Anda di halaman 1dari 60

STASE KEPERAWATAN GADAR DAN KRITIS

LAPORAN SEMINAR BESAR


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. AS
DENGAN CKD GRADE V ON HD RUTIN & EDEMA PARU,
ANALISA JURNAL ‘IMPACT OF HEMODIALYSIS ON DYSPNEA AND
LUNG FUNCTION IN END STAGE KIDNEY DISEASE PATIENTS’
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD ULIN BANJARMASIN

Tanggal Praktik 27 Pebruari - 12 Maret 2017

OLEH
KELOMPOK C:

SRIWARTY, S. Kep I4B115001


ENDANG SANTY SAFITRY, S. Kep I4B115002
AKHMAD SAUKANI, S. Kep I4B115003
AULIA NILAM PRATIWI, S. Kep I4B115004
ELPRIDA SIRAIT, S. Kep I4B115005
RIA SUSANA, S. Kep I4B115006
SA’DAH, S. Kep I4B115007

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROFESI NERS
2017
LEMBAR PENGESAHAN

STASE KEPERAWATAN GADAR DAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. AS


DENGAN CKD GRADE V ON HD RUTIN DAN EDEMA PARU
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD ULIN BANJARMASIN

Tanggal Praktik 27 Pebruari - 12 Maret 2017

OLEH
KELOMPOK C:
SRIWARTY, S. Kep I4B115001
ENDANG SANTY SAFITRY, S. Kep I4B115002
AKHMAD SAUKANI, S. Kep I4B115003
AULIA NILAM PRATIWI, S. Kep I4B115004
ELPRIDA SIRAIT, S. Kep I4B115005
RIA SUSANA, S. Kep I4B115006
SA’DAH, S. Kep I4B115007

Banjarmasin, Maret 2017


Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Abdurahman Wahid, S.Kep.,Ns, M.Kep M. Fadli, S.kep, Ns


NIP. 19831111 200812 1 002 NIP. 19670610 199003 1 02
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
asuhan keperawatan seminar ini yang berjudul “Seminar Besar Asuhan Keperawatan
Klien Tn. As Dengan Oedema Paru CKD Grade. V On Hd Rutin Dan Di Ruang
Instalasi Gawat Darurat Rsud Ulin Banjarmasin”.
Seminar Asuhan keperawatan ini merupakan salah satu tugas kelompok pada
stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis. Penyusunan Laporan Seminar Besar
Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik
secara moril maupun materil. Atas segala bimbingan dan bantuan yang telah
diberikan tersebut, penyusun mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Abdurrahman Wahid, Ns., M. Kep, sebagai Ketua Program Profesi Ners,
Koordinator Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis serta pembimbing
akademik.
2. Ifa Hafifah, Ns., M. Kep, sebagai Pembimbing Akademik stase keperawatan
Kritis.
3. M. Fadli, S. Kep., Ns, sebagai pembimbing klinik stase Keperawatan Gadar
Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin.
4. Lukmanul Hakim, Ns., M. Kep, sebagai pembimbing klinik stase Keperawatan
kritis di Ruang Perawatan Intensif.
5. Tn. AS dan keluarga, selaku klien kelolaan yang dibahas dalam asuhan
keperawatan seminar ini yang telah berkenan untuk dikaji dan diangkat
menjadi kasus seminar ini.
6. Kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu-persatu yang
telah banyak memberikan bantuan baik materil maupun imateril demi
perampungan penyusunan askep ini.
Kami menyadari adanya ketidaksempurnaan dari asuhan keperawatan ini,
karenanya dalam seminar besar ini penyusun mengharapkan kritik dan saran
sehingga dapat menyempurnakan laporan ini.
Demikian Laporan seminar besar asuhan keperawatan ini disampaikan, semoga
hasil asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kesehatan
dan keperawatan, khususnya ilmu keperawatan gawat darurat dan kritis.

Banjarmasin, April 2017


Kelompok C Profesi Ners
DAFTAR ISI

COVER i

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 2

BAB II TINJAUAN TEORI3


A. Pengertian 3
B. Etiologi 3
C. Manifestasi Klinis 4
D. Pathway 6
E. Pemeriksaan Penunjang 7
F. Klasifikasi 8
G. Penatalaksanaan 11
H. Komplikasi 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.AS DENGAN EDEMA
PULMO DAN CKD GRADE 5 15
A. Pengkajian 15
B. Primary Assesment 16
C. Secondary Assesment 24
D. Pemeriksaan Penunjang 27

BAB IV PEMBAHASAN 36
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 36
B. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).CKD grade 5 didefinisikan sebagai keadaan
kelainan ginjal dengan Laju Filtrasi Gromerulus (LFG) < 15 ml/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal. Indonesia termasuk tingkat penderita gagal ginjal yang cukup
tinggi. Menurut data dari Penetri (Persatuan Nefrologi Indonesia) sampai 2 Januari
2011 di perkirakan ada 70 ribu penderita gagal ginjal di Indonesia yang membutuhkan
cangkok ginjal.
CKD adalah keadaan LFG yang turun sehingga terjadi retensi natrium sehingga
terjadi peningkatan volume intertisial dan menyebabkan hipertropi ventrikel kiri
sehingga tekanan vena pulmonalis meningkat dan terjadi oedema paru. Odema paru
adalah akumulasi cairan di paru – paru yang disebabkan tekanan intravaskuler yang
tinggi atau peningkatan permeabilitas membrane kapiler yang mengakibatkan
ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli
secara progresif dan mengakibatkan hipoksia.ada sebagian besar edem paru secara
klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan
permeabilitas tanpa adanya gangguan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun
demikian penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua
mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan. Oedema paru akut adalah suatu
keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi.Menurut penelitian
pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema paru di dunia.
Di Inggris sekitr 2,1 juta penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan
secara komprehensif. Di Amerika Serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita
edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan
incidence rate (IR) 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2%. Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun - tahun berikutnya IR cenderung
meningkat yaitu 15,99 pada tahun 2000, tahun 2002 sebesar 19,24 dan tahun 2003
sebesar 23,87 .
Keadaan tersebut diatas merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat
perhatian dari perawat di dalam merawat klien CKD dengan edema paru secara
komprehensif bio psiko social dan spiritual.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Klien dengan CKD
grade 5 on HD dan Edema Paru.

Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami konsep teori tentang CKD dan Edema Paru
2. Melakukan pengkajian Kegawatdaruratan pada Klien dengan CKD dan Edema Paru
3. Menganalisa Diagnosa Keperawatan Kegawatdaruratan pada Klien dengan CKD
dan Edema Paru
4. Melakukan Perencanaan Tindakan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Klien
dengan CKD dan Edema Paru
5. Melakukan Implementasi Tindakan Keperawatan kegawatdaruratan pada Klien
dengan CKD dan Edema Paru
6. Menganalisa Evaluasi Tindakan Keperawatan kegawatdaruratan pada Klien dengan
CKD dan Edema Paru
BAB II
LANDASAN TEORI

A. KONSEP CHRONIC KIDNEY DISEASE


Laporan Pendahuluan
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah Seperti pada patofisiologi di atas, PGK dapat menimbulkan World Health Organization (WHO)
kerusakan ginjal atau penurunan faal ginjal anemia, yang diantaranya secara spesifik disebabkan oleh: mendefinisikan anemia dengan konsentrasi
lebih atau sama dengan tiga bulan sebelum - Defisiensi relatif dari eritropoietin hemoglobin < 13,0 mg/dl pada laki-laki dan
diagnosis ditegakan. Gagal Ginjal kronik - Kekurangan zat besi wanita postmenopause dan < 12,0 gr/dl pada
adalah penurunan sernua faal ginjal secara - Inflamasi akut dan kronik wanita lainnya. The European Best Practice
bertahap, diikuti penimbunan sisa Guidelines untuk penatalaksanaan anemia pada
- Pendeknya masa hidup eritrosit
metabolisme protein dari gangguan pasien-pasien penyakit ginjal kronik mengatakan
keseimbangan cairan dan elektrolit (NKF- - Bleeding diathesis bahwa batas bawah hemoglobin normal adalah
DOQI, 2002). - Hiperparatiroidisme/ fibrosis sumsum tulang 11,5 gr/dl pada wanita, 13,5 gr/dl pada laki-laki
- Hemoglobinopati, hipotiroid, hipertiroid, kehamilan, dibawah atau sama dengan 70 tahun dan 12,0 gr/dl
penyakit HIV, penyakitautoimun, obat imunosupresif pada laki-laki diatas 70 tahun.

