibat dari terjadinya proses implamasi
pada lambung atau usus (Wijayaningsih, 2014).

Diare adalah sebuah penyakit dimana penderita mengalami rangsangan buang air
besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan.
Di dunia diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh
lebih dari 1,5 juta orang pertahun. Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus
tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan
makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus
umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit
atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam-jiwa
bila tanpa perawatan (Wijayaningsih, 2015).

Dari beberapa definisi di atas maka penulis menyimpulkan definisi diare adalah
adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan
frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare
persisten terjadi selama ≥ 14 hari.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-
organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang
bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

Gambar 2.1.2 Anatomi Fisiologi


1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut
merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh
selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan
dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar,
geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar
ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim
(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara
jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga
mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian
superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang
sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan
laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring,
bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring
yang menghubungkan orofaring dengan laring.
3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi,
esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot
rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior
(terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia,
fundus dan antrium.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan
3 zat penting :
a) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.
b) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak.

Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar,
lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus
dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a) Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale
dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus
dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter
pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b) Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua
belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus.
C. Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 24 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garamgaram
empedu.

Gambar Kolon

6. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon
sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.
7. Usus Buntu (Sekum)
Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar

8. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang
parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,
umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda -
bisa di retrocaecal atau di pinggang
(pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

9. Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan.
Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan
feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan
dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang
dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi
utama anus.
10. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan
erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar
yaitu asini yang berfungsi menghasilkan enzim-enzim pencernaan dan pulau
pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan enzim
pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim
yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak.
Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh
tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah
mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium
bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam
lambung.
11. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini berperan penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein
plasma, dan penetralan obat. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding
usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini
mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar
dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi
menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk
diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah
diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
12. Kandung empedu
Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan
sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada
manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 710 cm dan berwarna hijau
gelap (bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu
yang dikandungnya). Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu membantu
pencernaan dan penyerapan lemak serta bererperan dalam pembuangan limbah
tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran
sel darah merah dan kelebihan kolesterol. ( Syarifuddin, 2015)
2.1.3 Etiologi
Menurut Haroen N. S, Suraatmaja dan P. O Asnil dalam Wijayaningsih (2013)
ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu
sebagai berikut:
a. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:

1. Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti shigella, salmonella,

golongan vib-rio, E. Coli, clostridium perfarings, B. Cereus, stapylococus aureus,

comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia dari makanan

(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis

(ketakuatan, gugup), gangguan saraf, alergi, hawa dingin dan sebagainya.

2. Defisiensi imun terutama SIGA (secretory imonolbulin A) yang

mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri atau flata usus dan jamur

terutama canalida.

b. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh:

1. Malabsorbsi makanan: karbohidrat, protein, lemak (LCT), vitamin dan mineral.

2. Kurang kalori protein.

3. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir

Sedangkan menurut Ngastiyah dalam (Wijayaningsih, 2013), penyebab dari diare

dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:

a. Faktor infeksi

1. Infeksi enternal

Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus

(enteovirus, poliomyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dan

lain-lain, dan infeksi parasite: cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides), protozoa

(Entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas humonis), jamur (canida albicous).


Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti Otitis Media Akut

(OMA), Tonsillitis atau Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya.

Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah dua tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1) Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) dan monosakarida

(intoleransi glukkosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak serta bayi yang paling

berbahaya adalah intoleransi laktosa.

2) Protein.

3) Lemak.

c. Faktor makanan, misalnya makanan basi, beracun, serta alergi.

d. Faktor psikologis

2.1.4 Klasifikasi
Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas Airlangga dalam
Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik bukan suatu kesatuan
penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan patogenesisnya multikompleks.
Mengingat banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare kronik
dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka dibuat tinjauan pustaka ini
untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih terarah.
Sedangkan menurut Wong (2008), diare dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:
a. Diare akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada balita. Diare akut didefenisikan sebagai
peningkatan atau perubahan frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens
infeksius dalam traktus Gastroenteritis Infeksiosa (GI). Keadaan ini dapat menyertai
infeksi saluran napas atau (ISPA) atau infeksi saluran kemih (ISK). Diare akut biasanya
sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.

b. Diare kronis
Didefenisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air
dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare kronis
terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflamasi usus,
defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi latosa atau diare nonspesifik yang
kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.

c. Diare intraktabel
Yaitu diare membandel pada bayi yang merupakan sindrom pada bayi dalam usia minggu
pertama dan lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen
sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya
yang paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
d. Diare kronis nonspesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare todler,
merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6
hingga 54 minggu. Feses pada anak lembek dan sering disertai dengan partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare lebih dari 2 minggu. Anakanak yang menderita
diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal dan tidak terdapat gejala
malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.
2.1.5 Patofisiologi
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor diantaranya :
a. Faktor infeksi
1. Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus. Setelah terpapar
dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan
minuman yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian melekat pada sel-sel
mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang
berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih
belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat
menyerap cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus
yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor aktif
dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
2. Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa, terjadi
perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah
dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang. Selain
itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab
utama pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli. diare ini bersifat self-
limiting dalam waktu kurang lebih lima hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak
diganti dengan sel-sel mukosa yang baru (Wijoyo, 2013).
b. Faktor malabsorpsi,
1. Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus halus dan akan
meningkatkan tekanan osmotik usus Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat menyebabkan terjadinya
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan
ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus.
Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan
terjadilah diare (Nursalam, 2008).
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena
terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2008).
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Akibat dari
diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan ekstraseluler
secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan
syok hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2008).
4. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidayat,
2008). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi protein, yang
mengakibatkan usus halus mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut
menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan
terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan respons imun,
menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah limfosit dan
jumlah sel T yang beredar.
Setelah mengalami gastroenteritis yang berat anak mengalami malabsorpsi. Malabsorpsi
juga terdapat pada anak yang mengalami malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan
atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi,
enteropati dengan kehilangan protein. Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan
imunogobulin yang mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat
(Suharyono, 2008).
5. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus
yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan
diare. Proses penyerapan terganggu (Hidayat, 2008).
WOC DIARE

- infeksi Makanan psikologis

berkembang diusus toksik tidak dapat Ansietas


di serap

Hipersekresi air dan


elektrolit
Hiperperistaltik

Isi Usus penyerapan


makanan di usus

DIARE

B1 B2 B3 B4 B5 B6

frekuensi BAB frekuensi BAB reaksi inflamasi dehidrasi frekuensi BAB distensi abdomen lecet dan iritasi
meningkat meningkat meningkat kulit pada anus dan
sekitarnya
merangsang serotonin, Laju mual muntah
hilang cairan dan hilang cairan dan prostaglandin,
metabolisme hilang cairan dan
elektrolit bradikinin, di sekitar
elektrolit elektrolit gatal dan
area radang
berlebihan berlebihan berlebihan nafsu makan kemerahan
suhu tubuh dan menurun
keluhan nyeri/tidak demam meningkat
gangguan keseimbangan gangguan keseimbangan
asidosis metabolik nyaman diperut Risiko
cairan dan elektrolit cairan dan elektrolit
Defisit Nutrisi Gangguan
Hipertermia
Integritas kulit
sesak dehidrasi Nyeri Akut dehidrasi dan Jaringan

Gangguan Pertukaran Gas Resiko Syok Hipovolemik Hipovolemia


2.1.6 Manifestasi Klinis
Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram perut,
muntah, demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi bakteri invasif akan
mengalami demam tinggi, nyeri kepala, kejangkejang, mencret berdarah dan berlendir
(Wijoyo, 2013).
Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-mula akan
cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair, mungkin
disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena
bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat
yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Jika anak telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami
gangguan asam basa dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan
hipokalemia, hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak yaitu berat badan turun,
turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
mukosa bibir kering.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut
derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat (Juffrie, 2010). Untuk mengetahui keadaan dehidrasi dapat dilakukan
penilaian sebagai berikut:

