Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan salah satu panca indera manusia yang sangat penting. Mata
terdiri dari beberapa organ penting salah satunya adalah retina. Retina adalah
lembaran jaringan saraf yang berlapis tipis dan semitransparan yang melapisi
bagian dalam du pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
anterior hamper sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serata dengan tepi yang
tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada disekitar 6,5 mm pada sisi nasal.
Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga berhubungan dengan membrane Bruch, koroid, dan sclera ( Vaughan
dan Ashbury, 2010). Retina bertanggung jawab untuk menerima rangsangan visual
dan mengubah rangsangan dari otak. Suplai darah dari retina berasal dari dua
sumber yaitu choriocapiler yang memperdarahi sepertiga luar retina termasuk foto
reseptor, fovea sentralis dan epitel berpigmen. Sedangkan artery retina sentral
memperdarahi dua pertiga retina bagian dalam ( Black, 1993).
Ablatio Retina paling sering terjadi pada orang di atas 40, dan sekitar dua
pertiga dari pasien yang terkena adalah dampak dari rabun jauh ( miopi ). Trauma
pada bola mata, memar parah, lesi inflamasi, dan operasi katarak juga dapat
menyebabkan ablasi retina (Farlex, Inc, 2012). Sekitar 1 dari 10.000 populasi
normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan akan
meningkat pada pasien yang memiliki myopia tinggi dan telah menjalani operasi
katarak terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreous
( James, 2005). Robekan retina ( retinal tear ) 6 % penyebab utama degenerasi
badan kaca. Angka kejadian dari ablasio retina meningkat selama empat decade
sampai lima decade. Tiga factor yang yang berpotensi dapat meningkatkan ablasio
retina adalah aphakia, degenerasi dari retina atau vitreous dan myopia. Dua pertiga
dari klien dengan myopi berat biasanya akan terjadi ablasio retina ( Black, 1993).
Ablasio retina dapat diminimalisir dengan menjaga mata dari trauma,
mencegah terjadinya retinopati proliferative pada klien dengan diabetes mellitus
yang dapat mencegah terjadinya ablasio traksional. Jika sudah terjadi ablasio retina
maka klien harus tirah baring, bebat satu/ dua mata, berikan obat topikal untuk
menghambat akomodasi. Disamping itu jika terjadi ablasio retina sebaiknya
pertama kali langsung dioperasi karena tingkat keberhasilan 50-60%, bila operasi
pertama gagal diulangi lagi dua kali menunjukan prognosis 15 %. Tetapi jika terjadi
ablasio retina yang lama atau operasi yang berulang-ulang menunjukan prognosis
yang buruk ( Wijana,1993).
Dalam upaya menurunkan angka mortilitas dan morbiditas pasien dengan
ablasio retina ini, maka peran perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan
sangat di harapkan. Untuk itu, pengetahuan perawat tentang asuhan keperawataan
yang tepat dapat membantu menolong pasien, baik dalam upaya pencegahan
maupun dalam upaya perawatan pasien yang mengalami ablasio retina sehingga
komplikasi yang berat tidak terjadi.

1.2 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa/i keperawatan diharapkan mampu memahami konsep dasar
penyakit dan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan ablasio retina.
1.3.2. Tujuan khusus
Mahasiswa/ i keperawatan diharapkan mampu :
a. Menjelaskan konsep dasar penyakit ablasio retina yang meliputi :
1. Pengertian penyakit ablasio retina.
2. Penyebab penyakit ablasio retina.
3. Tanda dan gejala penyakit ablasio retina
4. Patofisiologi penyakit ablasio retina
5. Pemeriksaan diagnostik penyakit ablasio retian
6. Penatalaksanaan medis penyakit ablasio retina
b. Mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan ablasio retina,
yang meliputi :
1. Pengkajian keperawatan
2. Analisa data dan penentuan diagnosis keperawatan
3. Intervensi keperawatan ( NOC dan NIC )
4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi tindakan keperawatan.
6. Serta dokumentasi asuhan keperawatan.

1.3 Manfaat
1.3.1. Bagi Penulis
Manfaat penulisan malakalah ini, selain untuk memenuhi kewajiban
pelaksanaan tugas kelompok ( SGD ) tentang Keperawatan Sistem Persepsi
Sensori, makalah ini juga dapat bermanfaat sebagai sumber bacaan yang
memberikan informasi tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
ablasio retina, dengan harapan dapat membantu dalam mengaplikasikannya
pada tatanan pelayanan keperawatan yang nyata.
1.3.2. Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini dapat dijadikan salah satu sumber bacaan atau referensi bagi
teman – teman mahasiswa/i keperawatan di fakultas keperawatan UA dalam
mempelajari dan memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan ablasio retina.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. KONSEP DASAR PENYAKIT


2.1.1 Pengertian
Ablasio retina adalah pemisahans sensori retina dari epitel berpigmen ( Donna &
Hausman, 1995). Ablasio retina terjadi apabila ada pemisahan retina neurosensori
dari lapisan epitel berpigmen retina di bawahnya, karena retina neurosensori bagian
retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen
pemberi nutrisi maka sel fotosintesis ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi
visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan. ( Smeltzer dan Suzanne, 2002 ).
Ablasio retina merupakan keadaan lepasnya retina yang diikuti dengan
penimbunana cairan pada ruang potenisal antara retina dengan sel pigmen epitel
koroid ( Sidarta, 2005 ).
Gambar :

