Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

Stroke Hemorrhage

Oleh:
1. Muhammad Lazuardi Khalfi NIM. 1930912310045
2. Farah Rullyta Rizkina NIM. 1930912320109
3. Dwi Kurnia Sumadi NIM. 1930912320064
4. Rinny Vebliani NIM. 1930912320086
5. Britney Astrid Teroci M.S NIM. 1930912320083

Pembimbing: dr.
Dewiyana, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS


KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN
2020

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB I: PENDAHULUAN........................................................................
1 .................................................................................................................................

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2

A. DEFINISI....................................................................................................2

B. EPIDEMIOLOGI........................................................................................2

C. ETIOLOGI..................................................................................................2

D. FAKTOR RISIKO......................................................................................3

E. KLASIFIKASI............................................................................................6

F. PATOFISIOLOGI.......................................................................................6

G. MANIFESTASI KLINIS............................................................................8

H. DIAGNOSIS...............................................................................................9

I. TATALAKSANA......................................................................................12

J. PROGNOSIS..............................................................................................15

BAB III: LAPORAN KASUS............................................................................17

BAB IV: PEMBAHASAN..................................................................................30

BAB V: PENUTUP.............................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyakit neurologis umum yang menimbulkan

tandatanda klinis yang berkembang sangat cepat berupa defisit neurologi fokal dan

global, berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian.

Stroke terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami penyumbatan atau pecah

yang mengakibatkan otak tidak mendapatkan pasokan darah yang membawa

oksigen sehingga terjadi kematian sel atau jaringan otak. Terdapat dua jenis stroke

yaitu iskemik stroke dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena adanya sumbatan

pada pembuluh darah di otak. Stroke hemorrhage atau stroke hemoragik terjadi lesi

vaskular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam

ruang subarachnoid atau langung ke dalam jaringan otak. Perdarahan yang terjadi

pada stroke hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena

tekanan pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang

terjadi dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih

banyak kematian.1

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, menunjukkan

prevalensi kejadian stroke di Indonesia yaitu sebesar 10,9% pada usia ≥15 tahun.

Hasil riset ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi stroke di

Indonesia, untuk hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 7%. Provinsi Kalimantan

Selatan pada tahun 2018 termasuk dalam prevalensi tinggi untuk kasus stroke yaitu

12,7% pada usia ≥15 tahun.2

Tujuan terapi stroke hemoragik adalah stabilisasi patensi jalan napas,

pernapasan, dan sirkulasi serta Manajemen tekanan darah, pemulihan koagulopati,

dan evaluasi kebutuhan intervensi bedah dini.3

1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Stroke adalah gangguan neurologis fokal ataupun global yang terjadi secara

tiba tiba dan berlangsung lebih dari 24 jam serta disebabkan oleh gangguan

vaskular. Definisi ini dapat mengeksklusi transient ischemic attack, yang ditandai

keberadaan yang kurang dari 24 jam, subdural ataupun epidural hematoma, serta

simptom yang disebabkan oleh trauma.4

Stroke hemoragik adalah pendarahan intraserebral spontan (selain akibat

trauma) yang biasanya disebabkan oleh penyakit hipertensi arteri, dan terkadang

oleh gangguan koagulasi, malformasi vaksular pada otak, dan kebiasaan makan

(seperti konsumsi alkohol berlebih, kadar kolesterol rendah, tekanan darah yang

tinggi, dll).5

B. Epidemiologi

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, menunjukkan prevalensi

kejadian stroke di Indonesia yaitu sebesar 10,9% pada usia ≥15 tahun.

Hasil riset ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi stroke di

Indonesia, untuk hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 7%. Provinsi Kalimantan

Selatan pada tahun 2018 termasuk dalam prevalensi tinggi untuk kasus stroke yaitu

12,7% pada usia ≥15 tahun.2

C. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:4

- Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

- Ruptur kantung aneurisma

- Ruptur malformasi artei dan vena

- Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)

2
- kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,gangguan fungsi

hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan

hemofilia.

- Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.

- Septik embolisme, myotik aneurisma

- Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

D. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya stroke dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. 6,7 1.

Faktor risiko yang tidak dapat dirubah

a. Jenis kelamin

Insidensi stroke pada pria lebih besar 1,25 dibandingkan pada wanita. Namun,

karena usia wanita relative lebih panjang daripada pria, makan angkat kematian

oleh karena stroke pada wanita lebih tinggi dibanding pria. 6,7

b. Usia

Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya

usia yang secara tidak langsung juga meningkatkan kemungkinan untuk terserang

stroke. Berdasarkan statistik yang didapatkan dari tahun ke tahun, diketahui bahwa

resiko terjadinya stroke pada seseorang meningkat sebanyak 2x lipat setelah

menginjak usia 55 tahun. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi

(penuan) serta penurunan elastisitas pembuluh darah pada lanjut usia yang

seringkali dikarenakan oleh kondisi aterosklerosis. 6,7

c. Genetik

Genetik berpengaruh pada kejadian stroke, jika orang tua pernah mengalami

stroke, maka risiko anak-anaknya terkena stroke akan tinggi. 6,7


2. Faktor risiko yang dapat dirubah

1. Obesitas

3
Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi, diabetes dan

hyperlipidemia yang juga merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Resiko terjadi

