Stroke Hemorrhage
Oleh:
1. Muhammad Lazuardi Khalfi NIM. 1930912310045
2. Farah Rullyta Rizkina NIM. 1930912320109
3. Dwi Kurnia Sumadi NIM. 1930912320064
4. Rinny Vebliani NIM. 1930912320086
5. Britney Astrid Teroci M.S NIM. 1930912320083
Pembimbing: dr.
Dewiyana, Sp.S
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I: PENDAHULUAN........................................................................
1 .................................................................................................................................
A. DEFINISI....................................................................................................2
B. EPIDEMIOLOGI........................................................................................2
C. ETIOLOGI..................................................................................................2
D. FAKTOR RISIKO......................................................................................3
E. KLASIFIKASI............................................................................................6
F. PATOFISIOLOGI.......................................................................................6
G. MANIFESTASI KLINIS............................................................................8
H. DIAGNOSIS...............................................................................................9
I. TATALAKSANA......................................................................................12
J. PROGNOSIS..............................................................................................15
BAB V: PENUTUP.............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................33
ii
BAB I
PENDAHULUAN
tandatanda klinis yang berkembang sangat cepat berupa defisit neurologi fokal dan
global, berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian.
Stroke terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau pecah
oksigen sehingga terjadi kematian sel atau jaringan otak. Terdapat dua jenis stroke
yaitu iskemik stroke dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena adanya sumbatan
pada pembuluh darah di otak. Stroke hemorrhage atau stroke hemoragik terjadi lesi
ruang subarachnoid atau langung ke dalam jaringan otak. Perdarahan yang terjadi
pada stroke hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena
tekanan pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang
terjadi dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih
banyak kematian.1
prevalensi kejadian stroke di Indonesia yaitu sebesar 10,9% pada usia ≥15 tahun.
Indonesia, untuk hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 7%. Provinsi Kalimantan
Selatan pada tahun 2018 termasuk dalam prevalensi tinggi untuk kasus stroke yaitu
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stroke adalah gangguan neurologis fokal ataupun global yang terjadi secara
tiba tiba dan berlangsung lebih dari 24 jam serta disebabkan oleh gangguan
vaskular. Definisi ini dapat mengeksklusi transient ischemic attack, yang ditandai
keberadaan yang kurang dari 24 jam, subdural ataupun epidural hematoma, serta
trauma) yang biasanya disebabkan oleh penyakit hipertensi arteri, dan terkadang
oleh gangguan koagulasi, malformasi vaksular pada otak, dan kebiasaan makan
(seperti konsumsi alkohol berlebih, kadar kolesterol rendah, tekanan darah yang
tinggi, dll).5
B. Epidemiologi
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, menunjukkan prevalensi
kejadian stroke di Indonesia yaitu sebesar 10,9% pada usia ≥15 tahun.
Indonesia, untuk hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 7%. Provinsi Kalimantan
Selatan pada tahun 2018 termasuk dalam prevalensi tinggi untuk kasus stroke yaitu
C. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:4
2
- kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,gangguan fungsi
hemofilia.
D. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya stroke dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. 6,7 1.
a. Jenis kelamin
Insidensi stroke pada pria lebih besar 1,25 dibandingkan pada wanita. Namun,
karena usia wanita relative lebih panjang daripada pria, makan angkat kematian
oleh karena stroke pada wanita lebih tinggi dibanding pria. 6,7
b. Usia
usia yang secara tidak langsung juga meningkatkan kemungkinan untuk terserang
stroke. Berdasarkan statistik yang didapatkan dari tahun ke tahun, diketahui bahwa
menginjak usia 55 tahun. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi
(penuan) serta penurunan elastisitas pembuluh darah pada lanjut usia yang
c. Genetik
Genetik berpengaruh pada kejadian stroke, jika orang tua pernah mengalami
1. Obesitas
3
Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi, diabetes dan
hyperlipidemia yang juga merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Resiko terjadi
nya stroke pada orang dengan obesitas meningkat tiga kali lipat. 6,7
2. Alkohol
perdarahan otak, selain itu alkohol juga dapat mengganggu metabolism tubuh,
tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainnya. Konsumsi
3. Merokok
konsumsi rokok dalam sehari akan meningkatkan resiko terjadinya stroke iskemik.
Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa). Aktivitas
seperti: nikotin dan karbon monoksida yang merusak dinding pembuluh darah
4. Hipertensi
stroke. Stroke meningkat saat sistolik diatas 115 mmHg dan diastolic diatas 75
4
mmHg. Setiap kenaikan 20mmHg pada sistolik dan 10mmHg pada diastolic
meningkatkan angkat kematian hingga dua kali lipat. Dan setiap penurunan
10mmHg sistolik dan 5mmHg diastolic dapat menurunkan angka kematian hingga
40%.7,8
5. Hiperlipidemia
Tinggi nya kadar kolesterol dalam darah dapat merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung coroner. LDL yang tinggai dapat
density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah dan dapat
menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun otak. Kadar kolesterol total
6. Diabetes
kortikal dan endotelium yang penting untuk kolateral. Diabetes mellitus dapat
pembuluh darah otak yang berukuran besar sehingga diameter pembuluh darah
7. Penyakit kardiovaskular
Berbagai penyakit kardiovaskular dapat meningkatkan resiko stroke. Yang
paling sering adalah atrial fibrilasi (AF), Hampir setengah dari stroke kardioemboli
5
jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Selain AF,
penyakit katup jantung juga cukup berperan seperti stenosis mitral. Left atrial
E. Klasifikasi
perdarahannya, yaitu:
1. Perdarahan Intraserberal
2. Perdarahan Subarachnoid
sehingga menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan
F. Patofisiologi
6
Perubahan patologis dari dinding pembuluh darah tersebut dapat berupa
tekanan darah dalam jumlah yang mencolok dan meningkatnya denyut jantung,
Perdarahan ini akan menjadi awal dari timbulnya gejala-gejala klinis (fase
hematoma expansion).
Pada fase ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma
expansion, akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume
di daerah yang terkena darah dan sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit
G. Manifestasi Klinis
Pasien ICH dengan atau tanpa IVH biasanya datang dengan serangan tibatiba
dengan defisit neurologis fokal, yang sering dikaitkan dengan gejala dan tandatanda
ICP yang meningkat, termasuk sakit kepala, mual, muntah, hipertensi, takikardia
7
atau bradikardia, dan penurunan tingkat kesadaran yang mana dapat berkembang
menjadi koma akibat herniasi otak jika tidak mendapat penanganan lebih lanjut.
Lebih dari 20% pasien ICH akan memburuk dengan penurunan 2 poin atau lebih
skor GCS antara penilaian awal oleh layanan medis darurat (EMS) dan kedatangan
Karena itu, penilaian awal sangat penting, diagnosis, dan manajemen ICH
pasien terjadi tanpa penundaan. Riwayat medis yang terfokus harus mencakup
waktu onset gejala, perkembangan gejala, skrining untuk faktor risiko, seperti yang
Lokalisasi umum dari temuan klinis mungkin penting untuk triase awal dan
hematoma dengan prosedur bedah lebih awal. Selain pemeriksaan neurologis yang
terfokus, skor keparahan penyakit standar seperti GCS, National Institutes of Health
Stroke Scale, dan ICH Skor harus digunakan untuk membantu memfasilitasi
Pasien dengan ICH biasanya mengalami gejala seperti stroke dengan onset yang
mendadak, disertai dengan defisit neurologis fokal. Perdarahan yang besar biasanya
intrakranial (TIK). Adanya nyeri kepala, vertigo, muntah, dan defisit neurologis fokal
dapat mengarahkan diagnosis ICH. Manifestasi klinis ICH juga sangat bergantung
8
c. Perdarahan luas di serebelum akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan
koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan disartri.
