Anda di halaman 1dari 28

POKOK- POKOK AJARAN AGAMA ISLAM

HOME GROUP-03
NAMA ANGGOTA:
1. Afif Ekayonar Afandi 1006681861
2. Debbi Yuniserani 1006686414
3. Frannicko Marfic 1006660182
4. Muhammad Rifai 1006773641
5. Raditya Pratama Nugraha 1006683186
6. Sandra Saffira Desitasari 1006685443

Makalah ini ditujukan untuk


memenuhi tugas mata kuliah
Program Dasar Perguruan Tinggi

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sanjungkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang bahwa makalah mata kuliah MPK Agama Islam ini telah dapat kami
selesaikan. Kami juga sangat berterima kasih karena Bapak telah memberikan tugas
ini kepada kami sehingga kami dapat memperluas pengetahuan kami.
Dalam tugas ini kami membahas tentang sistem akidah, syari’ah, akhlak, serta
implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa walaupun kami telah bekerja keras untuk menyusun
makalah ini, namun tidak akan mungkin menjadi lebih baik tanpa masukan Bapak
dosen. Untuk itu kami mengharapkan agar Bapak memberikan berbagai masukan
demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.
Kemudian kepada teman-teman yang telah membantu menyusun makalah ini,
saya ucapkan banyak terima kasih atas kerjasamanya. Semoga Tuhan yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang memberkati tujuan kita dalam pembentukan generasi
yang berakhlak karimah, cinta pada Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Depok, Maret 2011

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................3
Abstraksi..................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang...................................................................................................5
1.2.Tujuan Penelitian...............................................................................................5
1.3.Rumusan Masalah.............................................................................................5
1.4.Tinjauan Pustaka................................................................................................5
1.5.Metodologi Penulisan.......................................................................................5
1.6.Sistematika Penulisan........................................................................................6
BAB II POKOK-POKOK AJARAN ISLAM
2.1 Akidah...............................................................................................................7
2.1.1 Sistem akidah Islam.......................................................................................7
2.1.2 Implementasi Akidah Islam...........................................................................9
2.2 Syari’ah...........................................................................................................10
2.2.1 Sistem Syari’ah............................................................................................10
2.2.2 Implementasi Ibadah dan Muamalah............................................................12
2.3 Akhlak.............................................................................................................15
2.3.1 Sistem Akhlak..............................................................................................15
2.3.2 Implementasi Akhlak...................................................................................17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................21
3.2 Saran.................................................................................................................21
Daftar Pustaka........................................................................................................22
ABSTRAKSI
Makalah ini mengambil topik dinamika kebudayaan karena dilatar belakangi oleh
perkembangan kebudayaan Indonesia yang saat ini mengalami perkembangan dan
perubahan yang cukup pesat. Kebudayaan ini berkembang dari dalam kebudayaan
negeri sendiri dan banyak pula yang terpengaruh budaya lain. Oleh karena itu
diperlukan tinjauan dari berbagai macam aspek untuk mengetahui bagaimana awal
dari pembentukan kebudayaan, hal-hal yang mempengaruhi kebudayaan, hubungan
kebudayaan dengan bidang-bidang lainnya dan perkembangan kebudayaan itu sendiri
pada saat ini. 
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis juga melakukan tinjauan pustaka atau
kerangka teori berdasarkan studi pustaka dan pengumpulan data dari media
elektronik. Dalam tahap pengumpulan data dilakukan survei kepustakaan. Survei
tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan berupa buku-
buku yang berhubungan dengan subpokok bahasan yang terkait. 
Setelah data kepustakaan terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan data.
Pada tahap terakhir itu akan dicoba untuk menarik kesimpulan mengenai pokok-
pokok ajaran agama Islam itu sendiri dan implementasinya dalam kehidupan.

Kata Ku
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan kebudayaan Indonesia yang saat ini mengalami perkembangan
dan perubahan yang cukup pesat. Kebudayaan ini berkembang dari dalam
kebudayaan negeri sendiri dan banyak pula yang terpengaruh budaya lain. Oleh
karena itu diperlukan tinjauan dari berbagai macam aspek untuk mengetahui
bagaimana awal dari pembentukan kebudayaan, hal-hal yang mempengaruhi
kebudayaan, hubungan kebudayaan dengan bidang-bidang lainnya dan
perkembangan kebudayaan itu sendiri pada saat ini. 
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Pengembangan Kepribadian Agama; memberikan informasi mengenai awal dari
pembentukan kebudayaan Indonesia, hal-hal yang mempengaruhi kebudayaan
Indonesia, hubungan kebudayaan dengan bidang-bidang lainnya dan
perkembangan kebudayaan Indonesia yang dipengaruhi oleh kebudayaan luar
pada saat ini; serta untuk menjelaskan enam subpokok bahasan yang dikaitkan
dengan pokok-pokok ajaran agama Islam berupa akidah,syariah,dan akhlak
sebagai bahan pembelajaran
1.3 Rumusan Masalah
Apa-apa saja pokok-pokok ajaran Islam?
Bagaimana implementasi dari pokok-pokok ajaran tersebut?
1.4 Tinjauan Pustaka/Kerangka Teori
Menggunakan data dari teman- teman yang berbeda kelompok lalu digabungkan
menjadi satu, serta dengan mengumpulkan data-data kepustakaan berupa buku-
buku dan artikel-artikel yang berhubungan dengan subpokok bahasan yang
terkait
1.5 Metodologi Penelitian
1.5.1 Definisi Konseptual
Mengambil beberapa pengertian dari materi makalah
1.5.2 Sumber Data
Data-data yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari hasil
browsing internet, buku dan dari beberapa blog pribadi.
1.5.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada makalah ini adalah teknik
analisis data deduktif dan induktif.
1.6 Sistimatika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun secara sistematis dimulai dari pendahuluan,
tinjauan pustaka pembahasan yang berisi bahasan jawaban dari masalah-masalah
pada rumusan masalah, hingga penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
POKOK – POKOK AJARAN AGAMA ISLAM