nya stroke pada orang dengan obesitas meningkat tiga kali lipat. 6,7

2. Alkohol

Peningkatan konsumsi alkohol akan meningkatkan resiko terjadi nya

perdarahan otak, selain itu alkohol juga dapat mengganggu metabolism tubuh,

sehingga terjadi dyslipidemia, diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan dan

tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainnya. Konsumsi

alkohol berlebihan meningkatkan resiko terkena stroke 2-3 kali. 6,7

3. Merokok

Merokok dapat meningkatkan resiko stroke hingga 50%. Semakin banyak

konsumsi rokok dalam sehari akan meningkatkan resiko terjadinya stroke iskemik.

Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa). Aktivitas

merokok menstimulasi terjadinya aterosklerosis lewat zat-zat yang dikandungnya,

seperti: nikotin dan karbon monoksida yang merusak dinding pembuluh darah

sehingga kolesterol dan platelet terprofokasi untuk menempel pada dinding

tersebut dan membentuk plak patologis.6,7

4. Hipertensi

Hipertensi berperanan penting dalam proses terjadinya infark dan perdarahan

otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat

arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh

darah besar. Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis

obstruktif, yang menyebabkan terjadinya infark lakuner dan mikroaneurisma. Baik

hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya

stroke. Stroke meningkat saat sistolik diatas 115 mmHg dan diastolic diatas 75

4
mmHg. Setiap kenaikan 20mmHg pada sistolik dan 10mmHg pada diastolic

meningkatkan angkat kematian hingga dua kali lipat. Dan setiap penurunan

10mmHg sistolik dan 5mmHg diastolic dapat menurunkan angka kematian hingga

40%.7,8

5. Hiperlipidemia

Tinggi nya kadar kolesterol dalam darah dapat merusak dinding pembuluh

darah dan juga menyebabkan penyakit jantung coroner. LDL yang tinggai dapat

mengakibatkan penimbunan kolesterol di dalam sel yang dapat memicu terjadinya

pengerasan dinding pembuluh darah arteri yang disebut aterosklereosis. Low

density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah dan dapat

menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun otak. Kadar kolesterol total

>200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31 – 2,9 kali. 6,7

6. Diabetes

Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko dalam proses terjadinya stroke

iskemik. Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan

kronik aliran serta autoregulasi darah otak, disfungsi sel endotel,

hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan

meningkatnya agregasi trombosit, serta kemungkinan disfungsi otot polos arterioler

kortikal dan endotelium yang penting untuk kolateral. Diabetes mellitus dapat

mempercepat terjadinya aterosklerosis, karena dapat menyebabkan penebalan pada

pembuluh darah otak yang berukuran besar sehingga diameter pembuluh darah

mengecil yang akhirnya menyebabkan gangguan aliran darah otak

yang berujung pada keamtian sel-sel otak.6,7

7. Penyakit kardiovaskular
Berbagai penyakit kardiovaskular dapat meningkatkan resiko stroke. Yang

paling sering adalah atrial fibrilasi (AF), Hampir setengah dari stroke kardioemboli

adalah disebabkan oleh AF, karena memudahkan terdinya penggumplan darah di

5
jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Selain AF,

penyakit katup jantung juga cukup berperan seperti stenosis mitral. Left atrial

enlargement juga merupakan faktor resiko pada stroke. 6,7

E. Klasifikasi

Pembagian stroke hemorgaik dapat dibedakan berdasarkan penyebab

perdarahannya, yaitu:

1. Perdarahan Intraserberal

Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral

primer dan perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer

disebabkan oleh hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan

akibta pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi

aakibat adanya anomaly vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis,

maupun akibat obat-obat antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab

perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik.9,10

2. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid

sehingga menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan

bahkan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat

pecahnya aneurisma sakuler.9,10

F. Patofisiologi

Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial hemorrhage,

hematoma expansion dan peri-hematoma edema.11

1. Fase initial hemmorhage

Fase initial hemmorhage terjadi akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi

kronis, akan menyebabkan perubahan patologi dari dinding pembuluh darah.

6
Perubahan patologis dari dinding pembuluh darah tersebut dapat berupa

hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Kenaikan

tekanan darah dalam jumlah yang mencolok dan meningkatnya denyut jantung,

dapat menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga dapat terjadi perdarahan.

Perdarahan ini akan menjadi awal dari timbulnya gejala-gejala klinis (fase

hematoma expansion).

2. Fase hematoma expansion

Pada fase hematoma expansion, gejala-gejala klinis mulai timbul seperti

peningkatan tekanan intracranial. Meningkatnya tekanan intracranial akan

mengganggu integritas jaringan-jaringan otak dan blood brain-barrier. Perdarahan

intraserebral lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya inflamasi sekunder dan

terbentuknya edema serebri.