Normal retina Retinal detachment

2.1.2 Etiologi Ablasio Retina


1. Ablasi primer (mata sebelumnya tidak sakit)
a. Degeneratif : dimana proses sklerosis menyebabkan retina menjadi
degeneratif, sehingga menimbulkan robekan. Pada orang tua dengan miopi
tinggi sering timbul degenerasi kistoid yang mudah pecah sehingga
menimbulkan ablasio retina
b. Miopi tinggi
c. Trauma
2. Ablasi sekunder (ablasi yang ditimbulkan akibat penyakit lain)
a. Tumor koroid atau retina yang tumbuh kedepan, dimana terjadi pelepasan
retina yang disusul dengan timbulnya eksudasi oleh karena rangsangan
cairan dan mengumpul di dalam celah potensial dan menyebabkan ablasio
retina.
b. Transudat pada pasien dengan hipertensi, retinopati refretika pada pasien
diabetes.
c. Eksudat pada koroiditis : transudat dan transudat yang terkumpul dalam
celah potensial sehingga menyebabkan ablasio retina tanpa didahului
robekan.
d. Retraksi pada retinitis akibat perdarahan dibadan kaca yang dapat
menimbulkan robekan ( Wijana, 1993).

2.1.3 Manifestasi Klinis Ablasio Retina


Karakteristik gejala ablasio retina adalah pasien mendeskripsikan bayangan atau
tirai yang berlalu dilapang pandang dan tidak ada rasa sakit. Diikuti oleh titik hitam
atau floaters yang terindikasi adanya perdarahan akibat dari ablasi. Pasien juga
melihat kilatan cahaya sebagai akibat dari pemisahan retina (Donna,1991).
Pada ablasio retina , lapang pandangan seperti tertutup tabir dan dapat terlihat
skotoma relatif sesuai dengan kedudukan albasio retina. Penderita akan mengeluh
penglihatan seperti ada asap. Pada lapang pandangan juga akan terlihat adanya
pijaran api seperti halilintar kecil atau fotopsia ( Sidarta, 2005 ).
Gejala dini: photopsia ( kilatan cahaya ) floater gangguan lapang pandang visus
menurun bila mengenai makula visus sangat menurun diperlukan tindakan
pembedahan. Tanda dan gejala lain yaitu floaters dan fotopobia gangguan
lapangan pandang melihat seperti tirai. Visus menurun tanpa disertai rasa nyeri.
Pada pemeriksaan fundus okuli : tampak retina yang terlepas berwarna pucat
dengan pembuluh darah retina yang berkelok – kelok disertai / tanpa robekan retina
( Christianto Nugroho, 2011).

2.1.4 Klasifikasi Ablasio Retina


1. Ablasio Retina Regmatogenosa.
Merupakan suatu keadaan pemutusan total retina sensorik, traksi vitreus dengan
derajat bervariasi dan mengalirnya vitreus cair melalui robekan ke dalam ruang
subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya didahului oleh atau
disertai oleh pelepasan vitreus posterior dan berhubungan dengan myopia,
afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata.
Manifestasi Klinis
Retina yang mengalami ablasio dapat dilihat pada oftalmoskop sebagai
membrane abu-abu merah muda yang sebagian menutupi gambaran vascular
koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina (ablasio
retina bulosa), didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak.
Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena pembuluh darah
koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreous yang
terdiri dari darah (perdarahan vitreous) dan pigmen, atau kelopak lubang retina
(operkulum) dapat ditemukan mengambang (James et al, 2003)
Sedangkan menurut Vaughan dan Ashbury (2008), pada oftalmoskopi inderk
dengan depresi sclera memperlihatkan peninggian retina sensorik yang lepas
dan berwarna translusen dengan satu atau lebh pemutusan retina sensorik total,
misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan
sirkumferensial anterior (dialysis retina). Robekan tapal kuda paling sering
terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan
dialysis retina di kuadran inferotemporal. Bila terdapat robekan retina multiple,
defek-defek mtersebut biasanya terletak 90 derajat satu sama lain.
2. Ablasio Retina Akibat Traksi
Menurut Vaughan dan Ashbury (2008), ablasio retina akibat traksi adalah jenis
tersering pada retinopati diabetic proliferative. Kelainan ini juga dapat
menyertai vitreoretinopati proliferative, retinopati prematuritas, atau trauma
mata.
Manifetasi Klinis
Ablasio retina akibat traksi memiliki permukaan yang lebih konkaf dan
cenderung lebih terlokalisasi, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya
traksi menarik retina sensorikmenjauhi epitel pigmen di bawahnya secara aktif,
menuju basis vitreus. Traksi ini disebabkan oleh pembentukan membrane
vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri atas fibroblast dan sel glia atau sel
epitel pigmen retina. Pada mulanya, pelepasan mungkin terlokalisasi di
sepanjang arcade-arkade vascular, tetapi dapat meluas hingga melibatkan retina
midperifer dan macula. Traksi fokal dari membrane-membran seluler dapat
menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio retina
regmatogenosa-traksional. Vitreoretinopati proliferative merupakan komplikasi
ablasio retina regmatogenosa (Vaughan dan Ashbury, 2003 )
Sedangkan menurut James et al (2003), pada ablasio retina akibat traksi
keadaan retina trtarik dari epital pigmen oleh jaringan fibrosa kontraktil yang
berkembang pada permukaan retina. Hal ini dapat dilihat pada retinopati
diabetic proliferative atau dapat terjadi akibat vitreoretinopati proliferative.
3. Ablasio Retina Serosa dan Hemoragik
Menurut Vaughan dan Ashbury (2003) klasifikasi Ablasio Retina yang ketiga
adalah Ablasio Retina Serosa dan Hemoragik, dimana ablasio ini dapat terjadi
walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi vitreoretina. Ablasio ini
adalah hasil dari penimbunan cairan retina sensorik dan terutama disebabkan
oleh epitel pigmen retina dan koroid (Vaughan dan Ashbury 2008 ).