Tabel 2.1.6 Penilaian Derajat Dehidrasi

Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi


Dehidrasi Ringan/Sedan Berat
g
1. Lihat: Gelisah, rewel Lesu, lunglai
Baik, sadar atau
Keadaan tidak
Umum sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa Haus, Malas minum


tidak haus ingin atau tidak bisa
minum banyak minum

2. Periksa: Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat


lambat
Turgor kulit

3. Hasil Tanp Dehidra Dehidrasi


pemeriksaa a si berat, kriteria
n dehid ringan/ bila ada 1
rasi sedang, tanda*
Kriteria
Bila Ditambah 1
ada 1 atau lebih
tanda tanda lain
ditamb
ah 1
atau
lebih
tanda
lain
4. Terapi Rencana terapi Rencana terapi Rencana terapi
A B C
*Tanda-tanda yang juga dapat diperiksa: timbang berat badan, ubun-ubun besar, urine,
nadi, dan pernapasan atau tekanan darah.
Sumber: Depkes, Buku Ajar Diare dalam Nursalam (2008)
2.1.6.1 Respon Tubuh
a. Sistem Integumen
Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga berat turgor kulit
biasanya kembali sangat lambat. Karena tidak adekuatnya kebutuhan cairan dan
elektrolit pada jaringan tubuh anak sehingga kelembapan kulitpun menjadi berkurang.
b. Sistem Respirasi
Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa yang menyebabkan pH turun karena akumulasi asam non-
volatil. Terjadilah hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2 menyebabkan
pernapasan jadi cepat, dan dalam (pernapasan kusmaul).
c. Sistem Pencernaan
Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi, yang disebabkan oleh
kerusakan mukosa usus dimana usus tidak dapat menyerap makanan. Anak akan
tampak lesu, malas makan, dan letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap
mengakibatkan anak bisa mengalami gangguan gizi yang bisa menyebabkan
terjadinya penurunan berat badan dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga proses
penyembuhan akan lama.
d. Sistem Muskoloskletal
Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang diare dapat
menyebabkan nyeri otot, kelemahan otot, kram dan detak jantung sangat lambat.
e. Sistem Sirkulasi
Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem sirkulasi darah menyebabkan
nadi melemah, tekanan darah rendah, kulit pucat, akral dingin yang mengakibatkan
terjadinya syok hipovolemik.
f. Sistem Otak
Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen ke otak berkurang.
Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan bila tidak segera
ditolong dapat mengakibatkan kematian.
g. Sistem Eliminasi
Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah kehijauan karena
bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering
defekasi dan tinja yang makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat
yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
2.1.7 Komplikasi
Menurut Suharyono dalam Nursalam (2013), komplikasi yang dapat terjadi
dari diare akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik), karena:
a. Kehilangan narium bicarbonat bersama tinja.
b. Adanya ketosis kelaparan dan metabolisme lemak yang tidak sempurna, sehingga
benda keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguri dan anuria).
e. Pemindahan ion natrium dan cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Secara klinis, bila pH turun oleh karena akumulasi beberapa asam nonvolatil, maka).
akan terjadi hiperventilasi yang akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernafasan
bersifat cepat, teratur, dan dalam (pernapasan kusmaul) (Suharyono, 2008)

2. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare dan lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP),
karena :
a. Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu.
b. Adanya gangguan absorpsi glukosa (walaupun jarang terjadi.
Gejala hypoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40% pada
bayi dan 50% pada anak-anak. Hal tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang,
tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
3. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi sehingga terjadi penurunan
berat badan. Hal ini disebabkan karena:
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntahnya akan
bertambah hebat, sehingga orang tua hanya sering memberikan air teh saja.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dalam waktu yang
terlalu lama.
c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi jaringan berkurang
dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan
perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera ditolong maka
penderita dapat meninggal.
5. Hiponatermia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi
pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anaka dengan hiponatremi. Bila tidak
berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai
Ringer Laktat atau Normal Saline (Juffrie, 2013).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat


badan, temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit,
kelopak mata, serta mukosa lidah.2 Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi
dan kontraksi volume ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan
lemah, hipotensi postural/ortostatik, lidah kering, kelopak mata cekung, serta
kulit yang dingin dan lembab.(Eppy, 2009)
2.1.8.2 Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi berat atau toksisitas berat atau
diare berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaannya antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,
hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan
kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay
(ELISA) mendeteksi giardiasis dan tes serologi amebiasis, dan foto x-ray
abdomen. Pasien dengan diare karena virus, biasanya mempunyai jumlah dan
hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri
terutama bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan
kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis.
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan volume
cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya
leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur
cacing dan parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik
dalam tiga bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit
sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran toksin clostridium difficile.
Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang
toksik, pasien dengan diare berdarah atau pasien dengan diare akut persisten.
Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai
pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare,
kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau
limfoma di daerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan juga jika
mukosa terlihat inflamasi berat. (Wawan, 2013).
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
2.1.9.1 Penggantian cairan dan elektrolit
Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan
elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, yang harus dilakukan
pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat membahayakan jiwa
yang memerlukan hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5
gram natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram kalium klorida, dan 20
gram glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket yang
mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan
rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½
sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1
cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut
sebanyak mungkin sejak merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intravena diperlukan,
dapat diberikan cairan normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer laktat,
suplemen kalium diberikan sesuai panduan kimia darah.
2.1.9.2 Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. 2
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti demam,
feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa.
2.1.9.3 Obat anti-diare
1. Kelompok anti-sekresi selektif
Terobosan terbaru milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sebagai penghambat enzim enkephalinase, sehingga enkephalin
dapat bekerja normal kembali. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi
elektrolit, sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan. Hidrasec sebagai
generasi pertama jenis obat baru anti-diare dapat pula digunakan dan lebih aman
pada anak.
2. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid hcl, serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari,
loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan benar
cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Obat ini tidak
dianjurkan pada diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri.
3. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau
toksin. Melalui efek tersebut, sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan
zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit. (Amin, 2015)
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.1.6 Pengkajian
2.1.6.1 Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari,
BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair
(dehidrasi ringan/ sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare
berlangsung <14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila
berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten
(Nursalam, 2008)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami:
a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna
tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatnya makin lama makin asam.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak.
f. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi.
Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada
dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam
(dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih sering
terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak
dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh
pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat
imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta
imunisasi polio.
b. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik),
makan makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan
penyebab diare.
c. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan
botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak
mencuci tangan saat menjamah makanan.
d. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda
dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2008).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat
menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin
kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan
perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).
5) Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:
a. Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko
diare dan infeksi yang serius.
b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan
mudah menimbulkan pencemaran.
c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak
bisa minum (Nursalam, 2008).
2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
b. Diare tanpa dehidrasi: baik, sadar
c. Diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel
d. Diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar
3 Berat badan
Menurut S. Partono dalam Nursalam (2008), anak yang mengalami diare
dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan.
4 Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung
b) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya
normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya
cekung (cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung.
c) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis,
tidak ada pernapasan cuping hidung.
d) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
e) Mulut dan Lidah
(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
(2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
(3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
f) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan
pada kelenjar tyroid.
g) Thorak
(1) Jantung
(a) Inspeksi
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.
(b) Auskultasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi
ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga meningkat,
diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien mengalami takikardi dan
bradikardi.

