Anda di halaman 1dari 4

Akulturasi Budaya

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kemajemukan suku, adat istiadat, agama dan
kepercayaan yang membentang dari ujung barat Sabang sampai ujung timur Merauke. Ribuan
pulau yang tersebar di wilayah teritorial Indonesia dihuni oleh kurang lebih 260 juta jiwa dengan
keanekaragaman corak kehidupan sosial dan budaya yang ada di dalamnya. Dengan semboyan
“Bhinneka Tunggal Ika” yang bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu, maka masyarakat
Indonesia tetap hidup berdampingan secara dinamis.

Dalam kehidupan sosial budaya yang harmonis, masing-masing ragam budaya dengan berbagai
bentuk karya seninya senantiasa menjaga kelestariannya masing-masing melalui berbagai bentuk
kegiatan pelestarian dan pengembangan. Sebagai produk kehidupan peradaban masyarakat
berbudaya, beberapa kesenian yang hidup di Indonesia tidak hanya bertahan dengan baik, namun
telah mengalami perkembangan. Perkembangan yang terjadi pada kesenian tersebut merupakan
salah satu dampak dari keterbukaan masyarakat Indonesia terhadap geliat kehidupan masyarakat
sekitar baik dalam lingkup regional maupun internasional. Dengan kekayaan kesenian tradisional
dan basic seni budaya yang kuat, maka masyarakat Indonesia memiliki banyak alternatif
pengembangan kesenian tradisi yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Yogyakarta merupakan salah satu daerah dengan sifat keterbukaan dan filtrasi yang bijak
terhadap dampak interaksi budaya lokal dengan budaya luar. Bagi masyarakat Yogyakarta
pengaruh imperialisme barat yang singgah selama kurang lebih 350 tahun tidak selamanya
disikapi sebagai hal negatif namun menjadi secara positif sebagai pelengkap keistimewaan
Yogyakarta sebagai kota pelajar dan budaya. Beberapa karya klasik istana Kasultanan
Yogyakarta yang bernilai estetik tinggi, lahir dari hasil interaksi positif kesenian Jawa terhadap
pengaruh kebudayaan barat. Masuknya instrumen barat seperti brass, snare drum, strings yang
berpadu dengan musik tradisional gamelan dalam beberapa bentuk kesenian istana Kasultanan
Yogyakarta merupakan salah satu wujud kongkrit akulturasi barat dan timur yang sudah ada
semenjak dulu dan sampai saat ini masih bertahan dan mengalami regenerasi secara turun
temurun.
Karawitan dan Tari, adalah dua bidang yang saya rasa diminati hingga saat ini. Semakin dalam
mempelajari dua seni tradisional ini, maka akan semakin banyak pula pertanyaan, rasa ingin tahu
bahkan rasa memiliki yang begitu besar. Rasa tanggung jawab-pun lalu muncul secara alami
yang kemudian merangsang beberapa ide pelestarian dan pengembangan kesenian tradisional
agar senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat Yogyakarta sekarang dan seterusnya.
Yogyakarta yang dikenal sebagai miniatur Indonesia dihuni tak hanya pribumi Jawa. Yogyakarta
juga dihuni oleh beberapa pendatang yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia dengan
segala motivasi diantaranya belajar atau menuntut ilmu di kota pelajar ini. Hal ini tentu saja
menciptakan kehidupan yang dinamis terhadap interaksi multikultural di Yogyakarta. Pertemuan
beberapa budaya ini memberikan pengaruh terhadap kehidupan kesenian tradisional di
Yogyakarta yang cenderung terbuka terhadap pengaruh budaya luar.

Seiring dengan kemajuan zaman, Yogyakarta menjadi habitat yang luwes bagi proses interaksi
budaya lokal dengan budaya luar. Tidak hanya didalam lingkup istana. Akulturasi budaya makin
marak dengan globalisasi zaman yang semakin memberikan keleluasaan interaksi tanpa batas.
Seni tradisi istana dan kerakyatan berkembang seiring perkembangan zaman, hidup
berdampingan pada poros masing-masing sehingga keberadaannya saling melengkapi harmoni
modernitas kehidupan kesenian tradisional di Yogyakarta khususnya, dan Indonesia pada
umumnya.

Zaman berkembang, trend berubah, dan selera juga secara otomatis akan mengalami pergeseran.
Perubahan ini adalah hal yang tak terbendung dan tidak mungkin dilawan secara radikal untuk
membuat seni tradisional bertahan. Apalagi mengingat pentingnya menjaga kontinyuitas
kehidupan seni tradisional dalam kehidupan generasi penerus seiring perkembangan zaman yang
semakin membawa mereka pada kompleksitas budaya modern.