2.1 AQIDAH
2.1.1 Sistem Aqidah Islam
2.1.1.1 Ruang Lingkup Aqidah
Aqidah memiliki pengertian secara etimologis serta secara terminologis.
Secara etimologis, aqidah berasal dari kata aqdan yang berarti “simpul, ikatan,
perjanjian, dan kokoh”, kemudian terbentuk menjadi aqidah yang berarti
“keyakinan”. Maka, arti aqidah secara etimologis yaitu “keyakinan yang tersimpul
dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Menurut Hasan Al Bana, aqidah berasal dari kata aqa’id yang berarti
“beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan
ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan
keraguan”.
Menurut Abu Bakar Jabir Al Jazairy, aqidah berarti “sejumlah kebenaran
yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah.
Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya,
dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”.
Ruang lingkup aqidah terbagi dua menjadi “Sistematika Hasan Al Banna” dan
“Sistematika Arkanul Iman”.
Menurut “Sistematika Hasan Al Banna”, ada empat jenis aqidah yaitu
Ilahiyat (pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan
(Allah)), Nubuwat (berhubungan dengan Nabi dan Rasul), Ruhaniyat (berkaitan
dengan alam metafisik seperti malaikat, jin, iblis, dan sebagainya), dan Sam’iyyat
(membahas segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui Al Quran dan Sunnah,
sperti alam barzah, akhirat, surga-neraka, dan sebagainya).
 Pengertian akidah menurut al-Quran adalah keimanan kepada Allah SWT
yakni mengakui kemujudan-Nya. Dengan demikian akidah Islam adalah kepercayaan
dan keyakinan terhadap Allah sebagai Rabb dan Ilah serta beriman dengan nama-
nama-Nya dan segala sifat-sifat-Nya juga beriman dengan adanya malaikat, kitab-
kitab, para Rasul, hari akhirat dan beriman dengan takdir Allah entah itu baik maupun
buruk juga segala apa yang datang dari Allah. Akidah dalam Islam disebut Iman, ia
bukan hanya berarti percaya melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim
untuk berbuat. Akidah sebagai fundamen utama ajaran Islam bersumber pada al-
Quran dan Sunnah karena dalam hal yang berkaitan dengan keyakinan tidak
seluruhnya dapat ditemukan oleh kemampuan yang dimiliki oleh manusia. 
Menurut “Sistematika Arkanul Iman”, aqidah terbagi menjadi enam, yaitu:
iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Allah, iman
kepada Nabi dan Rasul, iman kepada hari akhir, dan iman kepada takdir Allah.
Akidah Islam merupakan usuluddin, akar dan pokok agama Islam.
Pembahasan tentang akidah dilakukan oleh ilmu kalam yakni ilmu hasil penalaran
atau ijtihad manusia yang membahas dan menjelaskan tentang kalam Ilahi (mengenai
akidah) atau juga disebut ilmu tauhid karena membahas dan menjelaskan (terutama)
tentang ke-Esaan Allah (tauhid). Hasil pemahaman tentang akidah menimbulkan
aliran-aliran atau mazhab-mazhab dengan nama tertentu di kalangan umat Islam.
Aliran-aliran ini di lapangan akidah dalam ilmu kalam, adalah:
1. Kharijiyah. Sebagai kelompok disebut Khawarij yakni segolongan umat Islam
yang semula menjadi pengikut Ali bin Abi Thalib, kemudian keluar dan
memisahkan diri dari Ali terhadap Mu’awiyah dalam menyelesaikan
perselisihan (politik) mereka dengan berunding yang kemudian dilanjutkan
dengan arbitrasi atau perwasitan (tahkim).
2. Murji’ah. Lahir sebagai reaksi terhadap aliran Kharijiyah. Mereka mengharap
pengampunan dari Allah atas segala dosa yang dikerjakan manusia,
menangguhkan dan menyerahkan dosa itu pada ketentuan Allah di akhirat.
3. Syi’ah. Berasal dari kata Syi’ah Ali atau pengikut Ali r.a. Syi’ah adalah
paham suatu golongan dalam Islam yang berpendapat bahwa hanya Ali bin
Abi Thalib serta keturunannya melalui Fatimah binti Muhammad yang berhak
menjadi khalifah. Sebagai kelompok paham, Syi’ah terdiri dari tiga aliran,
yaitu Itsna ’Asyariyah, Sab’iyah, dan Zaidiyah.
4. Jabariyah. Berasal dari kata jabar yang artinya terpaksa. Golongan ini
berpendapat bahwa manusia terpaksa atau dipaksa melakukan sesuatu yang
telah ditentukan oleh Allah.
5. Qadariyah. Merupakan penentang aliran Jabariyah. Menurut paham ini
manusia bebas menentukan segala perbuatannya. Manusia bebas menentukan
nasibnya sendiri dan perbuatan yang baik atau yang buruk bagi dirinya.
6. Muktazilah. Golongan ini mengajarkan ilmu kalam yang bersifat rasional,
mempergunakan filsafat dalam menjelaskan keyakinan agama. Karena itu,
mereka kritis terhadap Sunnah Nabi atau hadis.
7. Ahlussunah wal Jama’ah. Pada umumnya golongan ini disebut Sunni.
Golongan ini berpegang pada al-Quran, sunah Nabi Muhammad dan para
sahabatnya mengenai akidah.
7. Ahmadiyah. Golongan ini terbagi dua aliran yakni Ahmadiyah Qadiyan (yang
berpendapat bahwa Mirza Gulam Ahmad merupakan Nabi dan Rasul Akhir
zaman yang mendapat wahyu dari Allah untuk menyempurnakan Islam) dan
Ahmadiyah Lahore (yang berpendapat bahwa Mirza hanya seorang mujaddid
atau pembaharu saja).
8. Salafiyah. Merupakan paham satu golongan dalam Islam yang masih
termasuk ke dalam kelompok Sunni juga, yang berpegang teguh kepada nash
atau teks yang tertulis dalam al-Quran mengenai akidah, tanpa
mencampurkannya dengan filsafat.