(2) Paru-paru
(a) Inspeksi
Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi
ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi
berat pernapasannya dalam.
h) Abdomen
(1) Inspeksi
Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
(2) Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare
dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat
kembali > 2 detik.
(3) Auskultasi
Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat
i) Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral
teraba hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik,
akral dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba
dingin, sianosis.
j) Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan
pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.
2.2.3.1 Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratrium
(a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum
Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5
mEq/L
(b) Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah
Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis (Suharyono, 2008).
(c) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat.
(d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit
dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH menurun
disebabkan akumulasi asama atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).
(e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dandicurigai infeksi
sistemik ( Betz, 2009).
2) Pemeriksaan Penunjang
(a) Endoskopi
(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien
mengalami mual dan muntah.
(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar
melalui rektum.
(3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika
pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan
untuk menyingkirkan kanker.
(b) Radiologi
(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi
(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami
penyakit bilier atau prankeas
(c) Pemeriksaan lanjutan
(1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.
(2) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan
sampel feses dan serologi (Emmanuel, 2014).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare adalah sebagai
berikut:

1. Hivopolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme


regulasi.
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan faktor biologis, faktor psikologis,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
3. Risiko Gangguan integritas kulit/Jaringan berhubungan dengan ekskresi atau
sering BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan turgor,
penurunan imunologis.
4. Resiko syok berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit.
5. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju metabolisme,
penyakit.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (sering BAB).
2.2.3 Intervensi Keperawatan
2.2.3.1 Hivopolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme
regulasi.
Tujuan (Kriteria Hasil ) Intervensi
(I.03116. Hal 184 )
Tujuan : Observasi :
Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
keperawatan 1x7 jam (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun,
diharapkan kesimbangan tekanan nadi menyempit, turgor kulit
cairan di dalam tubuh menurun, membrane mukosa kering,
pasien terpenuhi, dengan volume urin menurun, hematokrit
kriteria hasil : meningkat, haus, lemah)
2. Monitor intake dan ouput cairan
Kriteria hasil : Terapeutik :
1. kekuatan nadi meningkat. (5) 1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi Modifield Trendelenburg
2. Turgor kulit meningkat. (5) 3. Berikan asupan cairan oral
3. ouput urine meningkat. (5) Edukasi :
4. berat badan meningkat. (1) 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
5. Perasaan lemah menurun. (5) oral
6. keluhan haus menurun. (5) 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi
7. Frekuensi nadi membaik (5) mendadak
8. Tekanan darah membaik (5)
Kolaborasi :
9. Tekanan nadi membaik (5)
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
10.Membran mukosa membaik (5) (mis, NaCL, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
(mis, glikosa 2,5% NaCL 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. albumin, Plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah

2.2.3.2 Defisit Nutrisi berhubungan dengan faktor biologis, faktor psikologis,


ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
Tujuan (Kriteria Hasil ) Intervensi
(I.03119. Hal 200)
Tujuan : Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi
keperawatan 1x7 jam 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
diharapkan status nutrisi aktivitas
terpenuhi 3. Identifikasi makan yang disukai
Kriteria hasil : 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
1. Porsi makanan yang jenis nutrien.
dihabiskan cukup 5. Identifikasi perlunya penggunaan
meningkat. (4) selang nasogastrik.
2. Perasaan cepat kenyang 6. Monitor asupan makanan
cukup menurun. (5) 7. Monitor berat badan
3. Nyeri abdomen menurun. 8. Monitor hasil pemeriksaan
(5) laboratorium
4. Berat badan indeks Massa Terapeutik
Tubuh (IMT) membaik. (5) 1. Lakukan oral hygiene sebelum
5. Frekuensi makan membaik. makan, jika perlu.
(5) 2. Fasilitasi menentukan pedoman
6. Nafsu makan membaik. (5) diet (mis.piramida makanan)
7. Bissing usus membaik. (5) 3. Sajikan makanan secara menarik
8. Membran mukosa dan suhu yang sesuai.
membaik. (5) 4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi.
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan
jika perlu.
2.2.3.3 Risiko Syok berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit.
Tujuan (Kriteria Hasil ) Intervensi
(I.02068. Hal 285)
Tujuan : ( Pencegahan Syok)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
selama 1x7 jam diharapkan tingkat syok
menurun dengan kriteria hasil :
1. Monitor status kardiopulmonal
(frekuensi dan kekuatan nadi,
1. kekuatan nadi meningkat.(5) frekuensi napas, TD, MAP)
2. Tingkat kesadaran meningkat. 2. Monitor status oksigenasi
(5) (oksimetri nadi, AGD)
3. Akral dingin menurun (5) 3. Monitor status cairan (masukan
4. Pucat menurun (5) dan haluaran, turgor kulit, CRT)
5. Haus menurun (5) 4. Monitor tingkat kesadaran dan
6. Konfusi menurun (5) respon pupil
5. periksa riwayat alergi
Terapeutik :
1. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
2. Persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
3. Pasang jalur IV, jika perlu
4. Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine, jika perlu
5. lakukan skin test untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab/faktor risiko
syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
3. Anjurkan melapor jika
menemukan/ merasakan tanda
dan gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral.
5. Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian tranfusi
darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu
2.2.3.4 Risiko Gangguan integritas kulit/Jaringan berhubungan dengan ekskresi atau sering
BAB, perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan turgor, penurunan
imunologis.
Tujuan (Kriteria Hasil ) Intervensi
(I.11353. Hal 316)
Tujuan : ( Perawatan Integritas Kulit)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi :
selama 1x8 jam diharapkan keutuhan kulit
meningkat dengan kriteria hasil :
Identifikasi penyebab gangguan
integritas kulit (mis. perubahan
7. Elastisitas meningkat (5) sirkulasi, perubahan status nutrisi,
8. Kerusakan jaringan menurun. penurunan kelembaban, suhu
(5) lingkungan ekstrem, penurunan
9. Kerusakan lapisan kulit mobilitas)
menurun (5) Terapeutik :
10. Nyeri menurun (5) 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
11. Perdarahan menurun (5) baring.
12. Kemerahan menurun (5) 2. Lakukan pemijitan pada area
13. Suhu kulit membaik (5) penonjolan tulang, jika perlu.
3. Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama selama periode
diare
4. Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak pada kulit
kering.
5. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif
6. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Edukasi :
6. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis.lotion, serum)
7. Anjurkan minum air yang cukup
8. anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
9. Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
10. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
11. Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat berada
di luar rumah
12. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya

2.2.3.5 Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju metabolisme, penyakit.


Tujuan (Kriteria Hasil ) Intervensi
(I.15506. Hal 181 )
Tujuan : Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab
keperawatan 1x7 jam hipertermia ( mis. Dehidrasi,
diharapkan suhu tubuh terpapar lingkungan panas,
dalam rentang normal penggunaan inkubator)
2. Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil : 3. Monitor kadar elektrolit
1. Mengigigil menurun (5) 4. Monitor haluaran urine
2. Kulit merah menurun. (5) 5. Monitor komplikasi akibat
3. Pucat menurun. (5) hipertermia
4. Suhu tubuh membaik. (5) Terapeutik
5. Suhu kulit membaik. (5) 1. Sediakan lingkungan yang
6. Tekanan darah membaik.(5) dingin
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian.
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal
(mis. Selimut hipotemia atau
kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

2.2.3.6 Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (sering BAB)