Manifestasi Klinis Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan Komplikasi


1. Kelemahan umum Beberapa poin harus diperiksa Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk Komplikasi umum
2. malaise, mudah lelah dahulu sebelum dilakukan pencapaian kadar Hb > 10 g/dL dan Ht > pada PGK antara
3. Nyeri seluruh tubuh/mialgia pemberian terapi penambah 30%, baik dengan pengelolaan konservatif lain:
4. Gejala ortostatik Sinkop atau eritrosit, yaitupada PGK dengan maupun dengan EPO. 1. Kelebihan
hampir sincope anemia antara lain: Variasi terapi anemia pada penyakit ginjal Cairan
5. Penurunan toleransi latihan 1. Darah lengkap kronik adalah sebagai berukut: 2. Hiperkalemia
6. Dada terasa tidak nyaman 2. Pemeriksaan darah tepi 1. Suplementasi eritropoetin 3. Metabolik
7. Palpitasi 3. Hitung retikulosit 2. Pembuangan eritropoesis inhibitor Asidosis
8. Intoleransi dingin 4. Pemeriksaan besi (serum iron, endogen dan toksin hemolitik endogen 4. Gangguan
9. Gangguan tidur total iron binding capacity, dengan terapi transplantasi ginjal ekstra Mineral dan
10. Ketidakmampuan untuk saturasi transferin, serum korporeal atau peritoneal dialisis. Tulang
berkonsentrasi feritin) 3. Pembuangan kelebihan aluminium 5. Hipertensi
11. Kehilangan nafsu makan 5. Pemeriksaan darah tersamar dengan deferoxamine 6. Anemia
12. Kulit (pucat) pada tinja 4. Mengkoreksi hiperparatiroid 7. Dislipidemia
13. Neurovaskular (penurunan 6. Kadar vitamin B12 5. Terapi Androgen 8. Disfungsi
kemampuan kognitif) 7. Hormon paratiroid 6. Mengurangi iatrogenic blood loss seksual
14. Mata (konjungtiva pucat) 7. Suplementasi besi
15. Kardiovaskular (hipotensi 8. Suplementasi asam folat
ortostatik, takiaritmia) 9. Transfuse darah
16. Pulmonary (takipnea)
17. Abdomen (asites,
hepatosplenomegali)
NOC
Nutritional status:
ASUHAN KEPERAWATAN Criteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan
Pengkajian
keperawatan selama ……. maka:
Pengkajian pasien dengan anemia meliputi:
1. Berat badan ideal sesuai dengan
1. Aktivitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise tinggi badan
umum.Kehilangan produkifitas, penurunan 2. Tidak ada tanda malnutrisi
semangat untuk bekerja Toleransi terhadap
latihan rendah. Kebutuhan untuk istirahat dan
tidur lebih banyak
NIC :
2. Sirkulasi
Nutrition management:
Riwayat kehilangan darah kronis, Riwayat
1. Kaji kemampuan pasien untuk
endokarditis infektif kronis, palpitasi
mendapatkan nutrisi yang
3. Integritas ego Diagnosa Keperawatan dibutuhkan
Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan 2. Monitor jumlah nutrisi dan
pemilihan pengobatan, misalnya penolakan perifer kandungan kalori
transfusi darah 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang 3. Kolaborasi dengan dokter dan
4. Eliminasi dari kebutuhan tubuh ahli gizi untuk menentukan
Gagal ginjal, Hematemesi, Diare atau 3. Intoleransi aktivitas jumlah kalori dan nutrisi yang
konstipasi 4. Nyeri akut dibutuhkan pasien.
5. Makana/cairan
4. Berikan makanan yang terpilih
Nafsu makan menurun, mual/muntah, berat
5. Berikan informasi tentang
badan menurun.
kebutuhan nutrisi kepada
6. Nyeri/ kenyamanan
keluaga klien
Lokasi nyeri terutama didaerah abdomen dan
INTERVENSI Nutrition monitoring:
kepala
KEPERAWATAN 1. Monitoring interaksi anak dan
7. Pernapasan
orang tua selama makan.
Napas pendek pada saat istirahat maupun
2. Monitoring kulit kering dan
aktifitas
perubahan pigmentasi
8. Seksualitas
3. Monitor turgor kulit
Perubahan menstruasi misalnya menoragia,
4. Monitor mual dan muntah
amenore . Menurunnya fungsi seksual.
5. Monitor kadar albumin, total
protein, hb dan ht
6. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
7. Catat adanya edema.
NOC NOC NOC
Self Care : ADLs Status Sirkulasi; Perfusi jaringan: perifer. Setelah Pain Control
Toleransi aktivitas dilakukan tindakan keperawatan selama ….tidak Kriteria hasil:
Konservasi energi ada gangguan pada perfusi jaringan pasien Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x60 menit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien dengan nyeri klien akan berkurang dengan kriteria hasil klien akan:
bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria hasil: 1. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan
Kriteria hasil: 1. Pengisian kapiler hal yang memperberat nyeri)
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai 2. Warna kulit normal 2. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR 3. Kekuatan fungsi otot menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara 4. Kekuatan kulit nyeri)
mandiri 5. Suhu kulit hangat 3. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat 6. Tidak ada nyeri ekstremitas

NIC : NIC: NIC:


1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan Perwatan Sirkulasi Pain Management
aktivitas 1. Kaji secara komprehensif sirkukasi perifer 1. Kaji tingkat nyeri pada pasien dengan menggunakan alat
2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan (nadi perifer, edema, kapillary refill, warna self-report pasien yang valid dan reliable, seperti skala
3. Monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat dan temperatur ekstremitas) tingkat nyeri numerik 0-10.
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi 2. Evaluasi nadi perifer dan edema 2. Kaji nyeri pasien secara rutin dengan interval waktu yang
secara berlebihan 3. Inpseksi kulit adanya luka konsisten bersama dengan pengukuran vital sign.
5. Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas 4. Kaji tingkat nyeri 3. Jelaskan pasien mengenai manajemen nyeri, termasuk
(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, 5. Elevasi anggota badan 20 derajat atau lebih intervensi farmakologi dan nonfarmakologi, proses
perubahan hemodinamik) tinggi dari jantung untuk meningkatkan pengkajian dan pengkajian ulang, serta potensi efek yang
6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien venous return merugikan.
7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik 6. Ubah posisi klien minimal setiap 2 jam 4. Ajarkan intervensi nonfarmakologi ketika nyeri relatif
dalam merencanakan progran terapi yang tepat. sekali dapat dikontrol dengan intervensi farmakologi.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang 7. Monitor status cairan masuk dan keluar 5. Sebagai tambahan pemberian analgesik, dukung klien
mampu dilakukan 8. Gunakan therapeutic bed untuk menggunakan metode nonfarmakologi untuk
9. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai 9. Dorong latihan ROM selama bedrest membantu mengontrol nyeri, seperti distraksi, imagery,
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social 10. Dorong pasien latihan sesuai kemanpuan relaksasi.
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber 11. Jaga keadekuatan hidrasi untuk mencegah 6. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai tipe dan beratnya
yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan peningkatan viskositas darah nyeri.
11. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti 12. Monitor laboratorium Hb, Hmt
kursi roda, krek Monitor Tanda Vital
12. Bantu untuk  mengidentifikasi aktivitas yang disukai 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan RR
13. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu 2. Monitor jumlah dan irama jantung
luang 3. Monitor bunyi jantung
14. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi 4. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
kekurangan dalam beraktivitas Manajemen Cairan
15. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif 1. Catat intake dan output cairan
beraktivitas 2. Monitor status hidrasi
16. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan 3. Monitor status nutrisi
penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
.
B. KONSEP DASAR TEORI EDEMA PARU

A. PENGERTIAN
Edem paru adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru. Hal ini
dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau
karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik)
yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepaat sehingga terjadi
gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia
(1). Edem paru didefinisikan sebagai akumulasi cairan di interstisial dan alveolus.
Edema paru-paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara
berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Jika edema timbul akut
dan luas, sering disusul kematian dalam waktu singkat (1). Edema paru-paru mudah
timbul jika terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru,
penurunan tekanan osmotik koloid seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding
kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas yang
berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses
oksigenasi(1,2,3,4).