d. Perdarahan terjadi di pons, maka akan ditemukan kuadriplegik dan flaksid, pupil
kecil, depresi pernapasan, hipertensi, febris, penurunan kesadaran dengan cepat
tanpa didahului sakit kepala, vertigo, mual/muntah.
e. Perdarahan di talamus maka akan terjadi kehilangan kemampuan hemisensorik,
hemiparesis & gangguan pergerakan ekstraokular, forced downward gaze,
upgaze palsy, pupil miosis dan nonreaktif, paralisis konvergens, dan nistagmus.
f. Perdarahan pada daerah batang otak (brain stem) akan menimbulkan gejalagejala
sindrom batang otak, dan gaangguan nervus kranialis karena letak nukleus nervi
kranialis banyak berada pada daerah batang otak. Bila berukuran kecil, dapat
menyebabkan paralisis dan dapat berhubungan dengan pergerakan bola mata
(lock-in state), bila berukuran besar dapat menyebabkan koma, kuadriplegia,
rigiditas deserebrasi & pupil yang pinpoint.
g. Perdarahan di lobus frontalis ditemukan hemiparesis kontralateral dengan
lengan lebih nyata. Parietalis ditemukan defisit persepsi sensorik kontralateral
dengan hemiparesis ringan. Oksipitalis ditemukan hemianopsia dengan atau
tanpa hemiparesis minimal pada sisi ipsilateral. Temporalis ditemukan afasia
sensorik.
H. Diagnosis
Kriteria diagnosis adanya gejala deficit neurologis global atau salah satu/beberapa
deficit neurologis fokal yang terjadi mendadak disertai bukti CT-Scan atau MRI. 13
1. Anamnesis:
• Gejala prodomal yaitu : Gejala peningkatan tekanan intrakranial dapat berupa : sakit
2. Pemeriksaan Fisik:
• GCS
• Kelemahan motorik
9
• Defisit sensorik
• Gangguan otonom
• Gangguan neurobehavior 13
Scoring
Untuk memudahkan membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik dapat digunakan
scoring atau algoritma berupa Gajah mada algoritma, Siriaj score, dan Hassanudin
algoritma
Kriteria diagnosis
Defisit neurologis fokal atau global yang muncul secara tiba-tibda, dapat disertai
tanda peningkatan tekanan intrakranial dan dibuktikan dengan adanya lesi perdarahan
yang lengkap. Modalitas pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah CT-scan
yang sangat baik untuk mengidentifikasi ICH akut, dan ketersediaannya yang luas
dianggap sebagai standar emas untuk diagnosis ICH di gawat darurat (ED). Diagnosis
ICH, NCCT dapat memberikan elemen yang berguna seperti lokasi ICH, ekstensi
intravena, hidrosefalus, keberadaan dan derajat edema, dan pergeseran garis tengah
(midline shift) atau kompresi batang otak akibat efek massa dari hematoma.
Selanjutnya, volume ICH adalah prediktor kuat dari hasil ICH dan dapat diperkirakan
10
Volume Perdarahan= panjang x lebar x jumlah slice (tampak perdarahan)
2 (atau 4)
Keterangan: Pembagi 2 digunakan jika jarak antar slice setebal 1 cm (10 mm) dan
pembagi 4 digunakan jika jarak antar slice setebal 0.5 cm (5mm). Pengukuran
panjang dan lebar diambil pada slice dengan perdarahan paling luas.14
dalam pengaturan akut ICH. Ini adalah teknik noninvasif yang paling banyak tersedia
untuk mendeteksi kelainan vaskular sebagai penyebab sekunder ICH. Adanya lobar ICH,
IVH yang signifikan, usia muda, dan tidak adanya faktor risiko serebrovaskular
tradisional harus memicu kecurigaan ICH sekunder akibat malformasi vaskular atau
gangguan intrakranial lainnya. Deteksi cepat lesi ini sangat penting dan memiliki
pengaruh yang signifikan yang berdampak pada manajemen pasien. Meskipun CTA
merupakan alat skrining non-invasif yang sangat baik, pemeriksaan DSA tetap menjadi
Ekstravasasi kontras dalam hematoma pada gambar CTA, juga disebut spot sign,
merupakan prediktor independen dari ekspansi hematoma dan hasil yang buruk pada
11
pasien dengan supratentorial ICH. Tanda CTA spot dikaitkan dengan perdarahan aktif
selama evakuasi bedah, dan dapat membantu menunjukkan pasien mana yang mungkin