Tujuan (Kriteria Hasil ) Intervensi
(I.08238. Hal 201 )
Tujuan : Observasi :
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi
keperawatan 1x7 jam frekuensi,kualitas,intensitas nyeri
diharapkan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
dan kontrol nyeri 3. Identifikasi respon nyeri secara non
verbal
meningkat
4. Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
Kriteria hasil : 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
1. Keluhan nyeri pasien men tentang nyeri
nurun. (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
2. Meringis pasien menurun. (5) 7. Monitor keberhasilan terapi
3. Skala nyeri berkurang 0-3. (5) komplementer yang sudah diberikan
4. Kegelisahan pasien menurun. (5) 8. Monitor efek samping penggunaan
5. Ketegangan otot pasien. (5) analgesic
6. Kesulitan tidur pasien menurun. Terapeutik :
(5) 4. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
7. Kemampuan menuntaskan
5. Kontrol lingkungan yang memperberat
aktivitas pasien meningkat. (5) rasa nyeri
8. TTV dalam batas normal. (5) 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
3. Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu
nyeri
4. Jelaskan strategi meredakan nyeri
5. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
6. Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
7. Anjurkan teknik nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgesic

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah tahap keempat yang merupakan tahap pelaksanaan
dari berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Dalam tahap implementasi
keperawatan, petugas kesehatan harus sudah memahami mengenai tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien. Suatu koordinasi dan kerja sama sangatlah penting untuk dijaga
dalam tahap implementasi keperawatan sehingga ketika terjadi hal yang tidak terduga, maka
petugas kesehatan akan berkoordinasi dengan petugas kesehatan yang lainnya untuk saling
bekerjasama dalam pemecahan masalah. Tahap implementasi keperawatan dilakukan untuk
melaksanakan tindakan yang telah direncanakan guna membantu mengatasi masalah yang
dialami pasien (Prabowo, 2018).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan yang
dicapai dan seberapa besar kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi, tenaga
kesehatan dapat menilai pencapaian dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini, tenaga
kesehatan akan menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan koreksi dan catatan untuk
perbaikan tindakan yang harus dilakukan (Prabowo, 2018).
Evaluasi keperawatan disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional, seperti :
a. S (Subjektif) adalah ungkapan perasaan maupun keluhan yang disampaikan pasien
b. O (Objektif) adalah pengamatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan melalui sikap
ibu ketika dan setelah dilakukan tindakan keperawatan
c. A (Assesment) adalah analisa tenaga kesehatan setelah mengetahui respon subjektif
dan objektif yang dibandingkan dengan tujuan dan kriteria hasil yang ada pada
rencana keperawatan
d. P (Planning) adalah perencanaan untuk tindakan selanjutnya yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan setelah melakukan analisa atau assesmen.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Sarpika Yena Amalia
NIM : 2018. C.10a.0985
Ruang Praktek : Ruang Keperawatan Anak
Tanggal Praktek : 03-11 juni 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 03 juni 2021, pukul 09.00 WIB
3.1 Pengkajian
I. Anamnesa
Pengkajian Tanggal 03-06-2021 Pukul 09:00
1. Identitas pasien
Nama Klien : An. Y
TTL : Palangkaraya , 13-09-2017 (18 Bulan )
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Dayak
Pendidikan :-
Alamat : Jln . Raden Saleh III
Diagnosa medis : Diare
2. Identitas penanggung jawab
Nama Klien : Ny. M
TTL : Banjarmasin 23-05-1982
Jenis kelamin : Perempuam
Agama : Islam
Suku : Dayak
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jln . Raden Saleh III
Hubungan keluarga : Ibu
3. Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan anaknya Buang Air Besar ± 6 kali sehari dengan konsistensi
feses encer bewarna kuning
4. Riwayat kesehatan :
Ibu pasien mengatakan anaknya BAB ± 6 kali sehari dengan konsistensi feses encer
bewarna kuning, BAK ± 2 kali sehari warna kuning pekat yang di alami sejak 1
hari yang lalu, diselingi muntah-muntah 2 kali sejak 1 hari yang lalu, nafsu makan
klien menurun. Kemudian pasien langsung dibawa keluarga ke Puskesmas Menteng
dan langsung diberikan penanganan.
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dibawa ke puskesmas
Riwayat kesehatan lalu
1) Riwayat prenatal : selalu rutin mengecek kehamilan
2) Riwayat natal : Tempat melahirkan di RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
Lama dan jenis persalinan Ibu mengatakan persalinannya lama. Sehingga
dilakukan dengan cara operasi caesar
3) Riwayat postnatal : bayi lahir secara normal dengan BB ; 2800 g
TB: 45cm , Lahir spontan dan diberikan asi.
4) Penyakit sebelumnya : Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang
berat dan hanya pernah mengalami panas / demam.
5) Imunisasi
Jenis BCG DPT Polio campak Hepatitis TT

Usia 1 bln 2 bln 2,3,4 9 bln < 7 hari 3 bln


bln

b. Riwayat kesehatan keluarga


Orang tua pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga
c. Susunan genogram 3 (tiga) generasi

C C
KETERANGAN:

= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Garis Keturunan

= Tinggal serumah

= Klien ( An. Y)
II. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum :
Pasien tampak terbaring lemah di tempat tidur,tampak cerewet dan rewel, kesadaran
compos mentis, dan S: 38,6 ºC.
2. Tanda vital
Suhu : 38,6 ˚C
Respirasi : 18 x/mnt
Keluhan lainnya :
Masalah keperawatan : Hipertemia
3. Kepala dan wajah
a. Ubun-ubun
Menutup (  ) Ya ( ) Tidak
Keadaan ( ) cembung (  ) cekung ( ) lain,lain…
Kelainan ( - ) Hidrocefalus ( - ) Microcephalus
Lain-lain tidak ada

b. Rambut
Warna : Hitam
Keadaan : Rontok ( ) Ya (  ) Tidak
Mudah dicabut ( ) Ya (  ) Tidak
Kusam ( ) Ya (  ) Tidak
Lain-lain tidak ada
c. Kepala
Keadaan kulit kepala : Bersih tidak ada lesi
Peradangan/benjolan : ( - ) Ada, sebutkan…………………
( - ) Tidak………………………….
Lain-lain : tidak ada
d. Mata
Bentuk : (  ) simetris ( ) tidak
Conjungtiva : Merah muda
Skelera : Putih
Reflek pupil : Isokor
Oedem Palpebra : ( ) Ya ( ) tidak
Ketajaman penglihatan : baik
Lain-lain : tidak ada
e. Telinga
Bentuk : (  ) Simetris( ) tidak
Serumen/secret : ( ) Ada (  ) tidak
Peradangan : ( ) Ada (  ) tidak
Ketajaman pendengaran : baik
Lain-lain : tidak ada
f. Hidung
Bentuk : (  ) Simetris ( ) tidak
Serumen/secret : ( ) Ada () tidak
Pasase udara :() ( ) tidak
Fungsi penciuman : …………………………
Lain-lain :
g. Mulut
Bibir : intak ( ) ya (  ) tidak
Stanosis ( ) ya (  ) tidak
Keadaan ( ) kering ( ) lembab
Palatum : ( ) keras (  ) lunak
h. Gigi
Carries : (-) ya, sebutkan…............ () tidak
Jumlah gigi : 13. 3 atas 10 bawah
Lain-lain : tidak ada.
4. Leher dan tengorokan
Bentuk : simetris
Reflek menelan : baik, tidak ada masalah saat menelan
Pembesaran tonsil : tidak ada pembesaran
Pembesaran vena jugularis: tidak ada pembesaran
Benjolan : tidak ada benjolan
Peradangan : tidak ada peradangan
Lain-lain : tidak ada
5. Dada
Bentuk : ( ) simetris ( ) tidak
Retraksi dada : ( ) ada ( ) tidak
Bunyi nafas : vesikuler
Tipe pernafasan : dada dan perut
Bunyi jantung : normal (lup-dup) s1-s2
Iktus cordis : tidak ada iktus cordis
Bunyi tambahan : tidak ada
Nyeri dada : tidak ada nyeri
Keadaan payudara : simetris
Lain-lain : tidak ada
6. Punggung
Bentuk : ( ) simetris ( ) tidak
Peradangan : ( - ) ada, sebutkan………….
Benjolan : ( - ) ada, sebutkan…………
Lain-lain : ……………………………
7. Abdomen
Bentuk : ( ) simetris ( ) tidak
Bising usus : 30x menit (meningkat)
Asites : ( ) ada (  ) tidak
Massa : (- ) ada, sebutkan……..
Hepatomegali : ( ) ada (  ) tidak
Spenomegali : ( ) ada (  ) tidak
Nyeri : ( ) ada, sebutkan………………….
Lain-lain : …………………………………….
8. Ektremitas
Pergerakan/ tonus otot :
Oedem : ( ) ada, sebutkan………… ( ) tidak
Sianosis : ( ) ada, sebutkan………… ( ) tidak
Clubbing finger : ( ) ada ( ) tidak
Keadaan kulit/turgor :
Lain-lain :
Keluhan lainnya :
9. Genetalia
a. Laki-laki
Kebersihan :…………………
Keadaan testis : ( ) lengkap ( ) tidak
Hipospadia : ( ) ada ( ) tidak
Epispadia : ( ) ada ( ) tidak
Lain-lain : tidak ada
b. Perempuan
Kebersihan : Bersih
Keadaan labia : (  ) lengkap ( ) tidak
Peradangan/ benjolan: …………………………
Menorhage :Usia………………….
Siklus………………..
Lain-lain : ………………………….
III. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1. Gizi : 2n+8 = (2x 1,6)+8= 11,2 kg (Kemandirian
dalam bergaul : baik dapat bergaul dengan temannya
2. Motorik halus : Ambil manik-manik ditunjukkan
3. Motorik kasar : kemampuan Berlari
4. Kognitif dan bahasa : 2 Kata
5. Psikososial : malu dan ragu – ragu
IV. Pola Aktifitas sehari-hari
No Pola kebiasaan Sebelum sakit Saat sakit

