Anda di halaman 1dari 10

YOSUA MANAEK PARDAMEAN 2006493940

TUGAS 1 MANAJEMEN WAKTU Dosen :


DAN BIAYA DR. IR. M. ICHSAN

ROLLING WAVE PLAN

Rolling wave planning adalah teknik manajemen proyek yang melibatkan elaborasi
secara progresif untuk menambahkan rincian pada Work Breakdown Structure (WBS),
yaitu sebuah hierarki dari ruang lingkup pekerjaan yang harus dikerjakan untuk
menciptakan deliverables. Elaborasi ini maksudnya menjelaskan atau menguraikan apa-
apa saja yang ada dalam sebuah pekerjaan dan mengelompokkannya untuk mengurangi
duplikasi deskripsi pekerjaan. Teknik ini disarankan untuk dilakukan ketika ruang
lingkup (scope) proyek sudah didefinisikan dengan baik. Bila tidak, nanti akan
terjadi scope creep, yaitu sebuah kondisi dimana adanya aktifitas tidak penting yang tetap
dilakukan yang dapat menghambat pencapaian tujuan.

Rolling Wave sendiri hanya terdiri dari beberapa langkah. Pada awal
proyek, deliverables jangka pendek akan didekomposisikan kedalam work packages ,
yaitu sebuah bagian WBS yang berisikan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
menyelekasikan suatu pekerjaan, dan didefinisikan dengan rincian terbesar. Setelah
itu deliverables dan jadwal aktifitas yang akan dilakukan pada beberapa periode laporan
akan didefinisikan secara lebih umum. Misalkan fase 1-2 dari sebuah proyek benar-benar
dirincikan dalam WBS. Fase 3-4 nantinya akan diuraikan hanya sampai pada
level subproject. Lalu ketika jadwal aktifitas untuk fase 1 telah dijalankan,
barulah perencanaan secara rinci untuk fase 3 dilakukan. Ketika fase 2 dijalankan,
perencanaan untuk fase 4 akan dilakukan, dan begitu seterusnya.

Dengan ini, aktifitas pekerjaan akan sejalan dengan deliverables jangka pendek
dan deliverables yang sedang dibuat selagi perencanaan masih berjalan untuk work
package selanjutnya. Pendekatan proyek manajemen ini sangat berguna ketika
ketersediaan informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan work package kedepannya
didasari oleh kesuksesan dari selesainya fase proyek sebelumnya.

AGILE TECHNIQUE

Agile adalah metodologi dalam pengembangan software dengan proses-proses kecil yang
berulang-ulang atau yang sering disebut dengan iterasi. Berbeda dengan metodologi
waterfall di mana kita memiliki alur linear awal hingga akhir yang tak bisa dipotong atau
diubah di tengah proses. Prinsip dari agile sendiri adalah fleksibel terhadap perubahan.
Agile sendiri lahir dari perusahaan Jepang Toyota pada tahun 70’an di mana pada tahun
tersebut produksi mobil menerapkan sistem waterfall. Jadi memang agile sebenarnya
tidak murni milik perusahaan yang bergerak di bidang software development saja.
Sebelum Toyota menerapkan metode yang disebut Toyota Production System pada
dekade tersebut, mereka merekrut W. Edwards Deming untuk melatih ratusan
managernya. W. Edwards Deming merupakan seorang engineer yang menyempurnakan
metode siklus Plan-Do-Study-Act (PDSA).