mendapat manfaat dari operasi. Kelemahan utama CTA adalah biaya dan paparan radiasi
diinduksi, ada perdebatan dalam literatur tentang apakah entitas ini ada, dan tidak ada
bukti bahwa CTA meningkatkan risiko nefropati pada pasien dengan ICH. 11
Sensitivitas MRI untuk diagnosis ICH setara dengan NCCT. MRI dapat menjadi
teknik yang berguna untuk mendeteksi penyebab sekunder yang mendasari ICH, seperti
lesi neoplastik atau transformasi hemoragik dari stroke iskemik. Selain itu, pada pasien
dengan fungsi ginjal yang buruk, alergi kontras, atau kontraindikasi lain terhadap CTA,
pencitraan pembuluh otak dapat dilakukan tanpa kontras melalui angiografi resonansi
magnetik. Mengingat biaya, durasi pemeriksaan, dan tolerabilitas yang buruk untuk
beberapa pasien, MRI jarang digunakan dalam pemeriksaan UGD pada ICH dan bukan
I. Tatalaksana
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan
lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien
2. Stadium Akut
12
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau
15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus
6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan
intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu
a. Terapi umum:
1. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
selang nasogastrik.15,16
3. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
13
penyebabnya.15,16
4. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP)
≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90
mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan
500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat
diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg,
dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110
mmHg.15,16
0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau
selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid. 15,16
b. Terapi khusus
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
14
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit
2. Penatalaksanaan komplikasi,
4. Prevensi sekunder
J. Prognosis
Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia pada
lansia. Pada studi yang dilakukan oleh Das S dkk, dikatakan bahwa penderita stroke
jumlah kematian di rumah sakit ialah 26%. Pada penderita stroke iskemik didapatkan
tingkat mortalitasnya ialah 27% sedangkan pada stroke hemoragik sebesar 38%. Tingkat
mortalitas ini juga meningkat seiring dari bertambahnya usia. Didapatkan juga
15
16
BAB III LAPORAN KASUS
1. DATA PRIBADI
Nama : Tn. U
Umur : 51 tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Banjar
Agama : Islam
Pekerjaan : Serabutan
Status : Kawin
Keluhan Utama:
Pusing
Muntah
Perjalanan Penyakit:
Pasien datang ke IGD RSUD Moch Ansari Saleh Banjarmasin pada tanggal 31
Desember 2020 pukul 20.00 dengan keluhan pusing. Pusing dirasakan sejak
sore hari SMRS, pada jam 18.00 WITA. Sebelum pusing muncul, pasien
Pusing diperberat jika merubah posisi kepala, mendengar suara, dan melihat
cahaya. Pasien belum pernah mengalami pusing seperti ini sebelumnya. Tidak
17
lama setelah pusing, pasien juga muntah, disertai mual, berisi makanan,
berkali-kali kurang lebih tiga kali. Keluhan lain seperti pandangan kabur,
dan tidak ada minum obat apapun, namun keluhan tidak berkurang.
Karena keluhan tidak membaik, pasien dibawa ke IGD dan diukur TD,
Pasien sebelumnya memiliki penyakit darah tinggi sejak 2 tahun lalu, biasanya
TD pasien sekitar 175 mmHg. Pasien tidak rutin meminum obat penurun
tekanan darah, biasanya pasien hanya minum obat captopril setelah memakan
Pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa dan tidak pernah sakit yang
Riwayat Kebiasaan:
Keadaan Psikososial:
Pasien tinggal bersama 4 orang anggota keluarga, yaitu keponakan dan saudara.
Intoksikasi:
Tidak ditemukan riwayat keracunan obat, zat kimia, makanan dan minuman.
