Laporan Kasus Sri Rohmayana Docx
Laporan Kasus Sri Rohmayana Docx
Oleh
Sri Rohmayana
H1A 013 061
Pembimbing Fakultas
dr. Lina Nurbaiti, M.Kes, FISPH, FISCM
dr. Wahyu Sulistya Affarah MPH
2
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2016,
didapatkan prevalensi gizi buruk sebesar 3,0% menurut indeks BB/U.5 Jika
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu tahun 2014 dan 2015 prevalensi
gizi buruk tampak turun, yaitu tahun 2014 sebesar 4,83% menjadi 3,12% tahun 2015.
Akan tetapi prevalensi tersebut masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia,
khususnya di NTB. Pada daerah Kabupaten Lombok Barat, prevalensi gizi buruk
tahun 2016 sebesar 1,6% berdasarkan indeks BB/U 5, angka ini juga relatif menurun
bila dibandingkan dengan prevalensi tahun 2015 yaitu 3,31%6.
Pada wilayah kerja Puskesmas Narmada masih didapatkan anak di Bawah
Garis Merah (BGM). Pada tahun 2016 didapatkan kasus BGM sebanyak 14 (0,9%)
dari 92,6% yang ditimbang7 dan tahun 2017 sebanyak 18 (1,1%) dari 96,2% yang
ditimbang untuk anak 0-23 bulan8. Masalah gizi pada wilayah kerja Puskesmas
Narmada tampak masih menjadi masalah kesehatan terlihat dari semakin
meningkatnya insiden BGM di wilayah tersebut. Oleh karena itu, pada laporan kasus
ini akan dibahas tentang gizi buruk pada bayi usia 12 bulan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan
menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight
(Kemenkes RI, 2011), sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi
tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan
marasmus-kwashiorkor.1,4 Klasifikasi status gizi anak berdasarkan berat
derajatnyadijelaskan pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi
Indeks Simpangan Baku Status Gizi
≥ 2 SD Gizi Lebih
-2 SD sampai +2 SD Gizi Baik
BB / U
<-2 SD sampai -3SD Gizi Kurang
<-3 SD Gizi Buruk
-2 SD sampai +2 SD Normal
TB / U
< -2 SD Pendek
≥ 2 SD Gemuk
-2 SD sampai +2 SD Normal
BB / TB
< -2 SD sampai -3 SD Kurus
< -3 SD Sangat Kurus
2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gizi Buruk
a. Faktor Host
4
masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia tertentu sudah diberikan
makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak
telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya
sudah tidak diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di
masyarakat atau keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang
makanan tertentu akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.4,5
b. Faktor Agent
5
hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang bergizi.
Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang suami dengan
banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut tidak dapat
mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya tingkat
perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama mencari nafkah
untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi
anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent).4,5
2.4 Klasifikasi
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
a. Marasmus
Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup
karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic
atau malformasi congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat
mengakibatkan malnutrisi.6
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot
di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah : 4
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-
ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
6
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
b. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun
dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak
sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
Walaupun defisiensi kalori dan nutrien lain mempersulit gambaran klinik dan
kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masukan protein tidak
cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu,
seperti pada keadaan diare kronik, kehilangan protein abnormal pda proteinuria
(nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein,
seperti pada penyakit hati kronik .6
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat
dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan
yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi
kronik, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-
tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling
menonjol di dunia saat ini terutama berada di daerah industri belum bekembang.6
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis
atau iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup,
kurang stamuna, kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan
terhadap infeksi, dan udem. Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari
manifestasi yang paling serius dan konstan. Pada anak dapat terjadi anoreksia,
kekenduran jaringan subkutan dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat
terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi
awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang sering ada dalam
organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal,
7
laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin kecil
pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini
sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi
tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat
terjadi pada daerah ini sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering
jarang dan tipis dan kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam,
dispigmentasi menghasilkan corak merah atau abu-abu pada warna rambut
(hipokromotrichia).6
Infeksi dan infestasi parasit sering ada, sebagaimana halnya anoreksia, mual,
muntah, dan diare terus menerus. Otot menjadi lemah, tiois, dan atrofi, tetapi
kadang-kadang mungkin ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental,
terutama iritabilitas dan apati sering ada. Stupor, koma dan meninggal dapat
menyertai.6
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
c. Marasmik-Kwashiorkor
8
tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula.4
2.5 Patofisiologi
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD
(-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated
malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila
stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah
marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai
dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/ compensated
malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi: gangguan pertumbuhan,
atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan
sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.11
9
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan
semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet
akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya,
kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini
tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein
digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih
banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak
edema.12,13
10
Bagan 2. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor
11
edema yang tidak mencolok. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.Pada penderita demikian disamping
menurunnya berat badan <60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor,
seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi
terlihat pula.