3. Fase peri-hematoma edema

Pada fase ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma

expansion, akan terus berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume

perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan

intracranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta

terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta

kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron

di daerah yang terkena darah dan sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit

neurologis pun akan semakin berkembang.

G. Manifestasi Klinis

Pasien ICH dengan atau tanpa IVH biasanya datang dengan serangan tibatiba

dengan defisit neurologis fokal, yang sering dikaitkan dengan gejala dan tandatanda

ICP yang meningkat, termasuk sakit kepala, mual, muntah, hipertensi, takikardia

7
atau bradikardia, dan penurunan tingkat kesadaran yang mana dapat berkembang

menjadi koma akibat herniasi otak jika tidak mendapat penanganan lebih lanjut.

Lebih dari 20% pasien ICH akan memburuk dengan penurunan 2 poin atau lebih

skor GCS antara penilaian awal oleh layanan medis darurat (EMS) dan kedatangan

ke bagian darurat (ED/ IGD) Terdapat 15-23% pasien lainnya akan

terus memburuk dalam beberapa jam pertama rawat inap mereka. 12

Karena itu, penilaian awal sangat penting, diagnosis, dan manajemen ICH

pasien terjadi tanpa penundaan. Riwayat medis yang terfokus harus mencakup

waktu onset gejala, perkembangan gejala, skrining untuk faktor risiko, seperti yang

disebutkan di atas, serta riwayat trauma atau pembedahan baru-baru ini. 12

Lokalisasi umum dari temuan klinis mungkin penting untuk triase awal dan

penilaian; Namun, perbedaan terpenting dalam hal ini adalah untuk

mengidentifikasi ICH serebelar, karena pasien ini mungkin membutuhkan evakuasi

hematoma dengan prosedur bedah lebih awal. Selain pemeriksaan neurologis yang

terfokus, skor keparahan penyakit standar seperti GCS, National Institutes of Health

Stroke Scale, dan ICH Skor harus digunakan untuk membantu memfasilitasi

komunikasi yang jelas antara penyedia medis.12

Pasien dengan ICH biasanya mengalami gejala seperti stroke dengan onset yang

mendadak, disertai dengan defisit neurologis fokal. Perdarahan yang besar biasanya

mengarah pada penurunan kesadaran sebagai hasil dari peningkatan tekanan

intrakranial (TIK). Adanya nyeri kepala, vertigo, muntah, dan defisit neurologis fokal

dapat mengarahkan diagnosis ICH. Manifestasi klinis ICH juga sangat bergantung

pada area yang terdampak oleh perdarahan.12

a. Perdarahan di kapsula interna dapat menyebabkan hemiparese kontralateral,


hemiplegia, koma.
b. Perdarahan di daerah putamen akan menimbulkan gejala : Hemiparesis dan
kehilangan hemisensorik, hemianopia & disfasia (apabila hemisfer dominan
terlibat), deviasi konjugat ke sisi yang mengalami perdarahan).

8
c. Perdarahan luas di serebelum akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan
koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan disartri.
d. Perdarahan terjadi di pons, maka akan ditemukan kuadriplegik dan flaksid, pupil
kecil, depresi pernapasan, hipertensi, febris, penurunan kesadaran dengan cepat
tanpa didahului sakit kepala, vertigo, mual/muntah.
e. Perdarahan di talamus maka akan terjadi kehilangan kemampuan hemisensorik,
hemiparesis & gangguan pergerakan ekstraokular, forced downward gaze,
upgaze palsy, pupil miosis dan nonreaktif, paralisis konvergens, dan nistagmus.
f. Perdarahan pada daerah batang otak (brain stem) akan menimbulkan gejalagejala
sindrom batang otak, dan gaangguan nervus kranialis karena letak nukleus nervi
kranialis banyak berada pada daerah batang otak. Bila berukuran kecil, dapat
menyebabkan paralisis dan dapat berhubungan dengan pergerakan bola mata
(lock-in state), bila berukuran besar dapat menyebabkan koma, kuadriplegia,
rigiditas deserebrasi & pupil yang pinpoint.
g. Perdarahan di lobus frontalis ditemukan hemiparesis kontralateral dengan
lengan lebih nyata. Parietalis ditemukan defisit persepsi sensorik kontralateral
dengan hemiparesis ringan. Oksipitalis ditemukan hemianopsia dengan atau
tanpa hemiparesis minimal pada sisi ipsilateral. Temporalis ditemukan afasia
sensorik.
H. Diagnosis

Kriteria diagnosis adanya gejala deficit neurologis global atau salah satu/beberapa

deficit neurologis fokal yang terjadi mendadak disertai bukti CT-Scan atau MRI. 13

1. Anamnesis:

• Gejala prodomal yaitu : Gejala peningkatan tekanan intrakranial dapat berupa : sakit

kepala, muntah-muntah, sampai kesadaran menurun.

