Anda di halaman 1dari 146

ii

Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

STRATEGI PEMBERANTASAN
MAFIA TANAH

iii
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Copyright © Juli 2021

Penulis
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Editor
Drs. M. Fathur Rohman, M.M.
Awang Choirul Muchson, SH., M.H.

Desain Cover
Aryo Diro Design

Penata Isi
Tim AFJ

Cetakan I, Juli 2021

Diterbitkan oleh
Media Nusa Creative
Anggota IKAPI (162/JTI/2015)
Bukit Cemara Tidar H5 No. 34, Malang
E-mail : mnc.publishing.malang@gmail.com
Website : www.mncpublishing.com

Halaman : vi + 136 : 15,5 x 23 cm

ISBN : 978-602-462-665-5.

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan


sebagian atau seluruh isi buku ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun
mekanis, termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin
tertulis dari Penerbit. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII
Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1), (2), dan (6)

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, pujian sebanyak jumlah setiap bintang


dan malaikat di langit, segala pujian sebanyak jumlah tanah, kerikil
dan biji-bijian, segala pujian sebanyak jumlah apa yang ada di
langit, segala pujian sebanyak jumlah apa yang ada di dalam bumi.
Dengan limpahan karunia rahmat-Nya masih memberikan
kesempatan penulis untuk menghadirkan buku kecil ini ke hadapan
pembaca. Penulis berharap agar buku ini dapat diterima sebagai
andil dan bagian dari sejarah khazanah pengetahuan pemberantasan
mafia tanah.
Tergugah oleh pesan kuat Yang Mulia Presiden Joko Widodo
kepada segenap insan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (BPN)
Tahun 2017 untuk memulai digitalisasi dokumen pertanahan,
dengan tema besarnya yaitu Synergy Driven Quality, penulis
menghadirkan buku ini untuk menambah deretan prestasi insan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dalam upaya
pemberantasan mafia tanah.
Buku yang berada di tangan pembaca ini, sesuai judulnya
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah ingin mengajak pembaca
secara komprehensif meneropong berbagai aspek permasalahan
mafia tanah. Dalam Bab pendahuluan penulis mengajak pembaca
memahami hukum pertanahan sebagai bekal memasuki
pembahasan bab perlindungan hukum dalam konflik pertanahan
dan pembahasan bab sengketa pertanahan.
Bab yang disajikan kemudian adalah strategi melawan mafia
tanah, yang tentu saja mengenali mafia tanah dan modusnya,
ekosistem mafia tanah, organisasi mafia tanah, celah regulasi

v
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

sebagai titik masuk mafia tanah, dan bagaimana memutus mata


rantai serta bagaimana masyarakat dapat menghindari mafia tanah.
Bab berikutnya tindakan terhadap mafia tanah.
Memasuki pembahasan bab selanjutnya adalah pengarsipan
elektronik dan tata kearsipan pertanahan, bab strategi pemulihan
dokumen pertanahan yang hilang atau musnah sehingga dapat
mencegah mafia tanah memanfaatkan kondisi ini sebagaimana
kasus kebakaran yang terjadi di BPN Kabupaten Cianjur. Pada
bagian ini juga dibahas apa saja parameter yang digunakan dalam
proses pemulihan dokumen pertanahan.
Tiga Bab terakhir dalam pemberantasan mafia tanah
diantaranya pembahasan Strategi Sertipikasi Tanah elektronik,
Digitalisasi Warkah dan Arsip serta Strategi Digitalisasi Dokumen
Pertanahan merupakan penutup buku ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Menteri
ATR/BPN atas dukungan motivasi kepada penulis, rekan-rekan
Alumni LEMHANAS dan segenap pimpinan dan kolega kerja di
instansi penulis berkarya atas dukungan moral dan material yang
mereka berikan, langsung maupun yang tak langsung. Juga terima
kasih disampaikan kepada penerbit dan tim yang telah mereview
dan menerbitkan buku ini sehingga dapat dinikmati masyarakat
luas.
Teristimewa kepada keluarga penulis, ucapan dari hati terima
kasih yang tulus disampaikan atas doa dan dukungan istri tercinta
dan ananda tersayang sekalian, yang telah turut menumbuhkan
semangat dan motivasi tersendiri dalam melewati hari-hari
pengabdian di BPN Kota Medan.
Semoga buku ini menjadi bagian dari catatan perjalanan yang
bermanfaat bagi Pemberantasan Mafia Tanah. Ilahi Yaa Robbal
‘aalamiin. Selamat membaca.