18
GCS : E4 V5 M6
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Thoraks
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani dan bising
usus normal
4. STATUS PSIKIATRI
Penyerapan : Baik
Kemauan : Baik
Psikomotor : Baik
Status Neurologis:
19
a. Meningeal Sign Kaku kuduk (-)
Brudzinski 1 (-)
Brudzinski 2 (-)
Brudzinski 3 (-)
Brudzinski 4 (-)
Trisep +2/ +2
+2/+2
c. Refleks Patologis:
-/-
Gonda: -/-
Oppenheim -/-
Hoffman: -/-
Tromner -/-
Gordon: -/-
Schaeffer: -/-
d. Pemeriksaan motorik
+5 +5
+5 +5
20
Tonus otot ekstremitas kanan dan kiri normal
e. Pemeriksaan sensorik
raba halus + +
+ +
Sensasi suhu tidak dilakukan
- Temporal
- Atas
- Bawah
- Temporal bawah
Eksoftalmus (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Perbedaan lebar Isokor
Bentuk Pupil Bulat Bulat
21
Refleks Cahaya Langsung dan Tidak (+) (+)
Langsung
NV Cabang Motorik
- M. Masseter Normal Normal
- M. Temporal Normal Normal
- M. Pterygoideus Int/Ext Normal Normal
Cabang Sensorik
- N. Oftalmicus Normal Normal
- N. Maxillaris Normal Normal
- N. Mandibularis Normal Normal
Refleks Kornea Langsung + +
Refleks Kornea Konsensuil + +
N VII Saat Diam
- Kerutan dahi Sama tinggi
- Tinggi alis Sama tinggi
- Sudut mata Sama tinggi
- Lipatan nasolabial Sama tinggi
Saat Gerak
- Mengerutkan dahi Sama tinggi
- Menutup mata Simetris
- Senyum / memperlihatkan gigi Asimetris (kanan
tertinggal)
22
N. Cochlearis
- mendengar suara bisikan + +
- tes Rinne Tdl Tdl
- tes Webber Tdl Tdl
- tes Schwabach Tdl Tdl
N IX, N X Motorik
- Suara Normal
- Menelan Normal
- Kedudukan arcus faring Normal
- Kedudukan uvula Normal
Sensorik
- Daya kecap lidah 1/3 posterior Tdl
- refleks muntah (+)
N XI Mengangkat Bahu Normal
Memalingkan Kepala Normal
N XII Kedudukan Lidah waktu istirahat Normal
Kedudukan Lidah waktu bergerak Normal
Atrofi Tidak ada
Kekuatan lidah menekan pada bagian Kuat
Fasikulasi/tremor pipi (kanan/kiri) (-)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil CT SCAN(02/012021)
23
Kesimpulan:
• Perdarahan hemisfer cerebellum dextra volume 11,3 cc yang mendesak
ventrikel IV disertai hidrosefalus ringan
• ICH cortex subcortex lobus parietalis dextra volume 8,31cc
• Infark akut lobus frontalis sinistra
• Infark lacunar thalamus D-S
24
Kesimpulan:
Kardiomegali
c. Hasil EKG
25
Interpretasi :
- Sinus, 83x/mnt
- Normoaxis
- Kesan: LVH
d. Hasil Laboratorium(30/12/2020)
26
Monosit% 4.2 2.0 – 8.0 %
Eosinofil% 0.1 1.0 – 3.0 %
Basofil% 0.2 0.0 – 1.0 %
Limfosit# 1.02 1,25 – 4.00 ribu/ul
Neutrofil# 12.78 2.50 - 7.00 ribu/ul
Monosit# 0.60 0.30 – 1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.02 <3.00 ribu/ul
Basofil# 0.03 <1.00 ribu/ul
KIMIA
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 160 <200.00 mg/dl
HATI DAN PANKREAS
SGOT 22 5-34 U/L
SGPT 5 0-55 U/L
GINJAL
Ureum 32.3 0-50 mg/dl
Kreatinin 1.0 0.72-1.25 mg/dl
6. DIAGNOSIS
parietalis dextra + lesi hipodens lobus frontalis sinistra, thalamus dextra et sinistra
+ hidrocephalus
PENATALAKSANAAN
a. Terapi di IGD
- Herbesser 200 gr