2.1.1.2 Implementasi Aqidah Islam dalam Kehidupan


Berikut adalah contoh implementasi Aqidah Islam dalam berbagai aspek
kehidupan.
1. IPTEK dan Pendidikan
Walaupun aqidah tidak menjadi sumber semua ilmu namun jadikanlah
aqidah sebagai salah satu penegvaluasi agar kita tidak sesat
2. Kesehatan
Sebagai muslim kita harus sehat tapi kadang2 untuk menjadi sehat caranya
salah dengan cara datang ke dukun dan menjadikan kita syirik kepada
Allah Rasulullah telah mengajarkan cara hidup sehat pada
kita,diantaranya: Makan sebelum lapar Menjaga kebersihan air Tidur
siang Tidak tidur sebelum isya Olahraga
3. Masyarakat dan Sosial
Dalam masyarakat, kita juga harus menerapkan akidah kita dengan cara
berhubungan atau bersilaturrahmi dengan orang lain baik dengan sesama
muslim maupun dengan non muslim sesuai dengan cara-cara yang
diperbolehkan dalam Islam dan jangan kita membiarkan akidah kacau atau
bahkan jadi sesat hanya karena kita telah berda dalam lingkungan yang
menyesatkan.Oleh sebab itu sangat dianjurkan agar kita dapat
mempertebal akidah dan lebih mengamalkannya dalam kehidupan
bermasyarakat
4. Hukum dan Politik
Dalam bidang hukum implementasi akidah juga harus diterapkan salah
satunya dengan cara menegakkan keadilan
5. Ekonomi
Jika kita membicarakan masalah ekonomi yang berkaitan dengan Islam
maka hal yang langsung ada di benak kita adalah tentang ekonomi
syari’ah.Ekonomi syariah yaitu sumbernya dari nilai islam yang
berdasarkan alquran dan kita bisa lihat bahwa saat-saat ini banyak negara
maju telah menggunakan sistem ekonomi syari’ah karena mereka melihst
keungguln dan bagusnya sistem syari’ah ini.Hal ini membuktikan bahwa
implementasi akidah Islam tidak hanya dilakukan oleh muslim saja
bahkan non muslimpun menggunakannya karena keunggulan sistem ini
yang adil.
6. Kesenian
Islam tidak melarang muslim melakukan kesenian bahkan Allah pun
menyukai keindahan sesuai dalam salah satu hadits.Namun kadang-
kadang kita malah melakukan lagu-lagu ataupun patung-patung bahkan
tarian-tarian yang mengarah kepda kemusyrikan.Oleh sebab itu Allah
membolehkan kita melakukan kesenian namun jangan berlebih-lebihan
ataupun melampaui batas yang mengarah kepada kemusyrikan.

2.2 SYARI’AH
2.2.1 Sistem Syariah
Kata syariah yang sering kita dengar adalah pengindonesiaan dari kata Arab,
yakni as-Syarî’ah al-Islâmiyyah. Karena asalnya dari kata Arab maka pengertiannya
harus kita pahami sesuai dengan pengertian orang-orang Arab sebagai pemilik bahasa
itu. Tentu tidak boleh kita pahami menurut selera orang Indonesia. Karena yang lebih
mengetahui pengertian bahasa itu adalah pemilik bahasa itu sendiri. Jadi orang non
arab untuk memahami istilah syariah itu harus merujuk kepada pengertian orang arab.
Menurut Ibn al-Manzhur yang telah mengumpulkan pengertian dari ungkapan
dalam bahasa arab asli dalam bukunya Lisân al’Arab. secara bahasa syariah itu punya
beberapa arti. Diantara artinya adalah masyra’ah al-mâ’ (sumber air). Hanya saja
sumbr air tidak mereka sebut syarî’ah kecuali sumber itu airnya sangat berlimpah dan
tidak habis-habis (kering). Kata syarî’ah itu asalnya dari kata kerja syara’a. kata ini
menurut ar-Razi dalam bukunya Mukhtâr-us Shihah, bisa berarti nahaja (menempuh),
awdhaha (menjelaskan) dan bayyan-al masâlik (menunjukkan jalan). Sedangkan
ungkapan syara’a lahum – yasyra’u – syar’an artinya adalah sanna (menetapkan).
Sedang menurut Al-Jurjani, syarî’ah bisa juga artnya mazhab dan tharîqah
mustaqîmah /jalan yang lurus. Jadi arti kata syarî’ah secara bahasa banyak artinya.
Ungkapan syari’ah Islamiyyah yang kita bicarakan maksudnya bukanlah semua arti
secara bahasa itu.
Suatu istilah, sering dipakai untuk menyebut pengertian tertentu yang berbeda
dari arti bahasanya. Lalu arti baru itu biasa dipakai dan mentradisi. Akhirnya setiap
kali disebut istilah itu, ia langsung dipahami dengan arti baru yang berbeda dengan
arti bahasanya. Contohnya kata shalat, secara bahasa artinya doa. Kemudian syariat
menggunakan istilah shalat untuk menyebut serangkaian aktivitas mulai dari takbirat-
ul ihram dan diakhiri salam, atau shalat yang kita kenal. Maka setiap disebut kata
shalat, langsung kita pahami dengan aktivitas shalat, bukan lagi kita pahami sebagai
doa.
Kata syarî’ah juga seperti itu, para ulama akhirnya menggunakan istilah
syarîah dengan arti selain arti bahasanya, lalu mentradisi. Maka setiap disebut kata
syarî’ah, langsung dipahami dengan artinya secara tradisi itu. Imam al-Qurthubi
menyebut bahwa syarî’ah artinya adalah agama yang ditetapkan oleh Allah Swt untuk
hamba-hamba-Nya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan.[4] Hukum dan
ketentuan Allah itu disebut syariat karena memiliki kesamaan dengan sumber air
minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Makanya menurut Ibn-
ul Manzhur syariat itu artinya sama dengan agama.
Pengertian syariat Islam bisa kita peroleh dengan menggabungkan pengertian
syariat dan Islam. Untuk kata Islam, secara bahasa artinya inqiyâd (tunduk) dan
istislâm li Allah (berserah diri kepada Alah). Hanya saja al-Quran menggunakan kata
Islam untuk menyebut agama yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad
saw. Firman Allah menyatakan :
‫يت لَ ُك ُم ْا ِإل ْسالَ َم ِدينًا‬
ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫ْاليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
(QS. Al-Ma’idah : 3)1
Sebagaimana sudah dikemukakan dalam pembahasan ruang lingkup hukum
Islam, bahwa ruang lingkup hukum Islam sangat luas. Yang diatur dalam hukum
Islam bukan hanya hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antara