12
tersebut menandakan suksesnya pengobatan.Edema baik yang ringan maupun berat
ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor.Walaupun jarang, asites dapat
mengiringi edema.Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring
terus-menerus, walaupun sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat berjalan-
jalan.Gejala saluran pencernaan merupakan gejala penting.Pada anoreksia yang berat
penderita menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat
diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita,
dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya
produksi laktase dan enzim disacharidase lain. Adakalanya diare demikian disebabkan
pula oleh cacing dan parasit lain.Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai
bangunnya (texture) maupun warnanya.Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah
rambut yang mudah dicabut.Misalnya tarikan ringan di daerah temporal menghasilkan
tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si penderita.Pada penyakit kwashiorkor
yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan
berubah warnanya.Warna rambut yang hitam menjadi merah, coklat kelabu, maupun
putih. Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian, akan tetapi tidak demikian
dengan rambut matanya yang justru memanjang. Perubahan kulit yang oleh Williams,
dokter wanita pertama yang melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi
namacrazy pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi penyakit
kwashiorkor.Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-titik merah menyerupai
petechie, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam.Setelah bercak hitam
mengelupas, maka terdapat bagianbagian yang merah dikelilingi oleh batas-batas
yang masih hitam.Bagian tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air
kencing, dan yang terus-menerus mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy
pavement dermatosis, seperti di punggung, pantat, sekitar vulva, dan
sebagainya.Perubahan kulit lainpun dapat ditemui, seperti kulit yang kering dengan
garis kulit yang mendalam, luka yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi.
Kadang-kadang pada kasus yang sangat lanjut ditemui petechie tanpa trombositopenia
dengan prognosis yang buruk bagi si penderita.7
13
Gambar 2.1 Crazy Pavement Dermatosis
14
Tabel 8. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor
Marasmus Kwshiorkor
Pertumbuhan berkurang Perubahan mental sampai
atau berhenti apatis
Terlihat sangat kurus Anemia
Penampilan wajah seperti Perubahan warna dan
orangtua tekstur rambut, mudah dicabut / rontok
Perubahan mental Gangguan sistem
Cengeng gastrointestinal
Kulit kering, dingin, Pembesaran hati
mengendor, keriput Perubahan kulit
Lemak subkutan Atrofi otot
menghilang hingga turgor kulit Edema simetris pada kedua
berkurang punggung kaki, dapat sampai seluruh
Otot atrofi sehingga kontur tubuh.
tulang terlihat jelas
Vena superfisialis tampak
jelas
Ubun – ubun besar cekung
tulang pipi dan dagu
kelihatan menonjol
mata tampak besar dan
dalam
Kadang terdapat bradikardi
Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor
15
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab
yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah
keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi
yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi
karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau
peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh.7
2.7 Diagnosis
Pada anamnesis sering didapatkan keluhan pertumbuhan dan
perkembangan terganggu, tubuh kurus, berat badan yang kurang atau sukar
bertambah, serta anak sering rewel. Pada anamnesis juga diperoleh informasi
bahwa sering terjadi infeksi berulang atau penyakit lain seperti diare atau konstipasi
(WHO, 2009).