2.1.5 Pathofisiologi Ablasio Retina


Secara anatomi - fisilogis retina merupakan lapisan bola mata bagian dalam setelah
sklera dan koroid. Retina mengandung fotoresptor mata ( batang dan kerucut ).
Batang dan kerucut mengubah berkas cahaya menjadi impuls listrik yang
direjemahkan otak sebagai suatu penglihatan. Dibagian tengah retina terdapat
makula, tempat penglihatan yang paling tajam dan halus. Fovea sentralis adalah
suatu cekungan pada makula yang sesuai denga titik penglihatan sentral. Diantara
retina dan lensa, bola mata berisi pembuluh darah dan suatu cairan gelatinosa yang
disebut cairan vitreosa ( Corwin, 2000).
Ablasio retina merupakan keadaan lepasnya retina yang diikuti dengan
penimbunan cairan pada ruang potensial antara retina dengan sel pigmen epitel
koroid ( Sidarta, 2005 ). Pemisahan sensory retina dari epitel berpigmen koroid
akan membentuk ruang sub retina dimana cairan viterous akan berkumpul di ruang
sub retina. Ablasio retina didahului dengan gejala ablasio vitreous posterior
termasuk floater dan cahaya berkilat. Dengan onset ablasio retina itu sendiri pasien
menyadari perkembangan progresif kerusakan lapang pandang yang sering
dideskripsikan sebagai bayangan atau tirai. Jika macula terlepas maka akan terjadi
penurunan tajam penglihatan bermakna ( Donna, 1991).
Karena terjadi robekan pada retina, vitreous yang mengalami ikuifikasi dapat
memasuki ruang subretina dan menyebabkan ablasio retina. Proses sklerosis
menyebabkan retina menjadi degenerative dan menimbulkan robekan, demikian
pula pada orang tua dengan miopi yang tinggi sering menimbulkan terjadinya
degenerasi kistoid yang mudah pecah. Pada retinopati, proliferative dapat
menyebabkan ablasio retina traksional. Ablasio sekunder dapat terjadi karena
adanya penyebab penyakit lain seperti tumor koroid atau retina yang tumbuh
kedepan sehingga lepasnya retina disusul timbulnya eksudasi oleh karena
rangsangan, dimana cairan ini akan mengumpul didalam celah potensial
menyebabkan ablasio retina ( James, 2005 ). Akibat terlepasnya retina dari lapisan
berpigmen koroid tersebut, bagian luar retina yang tadinya selalu mendapat nutrisi
dari pemuluh darah koriokapiler tidak lagi mendapat nutrisi yang baik dari karoid.
Akibat gangguan nutrisi ini akan terjadi pengahancuran sel kerucut dan sel batang
retina. Bila degenerasi berlangsung lama, sel pigmen akan bermigrasi kedalam
cairan subretina dan kedalam sel reseptor kerucut dan batang yang merusak fungsi
penglihatan (Sidarta, 2005).
Pada ablasio retina dibutuhkan perbaikan dengan melakukan pembedahan. Prinsip
utama pada pembedahan adalah menutup robekan penyebab pada retina dan
memperkuat perlekatan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina dengan cara
menginduksi inflanasi didaerah tersebut dengan pembekuan local menggunakan
crayoprobe atau laser ( Donna, 1991).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan ketajaman visual
2. Ophtalmoskop langsung ; memproyeksikan cahaya untuk pemeriksaan
pembuluh darah retina, area macula dan diskus optikus.
3. USG mata : gelombang suara ultra dapat digunakan untuk mengukur dimensi
dan stuktur okuler.
4. Pengukuran tonografi untuk mengetahui tekanan intraokuler (N 12-25 mmHg)
5. Angiografi Fluoresen : menentukan luasnya kelainan pembuluh darah retina.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi
2. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain untuk mencegah cidera
3. Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus
dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada
robekan retina
4. Pasien tidak boleh terbaring terlentang
5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska
operasi
6. Pembedahan :
a) Prosedur laser
Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses
yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan
cairansubretina yang tanpa robekan retina.
Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga
melekatkannya ke epitel berpigmen.
b) Pembedahan
Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan
pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang
ditimbulkan.
Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk
melekatkan kembali retina.
c) Krioterapi transkleral
Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina
yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki
rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan
dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan mengindensi/melipat sklera,
koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan robekan ketika
retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka
fungsi fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan. ( Smeltzer, Suzanne,
2002).
d) Vitrectomy
Dilakukan pada Ablatio retina yang sudah complicated yang tidak dapat
ditangani dengan cara tersebut diatas. Dengan menggunakan peralatan
canggih, dokter Spesialis Bedah Mata akan melakukan operasi ke dalam
rongga bola mata untuk membersihkan Vitreous, mengupas jaringan ikat
pada permukaan retina, menempelkan retina, dan melakukan Laser
Fotokoagulasi. Selanjutnya rongga bola mata diisi dengan gas atau cairan
Silikon. Tidak jarang dilakukan operasi kombinasi dengan pemasangan
Encircling / Buckle, bahkan bila perlu operasi katarak.
(http://www.referensikesehatan/read/10-RS-Mata-Undaan-Ablatio-Retina)