1
Hizbut Tahrir. “Pengertian Syariah”. http://hizbut-tahrir.or.id/2008/09/20/pengertian-syariah/ (20
September 2008)
manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain dalam masyarakat,
manusia dengan benda, dan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Bagi tiap
orang ada kewajiban untuk mentaati hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadis. Peranan hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya cukup
banyak, tetapi dalam pembahasan ini hanya akan dikemukakan peranan utamanya
saja, yaitu :
a. Fungsi Ibadah.
Hukum Islam adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi umat manusia, dan
kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi
keimanan seseorang.
b. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Hukum Islam sebagai hukum yang ditunjukkan untuk mengatur hidup dan
kehidupan umat manusia, jelas dalam praktik akan selalu bersentuhan
dengan masyarakat. Sebagai contoh, riba dan khamr tidak diharamkan
secara sekaligus tetapi secara bertahap. Hukum Islam juga memperhatikan
kondsi masyarakat agar hukum tidak dilecehkan dan tali kendali terlepas.
Kita dapat memahami fungsi kontrol yang dilakukan lewat tahapan
pengharaman riba dan khamr. Fungsi ini disebut amar ma’ruf nahi
munkar. Dari fungsi inilah dapat dicapai tuhuan hukum Islam, yakni
mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan kemadharatan, baik di
dunia maupun di akhirat kelak.
c. Fungsi Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina, yang
disertai dengan ancama hukum atau sanksi hukum. Qishash, diyat,
ditetapkan untuk tindak pidana terhadap jiwa/ badan, hudud untuk tindak
pidana tertentu (pencurian, perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah), dan
ta’zir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut.
Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana
pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman
serta perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum Islam ini dapat
dinamakan dengan zawajir.
d. Fungsi Tandhim wa Islah al-Ummah
Fungsi hukum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk mengatur
sebaik mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial, sehingga
terwujudlah masyarakat yang harmonis, aman, dan sejahtera. Dalam hal –
hal tertentu, hukum Islam menetapakan aturan yang cukup rinci dan
mendetail sebagaimana terlahat dalam hukum yang berkenaan dengan
masalah yang lain, yakni masalah muamalah, yang pada umumnya hukum
Islam dalam masalah ini hanya menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai
dasarnya. Perinciannya diserahkan kepada para ahli dan pihak-pihak yang
berkompeten pada bidang masing-masing, dengan tetap memperhatikan
dan berpegang teguh pada aturan pokok dan nilai dasar tersebut. Fungsi
ini disebut dengan tanzim wa sihlah al – ummah.
Keempat fungsi hukum Islam tersebut tidak dapat dipilah – pilah begitu saja
untuk bidang hukum tertentu, tetapi satu dengan yang lain saling terkait (Ibrahim
Hosen, 1996 :90)
Syariat terbagi menjadi 2 bagian, yakni bagian Ibadah yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Allah (hablum minallah) dan bagian muamalah
yang mengatur hubungan antara sesama manusia (hablum minannas). Bagian ibadah
terangkum dalam rukun islam (syahadat, Sholat, shaum, zakat, haji) dan umunya
tidak terjadi perubahan apapun karena rukun Islan yang lima tidak akan pernah
berubah sejak zaman Nabi. Sedangkan muamalat mencakup semua aspek hidup
manusia dalam interaksinya dengan manusia lain, permasalahan antar sesama pada
zaman Nabi tentunya akan sangan berbeda dengan kondisi sekarang sehingga bagian
muamalat dan akan selalu berkembang sesuai dengan perubahan waktu dan tempat,2
Rasulullah pernah bersabda:
Antum a’lamu bi umuri dunyakum

2
Cholidudin. “Islam dan Ruang Lingkupnya”. http://cholidudin.wordpress.com/2010/08/09/islam/ (09
Agustus 2010)
Arti: Kalian lebih mengerti urusan dunia kalian.