• Gejala penekanan parenkim otak (perdarahan intraserebral), memberikan gejala

tergantung daerah otak yang tertekan/terdorong oleh bekuan darah

2. Pemeriksaan Fisik:
• GCS

• Kelumpuhan saraf kranial

• Kelemahan motorik

9
• Defisit sensorik

• Gangguan otonom

• Gangguan neurobehavior 13

Scoring

Untuk memudahkan membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik dapat digunakan

scoring atau algoritma berupa Gajah mada algoritma, Siriaj score, dan Hassanudin

algoritma

Kriteria diagnosis

Defisit neurologis fokal atau global yang muncul secara tiba-tibda, dapat disertai

tanda peningkatan tekanan intrakranial dan dibuktikan dengan adanya lesi perdarahan

pada pemeriksaan neuroimaging otak (CT-Scan atau MRI). 11

Pemeriksaan penunjang awal untuk mengasesmen pasien adalah pemeriksaan

neuroimaging. Pemeriksaan ini penting dilakukan khususnya pada fasilitas kesehatan

yang lengkap. Modalitas pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah CT-scan

non contrast, CT angiography, dan MRI.11

Noncontrast computed tomography (NCCT) adalah teknik cepat dengan kepekaan

yang sangat baik untuk mengidentifikasi ICH akut, dan ketersediaannya yang luas

dianggap sebagai standar emas untuk diagnosis ICH di gawat darurat (ED). Diagnosis

ICH, NCCT dapat memberikan elemen yang berguna seperti lokasi ICH, ekstensi

intravena, hidrosefalus, keberadaan dan derajat edema, dan pergeseran garis tengah

(midline shift) atau kompresi batang otak akibat efek massa dari hematoma.

Selanjutnya, volume ICH adalah prediktor kuat dari hasil ICH dan dapat diperkirakan

dengan cepat di UGD dengan teknik ABC/2. 11

Perhitungan volume perdarahan pada CT-scan dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus Broderick:

10
Volume Perdarahan= panjang x lebar x jumlah slice (tampak perdarahan)

2 (atau 4)

Keterangan: Pembagi 2 digunakan jika jarak antar slice setebal 1 cm (10 mm) dan

pembagi 4 digunakan jika jarak antar slice setebal 0.5 cm (5mm). Pengukuran

panjang dan lebar diambil pada slice dengan perdarahan paling luas.14

Gambar 1. Cara Menghitung panjang dan lebar pada potongan CT-scan. 14

Computed tomography angiography (CTA) adalah alat diagnostik yang berguna

dalam pengaturan akut ICH. Ini adalah teknik noninvasif yang paling banyak tersedia

untuk mendeteksi kelainan vaskular sebagai penyebab sekunder ICH. Adanya lobar ICH,

IVH yang signifikan, usia muda, dan tidak adanya faktor risiko serebrovaskular

tradisional harus memicu kecurigaan ICH sekunder akibat malformasi vaskular atau

gangguan intrakranial lainnya. Deteksi cepat lesi ini sangat penting dan memiliki

pengaruh yang signifikan yang berdampak pada manajemen pasien. Meskipun CTA

merupakan alat skrining non-invasif yang sangat baik, pemeriksaan DSA tetap menjadi

pemeriksaan standar emas untuk diagnosis, seringkali terkait pengobatan endovaskular,

malformasi vaskular serebral.11

Ekstravasasi kontras dalam hematoma pada gambar CTA, juga disebut spot sign,

merupakan prediktor independen dari ekspansi hematoma dan hasil yang buruk pada

11
pasien dengan supratentorial ICH. Tanda CTA spot dikaitkan dengan perdarahan aktif

selama evakuasi bedah, dan dapat membantu menunjukkan pasien mana yang mungkin

mendapat manfaat dari operasi. Kelemahan utama CTA adalah biaya dan paparan radiasi

tambahan. Meskipun beberapa dokter mengkhawatirkan risiko kontras nefropati yang

diinduksi, ada perdebatan dalam literatur tentang apakah entitas ini ada, dan tidak ada

bukti bahwa CTA meningkatkan risiko nefropati pada pasien dengan ICH. 11

Sensitivitas MRI untuk diagnosis ICH setara dengan NCCT. MRI dapat menjadi

teknik yang berguna untuk mendeteksi penyebab sekunder yang mendasari ICH, seperti

lesi neoplastik atau transformasi hemoragik dari stroke iskemik. Selain itu, pada pasien

dengan fungsi ginjal yang buruk, alergi kontras, atau kontraindikasi lain terhadap CTA,

pencitraan pembuluh otak dapat dilakukan tanpa kontras melalui angiografi resonansi

magnetik. Mengingat biaya, durasi pemeriksaan, dan tolerabilitas yang buruk untuk

beberapa pasien, MRI jarang digunakan dalam pemeriksaan UGD pada ICH dan bukan

merupakan baku standar dalam kasus ICH.14

I. Tatalaksana

1. Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan

tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan

otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan

kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.

Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer

lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia

darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan

lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien

serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang. 15,16

2. Stadium Akut

12
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,

perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung

memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau

15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,

dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus

segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20

mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per

6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan

intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu

bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi

(pCO2 20-35 mmHg). 8,9,17

a. Terapi umum:

1. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang; ubah

posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah

stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai

didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi

dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung

kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). 15,16

2. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL

dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin

isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika

didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui

selang nasogastrik.15,16
3. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu

150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.

Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi

segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari

13
penyebabnya.15,16

4. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan

sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan

sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP)

≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau

didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.

Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang

direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat

ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90

mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan

500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat

diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg,

dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110

mmHg.15,16

5. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal

100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,

karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan

peroral jangka panjang.15,16

6. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena

0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau

keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam

selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai

alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid. 15,16
b. Terapi khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan

bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang

kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,

14
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan

VPshunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan

intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat

digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,

ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau

malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM). 15,16

3. Stadium Subakut

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi

wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit

yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah

sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan

program preventif primer dan sekunder.15,16

a. Terapi fase subakut:15,16

1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,

2. Penatalaksanaan komplikasi,

3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi

wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,

4. Prevensi sekunder

5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning.

J. Prognosis

Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia pada

lansia. Pada studi yang dilakukan oleh Das S dkk, dikatakan bahwa penderita stroke

jumlah kematian di rumah sakit ialah 26%. Pada penderita stroke iskemik didapatkan

tingkat mortalitasnya ialah 27% sedangkan pada stroke hemoragik sebesar 38%. Tingkat

mortalitas ini juga meningkat seiring dari bertambahnya usia. Didapatkan juga

peningkatan mortalitas pasien dengan GCS <7.13

15
16
BAB III LAPORAN KASUS

1. DATA PRIBADI
Nama : Tn. U

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 51 tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pekerjaan : Serabutan

Status : Kawin

MRS : 31 Desember 2020


2. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 4 Januari 2020

Keluhan Utama:

Pusing

Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama:

Muntah

Perjalanan Penyakit:

Pasien datang ke IGD RSUD Moch Ansari Saleh Banjarmasin pada tanggal 31

Desember 2020 pukul 20.00 dengan keluhan pusing. Pusing dirasakan sejak

sore hari SMRS, pada jam 18.00 WITA. Sebelum pusing muncul, pasien

membersihkan rumah dari pagi hingga sore hari. Setelah selesai

membersihkan rumah, pasien mandi lalu tiba-tiba merasa jalannya

sempoyongan, kemudian pusing seakan lingkungan sekitar pasien berputar.

Pusing diperberat jika merubah posisi kepala, mendengar suara, dan melihat

cahaya. Pasien belum pernah mengalami pusing seperti ini sebelumnya. Tidak

17
lama setelah pusing, pasien juga muntah, disertai mual, berisi makanan,

berkali-kali kurang lebih tiga kali. Keluhan lain seperti pandangan kabur,

pandangan berbayang, telinga berdenging, bicara pelo, kelemahan, nyeri

kepala hebat disangkal. Saat merasakan keluhan, pasien hanya beristirahat

dan tidak ada minum obat apapun, namun keluhan tidak berkurang.

Kemudian, keluarga pasien mengukur TD pasien, didapatkan hasil 205 mmHg.

Karena keluhan tidak membaik, pasien dibawa ke IGD dan diukur TD,

didapatkan 225 mmHg. Pasien masuk ruangan pukul 23.00

Pasien sebelumnya memiliki penyakit darah tinggi sejak 2 tahun lalu, biasanya

TD pasien sekitar 175 mmHg. Pasien tidak rutin meminum obat penurun

tekanan darah, biasanya pasien hanya minum obat captopril setelah memakan

daging, makanan berlemak, makanan asin, dll.

Riwaya Penyakit Dahulu:

Pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa dan tidak pernah sakit yang

memerlukan perawatan di rumah sakit Riwayat Penyakit Keluarga:

Hipertensi (+), jantung (+), kolesterol (+), DM (-)

Riwayat Kebiasaan:

Pasien suka mengonsumsi makanan berlemak, asin, dan daging

Keadaan Psikososial:

Pasien tinggal bersama 4 orang anggota keluarga, yaitu keponakan dan saudara.

Pasien hanya tinggal dirumah dan tidak melakukan aktivitas berat.

Intoksikasi:

Tidak ditemukan riwayat keracunan obat, zat kimia, makanan dan minuman.

3. STATUS INTERNA ( 04 Januari 2021)


Keadaan Umum : Kesadaran : Kompos Mentis

18
GCS : E4 V5 M6

Tensi : 163/109 mmHg

Nadi : 70 kali /menit, reguler, kuat angkat

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36,5oC

SPO2 : 98% tanpa supp O2


Kepala/Leher

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.

- Mulut : Mukosa bibir basah.

- Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar.

Thoraks

- Pulmo : Bentuk dan pergerakkan simetris, suara napas vesikuler,

wheezing dan ronki tidak ada.

- Cor : BJ I/II tunggal, tidak ada bising

Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani dan bising

usus normal

Ekstremitas : Atrofi (-), edema(-), parase (-) dextra, akral hangat.