Agile memang lebih mudah diterapkan pada proyek


pengembangan software karena pada dasarnya sebuah produk software atau aplikasi
merupakan kumpulan dari beberapa fitur-fitur kecil yang digabungkan jadi satu. Itulah
mengapa metode ini populer di kalangan start-up digital. Akan tetapi seperti yang sudah
dibahas sebelumnya, agile justru lahir dari produsen mobil di mana pengguna melihat
produk mobil secara keseluruhan. Untuk itu, kami akan memberikan contoh penerapan
agile dalam pengembangan mobil karena mobil lebih familiar untuk semua kalangan.
Katakanlah kita ingin membuat sebuah mobil. Pada metode waterfall kita
membuat list tentang apa yang dibutuhkan oleh pengguna dari mobil tersebut mulai dari
jenis mobil, kapasitas penumpang, tenaga mesin, sistem transmisi, sistem pengendalian,
dan sebagainya. Lalu kita akan mendesain mobil secara keseluruhan mulai dari
chasis, body, mesin, hingga interior. Setelah keseluruhan desain diselesaikan mungkin
kita akan meminta persetujuan dari klien yang memesan mobil tersebut dan kemudian
memproduksi bagian-bagiannya satu persatu.
Proses perakitan pun dimulai, kita merangkai bagian-bagian tersebut hingga
menjadi sebuah unit mobil. Kita kembali mengkonsultasikan produk tersebut ke klien. Di
tahap inilah sering muncul permasalahan klasik metode waterfall. Di saat klien kurang
puas dengan katakanlah satu bagian saja, misalnya bagian suspensi. Kita harus
membongkar atau bahkan mendesain ulang keseluruhan mobil termasuk rangka dan bodi.
Di dalam metode Agile dengan menggunakan contoh yang sama, setelah
membuat daftar tentang apa yang dibutuhkan target pengguna dari sebuah mobil saatnya
memilah fitur tersebut untuk diprioritaskan semisal suspensi yang nyaman pada urutan
pertama. Maka kita akan memfokuskan pada desain rangka dan damper (shock absorber)
dan memproduksi part tersebut. Lalu kita akan meminta klien untuk mengetes-nya
walaupun kita belum membuat mesin ataupun body-nya. Bahkan jika perlu, kita bisa
memasang bodi atau mesin dari produk yang sudah pernah dibuat sebelumnya baik oleh
kita sendiri atau produsen lain agar mobil bisa berjalan terlebih dahulu selama pengetesan.
Jika ada ketidakpuasan dari klien, kita tidak usah repot-repot membongkar desain dari
keseluruhan mobil. Setelah mendapat persetujuan dari klien, maka kita akan fokus untuk
menyediakan fitur selanjutnya. Proses ini berjalan berulang-ulang hingga semua
kebutuhan pengguna atas sebuah mobil tercukupi. Jika profesi Anda berkecimpung dalam
pengembangan software atau aplikasi tentu Anda sudah mendapatkan gambaran singkat
contoh agile dan waterfall dalam proyek yang Anda jalankan.
Jadi pada intinya, perbedaan metode agile dan waterfall terletak pada proses di
mana agile lebih melibatkan klien / kustomer dalam menyempurnakan bagian-bagian
kecil dari sebuah produk. Sesuai dengan manifesto agile yang sudah kami sebutkan
sebelumnya, produk yang diciptakan melalui metode ini cenderung akan lebih bisa
menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang disebabkan oleh tren maupun inovasi
baru. Memang penerapan metode ini tidak semudah teorinya. Perusahaan sekelas Toyota
saja butuh waktu dan effort yang lebih untuk menerapkan metode agile ini dengan melatih
karyawannya di level perencana maupun pelaksana.

PERT (PROJECT EVALUATION AND REVIEW TECHNIQUE)

Sebagai contoh, berikut ini ditunjukkan tabel yang berisi Kegiatan proyek untuk Network
PERT dan hasil perhitungan Mean dan Standard Deviasi.
Pembahasan
Langkah pertama,
menentukan a, m, b, dan mean dan standar deviasi waktu dari setiap kegiatan. Semuanya
telah tersaji dalam tabel.

Langkah kedua
membuat network dan menentukan jalur kritisnya

Jadi dari network tersebut dapat disimpulkan bahwa jalur kritisnya adalah A - C- F - G.
dengan waktu rata-rata penyelesaian proyek adalah 25 minggu.

Langkah selanjutnya menghitung variasi waktu penyelesaian proyek, yakni:

Sementara, standar deviasi waktu penyelesaian proyek adalah


Langkah terakhir adalah menentukan berapa probabilitas apabila proyek direncanakan
selesai dalam waktu misalnya 27 minggu, bagaimana pula probabilitasnya bila
diselesikan dalam waktu 25 minggu. Terlebih dulu dihitung nilai Z

Z untuk T=27 minggu

Selanjutnya melihat nilai probabilitas untuk Z = 1,41 pada tabel di tabel Distribusi Z
Z=1,41 pada tabel distribusi normal menunjukkan angka probabilitas 0,92. Berarti
probabilitas proyek dapat diselesaikan selama 27 minggu adalah 92%

MONTE CARLO SIMULATION

Jika sebuah sistem mengandung unsur yang menunjukkan adanya peluang dalam perilaku
mereka, maka simulasi metode Monte Carlo (Monte Carlo method) mungkin dapat
diterapkan. Dasar simulasi Monte Carlo adalah percobaan pada unsur peluang (atau
bersifat probabilistik) dengan menggunakan pengambilan sampel secara acak. Jadi
Metode Monte Carlo adalah sebuah teknik simulasi yang menggunakan unsur acak ketika
terdapat peluang dalam perilakunya.
Teknik simulasi Monte Carlo terbagi atas lima langkah sederhana.