2.2.2 Implementasi Ibadah dan Muamalah


2.2.2.1 Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.
Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah memiliki definisi sebutan yang
mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa
ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah
definisi yang paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf
(takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati).
Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah
ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad
adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-
macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan. Secara umum,
ibadah di bagi dua. Pertama adalah ibadah khusus. Ibadah khusus merupakan
perintah-perintah yang wajib dilakukan sebagaimana yang terkandung di dalam
Rukun Islam seperti solat, puasa, zakat, haji dan beberapa amalan khusus seperti
tilawah Al-Quran, zikir dan seumpamanya. Ibadah ini bersifat taufiqiyyah, yaitu
dilaksanakan menurut garis-garis yang ditunjukkan oleh Rasulullah. Kedua adalah
ibadah umum, yakni segala perkara atau amalan selain daripada kumpulan ibadah
khusus di atas yang dilakukan semata-mata untuk mencari keredhaan Allah. Ini
termasuklah seluruh perbuatan manusia dalam kehidupan sehariannya.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan
membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan
manusiawi. Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat
membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat
membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada
Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demi-kian
pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah
Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-
Dzaariyaat : 56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan
manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla.
Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah
yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka
barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang
beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia
adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya
dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang
mengesakan Allah).
Hukum-hukum ibadah:
1. Wajib
Wajib berarti perintah untuk melaksanakan suatu peribadatan sesuai
dengan sarat dan rukun yang sudah ditetapkan. Perintah tersebut disertai
imbalan bagi yang mau mengerjakan dan sanksi bagi yang tidak mau
mengerjakan.
2. Sunat
Sunat berarti perintah untuk melaksanakan sebuah peribadatan sesuai
dengan sarat dan rukun yang sudah ditetapkan. Perintah sunat ini hanya
berlaku kepada siapa yang sanggup untuk melaksanakannya. Perintah
sunat ini disertai dengan imbalan bagi yang mau melaksanakannya dan
tidak ada sangsi bagi yang tidak sanggup untuk melaksanakannya.
3. Haram
Haram berarti perintah untuk meninggalkan suatu peribadatan atau
perbuatan lain sebagainya yang sudah ditetapkan. Perintah tersebut
disertai dengan sangsi bagi yang engkar dan tetap mengerjakannya dan
imbalan pahal bagi yang sanggup meninggalkannya.
4. Makruh
Makruh berati perintah untuk meninggalkan suatu peribadatan kepada
yang sanggup meninggalkannya. Perintah makruh ini disertai dengan
imbalan bagi yang mau meninggalkanya dan tidak ada sangsi bagi yang
tetap .
5. Mubah
Mubah atau dikenal juga dengan harus berarti perintah membolehkan
untuk megerjakan atau tidak mengerjakan sebuah peribadatan. Perintah
mubah ini tidak disertai dengan sangsi bagi yang mengerjakan atau tidak
mengerjakan.

2.2.2.2 Muamalah
Kata “muamalah” dalam etimologi bahasa Arab diambil dari kata (‫ )العمل‬yang
merupakan kata umum untuk semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. Kata
“muamalah” dengan wazan (‫ ) ُمفَا َعلَة‬dari kata (‫ )عامل‬yang bermakna bergaul (‫)التَّ َعا ُمل‬.
Adapun dalam terminologi ahli fikih dan ulama syariat, kata “muamalah”
digunakan untuk sesuatu di luar ibadah, sehingga “muamalah” membahas hak-hak
makhluk dan “ibadah” membahas hak-hak Allah. Namun, mereka berselisih dalam
apa saja yang masuk dalam kategori muamalah tersebut dalam dua pendapat:
1. Muamalah adalah pertukaran harta dan yang berhubungan dengannya,
seperti al-bai’ (jual-beli), as-salam, al-ijaarah (sewa-menyewa), syarikat
(perkongsian), ar-rahn (gadai), al-kafaalah, al-wakalah (perwakilan), dan
sejenisnya. Inilah Mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hambaliyah
2. Muamalah mencakup semua hal yang berhubungan kepada maslahat
manusia dengan selainnya, seperti perpindahan hak pemilikan dengan
pembayaran atau tidak (gratis) dan dengan transaksi pembebasan budak,
kemanfaatan, dan hubungan pasutri. Dengan demikian, muamalah
mencakup fikih pernikahan, peradilan, amanah, dan warisan. Inilah
mazhab al-Hanafiyah dan pendapat asy-Syathibi dari mazhab al-
Malikiyah. 3
Beberapa perkara yang tergolong dalam muamalat adalah
1. Murabahah (jualan penambah untung)
Yaitu menyebutkan harga modal barang-barang yang dibeli kepada orang
yang akan membeli dengan memberi syarat,supaya barang itu diberi
untung. Contoh, umpamanya seseorang berkata : “Barangku ini aku beli
berharga RP 100, berilah aku keuntungan 10%” lalu diterima oleh orang
yang akan membeli. Maka penjual diatas mendapat untung RP 10 dari
modal belian beharga RP 100. Atau seseorang berkata :”Saya jual kepada
anda sebagaimana saya beli serta untung satu dirham pada tiap-tiap
sepuluh dirham” jawab pembeli itu, saya terima. Maka sahlah jualan itu.
2. Wadi’ah (Simpanan)
Artinya barang yang diserahkan atau diamanatkan kepada seseorang
supaya barang itu dijaga dengan baik. Jadi barang wadiah itu berarti
barang amanat yang harus dikembalikan kepada orang yang empunya,bila
ia datang meminta.
3. Bai’usalam (penangguhan penyerahan barang)
Perkataan Salam itu asal maknanya serah atau tangguh, maksudnya disini
yaitu menjual sesuatu barang yang disifatkan kepada tanggungan
seseorang yakni jual secara pesanan atau order (memesan barang).
Contohnya umpamanya Zaid berkata kepada si Ali ”Buatkanlah saya satu
seluar dari kain woll yang berwarna kuning muda,ukurannya 105cm

3
Syamsudi, Khalid, LC. “Kaidah Dasar Memahami Fikih Ekonomi Islam”.
http://umarsaid.weebly.com/memahami-hukum-islam-tentang- mursquoamalah.html (15 Maret
2011)
panjang, 70cm pinggang, 25.5cm besar kaki, 43cm lebar pinggul, kocek
belakang satu dan sebagainya dengan harga RP 100.

4. Al Ijarah (upahan)
Menurut istilah Bahasa Arab, kalimah Ijarah merujuk kepada bayaran
yang diberikan kepada orang yang melakukan sesuatu kerja sebagai
ganjaran kepada apa yang dilakukannya. Contohnya Ahmad datang
membawa sepotong kain kepada seorang tukang jahit untuk dibuat seluar,
tukang jahit itu menjamin dalam pengakuannya,bahawa seluar tersebut
akan selesai tempo 3 hari. Setelah sampai waktunya,si Ahmad datang
mengambil seluarnya dan menyerahkan uang sebanyak RP 50 kepada
tukang jahit itu.
5. Ar Rahnu (pajak gadai)
Menjadikan harta benda sebagai jaminan atas hutang yaitu maksudnya
menjadikan sesuatu barang sebagai jaminan bagi sesuatu hutang dan
menjadi bayaran sekiranya tidak bersedia membayar hutang itu nanti.
6. Al Wakalah (berwakil)
Artinya seseorang yang menyerahkan sesuatu urusannya kepada orang lain
pada apa yang boleh diwakilkan menurut syarak, agar orang yang
diwakilkan itu dapat melakukan sesuatu yang diserahkan kepadanya selagi
yang menyerahkan itu masih hidup. Al-Wakalah ini lebih berhubung
dengan muamalat & munakahat seperti jual-beli dan perkawinan dan lain-
lain. Tidak sah mewakilkan shalat, puasa dan lain-lain hal yang
bersangkut-paut dengan ibadah kecuali ibadah haji & umrah(kedua-
duanya boleh diwakilkan), sebab ibadah itu adalah perhubungan manusia
dengan Tuhannya.

2.2.3 Jual Beli dan Riba


Riba secara bahasa berarti tambahan. Sedangkan menurut istilah syar’I,para
‘ulama memberikan pengertian yang berbeda, diantaranya adalah “riba adalah
tambahan secara khusus(Imam Ahmad)”.Riba adalah membungakan uang dalam
bentuk pinjaman atau perdagangan.
Jumhurul fuqaha membagi riba menjadi dua, yaitu; riba fadhl dan riba nasi’ah.
Riba Fadhl ialah melebihkan penjualan barang yang ditakar atau ditimbang dengan
jenis yang sama. Contohnya adalah mehjual 5 Kg beras biasa dengan 3 kg beras yang
lebih baik. Riba Nasi’ah adalah menjual barang yang sama jenisnya atau lain jenis,
dengan melebihkan timbangan atau takarannya atau jumlahnya karena tertunda
pembayarannya. Contohnya adalah menjual 5 buah kelapa dengan 10 buah kelapa
dibayar setelah satu bulan.

2.3 AKHLAK
2.3.2 Sistem Akhak
ٌ َ‫ )أَ ْخال‬menurut etimologi bahasa Arab adalah bentuk jamak dari
Akhlak (‫ق‬
ٌ ُ‫ ) ُخل‬yang di antaranya berarti jalan hidup/adat kebiasaan, tabiat dan perangai.
khuluq (‫ق‬
Sedangkan menurut istilah ia mengandung dua makna, salah satunya lebih umum dari
yang lain, yaitu: Sifat yang tertanam dengan kokoh dalam setiap jiwa, baik yang
terpuji maupun tercela. Sifat yang berwujud sikap berpegang teguh kepada hukum-
hukum dan adab-adab syariat, baik berupa perintah yang harus/perlu dikerjakan atau
larangan yang harus/perlu ditinggalkan.
Jadi, akhlak itu ada yang berupa tabiat dan perangai yang telah ditanamkan
oleh Allah pada setiap jiwa manusia dan bersifat umum, meliputi perangai yang
terpuji dan tercela. Dan ada pula yang berupa sifat yang diusahakan dengan
mempelajari dan berpegang teguh kepada hukum-hukum dan adab-adab syariat dan
ini lebih khusus dari yang pertama
Contoh jenis pertama adalah seperti apa yang dikatakan Nabi kepada Asyaj
Abdul Qais,
‫ ((ب}}ل خلق}}ان‬:‫ أخلقين تخلقت بهما ؟ أم خلقين جبلت عليهم}}ا ؟ فق}}ال‬:‫ فقال‬،‫ الحلم واألناة‬:‫إن فيك لخلقين يحبهما هللا‬
‫ الحمد هلل الذي جبلني على خلقين يحبهما هللا تعالى‬:‫ فقال‬،))‫جبلت عليهما‬.

"Sesungguhnya ada pada dirimu dua perangai yang disukai oleh Allah yaitu
santun dan hati-hati (tidak tergesa-gesa)." Asyaj berkata, "Apakah dua perangai
tersebut adalah yang kuupayakan atau yang ditabiatkan kepadaku?" Nabi menjawab,
"Dua perangai yang telah ditabiatkan kepadamu." Maka Asyaj pun berkata, "Segala
puji bagi Allah yang telah menabiatkan dua perangai yang Allah sukai."