4. STATUS PSIKIATRI

Emosi dan Afek : Normothym

Proses Berfikir : Realistis

Kecerdasan : Sesuai dengan pendidikan

Penyerapan : Baik

Kemauan : Baik

Psikomotor : Baik
Status Neurologis:

19
a. Meningeal Sign Kaku kuduk (-)

Laseque sign (-)

Brudzinski 1 (-)

Brudzinski 2 (-)

Brudzinski 3 (-)

Brudzinski 4 (-)

b. Refleks Fisiologis: Bisep +2/+ 2

Trisep +2/ +2

Patella +2 /+2 Achilles

+2/+2

c. Refleks Patologis:

Babinski: -/- Chaddock:

-/-

Gonda: -/-

Oppenheim -/-

Hoffman: -/-

Tromner -/-

Gordon: -/-

Schaeffer: -/-

d. Pemeriksaan motorik

+5 +5

+5 +5

Atrofi otot -/-

20
Tonus otot ekstremitas kanan dan kiri normal

Gerakan ekstremitas kanan dan kiri bebas

e. Pemeriksaan sensorik

raba halus + +

+ +
Sensasi suhu tidak dilakukan

Sensasi getar tidak dilakukan

f. Pemeriksaan Nervus Cranialis


Nervus Cranialis Kanan Kiri
NI Hyposmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
Halusinasi (-) (-)
N II Visus Tdl Tdl
Lapang Pandang Tdl Tdl
Funduskospi Tdl Tdl
N III, N IV, Kedudukan Bola Mata Tengah Tengah
N VI Gerakan Mata Bebas Bebas
- Nasal

- Temporal
- Atas
- Bawah
- Temporal bawah
Eksoftalmus (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Perbedaan lebar Isokor
Bentuk Pupil Bulat Bulat

21
Refleks Cahaya Langsung dan Tidak (+) (+)
Langsung

NV Cabang Motorik
- M. Masseter Normal Normal
- M. Temporal Normal Normal
- M. Pterygoideus Int/Ext Normal Normal
Cabang Sensorik
- N. Oftalmicus Normal Normal
- N. Maxillaris Normal Normal
- N. Mandibularis Normal Normal
Refleks Kornea Langsung + +
Refleks Kornea Konsensuil + +
N VII Saat Diam
- Kerutan dahi Sama tinggi
- Tinggi alis Sama tinggi
- Sudut mata Sama tinggi
- Lipatan nasolabial Sama tinggi
Saat Gerak
- Mengerutkan dahi Sama tinggi
- Menutup mata Simetris
- Senyum / memperlihatkan gigi Asimetris (kanan
tertinggal)

Daya Kecap Lidah 2/3 Depan tdl tdl


N VIII N. Vestibularis
- nystagmus (-) (-)
- tinitus aureum (-) tdl (-)
- Uji Romberg Tdl
- finger to nose

22
N. Cochlearis
- mendengar suara bisikan + +
- tes Rinne Tdl Tdl
- tes Webber Tdl Tdl
- tes Schwabach Tdl Tdl
N IX, N X Motorik
- Suara Normal
- Menelan Normal
- Kedudukan arcus faring Normal
- Kedudukan uvula Normal
Sensorik
- Daya kecap lidah 1/3 posterior Tdl
- refleks muntah (+)
N XI Mengangkat Bahu Normal
Memalingkan Kepala Normal
N XII Kedudukan Lidah waktu istirahat Normal
Kedudukan Lidah waktu bergerak Normal
Atrofi Tidak ada
Kekuatan lidah menekan pada bagian Kuat
Fasikulasi/tremor pipi (kanan/kiri) (-)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Hasil CT SCAN(02/012021)

23
Kesimpulan:
• Perdarahan hemisfer cerebellum dextra volume 11,3 cc yang mendesak
ventrikel IV disertai hidrosefalus ringan
• ICH cortex subcortex lobus parietalis dextra volume 8,31cc
• Infark akut lobus frontalis sinistra
• Infark lacunar thalamus D-S

b. Hasil Foto Thorax(31/12/20)

24
Kesimpulan:

Kardiomegali

c. Hasil EKG

25
Interpretasi :
- Sinus, 83x/mnt

- Normoaxis

- Kesan: LVH

d. Hasil Laboratorium(30/12/2020)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.6 12.0 – 15.0 g/dL
Leukosit 14.45 4.0 – 11.0 ribu/ul
Eritrosit 4.52 4.10 – 6.00 juta/uL
Hematokrit 39.9 35.0 – 47.0 vol%
Trombosit 282 150 – 450 ribu/ul
MCV 88.3 80-96 fl
MCH 30.1 28-33 pg
MCHC 34.1 33-36 %
RDW-CV 13.1 11-16 %
HITUNG JENIS
Limfosit% 7.1 20.0 – 40.0 %
Neutrofil% 88.4 50.0 – 81.0 %

26
Monosit% 4.2 2.0 – 8.0 %
Eosinofil% 0.1 1.0 – 3.0 %
Basofil% 0.2 0.0 – 1.0 %
Limfosit# 1.02 1,25 – 4.00 ribu/ul
Neutrofil# 12.78 2.50 - 7.00 ribu/ul
Monosit# 0.60 0.30 – 1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.02 <3.00 ribu/ul
Basofil# 0.03 <1.00 ribu/ul
KIMIA
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 160 <200.00 mg/dl
HATI DAN PANKREAS
SGOT 22 5-34 U/L
SGPT 5 0-55 U/L
GINJAL
Ureum 32.3 0-50 mg/dl
Kreatinin 1.0 0.72-1.25 mg/dl

6. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Vertigo

Diagnosis Topis : Lesi hiperdens hemisfer cerebelli dextra, lobus

parietalis dextra + lesi hipodens lobus frontalis sinistra, thalamus dextra et sinistra

+ hidrocephalus

Diagnosis Etiologis : Stroke Hemoragik 7.