1. Menetapkan suatu distribusi probabilitas bagi variabel yang


penting.
Gagasan dasar simulasi Monte Carlo adalah membangkitkan nilai untuk variabel pada
model yang sedang diuji. Pada sistem dunia nyata, sebagian besar variabel memiliki
probabilitas alami, misalnya permintaan persediaan, waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan aktivitas proyek. Cara menetapkan distribusi probabilitas bagi variabel
tertentu adalah menguji hasil historis, yaitu dengan membagi frekuensi pengamatan untuk
setiap output variabel yang mungkin dengan jumlah pengamatan total.
2. Membuat distribusi probabilitas kumulatif bagi setiap variabel.
Mengubah distribusi probabilitas biasa menjadi sebuah distribusi probabilitas kumulatif
(cumulative probability distribution)
3. Menetapkan sebuah interval angka acak bagi setiap variabel.
Setelah distribusi probabilitas kumulatif bagi setiap variabel yang digunakan dalam
simulasi ditetapkan, maka diberikan serangkaian angka yang mewakili setiap nilai atau
output yang memungkinkan.
4. Membangkitkan angka acak.
Angka acak dapat dihasilkan dengan dua cara. Jika persoalan yang dihadapi besar dan
proses yang sedang diteliti melibatkan banyak percobaan simulasi, maka digunakan
program komputer untuk membangkitkan angka acak. Jika simulasi dilakukan dengan
perhitungan tangan, angka acak dapat diambil dari sebuah tabel angka acak.
5. Menyimulasikan serangkaian percobaan.
Hasil dari eksperimen dapat disimulasikan secara sederhana dengan memilih angka acak
dari Tabel F.4. Percobaan dapat dimulai dari titik mana pun pada tabel, selanjutnya
perhatikan dalam interval mana setiap angka berada.
Mari, kita lihat contoh berikut untuk melakukan satu per satu langkah tersebut di atas.

Misalkan permintaan harian ban radial pada Barry’s Auto Tire selama 200 hari
diperlihatkan pada kolom 1 dan 2 Tabel F.2.

Langkah pertama: Dengan asumsi bahwa tingkat kedatangan masa lampau akan tetap
sama di masa mendatang permintaannya dapat diubah menjadi distribusi probabilitas
dengan membagi setiap frekuensi permintaan dengan permintaan total, yaitu 200. Hasil
yang didapatkan diperlihatkan pada kolom 3.
Selanjutnya langkah kedua, Mengubah distribusi probabilitas biasa seperti pada kolom
3 Tabel F.2 menjadi sebuah distribusi probabilitas kumulatif (kolom 4), yaitu
penjumlahan dari jumlah pada kolom probabilitas (kolom 3) yang ditambahkan pada
probabilitas kumulatif sebelumnya.

Selanjutnya langkah ketiga menetapkan interval angka acak. Sebagai contoh, jika
terdapat peluang (probabilitas) sebesar 5% bahwa permintaan ban pada Barry’s Auto Tire
adalah 0 unit per hari, maka diharapkan tersedia angka acak sebanyak 5% yang sesuai
dengan permintaan 0 unit. Jika pada simulasi digunakan seluruh angka acak 2 digit
berjumlah 100 angka acak, maka untuk permintaan sebesar 0 unit dapat diberikan pada 5
angka acak pertama: 01, 02, 03, 04, dan 05. Jika terdapat peluang sebesar 10% bahwa
permintaan untuk produk yang sama akan menjadi 1 unit per hari, maka 10 angka acak
berikutnya (06, 07, 08, 09, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15) mewakili permintaan tersebut—
begitu juga untuk permintaan lain. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel F.3 bahwa
panjang setiap interval di sisi kanan sesuai dengan probabilitas terjadinya 1 permintaan
harian.

Selanjutnya langkah keempat dan keliama, yaitu menghasilkan angka acak dan
mmensimulasikan permintaan. Angka acak yang diperlukan dipilih dari Tabel F.4,
dimulai dari bagian kiri atas dan dilanjutkan di sepanjang kolom pertama dan menuliskan
permintaan harian yang berkesesuaian. Sebagai contoh, jika angka acak yang terpilih
adalah dimulai dari bagian kiri atas (angka 52) dan dilanjutkan di sepanjang kolom
pertama sebanyak sepuluh baris (karena permintaan sebanyak sepuluh hari) dan
menuliskan permintaan harian yang berkesesuaian.
rata-rata permintaan sebesar 3,9 ban dalam waktu simulasi 10 hari ini berbeda dengan
permintaan harian yang diharapkan yang dapat dihitung dari data pada Tabel F.3.

Permintaan yang diperkirakan

jika simulasinya diulangi maka rata-rata permintaan yang disimulasikan akan mendekati
permintaan yang diperkirakan.

Anda mungkin juga menyukai