- Candesartan 8 mg
- Inj. Furosemide 20 mg
- Inj. Depenhidramin 4 mg
27
- Inj. Ranitidine 4 mg
- P.O Betahistine Metylate 12 mg
b. Terapi di Ruangan
- IVFD NS 10 tpm
- Inj. Kalnex 2x1 gr
- Inj. Manitol 4x125 cc Tapp off/2 hari
- Inj. Citicoline 2x250 mg
- P.O Candesartan 16 mg 1-0-0
- P.O Herbesser CD 200 0-0-1
- P.O Flunarizine 3x10 mg
- P.O Bethahistine 3x12 mg
- P.O Furosemid 40 mg 1-0-0
- Dulcolac supp 1x1
- Tanda vital
- Keseimbangan cairan
- Defisit neurologis
K. Prognosis
28
BAB IV PEMBAHASAN
Telah dilakukan anamnesis pada pasien Tn. Umar dan keluarga pasien pada
tanggal 4 Desember 2020. Pasien datang dengan keluhan pusing seakan lingkungan
sekitar pasien berputar. Pusing diperberat jika pasien merubah posisi kepala, mendengar
suara, dan melihat cahaya. Keluhan disertai dengan adanya muntah kurang lebih tiga kali,
muntahan berisi makanan. Muntah disertai dengan mual sebelumnya. Saat merasakan
keluhan pasien hanya beristirahat dan tidak meminum obat apapun, namun keluhan tidak
berkurang. Kemudian keluarga pasien mengukur tekanan darah pasien dan didapatkan
tekanan darah pasien 205 mmhg. Karena keluhan tidak membaik pasien dibawa ke IGD
pada pukul 20.00 WITA.
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Salah satu faktor
risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien yaitu riwayat hipertensi yang tidak
terkontrol dimana kejadian stroke meningkat saat tekanan darah sistolik diatas 115
mmHg dan diastolik diatas 75 mmHg. Setiap kenaikan 20mmHg pada sistolik dan
10mmHg pada diastolic meningkatkan angka kematian hingga dua kali lipat. 6,8
Hasil dari pemeriksaan EKG pasien didapatkan adanya LVH. Hipertrofi
ventrikel kiri (LVH) adalah komplikasi lain yang sering terjadi dari hipertensi arteri
jangka panjang dan biasanya dikaitkan sebagai kompensasi terhadap peningkatan
afterload. Pasien diketahui memiliki riwayat penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol, hal tersebut menjadi faktor penyebab terjadinya LVH pada pasien. 18
Pemeriksaan penunjang yaitu CT-Scan kepala pada pasien ini memperjelas
diagnosis SH dengan adanya lesi hiperdens didaerah Hemisfer cerebelli dextra dan
lobus pareatalis dextra, lesi hipodens lobus frontalis sinistra, dan thalamus dextra et
sinistra.. Volume perdarahan pada pasien ini adalah 11,3 cc. Stroke hemoragik
terdiri atas ICH, SAH, dan IVH. Perdarahan intraserebral (ICH) merupakan
perdarahan fokal yang berasal dari pembuluh darah parenkim otak. 19
Pencegahan peningkatan TIK pada pasien ini dilakukan dengan pemberian
mannitol, dan ketorolac intravena sebagai larutan hipertonik dan NSAID untuk
antiedema, antiinflamasi dan analgetik pada pencegahan peningkatan TIK. Hal ini
sesuai dengan guidelines dimana untuk mengontrol peningkatan TIK dapat
dilakukan dengan penggunaan manitol dan larutan garam hipertonik, blokade
neuromuskuler, hiperventilasi, atau hipotermia terapeutik dan penggunaan
analgesik terbatas terutama pada pasien dengan nyeri atau kondisi yang kurang
stabil.