2.1.8 Pencegahan
Ablasio retina tidak bisa dicegah secara langsung. Berusaha yang dilakukan untuk
menurunkan ablasio retina harus berfokus pada setiap penyebab, ablasio
regmatogenosa terjadi karena mekanisme trauma yang dapat terjadi pada aktivitas
yang beresiko seperti objek olah raga yang berkecepatan tinggi misalnya
(permainan tennis,dan lain-lain) atau pekerjaan dengan pekerjaan dengan
menggunakan peralatan berkecepatan tinggi. Perawatan awal dari retina hole dapat
berpotensi mencegah ablasio retina. sedangkan pada ablasio traksi seperti
proliperatif retinopati dapat dicegah dengan mengontrol secara teratur kadar gula
darah. Selain itu pasien yang berisiko disarankan untuk memeriksakan mata di ahli
mata untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya ablasi (Black, 1993).
WOC :

Trauma mata, myopia, penipisan sclera, tarikan vitreous, apak


Tumorkoroid, Infeksi, Hipertensi malignasi, DM

Non- regmatogen retina Regmatogen retina

Perdarahan kapiler retina

Makula terlepas

Floater

Tirai atau bayangan

Visus menurun, lapang pandang terganggu

Perubahan persepsi sensori penglihatan


Pembedahan Kurang perawatan diri Ansietas Resiko cedera

Nyeri Resiko infeksi intra okuler Perubahan


Kurang perawatan diri persepsi sensori
penglihatan
2.2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1) Data demografi
Biasanya ablasio retina degenerative sering terjadi karena proses penuaan.
Sehingga pada pengkajian data demografi selain dikaji identitas dilakukan pula
pengkajian umur dari klien.
2) Riwayat Keperawatan Opthalmik
a) Riwayat kel utama dari problem mata
Perubahan tajam penglihatan, penglihatan kabur, kesulitan membaca
fotophobi, penglihatan ganda, adanya kilatan cahaya. Ablasio retina
biasanya terjadi tanpa adanya rasa nyeri. Klien sering mengeluh tiba-tiba
penglihatannya kabur adanya penurunan tajam penglihatan.
b) Informasi penurunan visus serta alasan periksa mata
Apakah menggunakan obat-obatan mata, apakah memakai lensa kontak/
kacamata,pernahkah menjalani operasi mata, apa sedang dalam perawatan
mata, kapan periksa mata terakhir.
c) Riwayat medis yang berkaitan
Adanya diabetes, hipertensi dan apakah ada riwayat trauma, riwayat miopi
yang tinggi.
d) Riwayat keluarga
Apakah dalam keluarga ada riwayat diabetes dan penyakit hipertensi.
e) Riwayat diet
Jika ada hipertensi dan diabetes apakah klien melakukan diet secara teratur.
f) Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan ablasio retina biasanya terjadi kecemasan akibat dari
perubahan penglihatan. Perawat perlu mengkaji tingkat kecemasan untuk
memberikan informasi yang jelas kepada klien tentang penyakitnya karena
pada klien dengan kecemasan biasanya terjadi misinterpretasi terhadap
informasi yang disampaikan. Perawat perlu mengkaji mekanisme atau
strategi koping klien dalam menghadapi penyakit yang diderita
(Black,1993).
3) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Inpesksi keseluruhan mata untuk menemukan data objektif penyebab
masalah pada mata pasien. Inspeksi mata terdiri dari inpeksi organ mata
eksternal dan inspeksi organ mata internal.
 Inspeksi Eksternal
Terdiri dari pemeriksaan terhadap posisi dan kesejajaran mata, alis mata
(distribusi penyebaran alis mata, kesejajaran, dan gerakannya), kelopak
mata (pembengkakan, warna, masa, kemampuan mengedip, serta
posisinya terhadap kornea), apparatus lakrimal dan duktus nasolakrimal
(pembengkkan dan warna serta nyeri saat palpasi), bola mata (terlihat
menonjol atau tidak), konjungtiva (warna, masa, benda asing), sclera
(warna, perdarahan), kornea (kejernihan), iris (warna, dan bentuk), pupil
(warna, bentuk, reaksi terhadap cahaya dan kesimetrisan ukuran), dan
lensa (warna)
 Inpeksi Internal atau pemeriksaan Funduskopik (pemeriksaan tingkat
mahir)
Merupakan pemeriksaan organ dalam mata yang tak dapat di inspeksi
menggunakan mata telanjang ataupun menggunakan senter. Inpeksi
organ mata internal harus dilakukan menggunakan alat Otalmoskop dan
dilakukan oleh tenaga yang professional. Salah satu organ interna yang
di periksa adalah retina.
Normal : pada pemeriksaan oftalmoskop akan di temukan nilai normal
retina yaitu warna oranye kekuningan sampai merah muda krem menjadi
warna dasar, diskus berawarna kuning – kemerahan dengan batas
temporal sedikit kurang jelas, macula jelas terlihat dan normal di
kelilingi hallo berwarna lebih gelap, akan terlihat arteri dan vena dengan
karteristik warna arteri merah terang, dan vena berwarna merah gelap,
ukuran arteri lebih kecil daripada ukuran vena.
Abnormal : pada ablasio retina terjadi robekan antara retina dan lapisan
pigmen epitel menyebabkan kumpulnya cairan dalam celah tersbut,
sehingga retina akan terangkat dan penglihatan di daerah tersbut akan
terganggu, biasanya pada pemeriksaan akan ditemukan warna diskus
akan menjadi pucat dan atrofik, retina terlihat berwarna abu –abu,
permukaan retina tidak rata dan terlihat seperti bergelombang, pembuluh
darah retina berkelok kelok sesuai dengan gelombang retina yang
terangkat, pada daerah ablasi tidak terlihat gambaran koroid normal.
Robekan pada retina dapat berbentuk seperti bulan sabit.
Pemeriksaan visus
Menggunakan snellen card, hitungan jari, goyangan tangan dan melihat
cahaya /senter