Pada pemeriksaan fisik, penting untuk melakukan penilaian status
antropometri yang meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi atau panjang badan
(TB/PB), lingkar lengan atas (LLA). LLA dapat digunakan untuk menentukan status
gizi yang dapat memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body mass
atau massa tubuh tidak berlemak). Perlu dilakukan juga pengukuran ketebalan
lipatan kulit di lengan atas bagian posterior (lipatan trisep) yang ditarik menjauhi
lengan, sehingga lapisan lemak subkutan dapat diukur menggunakan jangka
16
lengkung (kaliper). Lemak di bawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh.
Lipatan kulit normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan 2,5 cm pada perempuan
(WHO, 2009).
Berikut Kriteria Anak Gizi Buruk menurut KEMENKES, 2011
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB : < -3SD dan atau;
b. Terlihat sangat Kurus dan atau;
c. Adanya edema dan atau;
d. LILA <11,5 cm untuk anak 6 – 59 bulan
2. Gizi Buruk dengan komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih
dari tanda komplikasi medis berikut :
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
(KEMENKES, 2011)
17
Alur pemeriksaan anak gizi buruk, KEMENKES, 2011 (Direktorat jenderal
gizi)
2.8 Tatalaksana
Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase
yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi seperti pada tabel berikut :
18
Tabel 3. Alur Tatalaksana Gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi – Direktorat Jenderal
Bina Gizi KIA, 2011)
Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin, tutup mata dengan kassa yang telah dibasahi
dengan larutan garam normal, dan balutlah (WHO, 2009).
Perhitungan kebutuhan gizi menurut fase PMT
Energi Protein Cairan
100 – 130
Stabilisasi 80 – 100 kkal/kg/hari 1 – 1,5 g/kg/hari
ml/kg/hari
100 – 150
Transisi 2 – 3 g/kg/hari 150 ml/kg/hari
kkal/kg/hari
Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3
mmol/L atau < 54 mg/dl) yang sering kali menyebabkan kematian pada 2 hari
pertama perawatan (WHO, 2009). Tanda-tanda hipoglikemi pada anak tidak selalu
diikuti dengan berkeringat dan pucat. Anak dengan letargis, nadi lemah, dan
kehilangan kesadaran merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai terjadinya
hipoglikemi, bahkan terkadang tanda-tanda hipoglikemi pada anak hanya ditandai
dengan mengantuk.
Tanda hipoglikemia pada anak menurut usia :
Neonatus : Tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernapasan tidak
teratur, letargi atau apatis, berkeringat, takipneau atau takikardia, tidak mau
minum.
19
Balita : Kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, hipotermia, takikardia, lemah,
gangguan bicara, dan koma
Diagnosis hipoglikemia pada anak :
1) Adanya gejala klinis hipoglikemia
2) Kadar gula plasma darah <50mg/dL
3) Respon klinis baik terhadap pemberian gula
Berikut tatalaksana anak gizi buruk dengan hipoglikemia:
Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
Bolus 50 ml larutan glukosa 10% Glukosa 10% intra vena (5mg/ml)
atau sukrosa 10% peroral atau diikuti 50 ml Glukosa 10% atau
dengan pipa NGT kemudian mulai sukrosa lewat pipa NGT. Kemudian
pemberian F75 setiap 2 jam. mulai pemberian F75 setiap 2 jam
Antibiotik spektrum luas Antibiotik spektrum luas
Pemberian makan per 2 jam Pemberian makanan per 2 jam
Tabel 3. Penanganan hipoglikemia pada anak dengan gizi buruk (WHO, 2009).