Medan, Maret 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ v


DAFTAR ISI ..................................................................................... vii
PENDAHULUAN ................................................................................. 1
Mengenal Hukum Pertanahan .................................................... 1
Hak Milik.............................................................................. 2
Hak Guna Usaha (HGU)........................................................ 3
Hak Guna Bangunan (HGB) .................................................. 4
Hak Pakai ............................................................................ 6
Hak Sewa ............................................................................ 7
PERLINDUNGAN HUKUM DALAM KONFLIK PERTANAHAN ............... 9
Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah ............. 14
SENGKETA PERTANAHAN, DAMPAK ADANYA MAFIA TANAH ......... 23
Pengertian Sengketa Tanah ..................................................... 23
Penyebab Sengketa Tanah ...................................................... 28
Pihak-pihak yang Bersengketa Atas Tanah............................... 35
Dampak dari Sengketa Atas Tanah .......................................... 36
Sengketa Overlapping Sertipikat Tanah .................................... 39
Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan . 42
STRATEGI MELAWAN MAFIA TANAH .............................................. 47
Mafia Tanah dan Modusnya .................................................... 48
Ekosistem Mafia ..................................................................... 50
Melawan Mafia Tanah ............................................................. 51
Organisasi Mafia Tanah........................................................... 55
Celah Regulasi ........................................................................ 57
Tergantung Supply - Demand .................................................. 58

vii
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Memutus Mata Rantai ............................................................. 58


Pengungkapan Kasus Mafia Tanah .......................................... 61
Keterlibatan Anggota DPRD ..................................................... 62
Menghindari Mafia Tanah ........................................................ 66
TINDAKAN ATAS MAFIA TANAH ...................................................... 69
Penyempurnaan Peraturan ...................................................... 71
Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap Tanah .............................. 73
Kolaborasi Antar Instansi Terkait ............................................. 75
PENGARSIPAN ELEKTRONIK DAN TATA KEARSIPAN
PERTANAHAN ........................................................................ 81
Arsip Elektronik, Apa dan Bagaimana ...................................... 81
Dasar Hukum Tata Kearsipan Pertanahan ................................ 91
STRATEGI PEMULIHAN DOKUMEN PERTANAHAN YANG
HILANG .................................................................................. 95
Arsip Pertanahan Yang Musnah atau Hilang ............................. 98
Pemulihan Dokumen ............................................................. 103
Parameter Pemulihan Dokumen ............................................ 104
STRATEGI SERTIPIKASI TANAH ELEKTRONIK ............................... 109
Pengarsipan Sertipikat Tanah ................................................ 109
DIGITALISASI WARKAH DAN ARSIP PERTANAHAN ...................... 113
Perbaikan Pengelolaan Warkah ............................................. 113
Menuju Skola Etnik / Digitalisasi Warkah................................ 115
STRATEGI DIGITALISASI DOKUMEN PERTANAHAN ...................... 117
Digitalisasi Dokumen Pertanahan Dalam Instruksi Presiden .... 117
Kajian Teknis Digitalisasi Dokumen Pertanahan ..................... 120
Landasan Hukum Digitalisasi Arsip Pertanahan...................... 121
Pentingnya Digitalisasi Arsip Era ini ....................................... 123
Digitalisasi Dokumen ............................................................ 124
Manfaat Digitalisasi Dokumen ............................................... 126
KEPUSTAKAAN .............................................................................. 129
DAFTAR INDEKS............................................................................ 132
TENTANG PENULIS ....................................................................... 134

viii
PENDAHULUAN

Masalah pertanahan telah diatur dalam Pasal 33 ayat (3)


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yaitu bahwa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.” Hak menguasai yang dimiliki oleh
negara tersebut memberikan wewenang kepada negara untuk:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa.
Berdasarkan hak menguasai, negara menentukan adanya
macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan
dimiliki oleh orang dan juga badan hukum. Hak-hak atas tanah ini
memberi wewenang kepada yang menguasainya untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, Demikian pula bumi
dan air serta ruang yang ada di atasnya. Berdasarkan Pasal 16
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

1
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria”), terdapat 8 hak-hak atas


tanah yaitu1:
1. Hak Milik,
2. Hak Guna Usaha (HGU),
3. Hak Guna Bangunan (HGB),
4. Hak pakai,
5. Hak sewa,
6. Hak membuka tanah,
7. Hak memungut hasil hutan,
8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di
atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-
hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam
pasal 53.