2.2.2 Diagnosa Keperawatan.


 Pra Pembedahan
1. Gangguan    persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan gangguan
sensori dari organ penerima.
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan / krisis situasi
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan visus, luas lapang
pandang terganggu, dan pasca pembedahan
 Post Pembedahan
1. Nyeri akut berhubungan dengan efek skunder post pembedahan
2. Resiko cedera berhubungan dengan kehilangan vitreous dan perdarahan
intraokuler
3. Resiko Infeksi yang berhubungan dengan adanya robekan retina,
pembedahan
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan visus, luas lapang
pandang terganggu, dan pasca pembedahan

2.2.3 Intervensi Keperawatan


 Pra Pembedahan
1. Gangguan persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori dari organ penerima.
NOC :
 Pasien mendiskusikan dampak kehilangan penglihatan terhadap gaya
hidup
 Pasien mengungkapkan perasaan aman, nyaman dan terlindungi
 Pasien mempertahankan orientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
 Pasien mendapatkan kembali fungsi penglihatannya.
 Pasien mengompensasi kehilangan dengan peralatan yang adaptif
 Pasien merencanakan menggunakan sumber- sumber yang tepat
NIC :
1. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan
tentang kehilangan penglihatan seperti dampaknya terhadap gaya hidup.
R / Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengatakan
ketakutannya, pasien dapat melakukan koping terhadap kehilangan
penglihatan.
2. Sediakan lingkungan yang aman dengan menyingkirkan furniture yang
berlebihan diruangan pasien. Orientasikan pasien pada ruangan.
R / Dengan mengorientasikan pasien pada keadaan sekitar dapat
mengurangi resiko keamanan
3. Lakukan modifikasi lingkungan untuk memaksimalkan penglihatan
yang dimiliki pasien
R / memodifikasi lingkungan dapat membantu pasien memenuhi
kebutuhan perawatan diri
4. Selalu perkenalkan diri atau beritahu keberadaan anda saat memasuki
ruangan pasien.
R / Untuk membantu orientasi realitas dan menunjukan respek
5. Berikan orientasi realitas bila pasien mengalami kebingungan atau
disorientasi
R / agar interaksi pasien dan staf menjadi lebih efisien
6. Anjurkan anggota keluarga atau teman-teman pasien untuk mengunjungi
pasien dan membawa benda familier yang dapat ditinggal bersama
pasien.
R / adanya benda yang familier dapat membantu pasien dalam orientasi
realitas.
7. Bila pasien telah menjalani pembedahan mata berikan perawatan yang
tepat sesuai indikasi. Batasi aktivitas pasien yang dapat meningkatkan
tekanan intraocular.
R / usaha menghindari aktifitas pasca operasi dapat membantu
mengurangi komplikasi.
8. Berikan penkes kepada pasien tentang metode alternative untuk
melakukan koping terhadap kehilangan penglihatan, peralatan perawatan
adaptif seperti kaca mata , lensa kontak dan obat tetes mata.
R / pasien yang memiliki pengetahuan dapat melakukan koping terhadap
kehilangan penglihatan secara lebih baik.
9. Rujuk pasien ke sumber komunitas yang sesuai
R / untuk membantu pasien dan anggota keluarga beradaptasi terhadap
kehilangan penglihatan.
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan / krisis situasi
NOC :
Pasien akan tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat
yang dapat diatasi.
NIC :
1. Kaji tingkat ansietas derajat pengalaman dan pengetahuan konsidi saat
ini
R/faktor ini mempengaruhi persepsi pasien tehadap ancaman diri.
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan
bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan
R/menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan atau harapan
yang akan dating.
3. Dorong pasienuntuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan
R/memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata.
4. Identifikasi sumber atau orang yang dapat menolong
R/memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam mengatasi
masalah
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan visus, luas lapang
pandang terganggu, dan pasca pembedahan
NOC :
Pasien akan berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri sesuai toleransi
selama dalam perawatan.
NIC :
1. Kaji derajat ketidak mampuan pasien anjurkan pasien memberikan
msukan dalam perencanaan jadwal perencanaan
R/berpartisipasi dalam perawatan diri sendiri dapat meringankan
frustrasi atas hilangnya kemandirian yang dimilikinya
2. Antisipasi kebutuhan kebersihan diri dan bantu sesuai kebutuhan