Pemantauan yang perlu dilakukan adalah setelah 2 jam ulangi pemeriksaan
kadar gula darah. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi
pemberian 50 ml bolusglukosa 10% atau larutan sukrosa, lanjutkan pemberian makan
F75 setiap 2 jam hingga anak stabil. Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran
memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran
kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Sebagai pencegahan, beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera
mungkin atau jika perlu lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur
setiap 2-3 jam siang malam.
20
baik dan mulai bertambah beratbadannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase
rehabilitasi). Pemberian preparatbesi dapat memperburuk keadaan infeksi serta
terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas yang akan merusak membran sel dan
berakibat fatal (IDAI, 2011).
Tatalaksana
Pemberian pada hari 1:
- Asam folat 5 mg, oral
- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan
sebelum dirujuk) (IDAI, 2011), dengan dosis seperti di bawah ini :
21
Pemberian Makan Awal
Pada fase stabilisasi, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-
hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh dan kapasitas homeostasisnya
berkurang. Pemberian makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien
masuk dan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein
secukupnya untuk mempertahankan proses fisiologi dasar (IDAI, 2011).
Tatalaksana
Gambaran hal-hal penting dalam pemberian makan pada fase stabilisasi adalah
sebagai berikut:
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dengan osmolaritasrendahdan rendah
laktosa (F-75)
- Pemberian makan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
- Energi: 80 –100 kkal/kgBB/hari
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlahF-75yang
ditentukan harus dipenuhi (IDAI, 2011).
Tabel 7. Jadwal pemberian F-75 (WHO, 2009)
HAR FREKUENS VOLUME/KGBB/PEMBERIA VOLUME/KGBB/HAR
I KE I N I
1-2 setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3-5 setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst setiap 4 jam 22 ml 130 ml
Formula awal F-75 sesuai resep (Tabel 8) dan jadwal makan (Tabel 7) dibuat
untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada F-75 yang berbahan
serealia, sebagian gula diganti dengan tepungberas atau maizena sehingga lebih
menguntungkan karena mempunyaiosmolaritas yang lebih rendah, tetapi perlu
22
dimasak dulu. Formula ini baikbagi anak gizi buruk dengan diare persisten (WHO,
2009).
Formula F-75 mengandung 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein / 100 ml cukup
memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan menggunakan
cangkir atau sendok. Anak yang sangat lemah, mungkin perlu diberikan dengan
sendok atau secara drop atau dengan spuit (IDAI, 2011).
23
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapaikebutuhan
minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Janganmelebihi 100
kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat panas dan anak
berkeringat banyak maka anakperlu mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
- Pantau dan catat setiap hari:
- Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
- Muntah
- Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
- Berat badan (WHO, 2009).
Kriteria sembuh
Bila BB/TB atau BB/PB >-2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi
kriteria pulang sebagai berikut (KEMENKES RI, 2011) Direktorat Bina Gizi 2011
a) Edema sdah berkurang atau hilang, anak sadar, dan aktif
b) BB/PB atau BB/TB >-3 SD
c) Komplikasi sudah teratasi
d) ibu telah mendapat konseling gizi
e) ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
f) selera makan sudah membak, makanan yang diberikan dapat dhabiskan
24
BAB III
LAPORAN KASUS
25
Dusun Medain Barat, Desa Dusun Medain Barat,
Alamat
Badrain Desa Badrain
26
Genogram Keluarga Pasien
22 th 20 th 17 th 12 bln
Keterangan:
: Laki-Laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Perkawinan
: Persaudaraan 27
Riwayat pengobatan
Ibu pasien mengaku sebelumnya pernah berobat ke puskesmas Narmada dan
diberikan obat batuk, pilek, tetapi pasien masih tetap batuk, pilek. Pasien juga pernah
dirawat di puskesmas Narmada dan RSUD Gerung tetapi ibu pasien lupa obat yang
diberikan.
Ibu pasien mengatakan sampai saat ini pasien sudah mendapatkan imunisasi
lengkap, tetapi berdasarkan buku posyandu pasien belum mendapat imunisasi
campak. Saat ini ibu pasien rajin ikut serta dalam kegiatan posyandu.