Hak Milik
Sifat dari hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Berbeda dengan
hak atas tanah lainnya, hak milik tidak memiliki jangka waktu.
Yang dapat memiliki hak milik adalah warga negara
Indonesia, serta badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 38
tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat
Mempunyai Hak Milik atas Tanah, badan-badan hukum yang dapat
memiliki hak milik atas tanah antara lain:
1. Bank-bank negara;
2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian;
3. Badan-badan keagamaan;
4. Badan-badan sosial.
1
Fredrik J Pinakunary Law Offices. 2020. Mengenal Hak-hak atas Tanah
Menurut Hukum Agraria. Online. https://fjp-law.com/id/mengenal-hak-hak-atas-
tanah-menurut-hukum-agraria/. Diakses Sabtu, Tanggal 3 April 2021. Pukul
18.36 WIB
2
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Apabila seorang asing memperoleh tanah hak milik karena


sebab musabab pewarisan tanpa wasiat atau karena percampuran
harta akibat perkawinan, maka hak milik yang diperolehnya
tersebut wajib dilepaskan atau dialihkan paling lambat 1 tahun
sejak diperolehnya hak milik tersebut. Apabila hak milik tidak
dilepaskan atau dialihkan, maka hak milik tersebut terhapus demi
hukum dan tanahnya menjadi milik negara. Hal yang sama juga
berlaku apabila hak milik tersebut dimiliki oleh orang yang
kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Paling lambat 1 tahun
sejak kehilangan kewarganegaraan Indonesia tersebut ia wajib
melepaskan atau mengalihkan hak milik tersebut.
Sebagaimana disinggung di atas, bahwa hak milik tidak
memiliki jangka waktu, namun hak milik tetap bisa berakhir karena
alasan-alasan tertentu. Hapusnya hak milik dapat terjadi dalam hal
tanah tersebut musnah, terjadi pencabutan hak, pemiliknya
menyerahkan tanahnya secara sukarela, penelantaran, dan
beralihnya hak milik kepada orang asing dan tidak dilepaskan
(sebagaimana dijelaskan dalam paragraf di atas).
Pemilik hak milik berhak untuk mengalihkan tanahnya
dengan cara jual beli, penukaran, hibah, waris (melalui wasiat) dan
perbuatan pengalihan hak lainnya. Selain itu, pemilik hak milik
juga bisa menjadikan tanah hak milik sebagai jaminan atas hutang
dengan pemberian Hak Tanggungan.
Pemilik hak milik dapat mengadakan perjanjian dengan
pihak lainnya sehingga pihak lainnya ini akan mempunyai Hak
Guna Bangunan (HGB) di atas tanah hak milik.

Hak Guna Usaha (HGU)


HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara. HGU dapat dimiliki dengan jangka waktu

3
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau


peternakan. Perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama
dapat diberikan HGU paling lama 35 tahun. Setelah jangka waktu
HGU tersebut berakhir, Pemilik HGU dapat memohon
perpanjangan untuk waktu yang paling lama 25 tahun.
HGU dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan
badan-badan hukum Indonesia yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Selain karena berakhirnya jangka waktu, HGU juga akan
hapus juga karena:
1. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu
syarat tidak dipenuhi;
2. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir;
3. Dicabut untuk kepentingan umum;
4. Ditelantarkan;
5. Tanahnya musnah;
6. Pemilik HGU kehilangan syarat-syarat sebagai pemilik HGU
atau suatu pihak menerima pengalihan menurut hukum atas
sebuah HGU namun tidak memenuhi syarat sebagai pemilik
HGU dan dalam jangka waktu 1 tahun tidak melakukan
pelepasan atau pengalihan hak kepada pihak yang berhak.
Pemilik HGU berhak untuk mengalihkan HGU kepada
pihak lain. Selain itu Pemilik HGU juga dapat menjaminkan tanah
HGU tersebut dengan Hak Tanggungan.