29
Citicoline diberikan untuk melindungi sel-sel otak dan mencegah kerusakan
sel neuron lebih lanjut, berfungsi untuk memperbaiki sel otak, meningkatkan aliran
darah ke otak dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa
fosfatidikolin, menghambat terbentuknya radikal bebas dengan menaikkan sintesa
asetilkolin suatu transmitter (kognitif). 20,21
Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau
ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat. 22
Pengobatan dengan kalnex terhadap perdarahan di otak dengan tujuan hemostatis,
Khasiatnya adalah anti fibrinolitik sehingga mencegah lisisnya bekuan darah, jadi
mencegah perdarahan berulang.23
Betahhistine merupakan golongan Histaminergik yang paling banyak
digunakan untuk pengobatan vertigo. diketahui histaminergik merupakan golongan
obat yang memiliki efek vasodilatasi untuk memperbaiki aliran darah pada
mikrosirkulasi di daerah telinga tengah dan sistem vestibuler untuk mengatasi
pusing berputar.24 flunarizine menempati posisi kedua terbanyak untuk pengobatan
vertigo. flunarizine bekerja dengan menghambat kanal kalsium di dalam sistem
vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium intrasel.1 Penghambat
kanal kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler.24
BAB V PENUTUP
30
Telah dilaporkan sebuah kasus Tn. U dengan diagnosis stroke hemoragik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah
pemeriksaan lab darah, foto thorax, CT-Scan, dan EKG. Tatalaksana yang diberikan
pada pasien ini adalah IVFD NS 10 tpm, Inj. Kalnex 2x1 gr, Inj. Manitol 4x125 cc Tapp
off/2 hari, Inj. Citicoline 2x250 mg , P.O Candesartan 16 mg 1-0-0, P.O Herbesser CD
200 0-0-1, P.O Flunarizine 3x10 mg, P.O Bethahistine 3x12 mg, P.O
Furosemid 40 mg 1-0-0, Dulcolax supp 1x1.
.
31
DAFTAR PUSTAKA
3. De Oliveira Manoel AL, Goffi A, Zampieri FG, et al. The critical care management
of spontaneous intracranial hemorrhage: A contemporary review. Critical Care.
2016;20(1):1–29.
4. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB
4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw
Hill: New York. 2005.
7. Boehme AK, Esenwa C, Elkind MSV. Stroke Risk Factors, Genetics, and Prevention.
AHA Journals. 2017.
32
11. Andrea Morotti, Goldstein JN. Diagnosis and Management of Acute Intracerebral
Hemorrhage. Emergency Medicine Clinics of NA. 2016:1–15.
14. Ardik Lahdimawan. Neuroimaging (Pencitraan dalam Bedah Saraf). In: -, ed.
Buku Ajar Ilmu Bedah Saraf. Edisi 1. Zukzez Express; 2019:128–129.
16. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management
of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare
Professionals From the American Heart Association / American Stroke
Association. Journal of the American Heart Association.
(http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108. Diakses November
19, 2020)..
17. Purwanti OS, Maliya A. Rehabilitasi klien pasca stroke. J Berita Ilmu
Keperawatan. 2008; 1(1):43-36.
18. James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 evidence-based guideline for the
management of high blood pressure in adults: report from the panel members
appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2014; 311(17):
1809.
19. An SJ, Kim TJ, Yoon BW. Epidemiology, risk factors, and clinical features of
intracerebral hemorrhage: an update. JoS. 2017; 19(1):3-10.
33
21. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran Umum tentang GPDO.
Dalam : Harsono ed. Kapita Selekta Neurologi. Yogjakarta: UGM Press. 2000; 84-
9.
23. Handoko TA. Lelaki 50 tahun dengan stroke hemoragik. J Medula Unila. 4;2 ;16-
19. Desember 2015
24. Rendra AK, Pinzon RT. Evaluasi Drug Related Problems pada Pasien Vertigo
Perifer di Instalasi Rawat Jalan RUmah Sakit Bethesda Yogyakarta. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia. 2018;7(3):162-71.
34