PENATALAKSANAAN

a. Terapi di IGD
- Herbesser 200 gr
- Candesartan 8 mg
- Inj. Furosemide 20 mg
- Inj. Depenhidramin 4 mg

27
- Inj. Ranitidine 4 mg
- P.O Betahistine Metylate 12 mg
b. Terapi di Ruangan
- IVFD NS 10 tpm
- Inj. Kalnex 2x1 gr
- Inj. Manitol 4x125 cc Tapp off/2 hari
- Inj. Citicoline 2x250 mg
- P.O Candesartan 16 mg 1-0-0
- P.O Herbesser CD 200 0-0-1
- P.O Flunarizine 3x10 mg
- P.O Bethahistine 3x12 mg
- P.O Furosemid 40 mg 1-0-0
- Dulcolac supp 1x1

8. RENCANA MONITORING DAN EVALUASI

- Tanda vital

- Keseimbangan cairan

- Tanda – tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK)

- Defisit neurologis

K. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

28
BAB IV PEMBAHASAN

Telah dilakukan anamnesis pada pasien Tn. Umar dan keluarga pasien pada
tanggal 4 Desember 2020. Pasien datang dengan keluhan pusing seakan lingkungan
sekitar pasien berputar. Pusing diperberat jika pasien merubah posisi kepala, mendengar
suara, dan melihat cahaya. Keluhan disertai dengan adanya muntah kurang lebih tiga kali,
muntahan berisi makanan. Muntah disertai dengan mual sebelumnya. Saat merasakan
keluhan pasien hanya beristirahat dan tidak meminum obat apapun, namun keluhan tidak
berkurang. Kemudian keluarga pasien mengukur tekanan darah pasien dan didapatkan
tekanan darah pasien 205 mmhg. Karena keluhan tidak membaik pasien dibawa ke IGD
pada pukul 20.00 WITA.
Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Salah satu faktor
risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien yaitu riwayat hipertensi yang tidak
terkontrol dimana kejadian stroke meningkat saat tekanan darah sistolik diatas 115
mmHg dan diastolik diatas 75 mmHg. Setiap kenaikan 20mmHg pada sistolik dan
10mmHg pada diastolic meningkatkan angka kematian hingga dua kali lipat. 6,8
Hasil dari pemeriksaan EKG pasien didapatkan adanya LVH. Hipertrofi
ventrikel kiri (LVH) adalah komplikasi lain yang sering terjadi dari hipertensi arteri
jangka panjang dan biasanya dikaitkan sebagai kompensasi terhadap peningkatan
afterload. Pasien diketahui memiliki riwayat penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol, hal tersebut menjadi faktor penyebab terjadinya LVH pada pasien. 18
Pemeriksaan penunjang yaitu CT-Scan kepala pada pasien ini memperjelas
diagnosis SH dengan adanya lesi hiperdens didaerah Hemisfer cerebelli dextra dan
lobus pareatalis dextra, lesi hipodens lobus frontalis sinistra, dan thalamus dextra et
sinistra.. Volume perdarahan pada pasien ini adalah 11,3 cc. Stroke hemoragik
terdiri atas ICH, SAH, dan IVH. Perdarahan intraserebral (ICH) merupakan
perdarahan fokal yang berasal dari pembuluh darah parenkim otak. 19
Pencegahan peningkatan TIK pada pasien ini dilakukan dengan pemberian
mannitol, dan ketorolac intravena sebagai larutan hipertonik dan NSAID untuk
antiedema, antiinflamasi dan analgetik pada pencegahan peningkatan TIK. Hal ini
sesuai dengan guidelines dimana untuk mengontrol peningkatan TIK dapat
dilakukan dengan penggunaan manitol dan larutan garam hipertonik, blokade
neuromuskuler, hiperventilasi, atau hipotermia terapeutik dan penggunaan
analgesik terbatas terutama pada pasien dengan nyeri atau kondisi yang kurang
stabil.