B. ETIOLOGI
1. Edem paru non kardiogenik
Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-
pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru
yang diakibatkan selain kelainan pada jantung. Walaupun edema paru dapat
berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun dalam tingkatnya yang paling ringan
sekalipun tetap merupakan temuan yang menakutkan. Terjadinya edema paru
seperti di atas dapat diakibatkan oleh berbagai sebab, diantaranya seperti pada
tabel di bawah ini(4,11). Beberapa penyebab edeme paru non
kardiogenik(7,9,10,11,12,13)
a. Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)
Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler
paru dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru sering juga disebut acute respiratory
distress syndrome (ARDS)(9,15,16).
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan onkotik
(osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik
yang meningkat pada gagal jantung menyebabkan edema paru. Sedangkan
pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload
dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau
malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga terjadi edema
paru(9).
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan
cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru
akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade
inflamasi timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus
kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan
melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai
toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin,
dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam
keadaan atau penyakit dan hasilnya adalah kerusakan endotel yang berakibat
peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh
dengan eksudat yang kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel
inflamasi sehingga terbentuk membran hialin. Karakteristik edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru adalah tidak adanya peningkatan
tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal) (9,15,16,19).
Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS. Berat ringannya
edema paru berhubungan dengan derajat pH asam lambung dan volume cairan
yang teraspirasi. Asam lambung akan tersebar di dalam paru dalam beberapa
detik saja, dan jaringan paru akan terdapar (buffered) dalam beberapa menit
sehingga cepat menimbulkan edema paru(9).
Tenggelam (near drowning). Edema paru dapat terjadi pada mereka yang
selamat dari tenggelam dari air tawar atau air laut. Autopsi penderita yang
tidak bisa diselamatkan menunjukan perubahan patologis paru yang sama
dengan perubahan pada edema paru karena sebab lain. Pada saat tenggelam
korban biasanya mengaspirasi sejumlah air. Air tawar adalah hipotonis, dan air
laut adalah hipertonis relatif terhadap darah, yang menyebabkan pergerakan
cairan melalui membran alveolar-kapiler ke dalam darah atau ke dalam paru.
Resultante perubahan konsentrasi elektrolit dalam darah sebanding dengan
volume cairan yang diabsorpsi(10,19).
Pneumonia. Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron, edema paru
pada infeksi paru menunjukan perubahan yang sama dengan edema paru
karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Mekanisme dikarenakan
terjadinya reaksi inflamasi sehingga mengakibatkan kerusakan endotel (10).
Emboli lemak. Mekanisme terjadinya emboli lemak sampai saat ini masih
belum jelas. Lemak netral yang mengemboli paru jelas berasal dari lemak
dalam sumsum tulang yang dilepaskan oleh tenaga mekanik. Mungkin triolein
dari lemak netral sebagian dihidrolisis menjadi asam lemak bebas oleh
lipoprotein lipase dalam paru, dan kerusakan utama pada paru disebabkan oleh
asam lemak bebas. Namun demikian, sebagian kerusakan paru mungkin terjadi
melalui hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh embolisasi, trombositopenia
yang diinduksi oleh lemak yang bersirkulasi, atau koagulasi dan lisis fibrin
dalam paru. Apa pun penyebabnya, gambaran histologisnya sama dengan
edema paru karena peningkatan permeabilitas, dengan gambaran tambahan
berupa globul lemak dalam pembuluh darah kecil dan lemak bebas dalam
ruang alveolar. Emboli lemak banyak ditemukan pada kasus patah tulang
panjang, terutama femur atau tibia(10).
Inhalasi bahan kimia toksik. Inhalasi bahan kimia toksik dapat
menyebabkan lesi paru seperti yang disebabkan oleh inhalasi asap. Edema paru
dilaporkan dapat disebabkan akibat paparan terhadap fosgen, klorin, oksida
nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam, dan uap bahan kimia
kompleks lainnya. Fosgen adalah gas yang sangat reaktif, dan banyak
dihasilkan oleh industri-industri penghasil polimer, pharmaceutical, dan
metalurgi. Senyawa induk fosgen adalah chloroform dan gas fosgen
merupakan metabolit toksiknya. Jika terhisap oleh manusia pada konsentrasi
tertentu menyebabkan edema paru-paru akibat adanya gangguan keseimbangan
cairan yang ada dan meningkatkan peroksida lipid dan permeabilitas pembuluh
darah (10,20).
Keracunanoksigen. Oksigen dalam konsentrasi tinggi ternyata toksik
terhadap paru. Edema paru dapat terjadi 24 – 72 jam setelah terpapar oksigen
100%. Lesi yang ditimbulkan secara histologis mirip dengan edema paru yang
ditimbulkan akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru. Di bawah
mikroskop elektron, perubahan dini yang terjadi adalah penebalan ruang
interstisial oleh cairan edema yang berisi serat fibrin, leukosit, trombosit, dan
makrofag. Ini terjadi sebelum tampak kerusakan endotel(9).
Sepsis. Septikemia karena basil gram negatif infeksi ekstrapulmonal
merupakan faktor penyebab penting edema paru karena peningkatan
permeabilitas kapiler paru(9).
Inhalasi asap dan luka bakar saluran napas. Kerusakan saluran napas
telah lama diketahui menjadi penyebab mortalitas utama pada penderita luka
bakar dan sekarang jelas bahwa inhalasi asap tanpa luka bakar termis juga
menjadi penyebab kematian utama. Jenis kerusakan saluran napas tergantung
dari jenis bahan yang terbakar dan zat kimia yang terkandung di dalam asap
yang ditimbulkan (3).
Pankreatitis. Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein
selama pankreatitis diduga mendasari mekanisme terjadinya edema paru.
Tingginya konsentrasi protein cairan edema menyokong diagnosis ini (9,19)
b. Sindrom Kongesti Vena
Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada
penderita dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung
normal. Ekspansi volume intravaskular tidak perlu terlalu besar untuk
terjadinya kongesti vena, karena vasokontriksi sistemik dapat menyebabkan
pergeseran volume darah ke dalam sirkulasi sentral. Sindrom ini sering terjadi
pada penderita yang mendapat cairan kristaloid atau darah intravena dalam
jumlah besar, terutama pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, ataupun
karena gagal ginjal itu sendiri (terjadi retensi air). Pemberian kortikosteroid
menyebabkan gangguan kongesti vena lebih lanjut(9,10),
Sindrom kongesti vena (fluidoverload) ini sering terjadi pada penderita
dengan trauma yang luas, yang mendapat cairan dalam jumlah besar untuk
menopang sirkulasi. Pada fase penyembuhan, terjadilah edema paru. Keadaan
ini sering dikacaukan dengan gagal jantung kiri atau ARDS (acute respiratory
distress syndrome)(9).
2. Edem Paru Neurogenik
Keadaan ini terjadi pada penderita yang mengalami trauma kepala, kejang-
kejan, atau peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak. Diduga dasar
mekanisme edema paru neurogenik adalah adanya rangsangan hipotalamus (akibat
penyebab di atas) yang menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergik, yang
kemudian menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi
pulmonal dan penurunan “compliance” ventrikel kiri. Akibatnya terjadi penurunan
pengisian ventrikel kiri à tekanan atrium kiri meningkat dan terjadilah edema paru.
(10,19).
Pada penderita dengan trauma kepala, edema paru dapat terjadi dalam waktu
singkat. Mekanisme neurogenik mungkin dapat menjelaskan terjadinya edema paru
pada penderita pemakai heroin(10,18).
3. Edem Paru Karena Ketinggian Tempat
Penyakit ini secara khas menyerang orang-orang muda yang berada pada
ketinggian di atas 2700 meter (9000 kaki). Penyebab keadaan ini tidak diketahui,
diduga mekanismenya adalah hipoksia karena ketinggian menyebabkan vasokontriksi
arteriole paru dan kegiatan yang berlebih (exercise) merangsang peningkatan kardiak
output dan peningkatan tekanan arteri pulmonal, akibatnya terjadilah edema paru
(10,11,19). Gejala-gejala yang paling sering ditemukan adalah batuk, napas pendek,
muntah-muntah dan perasaan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut terjadi dalam 6 – 36
jam setelah tiba di tempat yang tinggi (10,11,19).
Tidak semua orang menderita penyakit ini, bahkan orang-orang yang terkena
penyakit ini pun tidak mendapatkan gejala-gejala setiap kali terkena pengaruh tempat
tinggi itu. Kesembuhan dapat terjadi dalam waktu 48 jam serta selanjutnya penderita
dapat tetap bertempat tinggal di tempat tinggi tanpa gejala-gejala. Pengobatan
suportif dapat diberikan bila ada indikasi (10,11,19).
Bagaimanapun penyakit ini dapat kambuh kembali setelah penderita kembali ke
daerah yang letaknya tinggi, setelah berkunjung meski singkat ke daerah yang
terletak lebih rendah.(10,11,19).
4. Edem Paru Karena Sindrom Nefrotik
Walaupun edema hampir selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam
perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis, namun
merupakan tanda yang paling variabel di antara gambaran terpenting sindroma
nefrotik, terutama edema paru(10,15).
Mekanisme terbentuknya edema sangat kompleks; beberapa faktor adalah: (1)
Penurunan tekanan koloid osmotik plasma akibat penurunan konsentrasi albumin
serum; bertanggungjawab terhadap pergeseran cairan ekstraselular dari kompartemen
intra-vaskular ke dalam interstisial dengan timbulnya edema dan penurunan volume
intravaskular. (2) Penurunan nyata eksresi natrium kemih akibat peningkatan
reabsorpsi tubular. Mekanisme meningkatnya reabsorpsi natrium tidak dimengerti
secara lengkap, tetapi pada prinsipnya terjadi akibat penurunan volume intravaskular
dan tekanan koloid osmotik. Terdapat peningkatan ekskresi renin dan sekresi
aldosteron. (3) Retensi air(8,15). Penurunan tekanan koloid osmotik plasma dan
retensi seluruh natrium yang dikonsumsi saja tidaklah cukup untuk berkembangnya
edema pada sindrom nefrotik. Untuk timbulnya edema harus ada retensi air(15).
Pengobatan edema paru akibat sindrom nefrotik ditujukan pada penyakit
dasarnya. Pengobatan suportif diberikan bila ada indikasi(9,15).
5. Edem Paru Karena Malnutrisi
Prinsip mekanisme terjadinya edema paru pada malnutrisi hampir sama dengan
sindrom nefrotik. Hipoproteinemia merupakan dasar terjadinya edema (8,15).
6. Aktivitas yang Berlebihan
Pada penelitian yang dilakukan Ayus JC dan kawan-kawan pada pelari maraton
terdapat 18% dari 605 pelari marathon yang mengalami edema paru akibat
hiponatremia. Mekanisme ini disimpulkan bahwa pada saat aktivitas meningkat
(maraton) terjadi pengeluaran natrium melalui air keringat, sehingga tubuh
kekurangan natrium. Setelah selesai melakukan aktivitas tubuh berusaha melakukan
homeostatis, dengan mensekresikan ADH dan terjadilah retensi air. Akibatnya
terjadilah edema paru.(21).

C. PATOFISIOLOGI
Edema pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh
darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini
dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau
tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam
plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru.
Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati
oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana
oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam
darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya
mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan
cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan
integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara.
Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan
karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan
oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung,
disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain,
dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama melalui
celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan selisih antara
tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas membran kapiler. Cairan dan
solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar terdiri atas ikatan yang sangat rapat.
Selain itu, ketika cairan memasuki ruang interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke
ruang peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke
sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan
hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama
dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan
onkotik protein (10,11)
Terdapat dua mekanisme terjadinya edem paru (1):
1. Membran kapiler alveoli. Edem paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan `dari
darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian
cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe.
Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari
pembuluh darah ke ruangan interstisial. Studi eksperimental membuktikan bahwa
hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi
sistemik.
Q(iv-int)=Kf[(Piv-Pint) – df(Iiv-Iint)]
Q = kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstisial
Piv = tekanan hidrostatik intravaskular
Pint = tekanan hidrostatik interstisial
Iiv = tekanan osmotik koloid intravaskular
Iint = tekanan osmotik koloid interstisial
Df = koefisien refleksi protein
Kf = kondukstan hidraulik
2. Sistem Limfatik. Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid
dan cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah
interstisial peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari
interstisium alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini
ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila
kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi
edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat 70 kg dalam keadaan istirahat
kapasitas sistem limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas
sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-
rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan
mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrat
kapiler dalam jumlah yang lebih besar yang dapat mencegah terjadinya edem.
Sehingga sebagai konsekuensi terjadinya edema interstisial, saluran nafas yang
kecil dan pembuluh darah akan terkompresi (1,4)

D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala paling umum dari pulmonary edem adalah sesak nafas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara
perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari
pulmonary edem akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah,
lebih cepat mengembangkan sesak nafas daripada normal dengan aktivitas yang biasa
(dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea), kepeningan atau kelemahan
(3,4,5,23).
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-
pasien dengan pulmonary edem. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, seperti
rales atau crakles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernafas (3,4,22).
Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium (23):
Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan
pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup saat
inspirasi.
Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis
kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih
memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh
gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea.
Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea
juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan interstisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi
right to left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapsia, tetapi
pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada
leadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati (Ingram dan Braunwald,1988).

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edem paru, misalnya adanya
riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung kronik.
Edem paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi pada
kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang yang
menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang yang
akan tenggelam (1,5). Khas pada edem paru non kardiogenik didapatkan bahwa
awitan penyakit ini berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat.
Penderita sering sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan
atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan
riak berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi yang
cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan mungkin sianosis.
(2,3,4,5,6,18,19,20).
2. Pemeriksaan Fisik
Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau
teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat
mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit
membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar
dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan
(pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar
ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing.
Pemeriksaan jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4.
Terdapat juga edem perifer, akral dingin dengan sianosis (sda). Dan pada edem
paru non kardiogenik didapatkan khas bahwa Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi
terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan
bergelembung pada bagian bawah dada(4).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan
untuk mengkaji etiologi edem paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan
hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas darah,
enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide (BNP).
2. Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang
dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai
bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-
struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema
mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang
paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema
dapat menunjukanopacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru
dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan
ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia
mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin
mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)
3. Ekhokardiografi. Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi
disfungsi ventrikel kiri. Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan
fungsi katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edem paru.
4. EKG. Pemeriksaan EKG bias ormal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemik atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis
hipertensi gambaran EKG biasanya menunjukan gambaran hipertrofi ventrikel
kiri. Pasien dengan edem paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya
menunjukan gambaran gelombang T negative yang melebar dengan QT
memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil
dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui
tetapi beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain:
iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada
dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak
atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolic atau katekolamin
PATHWAY EDEMA PARU

Faktor Faktor non-


 PATHWAY
Unkwnown
ARSD
Isufisiensi
limfatik
Gagal jantung  Pnemonia  Post. Lung  Pulmonary
kiri transplant Embolism
 Aspirasi As.
 Lymphangiti  Eclamasia
Lambung c  High
carsinomiclo altitude
 Bahan Toksik
sis Pulmonary
inhalan  Silicosis edema

Ketidakseimbangan
Staling Force

Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan


Kapiler Onkotik Negative Onkotik
Paru ↑ Plasma ↓ Interstitial ↑ Interstitial ↑

Cairan berpindah
ke interstitial
Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac ouput Pemasangan alat


cairan ↓ bantu nafas
(ventilator)

Gangguan O2 jaringan↓ Bed rest Pemasangan Area


pertukaran gas fisik selang invasi
endotrakheal M.O

Defisit
Gangguan Pengambilan Kelelahan perawatan
perfusi O2 ↑ Gangguan Resiko
diri
jaringan komunikasi tinggi
Intoleransi verbal infeksi
aktivitas
Gangguan
pola nafas
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas    :
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, diagnosa medic.  Umur Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami
dibandingkan remaja/dewasa muda
b. Identitas penanggung jawab bila ada
2. Riwayat Masuk
Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
4. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Integumen
Subyektif         : –
Obyektif          : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b. Sistem Pulmonal
Subyektif         : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif          : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
c. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif         : sakit dada
Obyektif          : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan
d. Sistem Neurosensori
Subyektif         : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif          : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e. Sistem Musculoskeletal
Subyektif         : lemah, cepat lelah
Obyektif          : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f. Sistem genitourinaria
Subyektif         : –
Obyektif          : produksi urine menurun/normal,
g. Sistem digestif
Subyektif         : mual, kadang muntah
Obyektif          : konsistensi feses normal/diare
h. Studi Laboratorik  :
Hb                                : menurun/normal
Analisa Gas Darah      : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
Elektrolit                     : Natrium/kalsium menurun/normal

B. Diagnosa yang mungkin muncul


1. Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan
alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonary
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas otot jantung
4. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan terhadapprosedur medis

6. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder


terhadap pemasangan alat bantu nafas
7. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang
endotrakeal
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOS
A
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) RASIONAL
KEPERAW
ATAN
1. (00031) NOC Vital Sign Monitoring (6680) Vital Sign Monitoring (6680)
Ketidakefek a. Respiratory a. Monitor status BP, pulse, a. Perubahan status BP, pulse, respirasi dan
tifan Status (0415) respirasi dan temperatur secara temperatur menggambarkan perlunya
bersihan Kriteria Hasil : berkala terapi
jalan nafas Dalam waktu 1 b. Buat catatan fluktuasi TTV b. Ketidakstabilan vital sign
factor kali shift dinas c. Monitor dan laporkan tanda mengindikasikan terjadi perubahan
berhubunga 1. (041102 & dan gejala hipotermia ataupun hemodinamik
n dengan 041103) hipertermia c. Hipertermia dan hipertermia tidak baik
obstruksi Respiration rate d. Monitor presence dan kualitas dalan status hemodinamik
jalan nafas : & rhythm) pulse d. Nadi yang lemah menindikasi adanya
adanya alat maintain at e. Monitor cardiac rhythm and perubahan pada hemodinamik
nafas buatan moderate rate e. Kardiak rhythm yang irregular
deviation from f. Monitor suara jantung menandakan adanya gangguan pada
normal range g. Monitor lung sound dan jantung
(3rd) increase to pernafasan abnormal f. Adanya suara tambahan indikasi jantung
mild deviation h. Monitor warna kulit, mengalami gangguan
from normal temperature kulit dan g. Suara pada paru yang tidak lazim dan
range (4th) kelembaban kulit pernafasan abnormal menandakan adanya
2. (041112) i. Monitor adanya chusing masalah
Oxygen triad(tekanan nadi, bradikardia h. Perubahan pada warna kulit, suhu kulit
saturation dan peningkatan sistol) dan kelembataban indikasi adanya masalah
maintain at mild Airway Suctioning (3160) terhadap respirasi dan cardiovascular
deviation from a. Lakukan cuci tangan i. Chusing triad tanda adanya masalah
normal range b. Gunakan universal precaution terhadap respirasi dan cardiovaskular
(4th) increase to and personal protective
no deviation equipment Airway Suctioning
from normal c. Tentukan kebutuhan suctioning a. Mencegah infeksi nasokomial
range (5th) d. Auskultasi bunyi nafas b. Melindungi diri/caregiver terhadap
3. (0411131) e. Informasikan klien dan bahaya
Pulmonary keluarga tentang suctioning c. Menentukan metode suctioning yang
Infection f. Cek saturasi dan lakukan akan digunakan
maintain at reoksigenasi sampai saturasi d. Mengetahui keabnormalan bunyi nafas
moderate oksigen (100%) e. Mencegah kesalahfahaman akan
deviation from g. Gunakan kateter suction sesuai tindakan suctioning dan
normal range indikasi mempersiapkan klien untuk dilakukan
(3rd) increase to h. Atur tekanan suction sesuai suctioning
mild deviation indikasi f. Mencegah hipoksia
from normal i. Lakukan suctioning g. Pemakaian cateter suction sesuai
range (4th) j. Pantau respon selama kebutuhan memaksimalkan hasil yang
4. (041520) suctioning didapat
Accumulation k. Pantau status hemodinamik h. Mencegah hypoxia
of sputum selama suctioning dan setelah i. Menghisap secret yang menyumbat
maintain at suctioning jalan nafas
substatial l. Monitor karakteristik sekret j. Mencegah klien jatuh dalam kondisi
deviation from Fluid Monitoring (4130) kritis
normal range a. Tentukan factor resiko k. Mengetahui adanya infeksi
(2nd) increase to ketidakseimbangan cairan Fluid Monitoring (4130)
moderate seperti terapi diuretic, cardiac a. Pemberian diuretic dan penyakit jantung
deviation from failure tubuh
normal range b. Tentukan tanda dan gejala dari b. Memastikan bahwa tubuh memeang
(3rd) perubahan keseimbangan mengalami ketidakseimbangan cairan
cairan c. CRT>detik indikasi ketidakseimbangan
c. Pantau Capilary refill time cairan
d. Monitor turgor kulit d. Turgor kulit>3 detik juga indikasi
e. Lakukan pencatatan dan ketidakseimbangan cairan
perhitungan terhadap intake e. Mengetahui jumlah pasti terhadap intake
dan output seperti oral intake, dan outpun sehingga keseimbangan cairan
IV fluid, antibiotic, urine dapat tercapai ataupun tujuan manajemen
(cateter, IWL, fecal, drain, fluid tercapai
muntah) f. Kadar elektrolit dan juga protein serta
f. Pantau kadar elektolit, serum albumin mempengaruhi keseimbangan
albumin dan level protein cairan dalam tubuh
g. Monitor TTV g. Perubahan TTV juga dapat
h. Pastikan pembatasan cairan menginikasikan kestidakseimbangan
dilaksanakan dengan baik bila cairan
diindikasikan serta pantau h. Agar tujuan dari pembatasan cairan
pemberian cairan yang tercapai
menggunakan pump seperti i. Indikasi adanya ketidakseimbangan ciran
syringe pump tubuh
i. Monitor adanya distensi vena Positioning (0840)
jugularis, adanya suara nafas a. Agar klien mengerti dan dapat
krekels serta edema peripheral bekerjasama.
Positioning (0840) b. Perubahan posisi dapat menyebabkan
a. Jelaskan kepada klien bila saturasi oksigen menurun
mengalami perubahan posisi c. Rasa nyaman klien terhadap posisi untuk
b. Monitor saturasi oksigen bernafas sangat penting untuk memenuhi
setelah perubahan posisi kebutuhan akan oksigen
c. Posisikan klien sesuai indikasi, d. Sangat tidak disarankan untuk
dyspnea memerlukan posisi menyebankan klien merasa kesakitan
semifowler e. Head up membantu memaksimalkan
d. Cegah menempatkan klien ventilasi
dalam posisi yang f. Perubahan posisi yang berkala dapat
meningkatkan nyeri
e. Elevated head of the bed
f. Buat jadual perubahan posisi
mencegah komplikasi
jika diperlukan
g. Letakkan benda ataupun
peralatan yang diperlukan
klien dalam jangkauan klien
2. (00004) NOC (6540) Infection Control Infection Control
Resiko a. Infection a. Bersihkan lingkungan sekitar a. Lingkungan yang kotor dapat
Infeksi severity (0703) klien memperparah/menyebabkan infeksi lebih
Kriteria Hasil : b. Ganti setiap patient care besar
Dalam waktu 1 equipment b. Mencegah infeksi nasokomial
kali shift dinas c. Batasi jumlah pengunjung c. Mencegah infeksi nasokomial
1. (070304) d. Sarankan mencuci tangan bagi d. Mencegah infeksi nasokomial
Purulent sputum setiap caregiver e. Mencegah infeksi nasokomial
maintain at e. Instruksikan pengunjung untuk f. Mencegah infeksi nasokomial
moderated (3rd) mencuci tangan sebelum dan g. Perlindungan diri caregiver
increase to mild sesudah berkunjung h. Perlindungan diri caregiver
th
(4 ) f. Gunakan sabun antimicrobial i. Mencegah infeksi naokomial
2. (070326) White g. Cuci tangan sebelum dan j. Mencegah infeksi nasokomial
blood count sesudah melakukan perawatan k. Mencegah infeksi
elevationmainta h. Gunakan sarung tangan untuk l. Memberikan asupan energy, makronutrien
in at pencegahan dan mikronutrien yang diperlukan tubuh
moderated(3rd) i. Gunakan gown saat perawatan m. Mencegah infeksi semakin berat
increase to mild yang berpotensi infeksius n. Partisipasi keluarga berperan dalam
(4th) j. Gunakan sarung tangan steril penyembuhan
bila perlu o. Mencegah infeksi nasokomial
k. Gunakan teknik aspetik dalam
melakukan prosedur invasive
l. Tingkatkan intake nutrisi
dengan kolaborasi bersama
nutrisionis
m. Kolaborasi terapi antibiotic
bersama medician
n. Ajarkan klien dan keluarga
untuk mengidentifikasi tanda
dan gejala infeksi
o. Ajarkan klien dan keluarga
untuk mencegah infeksi
3. NOC (5440) Support System : Support system : Enhancement
(00051)Ham a. Sosial Support Enhancement a. Respon psikologi klien dan keluarga
batan (1504) a. Identifikasi respon psikologi berperan dalam proses pemulihan
komunikasi Kriteria Hasil : terhadap situasi dan b. Dukungan social yang adekuat juga
verbal Dalam waktu 3x6 ketersediaan support system berperan dalam proses pemulihan
factor jam (1 kali dinas b. Tentukan dukungan social c. Tingginya derarajat dukungan keluarga
berhubunga sore dan 1 kali yang adekuat berpengaruh terhadap kesembuhan dan
n dengan dinas pagi) c. Identifikasi derajat dukungan pemulihan klien
hambatan 1. (150407) keluarga d. Keadaan emosi system pendukung juga
fisik:trakes Person who can d. Monitor keadaan support berpengaruh terhadap penyembuhan dan
otomi. help as needed system pemulihan.
stabil at totally e. Identifikasi kekuatan dan e. Kekuatan support system dapat
adequat (5th) kelemahan support system dimaksimalkan guna kesembuhan dan
f. Sediakan pelayanan kesehatan pemulihan klien sedangkan kelemahan
dan fasilitasi support system support system dapat diperkuat/di’boster’
untuk berpartisipasi dalam juga demi kesebuhan dan pemulihan klien
perawatan f. Partisipasi support system meningkatkan
g. Identifikasi ketersedian kepercayaan diri support system sehingga
sumberdaya pemberi secara perlahan perawatan setelah klien
pelayanan pulang sudah terlatih
h. Jelaskan kepada support g. Ketersediaan sumber daya pelayanan
system bagaimana cara berpengaruh dalam pemulihan klien
berpartipasi dalam perawatan h. Dengan penjelasan support system
mengetahui hal-hal apa saja yang
dilakukan dan dipersiakan selama
perawatan klien

4. Disfungsi Setelah dilakukan Respiration Monitoring Respiation Monitoring


respon tindakan 1. Monitor frekuensi, ritme 1. Mengetahui adanya usaha nafas tambahan
penyapihan keperawatan kedalaman dan usaha nafas untuk mengkompensasi kebutuhan oksigen
ventilator selama 1x shit 2. Monitor saturasi oksigen 2. Saturasi turun menandakan tidak
berhubunga dinas, disfungsi 3. Rencanakan suctioning dengan terpenihunya kebutuhan oksigenasi
n dengan penyapihan menagauskutasi suara nafas berbagai organ dalam tubuh
riwayat ventilator teratasi 4. Monitor pembacaan ventilator 3. Memaksimalkan airway untum
ketergantun dengan criteria mekanik , peringatan memaksimalkan pemberian oksigenasi
gan hasil: peningkatan pernafsan, 4. Untuk menntukan ketepatan penggunaan
ventilator 1. Status respirasi penurunan tidal volume. ventilator mekanik
selama 4 dalam rentang Ventilation Assistence Ventilation Assistence
hari yang 1. Kaji tingkat kesadaran pasien 1. Proses penyapihan akan menurunkan
diharapkan: terhadap perubahan proses support oksigenasi dari alat dan
frekuensi nafas pemyapihan memaksimalkan oksigenasi mandiri klien
(18-20x/menit), 2. Posisikan untuk 2. Posisi yang tepat untuk memaksimalkan
ritme meminimalisasi usaha nafas konsumsi oksigen
pernafasan 3. Kolaborasi pemberian mode 3. Perubahan mode ventilator mekanik akan
teratur, ventilasi mekanik menurunkan support oksigenasi dari alat
kedalaman 4. Monitor status pernafasan dan dan memaksimalkan oksigenasi mandiri
pernafasan status oksigenasi klien
maksimal, 4. Keefektifan penyapihan
saturasi oksigen
99-100%.
2. Level ansietas
dalam respon
yang
diharapkan:
GCS kembali
dalm rentang
kompos mentis,
respon verbal
terorientasi
dengan baik.
3. Vital sign
dalam rentang
yang
diharapkan: TD
dalam batas
normo tensi
atau kembali ke
tekanan darah
pasien semula
130/80mmHg,
nadi dalam
rentang 60-
100x/menit, S:
36-37oC,
Respirasi dalam
rentang 18-
20x/menit

5. Ansietas Knowledge: Teaching: Disease Process


disease process, Intervensi :
Knowledge: 1. Kaji ulang fungsi jantung
health behavior normal/konduksi elektrikal
Setelah dilakukan 2. Jelakan/tekankan masalah
tindakan penyakit jantung khusus dan
keperawatan tindakan terapeutik pada
selama (1x30 pasien/keluarga
menit) kriteria hasil 3. Identifikasi efek
klien akan: merugikan/komplikasiaritmia
Kriteria hasil: khusus contoh kelemahan,
1. menyatakan perubahan mental, vertigo.
pemahaman 4. Anjurkan/catat pendidikan
tentang kondisi, tentang obat. Termasuk
program mengapa obat diperlukan;
pengobatan bagaimana dan kapan minum
2. Menyatakan obat; apa yang dilakukan bila
tindakan yang dosis terlupakan
diperlukan dan 5. Dorong pengembangan latihan
kemungkinan rutin, menghindari latihan
efek samping berlebihan
obat 6. Kaji ulang kebutuhan diet
contoh kalium dan kafein
7. Memberikan informasi dalam
bentuk tulisan bagi pasien
untuk dibawa pulang
8. Anjurkan psien melakukan
pengukuran nadi dengan tepat
9. Kaji ulang kewaspadaan
keamanan, teknik
mengevaluasi pacu jantung
dan gejala yang memerlukan
intervensi medis
HUBUNGAN CKD DENGAN EDEMA PARU
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA TN. AS DENGAN CKD GRADE V DAN EDEMA PARU

Nama/Usia : Tn. AS
Jenis kelamin : Laki - laki
Alamat : Banjarmasin
Nomor register : 1.18.25.xx
MRS : Senin, 6 Maret 2017 jam 08.35 WITA
Tanggal Pengkajian : Senin, 6 Maret 2017 jam 08.37 WITA
Diagnosa medis : CKD Se.V On HD rutin dan Edema Paru
Keluhan : Klien mengeluh sesak nafas sejak subuh sekitar jam 5
wita (senin, 6-3-2017). Sesak semakin lama sesak semakin bertambah, kemudian
klien dibawa ke IGD RSUD Ulin. Klien rutin cuci darah setiap senin dan kamis.
Karena sesak tidak berkurang klien dibawa ke IGD RSUD Ulin.
Keadaan Umum : Saat pengkajian tanggal 6 Maret 2017 jam 08.37 Wita,
keadaan umum klien tampak sangat sesak, kesadaran composmentis, GCS 15
(E4V5M6). Klien terlihat gelisah, tampak sulit berbicara menjawab pertanyaan
perawat karena sesak, terlihat retraksi dinding dada. Posisi badan membungkuk,
tidak dapat bersandar pada tempat tidur. Saat pengukuran TTV didapatkan hasil
BP :160/100 mmHg, Respirasi : 41 x/m, Nadi : 124 x/m, T : 35,7ºC, Saturasi
oksigen 73% dengan oksigen nasal 3 lpm. Terdapat ronchi dikedua lapang paru.
PRIMARY ASSESMENT
A. AIRWAY (JALAN NAFAS)
TEMUAN ANALISA PERENCANAAN IMPLEMENTASI WAKTU EVALUASI
MASALAH
DS: (00031) (3320)Oxygen Oxygen theraphy (3320) Jam 09.00 S:-
- klien Ketidakefektifan theraphy 1. Mempertahankan jalan wita O:
mengatakan bersihan jalan a. Pertahankan jalan nafas paten - Klien tampak masih
sesak nafas s.d nafas paten 2. Mengatur peralatan gelisah
DO: obstruksi jalan b. Atur peralatan oksigenasi - kesadaran
- klien nafas oksigenasi 3. Memonitor aliran Composmentis
tampak sulit c. Monitor aliran oksigen: konsentrasi - Terdengar ronchi di
berbicara Setelah dilakukan oksigen pemberian Oksigen semua kedua lapang
- terdengar tindakan d. Observasi adanya dinaikkan menjadi 12 paru.
ronchi di keperawatan 1x30 tanda-tanda lpm dengan NRM - Tampak retraksi
kedua menit jalan nafas hipoventilasi 4. Mengobservasi adanya dinding dada
lapang paru. klien dapat efektif e. Monitor tanda-tanda - O2 87% dengan
- Klien dengan indikator : kecemasan pasien hipoventilasi menggunakan NRM 12
tampak sulit 0415 Status terhadap 5. Memonitor kecemasan l/m.
bernafas Pernafasan oksigenasi pasien terhadap - RR : 42 x/m, HR : 123
dan - Frekuensi 3350 Monitor oksigenasi x/m. BP : 150/100
Menggunak prnafasan dari pernafasan mmHg
an otot berdeviasi a. Monitor kecepatan, 3350 Monitor pernafasan - Rontgen dada ditunda
nafas cukup berat irama, kedalaman, a. Memonitor kecepatan, karena klien sangat
tambahan menjadi deviasi dan kesulitan irama, kedalaman, dan sesak.
- Klien sedang dari bernafas kesulitan bernafas A:
tampak kisaran normal b. Monitor suara b. Memonitor suara nafas Ketidakefektifan bersihan
gelisah - Irama nafas c. Memonitor saturasi jalan nafas belum teratasi
- Klien sulit pernafasan dari c. Monitor saturasi d. Memonitor peningkatan P:
berbicara berdeviasi berat d. Monitor kelelahan dan Teruskan intervensi
- Tampak menjadi cukup peningkatan kecemasan
sianosis berat dari kelelahan dan e. Menyiapkan klien
CRT > 2 kisaran normal kecemasan untuk pemeriksaan
detik - Saturasi e. Monitor hasil ro rontgen thorak
- SPO2 73% oksigen dari thorak
dengan deviasi berat (6680) Vital Sign
menggunak dari kisaran Monitoring
an nasal normal ke j. Monitor status BP, Vital Sign Monitoring
canul 5 l/m deviasi sedang pulse, respirasi dan (6680)
dari kisaran temperatur secara 1. Memonitor status BP,
normal berkala pulse, respirasi dan
- Retraksi k. Buat catatan temperatur secara
dinding dada fluktuasi TTV berkala
dari sangat l. Monitor dan 2. Memonitor dan
berat menjadi laporkan tanda dan melaporkan tanda dan
cukup gejala hipotermia gejala hipotermia
- Suara nafas ataupun ataupun hipertermia
tambahan dari hipertermia 3. Memonitor kualitas
sangat berat m. Monitor kualitas pulse
menjadi cukup pulse 4. Memonitor suara
n. Monitor cardiac jantung
rhythm and rate 5. Memonitor suara paru
o. Monitor suara tambahan dan
jantung pernafasan abnormal
p. Monitor suara paru 6. Memonitor warna kulit,
tambahan dan temperature kulit dan
pernafasan kelembaban kulit
abnormal
q. Monitor warna
kulit, temperature
kulit dan
kelembaban kulit
r. Monitor adanya
chusing
triad(tekanan nadi,
bradikardia dan
peningkatan sistol)
B. BREATHING (NAFAS)
TEMUAN ANALISA PERENCANAAN IMPLEMENTASI WAKTU EVALUASI
MASALAH
DS: (00030) Monitor pernafasan 1. Mengauskultasi bunyi 5 menit S:-
- Klien Gangguan 1. Auskultasi bunyi nafas Jam 08.37 O:
mengeluh pertukaran gas nafas 2. Memonitor irama dan wita Keadaan umum klien masih
sesak faktor berhubungan 2. Monitor irama dan pola nadi tidak baik, kesadaran masih
DO: dengan pola nadi 3. Memonitor perubahan komposmentis, akral masih
- Klien ketidakseimbangan 3. Monitor perubahan suhu teraba dingin.
tampak ventilasi perfusi suhu 4. Memonitor terhadap Terdengar ronchi di semua
gelisah sekunder akibat 4. Monitor terhadap aliran oksigen dan kedua lapang paru.
- Takikardi: gangguan ginjal aliran oksigen dan status oksigenasi Tidak terdapat sianosis
nadi status oksigenasi 5. Memonitor TTV:suhu, ataupun perubahan warna
124x/menit Setelah dilakukan 5. Monitor TTV:suhu, respirasi, nadi dan BP kulit.
- Akral teraba tindakan respirasi, nadi dan secara berkala Suhu 35,8ºC, CRT masih
dingin keperawatan selama BP secara berkala 6. Memonitor CRT >2 detik, sat O2 75%. R :
- Rr 41 x/m 1x60 menit 6. Monitor CRT 7. Memonitor suhu, warna 42 x/m
- SPO2 73% gangguan 7. Monitor suhu, dan kelembaban kulit A:
- Terdapat pertukaran gas warna dan 8. Memonitor sianosis Gangguan pertukaran gas
bunyi ronki dapat diatasi kelembaban kulit perifer belum teratasi
di kedua dengan indikator : 8. Monitor sianosis 9. Kolaborasi P:
lapang paru 0415 Status perifer pemeriksaan Teruskan semua intervensi
- CRT > 2 pernafasan : 9. Kolaborasi laboratorium
detik pertukaran gas pemeriksaan
- Frekuensi,iramad laboratorium
an kedalamam
inspirasi dari
deviasi berat ke
deviasi sedang
dari kisaran
normal
- Suara auskultasi
nafas dari deviasi
berat ke cukup
berat dari kisaran
normal
0416 Perfusi
Jaringan: seluler
- Tekanan darah
sistolik dan
diastolic dari
deviasi cukup
besar ke deviasi
sedang dari
kisaran normal
- Waktu pengisian
kapiler dari
deviasi cukup
besar ke deviasi
sedang dari
kisaran normal
- Output urin dari
deviasi berat ke
deviasi cukup
besar dari normal
- Nilai kreatinin
dari deviasi berat
ke cukup besar
dari normal.
- Kulit dingin dan
pucat dari berat
ke sedang

C. CIRCULATION (SIRKULASI)
TEMUAN ANALISA PERENCANAAN IMPLEMENTASI WAKTU EVALUASI
MASALAH
DS: Kelebihan (2080) Manajemen 5 menit S :-
DO: volume cairan cairan elektrolit Jam 08.42 O:
- Akral klien s/d resiko 1. Pantau kadar serum 1. Memantau kadar wita Keadaan umum klienmasih
teraba dingin.
penyakit ginjal elektrolit serum elektrolit sesak, kesadaran masih
- TTV : BP : kronik (CKD) 2. Monitor perubahan dengan komposmentis, akral masih
150/100 status paru atau mengambil teraba dingin. Tidak terdapat
mmHg, HR : jantung yang sample darah sianosis ataupun perubahan
124 x/m teraba
menunjukkan untuk warna kulit. Bendungan vena
lemah, Rr:41
x/m, T : 35,7ºC. kelebihan atau pemeriksaan jugularis 2cm
- Ureum 182, kekurangan cairan elektrolit Suhu 35,8ºC, Capilary Refill
Creatinin 14,1 3. Pantau adanya tanda 2. Melakukan Time masih >2 detik, sat O2
- CRT >2 detik dan gejala pemeriksaan 87% dengan NRM 12 l/m. R : 42
- Klien tampak overhidrasi atau fisik jantung dan x/m
pucat dehidrasi yang paru Diare ( -), Muntah (-),
- Klien tampak memburuk 3. Memantau Haematokrit 38,6 vol%
berkeringat
dingin 4170 manajemen adanya sesak Urine ouput: (-)
- Saturasi Hipervolemi yang memburuk, Intake: Lasix 40 mg/4cc (now),
oksigen 73 % 1. Monitor status edema, ronkhi, Omeprazole 400mg (10cc)
dengan nasal haemodinamik penurunan urin A:
canul 5 l/m 2. Monitor pola nafas ouput dan TD Kelebihan Volume Cairan belum
untuk mengetahui 4. Memonitor TTV teratasi
adanya edema tiap 15 menit P:
pulmonal (sesak, pada 1 jam - Mempersiapkan klien
orthopnoe, dipsnoe, pertama dilakukan dialysis.
batuk, sputum 5. Memonitor pola
kental, nafas nafas
pendek) 6. Memonitor
3. Monitor suara paru, adanya
jantung, distensi peningkatan JVP
vena jugularis dan dan edema
adanya edema perifer
perifer 7. Memonitor
4. Monitor intake dan intake dan
output output
5. Kolaborasi 8. Memberikan
pemberian obat- injeksi
obatan untuk furosemid 10
mengurangi preload mg/jam
(furosemide, Memberikan
nitrogliserin, ISDN 5 mg per
spironolacton) oral
6. Monitor tanda 9. Memonitor
berkurangnya tanda-tanda
preload berkurangnya
7. Monitor adanya efek preload
pengobatan yang (peningkatan
berlebihan urin,
(dehidrasi, menurunnya TD,
hipokalemia) perbaikan suara
paru)
10. Memonitor
adanya muntah
dan diare yang
dapat
menyebabkan
kehilangan
cairan
11. Memonitor
laboratorium Ht
untuk melihat
adanya
haemokonsentra
si
12. Memonitor
rongga mulut
dari kekringan
13. Memfasilitasi
kebersihan
rongga mulut
dengan oral
hygiene Nacl
D. DISABILITY : AVPU
TEMUAN ANALISA PERENCANAAN IMPLEMENTASI WAKTU EVALUASI
MASALAH
DS: Intoleran 1. Kaji tingkat 1. Mengkaji tingkat 5 menit S:
DO: aktivitas factor kemampuan klien kemampuan klien Jam O:
Keadaan umum berhubungan 2. Bantu klien mengikuti 2. Bantu klien mengikuti 08.52 Keadaan umum klien
klien sangatsesak, dengan instruksi jika instruksi jika diperlukan wita masih tidak
kesadaran ketidakseimba diperlukan 3. Monitor terhadap keadaan baik,sesak kesadaran
komposmentis, ngan antara 3. Monitor terhadap umum klien selama di masih komposmentis,
GCS 15 suplai oksigen keadaan umum klien IGD GCS masih 15
(E4V5M6) dan kebutuhan selama di IGD 4. Monitor respon fisik dan (E4V5M6)
Klientidak dapat oksigen 4. Monitor respon fisik emosional Klien hanya merasa
banyak bicara sekunder dan emosional baikan dalam keadaan
karena sesak. akibat udema duduk dan terpasang
Klien hanya dalam paru oksigen NRBM.
posisi dudukdan A:
terpasang oksigen Intoleran aktivitas
NRBM teratasi sebagian
P:
Teruskan semua
intervensi

E. EXPOSURE
TEMUAN ANALISA PERENCANAAN IMPLEMENTASI WAKTU EVALUASI
MASALAH
Tidak
ditemukan
masalah
SECONDARY ASSESMENT
1. Keadaan umum:Keadaan umum klien tampak sangat sesak. GCS yaitu 15
(E4V5M6), kesadaran komposmentis. Akral dingin, Nadi teraba lemah dan
cepat.
2. History:
a) S (Signs & Symptom): Klien sadar penuh, TTV : BP : 150/100 mmHg,
R : 41 x/m, P : 124 x/m, T : 35,7ºC, Saturasi oksigen 73% dengan nasal
kanul 5 l/m.Menurut keluarga klien sesak sekitar jam 5 subuh, lama
kelamaan sesak semakin bertambah dan diputuskan dibawa ke IGD
RSUD Ulin. Klien dijadwalkan hemodialisa setiap senin dan kamis pagi.
Klien sudah menjalani hemodialisa ± selama 5 bulan.

b) A (Allergies): Menurut keluarga klien tidak mengalami alergi apapun


baik terhadap obat ataupun makanan.

c) M (Medication): Sekarang ini terapi yang diberikan adalah Furosemid 10


mg/jam (IV). Omeprazole 400 mg (IV), Obat per Oral Asam Folat 3x1.
CaCO3 3x1 dan ISDN 3x5 mg.

d) P (Past Medical History): Klien adalah seorang penderita hipertensisejak


5 tahun dan mempunyai riwayat sakit ginjal ± 1 tahun karena suka
mengkonsumsi extrajoss dengan sudah ±5 bulan terakhir menjalani
hemodialisa. Klien rutin meminum obat tekanan darah tinggi, yaitu
amlodipine 10 mg saat pagi dan malam hari. Keluarga mengatakan klien
rutin minum obat.

e) L (Last Meal, Last Menstrual): Klien makan terakhir adalah saat makan
malam tanggal 5 Maret 2017 sekitar jam 8 malam.

f) E (Events): Klien mengalami kejadian sesak saat dalam keadaan istirahat.


3. Subjektif
Nyeri Dada: tidak terkaji
S :-
O :-
C :-
R :-
A :-
T :-
E :-
S :-
Nyeri Abdomen: tidak terkaji
P :-
Q :-
R :-
S :-
T :-

4. Objektif:
Observasi tanda-tanda vital dan SaO2
TTV :
BP = 150/100 mmHg
HR = 124x/menit
RR = 41x/menit
T = 35.70C
SaO2 = 73%
5. Pemeriksaan Head To Toe:
No. BAGIAN TEMUAN
1. Kepala Normocepali, rambut tersebar merata, tidak
terdapat benjolan ataupun luka.
2. Wajah Wajah tampak pucat, hidung tidak ada kelainan,
konjungtiva anemis.
3. Servikalis Dan Tidak ditemukan kelainan pada servikalis dan juga
Leher ditemukan bendungan vena jugularis 2cm.
4. Toraks Terdapat penggunaanmaksimal otot bantu nafas.
Pergerakan toraksimetris antara kiri dan kanan
Terdapat suara ronchi pada kedua lapang paru
Bunyi jantung S1 S2 tunggal
5. Abdomen Tidak dapat dikaji karena klien dalam posisi duduk
condong ke depan
6. Pelvis Tidak dapat dikaji
7. Ekstremitas Ekstremitas atas maupun bawah tampak tidak ada
luka ataupun lesi. Tidak tampak ada edema
Akral teraba dingin
Tampak pucat pada telapak tangan dan kaki
Klien dapat menggerakkan tangan dan kaki

8. Bagian Pada punggung tidak ditemukan kelainan.


Punggung
9. Neurologis Klien sadar penuh GCS 15 E4V5M6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Metoda
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,5 14,00 - 16,00 gr/dL Colorimetric
Lekosit 14,6 4,0 - 10,5 ribu/uL Impedance
Eritrosit 3.93 3,90 – 5,50 juta/uL Impedance
Hematokrit 38,6 37,00 – 47,00 vol % Analyzer Calculates
Trombosit 384 150 – 450 ribu/uL Impedance
RDW-CV 15,4 11,5 – 14,7 % Analyzer Calculates
MCV, MCH,
MCHC 98,3 80,0-97,0 fl Analyzer Calculates
MCV 29,2 27,0-32,0 pg Analyzer Calculates
MCH 29,7 32,0-38,0 % Analyzer Calculates
MCHC
HITUNG JENIS
Gran % 81,9 50,0-70,0 % Impedance
Limfosit % 12,1 25,0-40,0 % Impedance
MID % 6,0 4,0-11,0 % Impedance
Gran # 12,00 2,50-7,00 ribu/ uL Impedance
Limfosit # 1,8 1,25-4,0 ribu/ uL Impedance
MID # 0,8 ribu/ uL Impedance
KIMIA
Glukosa darah 137 <200 mg/ dL GOD-PAP
sewaktu
Hati
SGOT 32 0-46 u /l IFFC
SGPT 32 0-45 u/l IFFC
Ginjal
Ureum 182 10-50 mg/dl Modif-berhelot
Kreatinin 14,1 0.6-1.2 mg/dl Jaffe
Elektrolit
Natrium 141,5 135-146 mmol/l ISE
Kalium 5,0 3,4-5,4 mmol/l ISE
Clorida 107 95-100 mmol/l ISE
2. Foto
 Hasil foto thorax (rontgen):
Tidak dapat dilakukan foto thorak karena klien sangat sesak
CTR= a + b x 100% = -
C

 Hasil CT Scan:
Tidak terdapat hasil CT Scan

Kesimpulan: -

3. EKG :
Tidak dapat dilakukan EKG karena klien sangat sesak
Interpretasi EKG : -
BAB IV
PEMBAHASAN

Edema paru pada Tn. AS adalah merupakan komplikasi yang umum terjadi
pada gagal ginjal kronik ataupun gagal ginjal akut. Hipoalbuminemia biasanya terjadi,
yang merupakan karakteristik dari gagal ginjal kronik, menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma yang kemudian mendorong pergerakan cairan dari kapiler
paru. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari
pembuluh darah ke ruangan interstisial.Edemaparu terjadi jika terdapat perpindahan
cairan dari darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah
pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh
limfe. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bush, Gabriel. (1991), dengan judul
Pulmonary Function in Chronic Renal Failure: Effects of dialysis and transplantation,
kondisi patologis paru yang paling paling umum pada gagal ginjal adalah edema paru,
umumnya merupakan akibat dari kombinasi penumpukan kelebihan cairan dan
permeabilitas yang abnormal pada mikrosirkulasi paru.
Pada keadaan edema paru terjadi ketidakseimbangan staling Force, yaitu
dimana terjadi tekanan kapiler yang meningkat, tekanan onkotik plasma menurun,
tekanan onkotik interstitial meningkat dan peningkatan tekanan negative interstitial
sehingga cairan berpindah ke interstitial terjadi akumulasi cairan, apabila terjadi di
alveoli menimbulkan gejala sesak akibat kelebihan volume cairan, gangguan
pertukaran gas dan terjadi perubahan pola nafas akibat penurunan kadar oksigen.
Tubuh berusaha mengkompensasi dengan mempercepat frekuensi pernafasan untuk
meningkatkan cardiac output dan oksigenasi, sehingga dapat terjadi kelelahan dan
intoleransi aktivitas pada klien dengan edema paru. Sasaran penanganan klien dengan
edema paru adalah mencapai oksigenasi yang adekuat, memelihara stabilitas
haemodinamik dan mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan
afterload.
Pengkajian pada Tn. As didapatkan keadaan sangat sesak, peningkatan
JVP,tekanan darah meningkat, klien lebih nyaman dengan posisi duduk membungkuk,
dan penggunaan otot pernafasan tambahan menunjukkan yang menunjukan tekanan
negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi. Diperlukan
pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui tingkat kebutuhan oksigen pada
klien, selain dengan pengukuran pulse oxymetri (SPO2), pemberian oksigen yang
tidak tepat dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan penumpukkan CO2.
Guideline for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012
apabila terjadi edema paru akut dengan SPO2 < 90 % dipertimbangkan untuk
dilakukan pemberian Non Invasif ventilation, pemberian ETT ataupun invasive
ventilation.
Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan berbagai cara. Dengan
menurunkan tekanan arteri pulmonal berarti dapat membantu mengurangi kebocoran
kapiler paru. Caranya ialah dengan retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat
vasodilator pulmonal (nitric oxide/NO). Pada prinsipnya penatalaksanaan
hemodinamik yang penting yaitu mempertahankan keseimbangan yang optimal antara
tekanan pulmoner yang rendah untuk mengurangi kebocoran ke dalam alveoli,
tekanan darah yang adekuat untuk mempertahankan perfusi jaringan dantransport
oksigen yang optimal. Peran perawat sebagai pemberi asuhan dalam mempertahankan
haemodinamik adalah dengan mengobservasi secara ketat keadaan umum, tanda
gejala, denyut dan irama jantung, tekanan darah sistolik dan diastolik, serta produksi
urin.Respon adekuat penanganan terhadap haemodinamik ditandai dengan diuresis
adekuat > 100cc/2jam pertama penanganan, peningkatan saturasi oksigen, penurunan
denyut nadi, dan frekuensi pernafasan, peningkatan suhu kulit, dan penurunan ronkhi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru – paru yang disebabkan tekanan
intravaskuler yang tinggi atau peningkatan permeabilitas membrane kapiler yang
mengakibatkan ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran
udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. Edema paru pada klien
dengan Chronic kidney disease (CKD) adalah kondisi patologis terbanyak yang terjadi
pada paru, umumnya merupakan akibat dari kombinasi penumpukan kelebihan cairan dan
permeabilitas yang abnormal pada mikrosirkulasi paru.
Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada klien dengan CKD yang mengalami
edema paru diantaranya adalah : kelebihan volume cairan, gangguan pertukaran gas,
perubahan pola nafas dan intoleransi aktivitas. Sasaran penanganan klien dengan edema
paru adalah mencapai oksigenasi yang adekuat, memelihara stabilitas haemodinamik dan
mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan afterload. Perawat dalam hal
ini berperan dalam pemantauan haemodinamik klien meliputi mengobservasi secara ketat
keadaan umum, tanda gejala, denyut dan irama jantung, tekanan darah sistolik dan
diastolik, serta produksi urin.
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan yang ada di RSUD Ulin Banjarmasin diharapkan dapat
mempraktikkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan Kliendengan Edema paru dan
CKD sesuai dengan perencanaan keperawatan yang telah ditetapkan.
2. Bagi pendidikan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang pengetahuan
khususnya asuhan keperawatan kegawatdaruratan Kliendengan Edema paru dan CKD
3. Bagi mahasiswa keperawatan diharapkan dapat menerapkan konsep teori dengan
praktik langsung dilapangan untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dan dapat
meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada Kliendengan Edema paru dan CKD.
DAFTAR PUSTAKA

- Moorhead, Sue. dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Elsevier. Singapore
Pte Ltd.
- Bulechek, Gloria,et al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Elsevier.
Singapore Pte Ltd.
- Huldani. 2014. Edem Paru Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.
- Brenner, B. M., dan Lazarus, J. M. 2012. Gagal Ginjal Kronik dalam Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC.
-
- ESC. 2012. Guideline for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure 2012. European Heart Journal. 2012;33:1787-47
- Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2013), Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas 2010), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
- Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. Naskah Lengkap PKB XXVI Ilmu
Penyakit Dalam 2011. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo, p.113-9.
- Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edem Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP. Anestesia
& Critical Care. Vol 28 No.2 Mei 2010 p.52.
- Harun S dan Sally N. Edem ParuAkut. 2009. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, SetiatiS,editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
p. 1651-3.
- Alasdair et al. Noninvasive Ventilation in Acute Cardiogenic Pulmonary Edema. N Engl J
Med 2008; 359: 142-51.
- Lorraine et al.Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med. 2005; 353:2788-96.
- Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta:
EGC.
- Bush A dan Gabriel R. 1991. Pulmonary function in chronic renal failure: effects of
dialysis and transplantation; 46:424-428

Anda mungkin juga menyukai