Mengenalkan tradisi tidak selalu dimulai dari basic. Memahami apa yang menjadi kegemaran
atau selera mereka saat ini adalah jalan efektif yang bisa ditempuh untuk memulai estafet seni
tradisional. Saya memodifikasi beberapa substansi basic dalam seni tradisional sehingga
tampilannya akan menjadi lebih menarik bagi anak-anak maupun remaja. Dengan menarik
mereka secara halus, maka hal-hal spesifik dan basic seni tradisional yang sesungguhnya akan
terinternalisasi tahap demi tahap, hingga suatu saat mereka memahami seni tradisi yang-
sebenarnya melalui proses yang tidak instan. Bagi saya, cara yang demikian ini merupakan cara
yang paling tepat dalam menanamkan nilai-nilai seni tradisional secara lebih mendalam sehingga
dalam proses estafet berikutnya, mereka akan memiliki dasar atau pegangan yang kuat untuk
mempertahankan, melestarikan, dan mengambangkan seni tradisional sepanjang zaman.

Secara umum, kesenian tradisi Jepang memiliki jiwa dan karakter ketimuran yang juga dimiliki
oleh Indonesia. Simbolisasi, filosofi, kehalusan dan kerumitan tafsir tampak sebagai abstraksi
yang menjadi daya tarik pada kesenian tradisinya. Sebagai pelaku kesenian, saya melihat kondisi
yang berbeda pada kesenian Tradisi Jepang yang lebih strict dalam memegang pakem tradisi
sebagai totalitas pelestariannya. Meskipun demikian, penyikapan bijak terhadap teknologi
sebagai produk peradaban maju di Jepang termanifestasi dalam fasilitasi artistik maupun non
artistik yang semakin mendukung pelestarian dan pengembangan kesenian tradisi di Jepang.

Selama melakukan penelitian ini saya merasakan bahwa hubungan kesenian tradisional dengan
masyarakat modern dengan kehidupan di sekitarnya berlangsung harmonis dan saling
mendukung satu sama lain.

Ada hal penting yang saya rasa harus dicermati dalam kesenian tradisional jepang yakni tentang
“regenerasi”. Sadar atau tidak, generasi muda Jepang adalah yang akan menentukan nasib
kesenian tradisional di Jepang. Munculnya Kinoshita Kabuki mestinya menjadi stimulan bagi
seniman yang lain dalam mewariskan seni tradisi kepada generasi muda sesuai selera, dalam
kemasan “zaman now” yang lebih dapat diterima secara mudah oleh generasi global yang
terlanjur mengenyam referensi global tanpa sekat.

Program “Kekuatan Tradisi, Bentuk-bentuk Karya Seni” ini telah memberikan banyak pelajaran
dan pengalaman yang sangat berharga bagi seniman seperti saya. Melalui penelitian selama 17
hari terhadap beberapa bentuk Seni tradisional di Jepang, saya diperlihatkan bagaimana situasi
keberadaan, kondisi perkembangan, sejarah, perubahan atau pergeseran pada beberapa bentuk
seni tradisional yang ada di beberapa wilayah di Jepang yakni Tokyo, Hiroshima, Osaka, dan
Kyoto. Noh, Bunraku, Kabuki dan Kagura adalah nama-nama jenis seni tradisi Jepang yang saya
sudah dengar kemasyurannya sejak lama.

Sebagai peminat seni tradisional Jepang dalam prograam ini, saya dapat melihat bagaimana
dinamika kehidupan kesenian tradisi di Jepang dalam perjalanan, masa demi masa, dalam
beberapa masa pemerintahan Kekaisaran. Beberapa temuan dari bagian perjalanan seni
tradisional di Jepang juga menjadi referensi bagi saya dalam menelusuri seluk-beluk seni
tradisional di Yogyakarta yang menurut saya masih belum dapat diungkap secara jelas.

Perjalanan situasi kondisi seni tradisi Jepang telah membuka wacana, dan merupakan cara atau
sudut pandang baru bagi saya dalam melihat perjalanan seni tradisi di Jawa khususnya
Yogyakarta.
Pengalaman perjalanan seni tradisi Jepang sampai pada masa sekarang ini juga menjadi “ancang-
ancang”, persiapan, dan antisipasi bagi saya selaku seniman dalam menjaga kelangsungan hidup
seni tradisi di Yogyakarta yang pada saatnya nanti juga akan dihadapkan pada kemajuan
peradaban yang konkret seperti di Jepang saat ini. Saya rasa, Indonesia dan Jepang perlu saling
berbagi dan belajar dalam melestarikan, mengembangkan dengan mengutamakan kecermatan
dalam membaca perubahan zaman, selera masyarakat dan trend masa kini agar perjalanan seni
tradisi akan tetap dinamis dalam keharmonisan peradaban dari masa ke masa.

Semua pengalaman berharga ini tentu saja akan berguna tidak hanya bagi saya secara pribadi.
Secara lebih luas, cerita ini sudah seyogyanya saya bagi kepada rekan-rekan dan komunitas seni
yang saya pimpin seperti Omah Gamelan. Bagi mahasiswa dan mahasiswi saya di Institut Seni
Indonesia Yogyakarta, tentunya pengalaman yang saya bagikan kepada mereka tentang seni
tradisi Jepang akan menjadi referensi kajian maupun penciptaan seni sekaligus membuka wacana
pelestarian dan pengembangan seni tradisi di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai