Disusun Oleh
Kelompok 11 :
Qorry Afifah P21345119061
Rani Aulia Putri P21345119067
Salwa Anwar P21345119077
Sania Maulida P21345119078
KELAS 2D3B
PROGRAM STUDI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKKES KEMENKES JAKARTA II
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Pengolahan Sampah yang berjudul “Teknik Pengolahan Sampah Medis” dengan
baik dan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Besar
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, beserta keluarganya, sahabatnya dan para
pengikutnya.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan kami
bisa mengaplikasikannya.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengolahan sampah. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut
serta dalam pembuatan makalah ini.
Selain itu, kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak yang harus
diperbaiki, maka dari itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan
supaya kedepannya bisa lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Pengertian Sampah Medis...........................................................................................4
2.5 Incenerasi..................................................................................................................10
3.2 Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah merupakan masalah yang cukup serius terutama dikota-kota besar.
Sehingga banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun
secara swadaya oleh masyarakat untuk menanggulanginya, dengan cara mengurangi,
mendaur ulang maupun memusnahkannya. Namun semua itu hanya bisa dilakukan
bagi sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga saja. Lain halnya dengan sampah
yang dihasilkan dari upaya medis seperti Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit.
Karena jenis sampah yang dihasilkan termasuk dalam kategori biohazard yaitu jenis
sampah yang sangat membahayakan lingkungan, dimana disana banyak terdapat
buangan virus, bakteri maupun zat-zat yang membahayakan lainnya, sehingga harus
dimusnahkan dengan jalan dibakar dalam suhu diatas 800 derajat celcius. (Lembaga
Penelitian Kualitas Lingkungan, 2010). Berdasarkan kajian yang ada menunjukan
bahwa timbulan limbah dari kegiatan Rumah Sakit mencapai sekitar 0,14 kg/bad/hari
(WHO dan P2MPL tahun 2002), sedangkan limbah dari Puskemas sebesar 7,50
gr/pasien/hari (PATH, tahun 2004) yang didominasi limbah immunisasi (65%).
Limbah sarana kesehatan tidak semuanya tergolong berbahaya, hanya sekitar 20%
saja yang tergolong B3, sedangkan sekitar 80% limbah non B3. Namun demikian,
potensi limbah B3 akan menjadi besar bila pengelolaan limbah tidak benar, dimana
ada kemungkinan 2 tercampurnya limbah-limbah tersebut.. (Modul Pelatihan
Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit dan Puskesmas Provinsi NAD: 2009).
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang merupakan
salah satu indikator kemajuan suatu masyarakat. Faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat diantaranya tingkat ekonomi, pendidikan, keadaan lingkungan,
dan kehidupan sosial budaya. Faktor yang penting dan dominan dalam penentuan
derajat kesehatan masyarakat adalah keadaan lingkungan. (BAPEDAL, 1999).
Depkes R.I No 32 Tahun (2002) tentang Pengelolaan Sampah, menjelaskan bahwa
pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peran serta aktif
masyarakat termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan masyarakat terus
dikembangkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
1
penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan
serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perlindungan terhadap bahaya pencemaran
dari manapun juga perlu diberikan perhatian khusus. Sehubungan dengan hal tersebut,
pengelolaan sampah yang merupakan bagian dari penyehatan lingkungan
dipuskesmas juga mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari pembuangan sampah puskesmas
sehingga menimbulkan infeksi nosoknominal dilingkungan sekitar puskesmas, juga
perlu diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan
kegiatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Unsur-unsur tersebut meliputi antara lain
sebagai berikut : (1). Pemrakarsa atau yang penanggung jawab dipuskesmas, 3 (2).
Penanggung jasa pelayanan puskesmas, (3). Para ahli pakar dan lembaga yang dapat
memberikan saran-saran, (4). Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan
sarana fasilitas yang diperlukan.
Faktor kesehatan lingkungan diperkirakan juga memiliki andil yang signifikan
dalam timbulnya kejadian infeksi silang (nosokomial). Personil atau petugas yang
menangani sampah ada kemungkinan tertular penyakit melalui sampah medis karena
kurangnya higiene perorangan dan sanitasi lingkungan. (Depkes RI, 2002). Selain itu,
karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka puskesmas menjadi depot
segala macam penyakit yang ada dimasyarakat, bahkan dapat pula sebagai sumber
distribusi penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan, dan dikunjungi oleh orang-
orang yang rentan dan lemah terhadap penyakit. Ditempat ini dapat terjadi penularan
baik secara langsung (cross infection). melalui kontaminasi benda-benda ataupun
melalui serangga (vector borne infection) sehingga dapat mengancam kesehatan
masyarakat umum. (Chandra, 2007).
Pengelolaan sampah medis yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dapat
menimbulkan berbagai penyakit diantaranya infeksi nosokomial atau infeksi oleh
mikro organisme yang diperoleh selama dirawat di puskesmas. Terjadinya infeksi
nosokomial merupakan hal yang paling sulit dihadapi klinisi dalam menanggani
penderita-penderita gawat. Kejadian infeksi nosokomial menjangkau paling sedikit
sekitar 9% (variasi 3-21%) dari pasien rawat inap. Di Negara maju, angka kejadian
infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolak ukur mutu 4 pelayanan. Mengingat
besarnya masalah infeksi nosokomial serta kerugian yang diakibatkannya, diperlukan
upaya pengendalian yang dapat menurunkan risiko infeksi nosokomial. (Sari, dkk,
2008). Pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 yang dikeluarkan Kementerian
2
Kesehatan menyebutkan bahwa jumlah rumah sakit di Indonesia pada waktu itu
mencapai 1.372 unit. Sementara itu, jumlah puskesmas mencapai 8.548 unit. Analisa
lebih jauh menunjukkan produksi sampah berupa sampah domestic dan sampah
infeksius. Diperkirakan secara nasional produksi sampah sebesar 376.089 ton/hari dan
produksi air sampah sebesar 48.985,70 ton/hari. Dari gambaran tersebut dapat
dibayangkan betapa besar potensi puskesmas untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit. Sekitar 75% - 90%
sampah merupakan sampah yang tidak mengandung resiko atau sampah umum
kebanyakan berasal dari aktivitas administratif. Sisanya 10% - 25% merupakan
sampah yang dipandang berbahaya dan menimbulkan berbagai dampak negatif
terhadap kesehatan masyarakat maupun kesehatan lingkungan (Depkes RI, 2008).
Petugas Puskesmas yang terlibat langsung dan berperan besar dalam pengelolaan
sampah medis dari tahap pengumpulan sampai tahap pembuangan akhir/pemusnahan.
Dari survei awal yang dilakukan di Puskesmas Perawatan Kuala Batee Kecamatan
Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya dimana pengolaan sampah medis tersebut
belumlah memenuhi persyaratan sanitasi, sampah medis dan sampah non medis
belum dilakukan pemisahan secara keseluruhan, jumlah tempat sampah masih kurang,
incenerator yang belum 5 tersedia, serta kurangnya fasilitas pengelolaan sampah yang
diberikan kepada petugas pengelolaan sampah seperti : sarung tangan dan
perlengkapan lainnya.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan limbah medis?
2. Untuk mengetahui jenis-jenis limbah medis?
3. Untuk mengetahui teknik pengolahan limbah medis?
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Incenerasi?
5. Untuk mengetahui macam-macam dari incinerator?
3
6. Untuk mengetahui tata cara pengoperasionalan Incenerator?
BAB II
PEMBAHASAN
4
1. Limbah infeksius
Limba medis infeksius adalah limbah yang mengandung darah atau cairan tubuh yang
biasanya berasal dari prosedur medis tertentu, seperti operasi atau pengambilan sampel di
laboratorium.Limbah ini juga bisa berasal dari berbagai bahan sekali pakai yang
digunakan untuk menyerap darah atau cairan tubuh, seperti kain kasa atau selang
infus.Baik darah maupun cairan tubuh, seperti air liur, keringat, dan urine, bisa saja
mengandung bakteri, virus, maupun sumber penyakit lain yang bisa menular. Oleh karena
itu, limbah ini disebut sebagai limbah infeksius.
2. Limbah patologis
Limbah patologis adalah limbah medis yang berupa jaringan manusia, organ dalam
tubuh, maupun bagian-bagian tubuh lainnya. Limbah ini biasanya dihasilkan setelah
prosedur operasi dilakukan.
3. Limbah benda tajam
Pada beberapa prosedur perawatan penyakit, alat-alat yang tajam seperti jarum suntik,
pisau bedah sekali pakai, maupun silet akan digunakan.Bekas alat yang tajam tersebut,
harus dibuang di kotak tersendiri berwarna kuning terang dan bertuliskan khusus untuk
benda tajam. Perlakuan untuk limbah medis yang satu ini memang perlu dilakukan
dengan sangat hati-hati.
4. Limbah kimia
Selain yang bersifat biologis, limbah medis juga bisa bersifat kimia. Contoh limbah
kimia dari fasilitas kesehatan adalah cairan reagen yang digunakan untuk tes laboratorium
dan sisa cairan disinfektan.
5. Limbah farmasi
Limbah medis yang satu ini juga perlu dikelola dengan baik. Sebab jika dibuang
sembarangan, maka bukan tidak mungkin ada orang-orang tak bertanggung jawab yang
menyalahgunakannya.Contoh limbah farmasi di fasilitas kesehatan adalah obat-obat yang
sudah kedaluwarsa, maupun yang sudah tidak layak konsumsi karena adanya
kontaminasi. Selain obat, vaksin yang tak terpakai juga masuk sebagai kategori limbah
farmasi.
6. Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah buangan atau sisa produk dari barang-barang beracun yang
sifatnya sangat berbahaya karena bisa memicu kanker hingga menyebabkan mutasi gen.
Contoh limbah sitotoksik adalah obat yang digunakan untuk kemoterapi.
5
7. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah limbah yang berasal dari prosedur radiologi, seperti
rontgen, CT Scan, maupun MRI. Limbah tersebut bisa berupa cairan, alat, maupun bahan
lain yang digunakan yang sudah terpapar dan bisa memancarkan gelombang radioaktif.
Dalam kaitan dengan pengelolaannya, limbah medis dikelompokkan menjadi lima (5),
yaitu (Adisamito, 2009:133):
Golongan A, terdiri dari :
1) Dresing bedah, swab dan semua limbah yang terkontaminasi dari daerah ini.
2) Bahan-bahan linen dari kasus penyakit infeksi.
3) Seluruh jaringan tubuh manusia, bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal
lain yang berkaitan dengan swab dan dressing.
Golongan B terdiri dari : syrenge bekas, jarum, cartride, pecahan gelas dan benda tajam
lainnya.
Golongan C terdiri dari : limbah dari laboratorium dan post partum, (kecuali yang
termasuk dalam gol. A)
Golongan D terdiri dari : limbah bahan kimia dan bahan farmasi tertentu.
Golongan E terdiri dari : pelapis bed-pan, disposable, urinoir, incontinence-pad dan
stamag bags.
8. Limbah biasa
Sebagian besar limbah medis merupakan limbah biasa yang dihasilkan dari kegiatan
harian di fasilitas kesehatan rumah sakit, seperti makanan untuk pasien, bungkus plastik
alat medis, dan lain-lain.
6
sampah dimulai dari sumber, harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia
yang berbahaya dan beracun, harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan
farmasi. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan sampah medis mulai dari
pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang. Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan :
1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan sampah sebelum membelinya.
2. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
3. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik dari pada secara kimiawi.
4. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi sampah seperti dalam kegiatan perawatan
dan kebersihan.
5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi sampah
bahan berbahaya dan beracun.
6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.
7. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari
kadaluarsa.
8. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.
9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor
Menurut Candra, (2007), Pengelolaan sampah rumah sakit sangat diperlukan adanya
suatu kebijakan dari manajemen dan prosedur-prosedur tertentu yang berhubungan
dengan segala aspek dalam pengelolaan sampah di puskesmas. Pengelolaan sampah
layanan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hygiene puskesmas dan
pengendalian infeksi. Sampah layanan kesehatan sebagai reservoir mikro organisme
pathogen, yang dapat menyebabkan kontaminasi dan infeksi. Jika sampah tidak dikelola
dengan tepat, mikro organisme dapat berpinadah melalui kontak langsung, diudara atau
melalaui vector (lalat, tikus dan lain-lain). Pada proses pengelolaan sampah diperlukan
juga perangkat penunjang merupakan sarana dan prasarana yang digunakan untuk
kegiatan tersebut. Perangkat tersebut harus mempertimbangkan aspek ketersediaan
anggaran, jumlah kunjungan dan lama rawat inap pasien, serta berbagai pertimbangan
teknis yang lain. Perangkat penunjang yang digunakan, antara lain:
(1). Wadah penampungan,
(2). Sarana pengangkutan, dan
(3). Sarana pembuangan dan pemusnahan
Menurut Wagner, (2007), secara umum pasilitas pelayanan kesehatan pada tingkat
kabupaten kebawah harusnya terhindar dari pengolahan sampah oleh mereka sendiri tapi
7
sampah harus diserahkan untuk diolah ke institusi khusus. Dengan mempertimbangkan
dampak lingkungan dari solusi pengolahan yang berbeda. Kesehatan masyarakat dan
resiko kesehatan kerja dalam menggunakan sistim pengelolaan limbah layanan kesehatan
sebagai berikut:
1. Pembakaran atau pengolahan menggunakan steam/uap (autoclave) 10
2. Suhu tinggi, incinerator bahan bakar minyak sekala menengah
3. Suhu tinggi incinerator bio-mass sekala kecil
4. Pengontrolan sanitasi lokasi penimbunan tanpa pengolahan tapi paling sedikit
sehari-hari sampah tertanggulagi.
Protokol pengelolaan limbah medis telah diatur melalui Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.Berdasdarkan peraturan tersebut, limbah yang termasuk dalam limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3), harus menjalani tahap-tahap khusus sebelum
dibbuang. Berikut ini beberapa poin singkat yang secara umum tertulis di dalam payung
hukum tersebut.
Limbah infeksius dan benda tajam perlu melalui proses sterilisasi terlebih dahulu
sebelum akhirnya dibakar menggunakan alat khusus dan dibuang.
Limbah farmasi padat dalam jumlah besar, harus dikembalikan kepada distributor.
Sementara jika jumlahnya kecil atau tidak memungkinkan untuk dikembalikan, harus
dihancurkan atau diserahkan ke perusahaan khusus pengolahan limbah B3.
Limbah sitotoksik, logam maupun kimiawi harus diolah dengan cara khusus sebelum
dibuang. Bila fasilitas kesehatan tidak mampu melakukannya, limbah harus
diserahkan kepada perusahaan khusus pengolahan limbah B3.
Limbah kimia dalam bentuk cair harus disimpan dalam kontainer yang kuat.
Limbah medis yang berbentuk cair tidak boleh dibuang langsung ke saluran
pembuangan.
8
(sampah rumah tangga). Pemilahan merupakan tanggung jawab yang dibedakan pada
produsen sampah dan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat yang
dihasilkannya sampah dan dapat memberikan penurunan yang berarti dalam kuantitas
sampah layanan kesehatan yang membutuhkan pengolahan khusus. Beberapa cara dalam
pemilahan sampah medis yaitu:
1. Pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan sampah
tersebut.
2. Sampah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah dengan memperhatikan
terkontaminasi atau tidaknya wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah
untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
3. Jarum syringe harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan lagi.
Untuk memudahkan pengelolaan sampah medis maka terlebih dahulu limbah atau
sampahnya dipilah-pilah untuk dipisahkan. Pewadahan atau penampungan sampah harus
memenuhi persyaratan dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori sebagai berikut :
9
Sampah yang telah dipilahkan akan dikumpulkan oleh petugas kebersihan dan akan
diangkut ketitik pengangkutan lokal. Kontainer untuk pengumpulan sampah harus terbuat
dari bahan yang padat (solid), berwarna relatif terang, stainless dan tahan air. Kontainer
untuk pengumpulan sampah medis padat infeksius dan citotoxic harus dibersihkan dan
disenfeksi sebelum digunakan ulang. Kantong pelastik yang telah dipakai sama sekali
tidak boleh digunakan kembali. Sampah infeksius, sampah pathologi dan sampah
domestik harus dikumpulkan secara reguler. Sampah harus dikumpulkan setiap harinya
bila 2/3 bagian telah terisi sampah. Jenis lain dari sampah (misalnya benda tajam) dapat
dikumpulkan dengan frekuensi yang lebih rendah (setelah container penuh 2/3). Sampah
farmasi dan sampah kimia dapat dikumpulkan atas permintaan dan setelah
memberitahukan kelayanan pengumpulan. (Wagner, 2007).
2.5 Incenerasi
Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada
temperatur lebih dari 800oC untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang
sudah tidak dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik (A.
Sutowo Latief, 2012), serta memudahkan penanganan limbah selanjutnya. Insinerasi
dapat mengurangi volume buangan padat domestik sampai 85-95 % dan pengurangan
berat sampai 70-80%.
Insinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah padat, yang
mengkonversi materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash dan fly
ash). Patrick (1980) dalam Arif Budiman (2001) menyatakan bahwa incinerator adalah
alat yang digunakan untuk proses pembakaran sampah. Alat ini berfungsi untuk merubah
bentuk sampah menjadi lebih kecil dan praktis serta menghasilkan sisa pembakaran yang
sterill sehingga dapat dibuang langsung ke tanah. Energi panas hasil pembakaran dalam
incinerator dapat diguankan sebagai energi alternative bagi proses lain seperti pemanasan
atau pengeringan
10
aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary
kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan
gas secara simultan. (Gunadi P. 2004).
11
kandungan padatan di atas 50 % berat, maka lumpur bersifat sangat viscous dan
cenderung untuk menutup rabble teeth. Udara dipasok dari bagian bawah furnace dan
naik melalui tungku dengan membawa produk pembakaran dan partikel abu. (Gunadi P.
2004) Gambar 2. Multiple Hearth Incinerator Sumber : Combuston Portal, 2011
12
Fluidized bed incinerator telah digunakan untuk macam-macam limbah termasuk
limbah perkotaan damn limbah lumpur. Reaktor unggun atau hamparan fluidisasi
(fluidized bed) meningkatkan penyebaran umpan limbah yang datang dengan pemanasan
yang cepat sampai temperatur pengapiannya (ignition) serta meningkatkan waktu kontak
yang cukup dan juga kondisi pencampuran yang hebat untuk pembakaran sempurna.
Pembakaran normalnya terjadi sendiri, kemudian sampah hancur dengan cepat, kering
dan terbakar di dalam hamparan pasir. Laju pembakaran sampah meningkat oleh kontak
langsung dengan partikel hamparan yang panas. Aliran udara fluidisasi meniup abu halus
dari hamparan. Gas-gas pembakaran biasanya diproses lagi di wet scrubber dan kemudian
abunya dibuang secara landfill.
A. Komponen Incinerator
Primary Chamber: ruang bakar utama dimana semua limbah atau sampah yang
akan dibakar dimasukkan ke dalam primary chamaber ini.
Primary burner: Ini merupakan alat pembakar yang ada di dalam ruang bakar
utama.
Excess air supply: Api tidak akan bisa menyala jika tidak ada udaranya, makanya
dengan bantuan excess air supply udara dikirimkan ke dalam ruang bakar.
Auxiliary burner: ini berfungsi untuk pembakar pada ruangan yang kedua (atas)
Gas vortex: dalam ruangan ke 2 (atas) gas yang dihasilkan dari ruang pembakaran
utama tadi di bikin berputar menyerupai cyclone.
13
B. Cara Kerja Mesin Incinerator
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dalam pengelolaan limbah lebih teliti dan berhati- hati serta menggunakan tata
cara yang telah ditetapkan oleh undang- undang dan pemerintah guna terciptanya
lingkungan yang tidak tercemar dan tetap menjaga kelestarian lingkungan
masyarakat sekita
15
DAFTAR PUSTAKA
16