Akhlak mulia merupakan salah satu asas terpenting dalam ajaran Islam untuk
membina pribadi dan memperbaiki masyarakat. Karena keselamatan masyarakat,
kekuatan, kemuliaan, dan kewibawaan pribadi-pribadinya sangat tergantung pada
sejauh mana mereka berpegang dengan akhlak mulia tersebut. Dan masyarakat akan
hancur dan rusak tatkala mereka meninggalkan dan menjauhi akhlak yang terpuji.
Allah telah memberikan Islam berbagai keistimewaan tersendiri yang menakjubkan,
seperti ajarannya yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, sifat wasathiyyah
yaitu tengah-tengah antara sifat ifrath (ghuluw/berlebihan) dan sifat tafrith (lalai dan
meremehkan), serta senantiasa aktual dan sesuai untuk setiap waktu dan tempat Maka
dengan karunia Allah, Islam menjadi petunjuk dan pembimbing bagi manusia,
petunjuk menuju jalan kebahagiaan, kebaikan, kegembiraan dan kesenangan di dunia
dan akhirat.
Dan kita dapati semua itu dalam ajaran Islam, karena Islam mengarahkan
setiap pribadi manusia untuk membina fisik dan jiwanya secara sempurna dan
seimbang, tidak timpang pada salah satunya. Islam menyeru agar mereka berpegang
dengan akhlak mulia dan mendakwahkannya, dan agar mereka meninggalkan serta
menjauhi segala akhlak yang buruk.
Ajaran akhlak yang mulia ini telah diperlihatkan oleh suri teladan umat ini
yaitu Rasulullah. Oleh karena itu, Rasulullah merupakan sosok pribadi yang paling
bagus akhlaknya seperti yang disaksikan oleh Anas bin Malik pembantu Rasulullah
selama sepuluh tahun-ketika beliau berkata;
"Rasulullah adalah orang yang paling bagus akhlaknya." (HR. Muslim)

Dan Rasulullah sendiri telah memotivasi umatnya yang beriman untuk


berpegang teguh dengan akhlak yang bagus dan menjauhi akhlak yang buruk, Maka
pantaslah Rasulullah menjadi suri teladan bagi kita dalam segala aspek kehidupan
beliau shollAllahu 'alaihi wa sallam seperti yang telah diberitakan oleh Allah dalam
firman-Nya,
‫لَّقَد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هللاِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َمن َكانَ يَرْ جُوا هللاَ َو ْاليَوْ َم ْاألَ ِخ َر َو َذ َك َر هللاَ َكثِيرًا‬

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (pertemuan dengan) Allah dan
(keselamatan di) hari akhir dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab: 21).

Namun, masalah yang amat jelas kita lihat di dunia Islam sekarang yaitu
bahwa umat Islam telah meninggalkan akhlak mulia yang diseru oleh agama mereka
sendiri yang bersumber dari Al Kitab dan As Sunnah. Kita melihat bahwa agama
Islam berada di suatu tempat dan kaum muslimin berada di tempat lain yang
berjauhan. Seorang muslim hanya membawa Islam pada nama dan KTP-nya saja.
Tetapi dalam praktek keseharian, muamalah dan seluk beluknya tidak didapati nilai-
nilai ajaran Islam yang mulia tersebut. Arahan-arahan Islam tidak berlaku, norma-
normanya tidak memiliki tempat, dan kaidah-kaidah Islam tidak lagi terhormat dalam
diri mereka. Demikianlah kenyataan yang memilukan yang menimpa umat Islam,
yang semakin hari sepertinya semakin jauh dan lalai dari mempraktekkan nilai-nilai
agama mereka yang mulia, sehingga pantas pula jika umat Islam mengalami berbagai
bencana hari demi harinya, kekalahan-kekalahan di setiap tempat mereka, serta
ketertinggalan dari umat-umat yang lain. Umat Islam sepertinya tidak lagi memiliki
'izzah (kemuliaan dan kewibawaan) yang dapat membuat umat-umat lain segan
kepada mereka. Itu semua karena umat Islam tidak berpegang teguh dengan nilai-
nilai ajaran agama mereka. Benarlah apa yang dikatakan oleh Umar bin Khaththab,
‫إنا كنا أذل قوم فأعزنا هللا باإلسالم فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا هللا به أذلنا هللا‬

"Kita dahulu adalah kaum yang terhina lalu Allah memuliakan kita dengan
Islam, maka jika kita mencari kemuliaan dengan selainnya niscaya Allah akan
menghinakan kita"

Dan kaum muslimin akan tetap berada dalam kehinaan selama mereka
meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang agung lagi mulia dan cenderung mengikuti
hawa nafsu dalam meraih kemewahan dunia sampai mereka mau kembali kepada
agama mereka.

2.3.3 Implementasi Akhlak


Ada beberapa contoh implementasi akhlak kepada berbagai aspek kehidupan, seperti
yang akan dijabarkan berikut ini.
Akhlak kepada Sang Pencipta
1. Membenarkan segala berita dari Allah
Artinya bahwa seseorang tidak boleh ragu dan bimbang terhadap
kebenaran berita dari Allah, karena Allah subhanahu wa ta'ala tidaklah
memberitakan sesuatu melainkan atas dasar ilmu-Nya lagi Dia adalah
Yang paling benar perkataannya sebagaimana firman-Nya,

ُ ‫َو َم ْن أَصْ َد‬


‫ق ِمنَ هللاِ َح ِديثًا‬
"Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah" (QS. An
Nisaa: 87)