Hak Guna Bangunan (HGB)


HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. HGB
diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat

4
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. HGB dapat


dimiliki oleh warga negara Indonesia dan badan-badan hukum
Indonesia yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
HGB terjadi dikarenakan Penetapan Pemerintah atas tanah
yang dikuasai langsung oleh negara atau atas tanah milik pihak
lain. Terkait dengan HGB atas tanah milik orang lain terjadi karena
pihak yang akan memperoleh HGB telah mengadakan perjanjian
yang berbentuk akta otentik dengan pemilik hak milik, perjanjian
mana yang bertujuan untuk memperoleh HGB tersebut.
Selain karena berakhirnya jangka waktu, HGB akan hapus
juga karena:
1. Jangka waktunya berakhir;
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu
syarat tidak dipenuhi;
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir;
4. Dicabut untuk kepentingan umum;
5. Ditelantarkan;
6. Tanahnya musnah;
7. Pemilik HGB kehilangan syarat-syarat sebagai pemilik HGU
atau suatu pihak menerima pengalihan menurut hukum atas
sebuah HGU namun tidak memenuhi syarat sebagai pemilik
HGB dan dalam jangka waktu 1 tahun tidak melakukan
pelepasan atau pengalihan hak kepada pihak yang berhak.
Pemilik HGB berhak untuk mengalihkan HGB kepada
pihak lain. Selain itu Pemilik HGB juga dapat menjaminkan tanah
HGB tersebut dengan Hak Tanggungan.

5
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian
dengan pemilik tanahnya.
Hak pakai dapat diberikan:
1. Selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;
2. Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa
berupa apapun.

Yang dapat memiliki hak pakai antara lain:


1. Warga negara Indonesia;
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia; badan hukum asing yang
mempunyai perwakilan di Indonesia.
Berbeda dengan hak-hak lainnya, pemilik hak pakai tidak
dapat mengalihkan hak pakai tersebut kepada pihak lain, kecuali
dengan izin dari pejabat yang berwenang (apabila hak pakai
diperoleh dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara) atau izin
dari pemilik tanah (apabila hal itu dimungkinkan dalam perjanjian
dengan pemilik tanah). Pemilik hak pakai juga tidak memiliki hak
untuk menjaminkan tanahnya sebagai jaminan atas hutang.
Selain itu, hak pakai dapat diberikan kepada orang asing
atau badan hukum asing. Beranjak dari hal tersebut, peraturan
perundang-undangan di Indonesia memberikan hak bagi orang
asing untuk dapat memiliki tempat tinggal dengan Hak Pakai.
Syarat dan ketentuan bagi orang asing untuk dapat memiliki tempat
6
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

tinggal dengan Hak Pakai lebih lanjut diatur dalam Peraturan


Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2015 tentang
Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing
yang Berkedudukan di Indonesia.

Hak Sewa
Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa
atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang
lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada
pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:
1. Warga negara Indonesia;
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Selain hak pakai, hak sewa juga memungkinkan untuk
diberikan kepada orang atau badan hukum asing. 2
Setelah memahami bab ini, maka pada bab berikut kita akan
membahas apa dan bagaimana perlindungan hukum dalam konflik
pertanahan.

2
Fredrik J Pinakunary Law Offices. 2020. Mengenal Hak-hak atas Tanah
Menurut Hukum Agraria. Online. https://fjp-law.com/id/mengenal-hak-hak-
atas-tanah-menurut-hukum-agraria/. Diakses Sabtu, Tanggal 3 April 2021.
Pukul 18.36 WIB.

7
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

8
PERLINDUNGAN HUKUM
DALAM KONFLIK
PERTANAHAN

Sejak zaman dahulu tanah telah menjadi sumber sengketa


bagi manusia. Peperangan dan perdamaian justru lahir dari
keinginan menguasai tanah. Timbul dan tenggelamnya suatu
bangsa atau peradaban pun juga dimulai dari tanah.
Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas)
mengakibatkan perebutan terhadap hak atas tanah yang dapat
memicu terjadinya sengketa tanah yang berkepanjangan, bahkan
pemilik tanah rela berkorban apa saja untuk mempertahankan tanah
yang dimilikinya. Sebagaimana dinyatakan oleh Mochammad
Tauhid :
“Soal agrarian (soal tanah) adalah soal hidup dan
penghidupan manusia, karena tanah adalah asal dan
sumber makanan bagi manusia. Perebutan terhadap tanah
berarti perebutan makanan, tiang hidup manusia. Untuk itu
orang rela menumpahkan darah mengorbankan segala
yang ada demi mempertahankan hidup selanjutnya”.3

Secara garis besar tipologi kasus-kasus di bidang


pertanahan dapat dibagi menjadi lima kelompok: 4

3
K. Wantjik Saleh, 1982, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta:Ghalia Indonesia, hal 7.
4
Nurnaningsih Amriani, 2011, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa
Perdata di Pengadilan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, hal. 1.