R/contoh oleh pemberi pelayanan dapat menata suatu upaya terhadap
penerimaan keutuhan yang mungkin hilang pada pasien.
3. Berikan alat bantu sesuai indikasi
R/Menurunkan kelelahan dan meningkatkan partisipasi dalam perawatan
diri pasien
4. Latih pasien untuk menggunakan objek-objek yang memerlukan
kewaspadaan seperti penggunaan pisau dan minum dengan sedotan.
R/meminimalisir trauma yang diakibatkan objek-objek yang berbahaya.
5. Ajarkan pasien untuk mewaspadai dan melakukan kontak apabila dalam
kondisi emergensi
R/Pasien perlu dipersiapkan dan diajarkan mengenal tanda-tanda
emergensi dan melatih kewaspadaan
6. Ajarkan keluarga dalam memberikan obat seperti nama obat, dosis,
frekuensi, dan cara pemberian
R/mencegah terjadinya kesalahan dalam pemberian obat.
 Post Pembedahan
1. Nyeri akut berhubungan dengan efek skunder post pembedahan
NOC :
Pasien akan bebas dari nyeri selama dalam proses perawatan, dengan
kriteria hasil :
 Pasien melaporkan nyeri berkurang
 Pasien dapat melakukan teknik pengurangan nyeri noninvasive seperti
distraksi, relaksasi dan imajiner.
 Skala nyeri berkurang
 TTV dalam batas normal
NIC :
1. Tentukan waktu khusus untuk berbicara dengan pasien tentang nyeri
dan efek psikologis dan emosinya
R / untuk menentukan hubungan saling percaya, saling mendukung, dan
untuk menumbuhkan komunikasi terbuka.
2. Kaji aktivitas pasien sehari-hari pasien dan gejala-gejala fisik nyeri ,
pantau dan catat keefektifan dan reaksi tidak diinginkan dari obat dan
hubungkan perilaku pasien yang terkait nyeri
R / untuk menentukan pengkajian dasar rencana perawatan.
3. Catat ketidakkonsistenan antara perilaku yang terkait nyeri dan
pengungkapan verbal nyeri.
R / untuk mengukur pasien tentang persepsi nyerinya
4. Ajarkan teknik relaksasi, masase, dan berikan penghargaan untuk
perilaku yang terkait dengan pengurangan nyeri
R / membentu mengalihkan nyeri dan mengurangi tingkat
ketergantungan pada obat dan orang lain.
5. Beri dorongan kepada pasien untuk menerima ketrbatasan yang
disebabkan oleh nyeri dan untuk menggunakan aktifitas pengalihan.
R / untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
2. Resiko Infeksi yang berhubungan dengan adanya robekan retina,
pembedahan.
NOC :
Pasien akan bebas dari infeksi selama dalam proses perawatan, dengan
kriteria hasil :
 Luka post op terlihat bersih.
 TTV tetap dalam rentang normal
 Hitung SDP dalam rentang normal
 Tanda – tanda infeksi tidak ada
NIC :
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh dan
mengobati mata
R / menurunkan jumlah bakteri pada tangan mencegah kontaminasi area
robekan mata
2. Pantau suhu minimal 4 jam dan catat jika ada penungkatan suhu
R / suhu yang terus meningkat menunjukan tanda-tanda infeksi
3. Berikan pendidikan kepada pasien mengenai teknik mencuci tangan,
factor yang meningkatkan risiko infeksi dan tanda-tanda infeksi
R / tindakan tersebut memungkinkan pasien untuk berpartisipasi dalam
perawatan dan dapat memodifikasi gaya hidup untuk mempertahankan
tingkat kesehatan yang optimum.
4. Gunakan teknik steril pada saat merawat luka
R / untuk menghindari penyebaran patogen
5. Pantau SDP sesuai program
R / peningkatan SDP total menunjukan adanya infeksi.
3. Resiko cedera berhubungan dengan kehilangan vitreous dan perdarahan
intraokuler.
NOC :
Pasien akan mengubah lingkungan yang sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan
NIC :
1. Batasi aktivitas pasien seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk
mata.
R/ Menurunkan stress pada area operasi
2. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
R / Digunakan untuk melindungi mata dari cedera dan menurunkan
gerakan mata
3. Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi atau miring kesisi yang tidak
sakit sesuai keinginan
R / Menurunkan tekanan pada mata yang sakit dan meminimalkan
resiko perdarahan
4. Minta pasien untuk membedakan ketidaknyamanan dan nyeri mata tiba-
tiba.
R / Nyeri akut menunjukan adanya TIO dan perdarahan
5. Ambulasi dengan bantuan
R / Meminimalisir terjadinya TIO
6. Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang
nyeri,pembatasan aktivitas dan balutan mata.
R / Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama
dalam pembatasan yang diperlukan
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan visus, luas lapang
pandang terganggu, dan pasca pembedahan
CONTOH KASUS
PENERAPAN PROSES ASUHAN KEPERAWATAN
Tn. Y. S ( 39 thn ) dengan Ablasio Retina