29
Citicoline diberikan untuk melindungi sel-sel otak dan mencegah kerusakan
sel neuron lebih lanjut, berfungsi untuk memperbaiki sel otak, meningkatkan aliran
darah ke otak dengan memperbaiki membran sel dengan cara menambah sintesa
fosfatidikolin, menghambat terbentuknya radikal bebas dengan menaikkan sintesa
asetilkolin suatu transmitter (kognitif). 20,21
Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau
ARB), CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat. 22
Pengobatan dengan kalnex terhadap perdarahan di otak dengan tujuan hemostatis,
Khasiatnya adalah anti fibrinolitik sehingga mencegah lisisnya bekuan darah, jadi
mencegah perdarahan berulang.23
Betahhistine merupakan golongan Histaminergik yang paling banyak
digunakan untuk pengobatan vertigo. diketahui histaminergik merupakan golongan
obat yang memiliki efek vasodilatasi untuk memperbaiki aliran darah pada
mikrosirkulasi di daerah telinga tengah dan sistem vestibuler untuk mengatasi
pusing berputar.24 flunarizine menempati posisi kedua terbanyak untuk pengobatan
vertigo. flunarizine bekerja dengan menghambat kanal kalsium di dalam sistem
vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium intrasel.1 Penghambat
kanal kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler.24

BAB V PENUTUP

30
Telah dilaporkan sebuah kasus Tn. U dengan diagnosis stroke hemoragik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah
pemeriksaan lab darah, foto thorax, CT-Scan, dan EKG. Tatalaksana yang diberikan
pada pasien ini adalah IVFD NS 10 tpm, Inj. Kalnex 2x1 gr, Inj. Manitol 4x125 cc Tapp
off/2 hari, Inj. Citicoline 2x250 mg , P.O Candesartan 16 mg 1-0-0, P.O Herbesser CD
200 0-0-1, P.O Flunarizine 3x10 mg, P.O Bethahistine 3x12 mg, P.O
Furosemid 40 mg 1-0-0, Dulcolax supp 1x1.
.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidarta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit PT Dian Rakyat;


2009.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.


Laporan hasil riset kesehatan dasar nasional 2018. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI; 2018.

3. De Oliveira Manoel AL, Goffi A, Zampieri FG, et al. The critical care management
of spontaneous intracranial hemorrhage: A contemporary review. Critical Care.
2016;20(1):1–29.

4. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB
4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw
Hill: New York. 2005.

5. Truelsen T, Begg S, Mathers C. The global burden of cerebrovascular disease.


WHO. 2006 : 1-2.

6. Pradhan, Sunil, Et Al. Hypertension: A Risk Factor For Stroke. Hypertension,


2018, 4.1.

7. Boehme AK, Esenwa C, Elkind MSV. Stroke Risk Factors, Genetics, and Prevention.
AHA Journals. 2017.

8. Soto-Cá mara R, Gonzá lez-Bernal JJ, Gonzá lez-Santos J, Aguilar-Parra JM,


Trigueros R, Ló pez-Liria R. Knowledge on Signs and Risk Factors in Stroke
Patients. J Clin Med. 2020 Aug 7;9(8):2557.

9. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia:
Jakarta, 2007.

10. Bachrudin M. Neurologi Klinis. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang


Press. 2019. 239-302.

32
11. Andrea Morotti, Goldstein JN. Diagnosis and Management of Acute Intracerebral
Hemorrhage. Emergency Medicine Clinics of NA. 2016:1–15.

12. Thabet AM, Kottapally M, Hemphill JC. Management of intracerebral


hemorrhage. Handbook of Clinical Neurology. 2017;140:177–194.

13. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan Praktik Klinis


Neurologi.; 2016.

14. Ardik Lahdimawan. Neuroimaging (Pencitraan dalam Bedah Saraf). In: -, ed.
Buku Ajar Ilmu Bedah Saraf. Edisi 1. Zukzez Express; 2019:128–129.

15. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia:
Jakarta, 2007.

16. Morgenstern, Lewis B., Hemphill J.C., et al. 2010.Guidelines for the Management
of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline for Healthcare
Professionals From the American Heart Association / American Stroke
Association. Journal of the American Heart Association.
(http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108. Diakses November
19, 2020)..

17. Purwanti OS, Maliya A. Rehabilitasi klien pasca stroke. J Berita Ilmu
Keperawatan. 2008; 1(1):43-36.

18. James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 evidence-based guideline for the
management of high blood pressure in adults: report from the panel members
appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2014; 311(17):
1809.

19. An SJ, Kim TJ, Yoon BW. Epidemiology, risk factors, and clinical features of
intracerebral hemorrhage: an update. JoS. 2017; 19(1):3-10.

20. Kanyal N. The Science of ischemic stroke: pathophysiology and pharmacological


treatment. Int J Pharm Res Rev. 2015; 4(10): 65-84.

33
21. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran Umum tentang GPDO.
Dalam : Harsono ed. Kapita Selekta Neurologi. Yogjakarta: UGM Press. 2000; 84-
9.

22. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Konsesnsus Penatalaksanaan


Hipertensi. 2019 .p.46-52

23. Handoko TA. Lelaki 50 tahun dengan stroke hemoragik. J Medula Unila. 4;2 ;16-
19. Desember 2015

24. Rendra AK, Pinzon RT. Evaluasi Drug Related Problems pada Pasien Vertigo
Perifer di Instalasi Rawat Jalan RUmah Sakit Bethesda Yogyakarta. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia. 2018;7(3):162-71.

34

Anda mungkin juga menyukai