9
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

1. Kasus-kasus berkenaaan dengan penggarapan rakyat atas


tanah- tanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain.
2. Kasus-kasus berkenaan dengan pelanggaran peraturan
landreform.
3. Kasus kasus berkenaan dengan ekses ekses penyediaan tanah
untuk perkebunan.
4. Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah.
5. Sengketa berkenaan dengan tanah ulayat.

Pada dasarnya sumber konflik pertanahan sekarang ini


sering terjadi antara lain disebabkan oleh: 5
1. Pemilikan/penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak
merata;
2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan non pertanian;
3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan
ekonomi lemah;
4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum
adat atas tanah (hak ulayat);
5. Lemahnya posisi masyarakat pemegang hak atas tanah dalam
pembebasan tanah;
6. Permasalahan pertanahan dalam penerbitan Sertipikat yang
antara lain:
a. Proses penerbitan Sertipikat tanah yang lama dan mahal,
b. Sertipikat palsu dari ulah mafia tanah,
c. Sertipikat tumpang tindih (overlapping)
d. Pembatalan sertipikat.

Untuk itu berbagai usaha yang dilakukan pemerintah yaitu


mengupayakan penyelesaian sengketa tanah dengan cepat untuk
menghindari penumpukan sengketa tanah, yang dapat merugikan
5
Mochammad Tauhid, 2009, Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan
dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, Yogyakarta: STPN Press, hal. 3.

10
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

masyarakat misalnya tanah tidak dapat digunakan karena tanah


tersebut dalam sengketa.6
Perdamaian pada dasarnya merupakan salah satu sistem
alternative dispute resolution (ADR) yang telah ada dalam dasar
negara Indonesia, yaitu pancasila dimana dalam filosofinya
disiratkan bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah
untuk mufakat. hal tersebut juga tersirat dalam Undang-undang
Dasar 1945. Hukum tertulis lainnya yang mengatur tentang
perdamaian atau mediasi adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada penjelasan Pasal 3
menyatakan bahwa: “Penyelesaian perkara di luar pengadilan
atas dasar perdamaian atau melalui wasit tetap diperbolehkan” .
Sebagaimana telah diganti dengan Undang-undang Nomor
48 Tahun 2009 dalam bab XII Pasal 58 sampai Pasal 61 yang
memuat ketentuan diperbolehkannya menyelesaikan sengketa di
Luar Pengadilan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian
Sengketa lainnya yang disepakati para pihak seperi Konsultasi,
Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, atau Penilaian Ahli dalam Pasal
60 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009.7
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 c Peraturan Presiden
Republic Indonesia No. 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional yang antara lain, mengatakan bahwa Deputi Bidang
Pengkajian Dan Penanganan sengketa Dan Konflik Pertanahan
menyelenggarakan fungsi pelaksanaan alternatif penyelesaian
masalah, sengketa, dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi,
fasilitasi, dan lainnya. Ketentuan Pasal 23 Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2006 memperlihatkan kebijakan pemerintah
untuk menggunakan mediasi sebagai salah satu cara untuk

6
Edi As’Adi, 2000, Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di
Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal 1.
7
Lutfi I Nasoetion, 2002, Konflik Pertanahan (Agaria) Menuju Keadilan
Agraria), Bandung: Yayasan Akatiga, hal. 112.