Dengan akhlak ini seseorang bisa membela segala berita yang bersumber
dari Allah dan menjawab semua syubhat, baik dari kalangan kaum
muslimin yang mengadakan bid'ah dalam agama maupun dari luar kaum
muslimin. Demikian pula terhadap kabar berita dari Rasulullah, maka
seseorang juga harus meyakini kebenarannya apalagi kalau itu adalah
berita tentang perkara gaib yang sudah jelas bahwa beliau tidak
mengatakannya kecuali dari wahyu Allah.
2. Melaksanakan dan Merealisasikan Hukum-hukum Allah
Akhlak seseorang terhadap hukum-hukum Allah adalah dia harus
menerimanya lalu melaksanakan dan merealisasikannya. Tidak menolak
satu pun hukum Allah. Jika seseorang menolaknya maka itu merupakan
bentuk akhlak yang buruk terhadap Allah yang telah menciptakannya. Dan
penolakan ini mencakupi pengingkaran terhadap hukum tersebut, tidak
mau mengamalkannya dengan kesombongan atau meremehkan
pengamalannya. Misalnya ibadah shiyam (puasa) yang dirasa berat bagi
seseorang, karena dia harus meninggalkan hal-hal yang disukainya dan
dibutuhkannya seperti makan, minum dan jima'. Tetapi seorang mukmin
yang bagus akhlaknya terhadap Rabbnya ia akan menerima beban berat
tersebut dengan lapang dada dan tenang, maka ia pun menjalani hari-hari
panjang yang panas dalam keadaan ridho dan lapang dadanya, karena dia
orang yang berakhlak bagus terhadap Rabbnya. Berbeda halnya dengan
yang buruk akhlaknya terhadap Allah maka ia akan mengeluh dan tidak
menyukai ibadah ini. Dan kalaulah bukan karena kekhawatirannya
terhadap suatu akibat buruk tentulah dia tidak akan menunaikan shiyam.
3. Bersabar dan Ridho terhadap Takdir Allah
Kita semua mengetahui bahwa takdir Allah yang berlaku pada setiap
hamba itu ada yang menyenangkan menurut hamba tersebut dan ada yang
tidak. Misalnya setiap orang menginginkan sehat dan tidak menginginkan
sakit. Tetapi Allah menakdirkan dengan hikmah-Nya untuk
memvariasikan dua keadaan tersebut pada setiap manusia. Maka seperti
apa akhlak yang mulia terhadap Allah dalam masalah takdir-Nya ini?
Yaitu seseorang harus ridho dengannya dan tenang menerimanya. Dan
meyakini bahwa tidaklah Allah menakdirkan itu semua melainkan untuk
suatu hikmah dan tujuan yang terpuji. Oleh karena itu Allah memuji
orang-orang yang bersabar ketika ditimpa musibah dan mengucapkan
kalimat istirja' dalam firman-Nya,

َ‫َوبَ ِّش ِر الصَّابِ ِرين‬

"Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar." (QS Al


Baqoroh: 155).

Akhlak Kepada Sesama Makhluk


1. Tidak menyakiti orang lain
Baik terkait dengan harta, jiwa maupun harga dirinya. Barang siapa yang
tidak menahan diri dari menyakiti orang lain maka berarti dirinya
berakhlak buruk. Padahal Rasulullah telah menyiarkan hal ini di hadapan
kumpulan yang terbesar dari umatnya yaitu ketika haji wada' dengan
sabdanya,

‫ في بلدكم هذا‬،‫ في شهركم هذا‬،‫ كحرمة يومكم هذا‬،‫ عليكم حرام‬،‫ وأعراضكم‬،‫ وأموالكم‬،‫إن دماءكم‬

"Sesungghnya darah, harta dan harga diri kalin itu haram (terhormat),
seperti terhormatnya hari, bulan dan negeri kalian ini" (HR. Bukhari dan
Muslim)
Maka jika seseorang berkhianat dalam harta orang lain, memukul dan
berbuat jahat terhadap orang lain atau mencela harga diri dan
menggunjing orang lain, berarti dia bukan seorang yang berakhlak mulia
terhadap sesama. Misalnya berlaku buruk terhadap tetangga. Dan seorang
muslim yang dapat menahan diri dari menyakiti orang lain dengan lidah
maupun anggota badannya, maka ia adalah muslim sejati.
2. Ringan tangan
Sifat menolong dan dermawan bukan hanya dengan harta, tetapi meliputi
pengorbanan jiwa, kedudukan dan harta. Jika seseorang memenuhi
kebutuhan manusia, membantu dalam mengarahkan urusan mereka,
menebarkan ilmu dan membagi-bagikan hartanya kepada manusia, maka
kita menyifati dirinya sebagai orang yang berakhlak mulia karena dia telah
berkorban dalam hal-hal tersebut.
Nabi bersabda,

‫ وخالق الناس بخلق حسن‬،‫ وأتبع السيئة الحسنة تمحها‬،‫اتق هللا حيثما كنت‬

"Bertakwalah kepada Allah di manapun kau berada, dan susullah


keburukan itu dengan kebaikan, serta pergaulilah manusia dengan akhlak
yang mulia"
(HR. Ahmad, Tirmidzi).
Maka jika seseorang dizalimi atau diperlakukan buruk oleh orang lain maka
lebih baik memaafkannya. Karena Allah memuji orang-orang yang mau memaafkan
kesalahan orang lain.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hal-hal seperti aqidah, syari’ah, dan akhlak sangat perlu kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari, karena selain membantu kita menjalani kehidupan kita, kita
juga akan mendapatkan pahala dan ridha Allah SWT karena telah menjalani hidup
sesuai dengan syariat Islam.

3.2 Saran

Penulis menyarankan supaya kita sebagai seorang mahasiswa yang


terpelajar dan juga merupakan seorang muslim hendaknya mempelajari dan
mengamalkan pokok-pokok ajaran agama Islam agar Islam itu benar-benar
tertanam dalam diri kita dan kita dapat menjalankan agama kita dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Chodjim, Achmad. 2007. Makrifat dan Makna Kehidupan. Jakarta: Serambi.


DR. KH. Zakky Mubarak, MA.2007. Menjadi Cendikiawan Muslim . Jakarta:
PT. Magenta Bhakti.
Taimiyah, Syaikhul-Islam Ibnu. 1313. Makarimul Akhlaq. Beirut: Dar-Al
Khair.
Malik, M. Abduh, dkk. Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama
Islam. Jakarta : Departemen Agama, 2009.

Anda mungkin juga menyukai