1 Nutrisi
a. Frekuensi 3 x sehari 2 x sehari
b. Nafsu 1 porsi habis 1 porsi tidak habis
makan/selera
c. Jenis makanan Nasi. Lauk pauk Bubur , lauk pauk

2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 3 x sehari 6x sehari
Konsistensi lunak
Encer
b. BAK
Frekuensi 3 x sehari menggunakan
± 2 x sehari
Konsistensi Popok
menggunakan
Popok
3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam 1-3 jam 1 jam
b. Malam/ jam 8 jam 6 jam

4 Personal hygiene
a. Mandi 3 x sehari Dilap dengan tissue
b. Oral hygiene basah 1 x sehari
Keluhan lainnya : tidak ada keluhan lainya
Masalah keperawatan : Resiko defisit nutrisi dan Diare

V. Data penunjang
Parameter Result unit Ref range
Wbc 8.55 x 10/Ul 4-00-12.00
Rbc 4.50 x 10.6/Ul 3-50 – 5.20
Hgbl 11.4 g/dl 12.0-16.0
Plt l 236x10.3 ul 150-400
PaO2 70 mmHg 75-100

VI. Penatalaksanaan Medis

Nama Obat Dosis Obat Rute Indikasi


Paracetamol 3x1 Tablet Oral Untuk meredakan gejala nyeri dan
demam
Zinc 1x10 mg Oral Untuk mengganti cairan tubuh dan
mencegah dehidrasi pada anak

Oralit 1/5 Gelas Oral Larutan rehidrasi oral untuk


mencegah dehidrasi akibat diare

Palangka Raya, 03 Juni 2021

Sarpika Yena Amalia

ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN DATA MASALAH
PENYEBAB
OBYEKTIF
DS : Virus, Parasit, Bakteri, Diare
Ibu pasien mengatakan
Mikroorganisme
anaknya BAB ± 6 kali
sehari dengan
konsistensi feses encer Infeksi pada sel
bewarna kuning sejak 1
hari yang lalu . Berkembang diusus
DO :
- Tampak pasien Hipersekresi air dan elektrolit
lemah
- Tampak nafsu
makan pasien Isi rongga usus berlebihan
menurun
- peristaltik 30
x/menit Diare
- Saat di
auskultasi bising
usus hiperaktif
- Membran
mukosa
kering
Diare
- Suhu : 38,6˚C 
Frekuensi BAB meningkat
DS :
Ibu pasien mengatakan
anaknya sering Hilang cairan dan elektrolit
mengeluh haus berlebihan
DO :
- Tampak pasien
lemah Gangguan kesimbangan cairan Hipovolemia
- Tampak dan elektrolit
mata
pasien Dehidrasi
merah
dan Hipovolemia
cekung
- Membran
mukosa
kering
- Tampak
pasien
pucat,
- turgor
kulit
menurun
- akral
teraba
dingin
- Suhu : 38,6 ˚C

DS :
Ibu pasien mengatakan distensi abdomen
anaknya muntah-
muntah sebanyak 3 kali. Risiko Defisit Nutrisi
DO : mual muntah
- Tampak mata
pasien cekung
dan merah
- Membran nafsu makan menurun
mukosa pucat
- Penurunan berat
badan
BB sebelum Defisit nutrisi
sakit 11, 2kg
BB sesudah
sakit 11 kg
- Nadi teraba
lemah
- Makanan
Bubur saring
TTV
- Suhu : 38,6 ˚C

DS : Dehidrasi
Ibu pasien mengatakan
anaknya mengalami Hipertermia
demam Laju metabolisme
DO :
- Tampak pasien
lemah Suhu tubuh dan demam
- Tampak kulit meningkat
pasien merah
- Saat di sentuh
kulit pasien
terasa hangat Hipertermia
TTV
- Suhu : 38,6 ˚C

PRIORITAS MASALAH

1. Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi di usus ditandai


dengan pasien BAB ± 6 kali sehari dengan konsistensi feses encer bewarna
kuning, Tampak pasien lemah, nafsu makan pasien menurun, peristaltik 24
x/menit, saat di auskultasi bising usus hiperaktif, membran mukosa kering,
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
pasien sering mengeluh haus, pasien lemah, mata pasien merah dan cekung
membran mukosa kering, pasien pucat, turgor kulit menurun, CRT
kembali < 2 detik, akral dingin,
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan diare kurangnya asupan makanan
ditandai dengan pasien muntah-muntah sebanyak 3 kali, tampak mata
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An.Y
Ruang Rawat : Poli Anak

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Diare berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Mengidentifikasi penyebab diare (mis.inflamasi 1. Untuk mengetahui penyebab diare yang
dengan proses infeksi, keperawatan selama 1x7 jam gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, iritasi terjadi
inflamasi di usus ditandai diharapkan diare pada pasien gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, 2. Untuk mengetahui warna, frekuensi dan
teratasi ansietas, stres, efek obat-obatan, pemberian konsistensi tinja
dengan pasien BAB ± 6
Kriteria Hasil : botol susu 3. Untuk mengetahui tanda dan gejala
kali sehari dengan 1. Distensi abdomen 2. Memonitor warna, volume, frekuensi, dan hipovolemia
konsistensi feses encer menurun (5) konsistensi tinja 4. Untuk mengetahui jumlah peng eluaran
bewarna kuning, Tampak 2. Konsistensi feses 3. Memonitor tanda dan gejala hipovolemia (mis. BAB dan BAK
pasien lemah, nafsu membaik (5) Takikardia, nadi terasa lemah, tekanan darah, 5. Untuk mempertahankan cairan
makan pasien menurun, 3. Frekuensi defekasi turgor kulit menurun, mukosa mulut kering, 6. untuk memberikan hidrasi cairan tubuh
peristaltik 24 x/menit, saat membaik (5) CRT melambat, BB menurun) secara parenteral
4. Peristaltik usus membaik 4. Memonitor jumlah pengeluaran diare 7. Untuk menjaga asupan makanan yang
di auskultasi bising usus
(5) 5. Memberikan asupan cairan oral (mis. larutan diperlukan tubuh
hiperaktif, membran garam gula,oralit, ) 8. Terapi obat
mukosa kering, TTV 6. Memberikan cairan intravena (mis. ringer
Tekanan darah = 110/70 asetat, ringer laktat)
mmhg, Nadi = 88 x/mnt, 7. Menganjurkan makanan porsi kecil dan sering
Suhu = 38,6 ˚, Respirasi : secara bertahap
18 x/mnt 8. Kolaborasi pemberian obat

2. Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. 1. Untuk mengetahui tanda dan gejala
dengan kehilangan cairan keperawatan selama 1x7 jam frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, hipovolemia
aktif ditandai dengan diharapkan kesimbangan tekanan darah menurun, tekanan nadi 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pasien
cairan di dalam tubuh pasien menyempit, turgor kulit menurun, membrane untuk mengatur kesimbangan cairan
pasien sering mengeluh
haus, pasien lemah, mata terpenuhi mukosa kering) 3. Untuk mengetahui cairan yang diperlukan
pasien merah dan cekung Kriteria Hasil: 2. Memonitor intake dan ouput cairan tubuh
membran mukosa kering, 1. kekuatan nadi meningkat. 3. Hitung kebutuhan cairan 4. Agar tidak mengalami dehidrasi
(5) 4. anjurkan memperbanyak asupan cairan oral 5. Terapi cairan untuk memenuhi kesimbangan
pasien pucat, turgor kulit
5. Kolaborasi pemberian cairan. cairan yang diperlukan.
menurun, CRT kembali < 2. Turgor kulit meningkat.
2 detik, akral dingin, TTV (5)
Tekanan darah = 110/70 3. ouput urine meningkat.
mmhg, Nadi = 88 x/mnt, (5)
Suhu = 38,9 ˚, Respirasi : 4. berat badan meningkat.
18 x/mnt (1)
5. Perasaan lemah menurun.
(5)
6. keluhan haus menurun.
(5)
7. Frekuensi nadi membaik
(5)
8. Tekanan darah membaik
(5)
9. Tekanan nadi membaik
(5)
10.Membran mukosa
membaik (5)

3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan


berhubungan dengan diare keperawatan 1x7 jam 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui status nutrisi pada pasien
kurangnya asupan diharapkan status nutrisi 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient 2. Untuk mengetahui kebutuhan kalori dan
makanan ditandai dengan terpenuhi 3. Monitor berat badan nutrisi yang di perlukan pasien
pasien muntah-muntah Kriteria Hasil : 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 3. Untuk menilai keadaan dehidrasi dan sebagai
sebanyak 3 kali, tampak 1. Porsi makanan yang 5. Fasilitasi menentukan pedoman diet indikator kebutuhan nutrisi yang adekuat.
mata pasien cekung dan dihabiskan Cukup (mis.piramida makanan) 4. Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi
meningkat. (4) 6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan organ, mengidentifikasikan kebutuhan
merah, membran mukosa
2. Perasaan cepat kenyang jumlah kalori dan jenis nutrient yang pengganti
pucat, penurunan berat dibutuhkan, jika perlu 5. Untuk mengetahui pedoman diet dengan
cukup menurun. (5)
badan, BB sebelum sakit, 3. Nyeri abdomen menurun. menggunakan piramida makanan
BB sesudah sakit, Diit (5)
Bubur saring, TTV 4. Berat badan indeks Massa 6. Untuk mengetahui dan menentukan jumlah
Tekanan darah = 110/70 Tubuh (IMT) membaik. kalori dan jenis nutrient yang diperlukan.
mmhg, Nadi = 88 x/mnt, (5)
Suhu = 38,9 ˚, Respirasi : 5. Frekuensi makan
membaik. (5)
18 x/mnt
6. Nafsu makan membaik.
(5)
7. Bissing usus membaik.
(5)
8. Membran mukosa
membaik. (5)

4. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan


dengan dehidrasi proses keperawatan 1x7 jam
penyakit ditandai dengan diharapkan suhu tubuh dalam 1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Mengetahui penyebab peningkatan suhu tubuh
pasien mengalami demam, rentang normal 2. Monitor suhu tubuh pasien
3. Monitor haluaran urine 2. Untuk mengetahui kenaikan suhu tubuh secara
tampak pasien lemah, Kriteria hasil : 4. Longgarkan atau lepaskan pakaian tiba-tiba.
tampak kulit pasien merah 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika 3. Untuk mengetahui dan mengukur asupan
saat di sentuh, kulit pasien 1. Kulit merah menurun. mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih) cairan dan haluaran urine
(5) 6. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
terasa hangat, TTV 4. Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian
2. Pucat menurun. (5) 7. Anjurkan tirah baring
Tekanan darah = 110/70 8. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit yang ketat.
mmhg, Nadi = 88 x/mnt, 3. Suhu tubuh membaik.
intravena, jika perlu
(5) 5. Untuk tetap memberikan lingkungan yang
Suhu = 38,9 ˚, Respirasi :
4. Suhu kulit membaik. bersih, tenang dan nyaman dan juga untuk
18 x/mnt menghindari hal yang dapat mengiritasi kulit
(5)
5. Tekanan darah 6. Pemberian antipiretik atau aspirin, kecuali
membaik.(5) dalam keadaan demam tinggi dan sesuai resep
dan anjuran dokter, karena dapat
menimbulkan reaksi alergi pada kulit dan
menyebakan gangguan pada liver jika
digunakan jangka panjang
7. Istirahat menurunkan mobilitas usus juga
menurunkan laju metabolisme dan infeksi.
8. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tinggi

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
Kamis, 03/06/2021 1. Mengidentifikasi penyebab diare (mis. inflamasi S : Ibu pasien mengatakan anak mulai berkurang
09.00 WIB gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, iritasi mengalami diare BAB ± 4 kali sehari dengan
Dignosa 1 gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, ansietas, konsistensi feses encer bewarna kuning
stres, efek obat-obatan, pemberian botol susu
2. Memonitor warna, volume, frekuensi, dan O:
konsistensi tinja
- Distensi abdomen cukup menurun (4)
3. Memonitor tanda dan gejala hipovolemia (mis.
- Konsistensi feses sedang (3)
Takikardia, nadi terasa lemah, tekanan darah, turgor
- Frekuensi defekasi sedang (3)
kulit menurun, mukosa mulut kering, CRT
- Peristaltik usus membaik (5)
melambat, BB menurun)
A : Masalah teratasi sebagian
4. Memonitor jumlah pengeluaran diare
5. Memberikan asupan cairan oral larutan garam P : Lanjutkan intervensi 2,4,5,6,7
gula,oralit. Sarpika Yena
6. Mengajurkan makanan porsi kecil dan sering secara 1. Memonitor warna, volume, frekuensi, dan Amalia
bertahap konsistensi tinja
7. Berkolaborasi pemberian obat Zinc 1x10 mg 2. Memonitor jumlah pengeluaran diare
3. Memberikan asupan cairan oral larutan garam
gula,oralit.
4. Mengajurkan makanan porsi kecil dan sering secara
bertahap
5. Berkolaborasi pemberian obat Zinc 1x10 mg