Riwayat Nutrisi:
28
Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Pada saat usia 5
bulan pasien mulai diberikan makan makanan tambahan berupa bubur, namun saat ini
pasien sudah mulai diberikan nasi yang lembek. Pasien mendapatkan makanan
keluarga. Ibu pasien mengatakan nafsu makan dan minum pasien berkurang semenjak
sakit 1 bulan ini. Makan 3 kali sehari dengan menu menu seadanya, terkadang dengan
sayur dan tahu tempe, namun sering kali hanya menggunakan bubur nasi. Pasien
minum susu formula sebanyak 3x dalam sehari semenjak umur 8 bulan, yaitu sejak
pasien berada di bawah garis merah (BGM).
Riwayat Tumbuh Kembang:
Saat ini pasien berusia 12 bulan 23 hari dan sudah mampu duduk. Pasien
dapat mengenali benda dan orang-orang disekitarnya. Hingga saat ini pasien sudah
mampu mengatakan, misalnya “emm”, “mak”.
29
edema (-/-), ptosis (-/-), Konjungtiva : anemia (-/-), Sklera:
ikterus (-/-), perdarahan (-), hiperemia (-/-), pterigium (+/-),
Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), Lensa: tampak
jernih, katarak (-/-).
Telinga : Kesan normal, bentuk dan fungsi normal, serumen (-)
Hidung : Kesan normal, bentuk dan fungsi normal,sekret (+/+) bening
Bibir : Bentuk: simetris, Bibir: sianosis (-), edema (-), stomatitis (-),
Gigi: dbn, Gusi: hiperemia (-), edema (-), perdarahan (-), Mukosa: normal,
Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), Faring: hiperemia (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks-Cardiovasculer
Paru:
Inspeksi : Bentuk simetris
Pergerakan simetris
Iga dan sela iga : retraksi subcostae(-/-), penggunaan otot bantu
intercostal (-), Pelebaran sela iga (–)
Pernafasan : frekuensi 28x/menit,teratur
Palpasi : Pergerakan simetris
Fremitus raba dan vokal simetris
Provokasi nyeri (–)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Nyeri ketok (–)
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler +/+
Suara tambahan rhonki -/-
Suara tambahan wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tampak pada ICS 5 midclavicula line sinistra
Palpasi : iktus cordis teraba pada ICS 5 midclavicula line sinistra
30
Perkusi : Batas atas pada ICS 2, batas kanan pada linea parasternal
dextra, batas kiri pada ICS 5 midclavicula sinistra
Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen-Pelvic-Inguinal
Inspeksi : distensi (-), kulit hiperemis (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi :Supel (+), defans muscular (-) turgor : normal, tonus : normal
Nyeri tekan (-), Hepar, Lien, Ginjal : tidak teraba
Perkusi : suara timpani
Ekstremitas superior dan inferior:
Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, kulit kering, edema (-/-), sianosis (-/-)
Pemeriksaan skoring TB
31
Farmakologi :
- Terapi OAT
- Ambroxol 3x1 tab di puyer
Konseling
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah gizi buruk dengan TB paru.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai faktor risiko yang
mungkin dapat menyebabkan status gizi pasien.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa anaknya harus minum obat
TB selama 6 bulan, tidak boleh putus berobat sampai dinyatakn sembuh
setelah evaluasi perkembangan penyakit TB di Puskesmas Narmada, dan
obatnya harus diminum setiap hari.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien gejala-gejala dan cara penularan
penyakit TB.
- Menganjurkan ibu untuk memberi makan anak dan memberikan ASI
sesering yang anak inginkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
- Menganjurkan keluarga pasien yang tinggal serumah untuk memeriksakan
dahaknya di Laboratorium untuk mengetahui adanya penyakit TB pada
anggota keluarga yang lain.