1. Kasus dan Pengkajian


Tn. Y.S seorang guru SMA ( 39 tahun ) datang ke poliklinik mata RSUA dengan
keluhan 1 minggu terakhir pandangan mata kanannya berubah. Tn. Y.S merasa tiba -
tiba ada yang menutupi sebagian pandangan mata kanannya, penglihatan mata
kanannya seperti ada asap, ada bintik - bintik hitam dan kadang-kadang ada kilatan
cahaya yang terjadi. Tn. Y.S mengatakan perubahan tersebut terjadi secara tiba –
tiba dalam waktu 3 minggu terakhir tanpa disertai rasa sakit. Tn. Y. S terlihat
nampak tegang dan gelisah, dan mengatakan kwatir sekali serta takut mata kanannya
lama kelamaan akan menjadi buta. Tn. Y.S mengaku bahwa dirinya selama ini
menderita rabun jauh sejak kelas 2 SMA, jarang menggunakan kacamata ( kacamata
digunakan sesuai kebutuhan ) dan jarang melakukan pemeriksaan karena kesibukkan
pekerjaan.
Hasil Pemeriksaan yang dilakukan Ns. Beni ditemukan data sebagai bserikut :
 Inspeksi : mata simetris kiri kanan, palbebra tidak ada kelainan, konjungtiva
merah muda, skelera putih, pupil isokor, kornea bening transparan, iris cokelat
terang tidak ada kelainan, dan lensa tidak ada kekeruhan.
 Pemeriksaan Visus dan lapang pandang :
Visus OD 6/ 30 dan OS 6/10
Lapang pandang OD : temporal 45 derajat, atas 20 derajat, nasal 35 derajat, 45
derajat. Lapang pandang OS : temporal 90 derajat, atas 50 derajat, nasal 50
derajat, bawah 65 derajat.
 Pemeriksaan Funduskopi :
Ditemukan warna diskus pucat dan atrofik, retina terlihat berwarna abu – abu,
permukaan retina tidak rata dan terlihat seperti bergelombang, pembuluh darah
retina berkelok kelok sesuai dengan gelombang retina yang terangkat, pada
daerah ablasi tidak terlihat gambaran koroid normal, retina terlihat berbentuk
seperti bulan sabit.
 Tanda – tanda vital : TD 120 / 70 mmHg, T 37ºC, HR 98 x/ menit, RR 18 x/
menit.
Diagnosa medis :
Setelah dikonsultasikan Tn. Y. S didiagnosis menderita Ablasio Retina Regmatogenosa
Dextra.
2. Analisa Data dan Diagnosis Keperawatan
2.1 Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


. Keperawatan
1. DS : Gangguan persepsi Traksi vitreous,
Pasien mengatakan ada yang sensori ; visual robekan pada retina
menutupi sebagian pandangan mata
kanannya, penglihatan mata Floater
kanannya seperti ada asap, ada
bintik - bintik hitam dan kadang- Kerusakan pada
kadang ada kilatan cahaya yang makula
terjadi.
DO : Muncul bayangan
o Visus OD 6/ 15 dan OS 6/10 atau tirai
o Lapang pandang :
OD : temporal 45 derajat, atas Penurunan visus
20 derajat, nasal 35 derajat, 45 dan lapang pandang
derajat.
OS : temporal 90 derajat, atas
50 derajat, nasal 50 derajat,
bawah 65 derajat.
o Funduskopi :
Ditemukan warna diskus pucat
dan atrofik, retina terlihat
berwarna abu – abu, permukaan
retina tidak rata dan terlihat
seperti bergelombang,
pembuluh darah retina berkelok
kelok sesuai dengan gelombang
retina yang terangkat, pada
daerah ablasi tidak terlihat
gambaran koroid normal, retina
terlihat berbentuk seperti bulan
sabit.
o Tanda – tanda vital : TD 120 /
70 mmHg, T 37ºC, HR 98 x/
menit, RR 18 x/ menit.
2. DS : Axietas Traksi vitreous,
Tn. Y. S mengatakan kwatir sekali robekan pada retina
dan takut mata kanannya lama
kelamaan akan menjadi buta Floater
DO :
Pasien nampak gelisah dan wajah Muncul bayangan
nampak tegang. atau tirai

Penurunan visus
dan lapang pandang

Krisis Situasi.

2.2 Diagnosis Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : visual b.d penurunan visus dan lapang pandang
2. Anxietas b.d krisis situasi.

3. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan    persepsi     sensorik     penglihatan     berhubungan   dengan   
gangguan penerimaan sensori dari organ penerima, ditandai dengan:
- Menurunnya ketajaman penglihatan
- Floater
- Penurunan lapang pandang penglihatan
NOC :
 Pasien mendiskusikan tentang kehilangan penglihatan terhadap gaya hidup
 Pasien mengungkapkan perasaan aman, nyaman dan terlindungi
 Pasien mempertahankan orientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
 Pasien mendapatkan kembali fungsi penglihatannya.
 Pasien mengompensasi kehilangan dengan peralatan yang adaptif
 Pasien merencanakan menggunakan sumber- sumber yang tepat
NIC :
1. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang
kehilangan penglihatan seperti dampaknya terhadap gaya hidup.
R / Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengatakan
ketakutannya , pasien dapat melakukan koping terhadap kehilangan
penglihatan.
2. Sediakan lingkungan yang aman dengan menyingkirkan furniture yang
berlebihan diruangan pasien. Orientasikan pasien pada ruangan dan libatkan
keluarga.
R / Dengan mengorientasikan pasien dengan melibatkan keluarga pada
keadaan sekitar dapat mengurangi resiko terjadinya cidera
3. Lakukan modifikasi lingkungan untuk memaksimalkan penglihatan yang
dimiliki pasien
R / memodifikasi lingkungan dapat membantu pasien memenuhi kebutuhan
perawatan diri dan mengurangi resiko cidera.
4. Berikan orientasi realitas bila pasien mengalami kebingungan atau disorientasi
R / agar interaksi pasien dan staf menjadi lebih efisien.
5. Berikan penkes kepada pasien tentang metode alternative untuk melakukan
koping terhadap kehilangan penglihatan, peralatan perawatan adaptif.
R / pasien yang memiliki pengetahuan dapat melakukan koping terhadap
kehilangan penglihatan secara lebih baik.
6. Rujuk pasien ke sumber komunitas yang sesuai
R / untuk membantu pasien dan anggota keluarga beradaptasi terhadap
kehilangan penglihatan.
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi.
NOC :
Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat yang
dapat diatasi
NIC :
1. Kaji tingkat ansietas derajat pengalaman dan pengetahuan konsidi saat ini
R/factor ini mempengaruhi persepsi pasien tehadap ancaman diri.
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa
pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan
tambahan
R/menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan atau harapan yang
akan dating.
3. Dorong pasienuntuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan
R/memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata.
4. Identifikasi sumber atau orang yang menolong
R/memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam mengatasi masalah
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ablatio Retina adalah pemisahan retina neurosensorik dari lapisan epitel
berpigmen akibat beretraksinya humor vitreus yang sebagian besar kasus terjadi
karena robekan / lubang pada retina. Robekan pada retina dapat terjadi karena proses
degenerasi baik berupa penipisan retina atau penyusutan Corpus Vitreous.
Gejala dini ablatio retina : photopsia (kilatan cahaya) floater gangguan
lapang pandang visus menurun bila mengenai makula visus sangat menurun
diperlukan tindakan pembedahan. Tanda dan gejala lain yaitu floaters dan
fotopobia gangguan lapangan pandang melihat seperti tirai. Visus menurun tanpa
disertai rasa nyeri. Pada pemeriksaan fundus okuli : tampak retina yang terlepas
berwarna pucat dengan pembuluh darah retina yang berkelok – kelok disertai / tanpa
robekan retina. Pada ablasio retina inflamasi intraokuler/tumor menyebabkan
terjadinya peningkatan cairan eksudatif/serosa, sedangkan pada kasus perubahan
degenerative dalam viterus dapat menyebabkan konsentrasi asam Hidlorunat
berkurang sehingga viterus menjadi makin cair dan viterus pun kolaps dan bengkak
ke depan.
Perawat perlu memberikan asuhan keperawatan yang professional kepada
pasien ablasio retina melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian keperawatan, menentukan diagnose keperawatan, merencanakan
tindakan keperawatan, mengimplementasikan tindakan keperawatan dan melakukan
evaluasi agar semua kebutuhan dasar klien dapat terpenuhi.

3.2 Saran
Melihat betapa pentingnya pengetahuan seorang mahasiswa perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan maka dengan adanya makalah ini bisa menjadi
bahan referensi mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan yang
komprehensif kepada klien dengan Ablasio Retina.
DAFTAR PUSTAKA

Black,J & Jacobs,E (1993p.1056). Medical Surgical Nursing : A Psychophysiologic


Approach 4th. Edition. Philadelphia : W.B Saunders Company

Donna,M (1991 p.547). Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach.


Philadelphia : W.B Saunders Company

Corwin, J. Elisabeth( 2000 ). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Donna,I & Hausman,K (1995). Medical Surgical Nursing 2nd edition . . Philadelphia :
W.B Saunders Company

Doenges,M (1999) . Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC

Ilyas, Sidarta ( 2005 ). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

James,B (2005). Oftalmologi edisi Kesembilan. Jakarta : Erlangga

Smeltzer,S & Bare (2001 p.2011). Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8. Jakarta : EGC

Taylor,C ( 2010). Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta : EGC

Vaughan, D ( 2000 p.13,197 ). Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika

Wijana, N (1993). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abdi Tegal

Nugroho, C S.Kep.Ns Sep 26, 2011 http://www.slideshare.net/materi-x2/ablatio-


retina?from=share_email © 2012 SlideShare Inc.
(2010 May-Jun) Varsha S Nandedkar,; 58(3): 229–232 Indian J Ophthalmol
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2886255/?tool=pmcentrez
(Published online 2006 August 25) Isabelle Aerts Orphanet J Rare Dis
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2886255/?tool=pmcentrez
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20319
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/retinoblastoma Copyright © 2012
Farlex, Inc.

http://med.unhas.ac.id/jurnal/2011

Anda mungkin juga menyukai