Kamis, 03/06/2021 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. S : Ibu pasien mengatakan anaknya keluhan merasa haus
12.00 WIB frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan mulai menurun
Diagnose 2 darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit O :
menurun, membrane mukosa kering, volume urin
- kekuatan nadi cukup meningkat . (4)
menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
- Turgor kulit cukup meningkat . (4)
2. Memonitor intake dan ouput cairan
- ouput urine meningkat. (5)
3. Mengitung kebutuhan cairan
- berat badan meningkat. (1)
4. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Perasaan lemah menurun. (5)
seperti oralit atau larutan garam
- keluhan haus menurun. (5)
5. Berkolaborasi pemberian cairan oralit
- Frekuensi nadi membaik (5) Sarpika Yena
- Tekanan darah membaik (5) Amalia
- Tekanan nadi membaik (5)
- Membran mukosa sedang (3)
A : Masalah Teratasi Sebagian
P : Intervensi dilanjutkan 2,3,4,5
2. Memonitor intake dan ouput cairan
3. Mengitung kebutuhan cairan
4. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral
seperti oralit atau larutan garam
1. Mengidentifikasi status nutrisi 5. Berkolaborasi pemberian cairan oralit
Kamis, 03/06/2021 2. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
12.00 WIB 3. Memonitor berat badan S : Ibu pasien mengatakan muntah yang dialami anaknya
Diagnose 3 4. Memfasilitasi menentukan pedoman diet (mis.piramida
anaknya mulai berkurang.
makanan Bubur Saring
5. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan O :
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan
- Porsi makanan yang dihabiskan Cukup meningkat.
(4)
- Perasaan cepat kenyang cukup menurun. (5)
- Nyeri abdomen menurun. (5)
- Berat badan indeks Massa Tubuh (IMT) membaik. Sarpika Yena
(5) Amalia
- Frekuensi makan membaik. (5)
- Nafsu makan membaik. (5)
- Bissing usus membaik. (5)
- Membran mukosa membaik. (5)

A : Masalah Teratasi
P : Intervensi dihentikan

1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia


S : Ibu pasien mengatakan demam yang dialami anaknya
Kamis, 03/06/2021 2. Memonitor suhu tubuh
14.00 WIB 3. Memonitor haluaran urine mulai menurun
4. Melonggarkan pakaian atau menggunakan pakaian
Diagnose 4 yang lebih tipis O:
5. Menghindari pemberian antipiretik atau aspirin - Kulit merah cukup menurun. (4)
6. Menganjurkan melakukan pendinginan eksternal - Pucat cukup menurun. (4)
misalkan kompres dingin pada dahi dan aksilla
- Suhu tubuh sedang. (3)
7. Berkolaborasi pemberian obat paracetamol
- Suhu kulit sedang. (3)
- Tekanan darah membaik.(5)
A : Masalah Teratasi sebagian Sarpika Yena
P : Intervensi dilanjutkan 2,4,5,6 Amalia
2. Memonitor suhu tubuh
3. Melonggarkan pakaian atau menggunakan pakaian
yang lebih tipis
4. Menghindari pemberian antipiretik atau aspirin
5. Melakukan pendinginan eksternal misalkan kompres
dingin pada dahi dan aksilla
6. Berkolaborasi pemberian obat paracetom
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi
BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila BAB sudah lebih dari 3 kali sehari
buang air besar, dan sedangkan neonatus dikatakan diare jika sudah buang air besar sebanyak
lebih dari 4 kali dalam sehari. (Lia dewi, 2014). Dari beberapa definisi di atas maka penulis
menyimpulkan definisi diare adalah adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan
konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut
berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi selama ≥ 14 hari.
Berdasarkan laporan kasus diatas maka penulis menyimpulkan beberapa hal :
Pengkajian pada An.Y dengan diagnose Diare dengan pengkajian kondisi
pasien,perkembangan kesembuhan pasien, pengetahuan keluarga pasien mengenai penyakit
nya. Diagnosa keperawatan yang muncul pada laporan kasus ini ada empat,yaitu
Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi di usus ditandai dengan pasien BAB ± 4
kali sehari dengan konsistensi feses encer bewarna kuning, Tampak pasien lemah, nafsu
makan pasien menurun, peristaltik 24 x/menit, saat di auskultasi bising usus hiperaktif,
membran mukosa kering, TTV Tekanan darah = 110/70 mmhg, Nadi = 88 x/mnt, Suhu =
38,9 ˚, Respirasi : 18 x/mnt, Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan pasien sering mengeluh haus, pasien lemah, mata pasien merah dan cekung
membran mukosa kering, pasien pucat, turgor kulit menurun, CRT kembali < 2 detik, akral
dingin, TTV Tekanan darah = 110/70 mmhg, Nadi = 88 x/mnt, Suhu = 38,9 ˚, Respirasi : 18
x/mnt, Defisit Nutrisi berhubungan dengan diare kurangnya asupan makanan ditandai dengan
pasien muntah-muntah sebanyak 3 kali, tampak mata pasien cekung dan merah, membran
mukosa pucat, penurunan berat badan, BB sebelum sakit, BB sesudah sakit, Diit Bubur
saring, TTV Tekanan darah = 110/70 mmhg, Nadi = 88 x/mnt, Suhu = 38,9 ˚, Respirasi : 18
x/mnt, Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi proses penyakit ditandai dengan pasien
mengalami demam, tampak pasien lemah, tampak kulit pasien merah saat di sentuh, kulit
pasien terasa hangat, TTV Tekanan darah = 110/70 mmhg, Nadi = 88 x/mnt, Suhu = 38,9 ˚,
Respirasi : 18 x/mnt

Dalam perencanaan keperawatan pada laporan asuhan keperawatan pada pasien dengan
dilakukan.diare Mengidentifikasi penyebab diare (mis. inflamasi gastrointestinal, iritasi
gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, ansietas, stres, efek obat-
obatan, pemberian botol susu, Memonitor warna, volume, frekuensi, dan
Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah keperawatan
yang muncul pada kasus ini. Fasilitas yang berada di ruangan mendukung penulis dalam
melakukan tindakan-tindakan kepada pasien. Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir
dari proses keperawatan
4.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik terhadap
penderita Diare . Oleh karena itu, perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik
dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun
keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.
Daftar Pustaka
Ackley, B. J., Ladwig, G.B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis Handbook, An
Evidence-Based Guide to Planning Care. 11th Ed. St. Louis : Elsevier
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2015). Kozier & Erb’s Fundamentals Of Nursing :
Concept, Process, and Practice. 10th Ed. USA : Pearson Education Inc
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals Of Nursing :
Concept, Process, and Practice. 10th Ed. USA : Pearson Education.
Bostick, J. E., Riggs, C.J., & Rantz, M. J. (2003). Quality Measurement in Nursing : An
Update of Where We are Now. J Nurs Care Qual. 18(2): 94-104
Delaune & Ladner (2011). Fundamental of nursing, standard and practices (4 th ed.). USA :
Delmar, Cengage Learning.
Potter & Perry. (2013). Fundamentals Of Nursing. 8th Ed. St. Louis, Missouri : Mosby
Elsevier
Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.Jakarta:
SalembaMedika.
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan:Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional.Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Perry, P. &. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi7.Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
DIARE

DI SUSUN OLEH:
Sarpika Yena Amalia
2018.C.10a.0985

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN TAHUN
AJARAN 2020/2021

LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
1. Topik

Pendidikan kesehatan tentang Diare pada An. Y dan Keluarga dengan diagnosa Diare
2. Sasaran
An. Y dan keluarga di Ruang Anak Di Puskesmas Menteng Palangka raya

3. Tujuan
 Tujuan umum
adapun tujuan umum dari pendidikan kesehatan tentang Diare adalah :
setelah dilakukan pendidikan kesehatan diharapkan keluarga pasien An. Y di Ruang
Anak Puskesmas Menteng Palangka Raya. Dapat mengetahui tentang apa itu Diare
untuk mengurangi rasa cemas keluarga.
 Tujuan khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 25 menit diharapkan keluarga pasien
An. Y di Ruang Anak Puskesmas Menteng Palangka Raya Dapat mengetahui dan
menerapkan :
1) Untuk mengetahui apa itu penyakit Diare
2) Untuk Mengetahui bagaimana penanganan Diare
4. Materi
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 25 menit diharapkan keluarga dan
pasien An. Y di Ruang Anak Puskesmas Menteng Palangka Raya dapat mengetahui
tentang :
1). Penyakit Diare
2). Penanganan Diare
5. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan tentang Diare
1. Ceramah
Ceramah adalah pesan yang bertujuan memberikan nasehat dan petunjuk-petunjuk
sementara ada audiens yang bertindak sebagai pendengar
2. Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lalu memberikan jawaban ataupun sebaliknya.

6. Media
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan tentang
meliputi:
1). Leaflet
Leaflet merupakan bentuk publikasi singkat dalam bentuk selembaran yang berisi
informasi mengenai suatu hal atau peristiwa.
7. Waktu Pelaksanaan
1) Hari/tanggal : 11 Juni 2021
2) Pukul : 09.00 S/d selesai
3) Alokasi waktu : 25 menit

No Waktu Kegiatan Kegiatan peserta Metode


1 5 menit Pembukaan : 1. Menyimak 1. Ceramah
2. Menjawab
1. Membuka
kegiatan dengan pertanyaan
mengucapkan
salam
2. Menjelaskan latar
belakang dan
memperkenalkan
diri
3. Berkenalan
dengan keluarga
pasien
4. Menjelaskan
tujuan diberikan
pendidikan
kesehatan

2 10 Pelaksanaa 1. memperhatikan 1. ceramah


menit
1. Penyaji
menjelaskan
materi yang
sesuai dengan
SAP
3 5 menit Evaluasi 1. menjawab 1. Tanya
pertanyaan jawab
1. memperhatikan
pertanyaan sekilas
yang berkaitan
dengan materi
yang telah
dijelaskan
4 5 menit Terminasi 1. Mendengarkan 1. Ceramah
2. Menjawab 2. Tanya
1. Membagikan jawab
leaflet
2. Menutup kegiatan
dengan
mengucapkan
salam penutup

8. Tugas pengorganisasian
1) Moderator : Sarpika Yena Amalia
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin sidang (rapat,
diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau pendiskusian masalah.
Tugas :
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2) Penyaji : Sarpika Yena Amalia
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan memberitahukan kepada
moderator agar moderator dapat memberi arahan selanjutnya kepada peserta-peserta
diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Mengucapkan salam penutup
3) Fasilitator : Sarpika Yena Amalia
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang didemonstrasikan.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan
4. Membagikan konsumsi
4) Dokumentator : Sarpika Yena Amalia
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang berkaitan
dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan dokumen pada saat kegiatan
berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan kesehatan.
5) Notulen : Sarpika Yena Amalia
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan, seminar,
diskusi, yang dimulai dari awal sampai akhir acara.Ditulis oleh seorang Notulis yang
mencatat seperti mencatat hal-hal penting, dan mencatat segala pertanyaan dari peserta
kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan penyuluhan.
6) Simulator : Sarpika Yena Amalia
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang didemonstrasikan.
Tugas :
1. Menyajikan cerita pendek

Denah Pelaksanaan

Setting Tempat:
Keterangan:

: Moderator dan Penyaji

: Fasilitator

: Peserta

: Notulen
Materi Penyuluhan
1.1 Pengertian
Diare adalah suatu kondisi buang air besar yang tidak normal dimana buang air besar
>3 kali dalam sehari dengan konsistensi feses yang encer/cair dapat disertai atau tanpa
disertai dengan darah atau lender yang merupakan akibat dari terjadinya proses implamasi
pada lambung atau usus (Wijayaningsih, 2014).
Diare adalah sebuah penyakit dimana penderita mengalami rangsangan buang air
besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan.
Di dunia diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh
lebih dari 1,5 juta orang pertahun. Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus
tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan
makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus
umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit
atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam-jiwa
bila tanpa perawatan (Wijayaningsih, 2015).
Dari beberapa definisi di atas maka penulis menyimpulkan definisi diare adalah
adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan
frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare
persisten terjadi selama ≥ 14 hari.
1.2 Etiologi
Menurut Haroen N. S, Suraatmaja dan P. O Asnil dalam Wijayaningsih (2013)
ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu
sebagai berikut:
a . Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:

3. Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen seperti shigella, salmonella,

golongan vib-rio, E. Coli, clostridium perfarings, B. Cereus, stapylococus aureus,


comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia dari makanan

(misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalu asam), gangguan psikis

(ketakuatan, gugup), gangguan saraf, alergi, hawa dingin dan sebagainya.

4. Defisiensi imun terutama SIGA (secretory imonolbulin A) yang

mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri atau flata usus dan jamur

terutama canalida.

b. Diare osmotik (osmotic diarrhea) disebabkan oleh:

4. Malabsorbsi makanan: karbohidrat, protein, lemak (LCT), vitamin dan mineral.

5. Kurang kalori protein.

6. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir

Sedangkan menurut Ngastiyah dalam (Wijayaningsih, 2013), penyebab dari diare

dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:

a. Faktor infeksi

2. Infeksi enternal

Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus

(enteovirus, poliomyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dan

lain-lain, dan infeksi parasite: cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides), protozoa

(Entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas humonis), jamur (canida albicous).

Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti Otitis Media Akut

(OMA), Tonsillitis atau Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya.

Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah dua tahun.

b. Faktor malabsorbsi

4) Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) dan monosakarida

(intoleransi glukkosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak serta bayi yang paling

berbahaya adalah intoleransi laktosa.

5) Protein.
6) Lemak.

e. Faktor makanan, misalnya makanan basi, beracun, serta alergi.

f. Faktor psikologis

1.3 Manifestasi Klinis


Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram perut, muntah,
demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi bakteri invasif akan mengalami
demam tinggi, nyeri kepala, kejangkejang, mencret berdarah dan berlendir (Wijoyo, 2013).

Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-mula akan cengeng,
gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair, mungkin disertai lendir
dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu.
Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika
anak telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam basa
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia, hipovolemia. Gejala dari
dehidrasi yang tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung, mukosa bibir kering.

1.4 Penatalaksanaan Medis


1.4.1 Penggantian cairan dan elektrolit
Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan
elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, yang harus dilakukan
pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat membahayakan jiwa
yang memerlukan hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5
gram natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram kalium klorida, dan 20
gram glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket yang
mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan
rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½
sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1
cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut
sebanyak mungkin sejak merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intravena diperlukan,
dapat diberikan cairan normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer laktat,
suplemen kalium diberikan sesuai panduan kimia darah.
1.4.1.1 Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. 2
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti demam,
feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa.
1.4.1.2 Obat anti-diare
1. Kelompok anti-sekresi selektif
Terobosan terbaru milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sebagai penghambat enzim enkephalinase, sehingga enkephalin
dapat bekerja normal kembali. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi
elektrolit, sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan. Hidrasec sebagai
generasi pertama jenis obat baru anti-diare dapat pula digunakan dan lebih aman
pada anak.
2. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid hcl, serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari,
loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan benar
cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Obat ini tidak
dianjurkan pada diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri.
3. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau
toksin. Melalui efek tersebut, sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-
zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit. (Amin, 2015)
Y
Sarpika Yena Amalia
13 September 2019
03 Juni 2021

Anda mungkin juga menyukai