- Mengedukasi keluarga pasien untuk menerapkan pola hidup sehat
danbersih (PHBS) serta menjaga pencahayaan di dalam rumahnya dengan
membuka jendela setiap pagi dan siang hari.
- Membawa kembali anaknya setelah 7 hari, atau lebih cepat bila keadaan
anak memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.
3.7 Prognosis pasien
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
32
BAB IV
4.1. Tujuan
Mengetahui faktor penyebab terjadinya gizi buruk dengan TB Paru pada pasien,
baik faktor internal maupun eksternal.
4.2. Metodologi
JUMLAH KASUS BGM ANAK 0-23 BULAN MENURUT DESA UPT BLUD
PUSKESMAS NARMADA TAHUN 2016
3 3
3
3 2 2 2
2
2 1 1
1
1 0 0 0 0
0
ng a k
ut
a k a 33 in ng ri ng h
ba ad bua K Bea ajay
dr a
b u r sa re n da
r m m u k a a e I
lem Na Le Ba
t na ra
m B Se
m ek n
T ax
yur Ta Ke M
asa r im
N D Ge
Grafik 4.3 Jumlah Kasus BGM Anak 0-23 Bulan Meurut Desa UPT BLUD Puskesmas Narmada
Tahun 2016
Pada tahun 2017 jumlah anak 0-23 bulan (Baduta) yang ditimbang mencapai
96,2%. Dari jumlah tersebut didapatkan 18 (1,1%) anak ada di Bawah Garis Merah
(BGM). Jumlah kasus BGM terbanyak ditemukan di Desa Kramajaya dengan 7
kasus atau 3,9%.8 Dari data ini dapat disimpulkan bahwa masih banyak kasus anak
BGM di wilayah kerja Puskesmas Narmada yang memerlukan perhatian khusus.
JUMLAH KASUS BGM ANAK 0-23 BULAN MENURUT DESA UPT BLUD
PUSKESMAS NARMADA TAHUN 2017
18
18
16
14
12
10
7
8 6
6
4 2
1 1 1
2 0 0 0 0 0
0
i
ng da uak uta eak jaya rain ung sar ng ah AS
ba rma b u
K
k B a ad b ar ere Ind SM
lem Na m at m m k T x E
Le na era B Se Me san ima SK
yur B Ta K a r PU
N D Ge
Grafik 4.4 Jumlah Kasus BGM Anak 0-23 Bulan Menurut Desa UPT BLUD Puskesmas Narmada
Tahun 2017
4.4 Hasil Penelusuran
Pasien sehari-hari tinggal di rumah milik pribadi bersama orang tua dan dua
saudaranya (anak kedua dan ketiga), sedangkan anak pertama sudah menikah dan
mempunyai rumah sendiri di depan rumah pasien. Pasien merupakan anak terakhir.
Status ekonomi pasien termasuk dalam golongan menengah ke bawah. Sumber
penghasilan keluarga didapatkan dari ayah pasien yang bekerja sebagai buruh
(mengangkut pasir). Penghasilan sebagai buruh Rp 50.000/hari dan dikatakan sangat
kurang untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
34
Rumah pasien terdiri atas 1 kamar tidur yaitu kamar tidur anak ketiga dan 1
ruang digunakan bersama sebagai tempat tidur, ruang tamu, dan dapur. Rumah
tersebut berukuran ± 7x4 meter. Tidak ada ruang MCK. Rumah pasien terletak
berdekatan dengan rumah keluarga lainnya dengan jarak ± 3 meter dari samping dan
± 1 meter dari depan. Kondisi pencahayaan di rumah pasien kurang, sumber
penerangan berupa sinar matahari dan bola lampu di kamar tidur dan ruang bersama,
Lantai rumah pasien terbuat dari semen yang dihaluskan. Dinding rumah terbuat dari
tembok, atap rumah terbuat dari genteng dan langit-langit rumah dari bambu. Dalam
rumah pasien pada kamar tidur terdapat pintu utama dan tidak ada jendela, tetapi ada
2 ventilasi ukuran 30 cm x 10 cm. Ruang bersama memuliki tiga jendela yang tidak
pernah dibuka dan tidak mempunyai ventilasi.
35
Denah Rumah
Rumah anak I
Rumah
r. bersama tetangga
: Pintu Jalan
: Ventilasi
: Jendela
Kamar tidur
utama
36
Kamar tidur
37
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN
BIOLOGIS
PERILAKU LINGKUNGAN
PELAYANAN
KESEHATAN
38
39
BAB V
PEMBAHASAN
40
memiliki pengaruh yang besar terhadap munculnya suatu penyakit dan
kesehatan. Analisa munculnya penyakit gizi buruk dengan TB Paru pada
pasien berdasarkan empat faktor tersebut meliputi:
i. Faktor Genetik dan Biologis
- Usia
Usia bayi dan balita merupakan golden period pertumbuhan dan
perkembangan sehingga asupan makanan bergizi dan seimbang sangat
diperlukan, selain itu juga usia tersebuat sangat mudah terjadi infeksi karena
sistem imun yang belum terbentuk secara sempurna.
ii. Faktor Perilaku
- Tingkat pendidikan orang tua
Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kesadaran dan perilaku masyarakat terkait kesehatan. Dalam kasus ini,
pasien tidak diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan dan sudah diberikan
makanan selain ASI berupa nasi lembek pada usia 5 bulan. Pendidikan
terakhir ayah pasien adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan ibu
pasien Sekolah Dasar (SD) sehingga kurang memahami pentingnya ASI
Eksklusif bagi seorang bayi serta kurangnya pengetahuan tentang gizi bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Tingkat pendidikan ibu juga akan
berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak yang
menderita gizi buruk dengan TB Paru
41
iv. Pelayanan Kesehatan
- Kurangnya informasi mengenai gizi dan pencegahan dan penularan TB Paru
Keluarga pasien kurang dalam mendapatkan informasi yang cukup mengenai
gizi dan penularan dan pencegahan TB Paru. Petugas kesehatan terutama dari
bagian pengendalian penyakit menular dapat meningkatkan penyuluhan
mengenai TB Paru dan memfokuskan kepada upaya pencegahan dan cara
penularan TB Paru pada saat turun ke lapangan untuk pelayanan masyarakat
seperti posyandu serta petugas gizi bisa memberikan penyuluhan tentang gizi
saat posyandu. Dengan dilakukan upaya penyuluhan dan penjaringan,
diharapkan dapat menurunkan angka kejadian gizi buruk dan TB Paru serta
jika ditemukan pasien gizi buruk dan TB Paru dapat ditemukan pada fase awal
dan diberikan penanganan secepat mungkin.
42
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Penyakit Gizi buruk dengan TB Paru terutama pada balita merupakan salah
satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian lebih karena seringkali sulit
untuk dideteksi pada fase awal. Kasus gizi buruk dengan TB Paru pada pasien ini
tidak terlepas dari adanya ketidakseimbangan dari empat determinan kesehatan yang
meliputi faktor biologis, faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor pelayanan
kesehatan. semua faktor-faktor ini saling berhubungan satu sama lain yang
mempengaruhi gizi buruk dengan TB Paru pada pasien ini.
6.2 Saran
Dalam menangani dan mengatasi kasus gizi buruk dengan TB Paru pada balita
diperlukan adanya kerjasama dari berbagai pihak kesehatan seperti gizi, pengendalian
penyakit menular, promosi kesehatan dan kesehatan lingkungan. Dalam hal ini,
penulis memberikan saran untuk beberapa pihak agar dapat bermanfaat bagi
kemajuan bersama.
43
2. Bagi pasien, upaya preventif yang sebaiknya dilakukan adalah upaya preventif
sekunder berupa terapi terhadap gizi buruk agar tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut.
44
DAFTAR PUSTAKA
45