11
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

penyelesaian sengketa pertanahan.8


Dalam melakukan tindakan penyelesaian sengketa atau
konflik pertanahan yang ada, Badan Pertanahan Nasional (BPN)
merupakan salah satu lembaga mediasi yang dapat menyelesaikan
suatu sengketa pertanahan dengan mengedepankan keadilan, yaitu
penyelesaian konflik melalui musyawarah mufakat dengan
menghormati hak dan kepentingan para pihak yang bersengketa.
Prinsip dasarnya adalah solusi sama-sama menang (win-win
solution) atau normatifnya disebut jalan penyelesaian “Non-
Litigation” atau Alternative Despute Resulution (ADR).
Selanjutnya untuk mewadahi pelaksanaan ADR tersebut
Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Aturan inilah yang
menjadi tolok ukur untuk mengetahui seberapa pentingnya
lembaga mediasi didalam penyelesaian konflik tanah.9
Pengambilan keputusan diharapkan tidak merugikan salah
satu pihak, sehingga mampu mewujudkan suatu penyelesaian
secara damai diantara para pihak yang bersengketa, mengingat
selama ini penyelesaian sengketa pertanahan cenderung
diselesaikan melalui lembaga peradilan yang bersifat win-lose
solution (menang-kalah). Pranata pilihan penyelesaian sengketa
melalui lembaga mediasi ini dilakukan secara perdamaian atau
berdasarkan kesepakatan para pihak yaitu dilakukan dengan
mediasi. Selama ini BPN selalu menangani masalah pertanahan
yang terjadi di Indonesia. Lembaga ini terdapat di setiap
kabupaten/kota guna mengatasi permasalahan pertanahan yang ada.

8
Gunawan Wiradi, 2001, Masalah Pembaruan Agraria: Dampak Land Reform
terhadap Perekonomian Negara, (Makalah tidak diterbitkan), hal. 4.
8
Nurnaningsih Amriani, Op. Cit., hal. 6.
9
Takdir Rahmadi, 2010, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan
Mufakat, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, hal. 66

12
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

BPN dituntut lebih proaktif dalam penyelesaian konflik


pertanahan sesuai dengan sebelas agenda BPN RI khususnya
agenda ke-5 menyebutkan “Menangani dan Menyelesaikan
Perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan di seluruh
Indonesia secara sistematis”, serta TAP MPR RI No:
IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam, Pasal 4 huruf (d), menyebutkan:
“Mensejahterakan rakyat terutama melalui peningkatan kualitas
sumber daya manusia di Indonesia” dan Pasal 5 huruf (d),
menyebutkan:
“Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber
daya agrarian yang timbul selama ini sekaligus dapat
mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin
terlaksananya penegakan hukum”

Adanya mafia tanah menimbulkan berbagai konflik


pertanahan. Yang sekarang ini masih sering terjadi diantaranya
kasus sengketa tanah overlapping. Tanah Overlapping adalah tanah
yang mengalami penumpukan sertipikat, maksudnya bahwa suatu
bidang tanah memiliki 2 (dua) Sertipikat hak atas tanah yang
berbeda datanya, ini menimbulkan konflik diantara kedua belah
pihak yang masing masing memegang Sertipikat hak atas tanah
tersebut. Untuk itu BPN yang akan menyelesaikan sengketa tanah
yang terindikasi Overlapping (Sertipikat yang tumpang tindih),
sesuai dengan dasar negara Indonesia mewujudkan perdamaian
abadi dan keadilan sosial diperlukan penyelesaian sengketa secara
damai yaitu dengan cara mediasi oleh BPN.
Untuk melindungi masyarakat pemegang hak atas tanah
dari ulah mafia tanah maka diperlukan perlindungan hukum bagi
pemegang hak atas tanah yang akan diulas dalam sub bab berikut
ini.

13
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Dalam kepustakaan hukum dikenal jenis-jenis sarana


perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang sifatnya
preventif dan represif:
a. Menurut P.H. Hadjon, pada perlindungan hukum yang preventif
kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah
mendapat bentuk yang definitive (sudah pasti).10 Dengan
demikian perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk
mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya
perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk
menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat
signifikan bagi tindakan pemerintah yang tidak didasarkan pada
ketentuan aturan yang berlaku. dengan adanya perlindungan
hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-
hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada suatu
kebijakan yang diambil;
b. Menurut Muchtar Wahid: 1). Perlindungan Hukum Normatif
dan Perlindungan hukum sosiologis;
➢ Perlindungan juridis normatif diatur dalam ketentuan yang
tersebar di dalam pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 32 PP 24 Tahun
1997 dengan syarat:
1) Hanya diberikan kepada bidang (bidang-bidang) tanah
yang sudah terdaftar, diterbitkan secara sah menurut
hukum;
2) BPN melindungi pemegang hak atas tanah yang
terlebih dahulu mendaftarkan haknya, apabila ada

10
Hadjon , Philipus M., Peradilan Tata Usaha Negara Menurut UU No. 5 Tahun
1986; Antara Harapan dan Permasalahan, Yridika, Majalah Fakultas Hukum
Universitas Airlangga, Nomor 7 Tahun II, Desember 1987-Januari 1988

14
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

permohonan hak atas tanah atas bidang yang sama,


maka BPN akan menolak permohonan tersebut;
3) Pemerintah berkewajiban untuk memberikan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah
yang namanya tercantum dalam sertipikat hak atas
tanah, sepanjang:
- data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya
sesuai dengan data yang ada dalam Surat Ukur dan
Buku Tanah hak yang ada pada Kantor Pertanahan
yang bersangkutan;
- orang atau badan hukum yang memperoleh tanah
tersebut dengan itikad baik; dan
- secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang
merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat
lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila
dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya
sertipikat itu telah tidak mengajukan keberatan
secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan
Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan
ataupun tidak mengajukan gugatan Pengadilan
mengenai penguasaan tanah atau penerbitan
sertipikat tersebut.
➢ Perlindungan hukum juridis sosiologis berupa pengakuan
dari masyarakat, dan perlindungan hukum yang apabila
terhadap sertipikat hak milik atas tanah yang digugat telah
mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap (inkracht van gewijsde) yang diuji secara materiil
melalui putusan hakim atau pengadilan dan dinyatakan
bahwa sertipikat tersebut diterbitkan secara sah dan
mempunyai kekuatan hukum.
Dalam kaitannya dengan perlindungan hukum bagi

15
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

pemegang sertipikat maka perlindungan hukum secara preventif


dapat berupa aturan-aturan yang telah ditetapkan yang berkaitan
dengan masalah tanah dan sertipikat tanah. Di sini undang-undang
yang terkait telah menetapkan aturan-aturan hukum yang dapat
digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan sengketa tanah
dan sebagai dasar atau landasan dalam memberikan perlindungan
hukum itu sendiri.
Salah satu pasal yang menyatakan untuk memberikan
kepastian hukum secara mutlak bagi pemegang sertipikat yaitu
Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi: Pasal 32
ayat (2): “Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat
secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh
tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya,
maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak
dapat lagi menuntut pelaksanaan tersebut apabila dalam waktu 5
Tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala
Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan
gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan
sertipikat tersebut.”
Dari bunyi pasal di atas ini berarti bahwa hukum telah
memberikan jalan bagi pemegang sertipikat untuk memiliki tanah
yang telah diterbitkan sertipikat secara mutlak dengan tidak
mengabaikan ketentuan-ketentuan yang lain, meskipun sebenarnya
di dalam praktek gugatan masih dapat diajukan.
Terkait dengan perlindungan hukum represif yaitu
perlindungan hukum setelah terjadinya sengketa, perlindungan
hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang
terjadi. Dalam hal terjadi sengketa tanah maka perlindungan hukum
represif yang dapat diberikan berupa pengembalian hak kepada
pemilik semula, artinya yang dilindungi oleh hukum adalah pemilik

16
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

yang sah dari tanah yang disengketakan. Untuk dapat


mengembalikan hak yang sebenarnya kepada pemilik semula tentu
ada jalur yang harus dilewati, dalam hal terjadi sengketa tanah
pihak yang bersengketa akan menyelesaikannya melalui jalur
litigasi (pengadilan) dan non litigasi (di luar pengadilan).
Kebanyakan perkara yang tidak dapat diselesaikan melalui jalur
non litigasi akan diselesaikan melalui jalur litigasi yaitu melalui
pengadilan.11
Di dalam sistem pendaftaran tanah yang berlaku di
Indonesia, perlindungan hukum preventif kepada pemegang hak
atas tanah yang sudah terdaftar data fisik dan data yuridis akan
terhindar dari duplikasi sertipikat. Badan Pertanahan Nasinal
(BPN) akan menolak permohonan pendaftaran sertipikatnya, ini
merupakan suatu usaha BPN untuk mencegah atau meminimalisir
permasalahan pertanahan. Pemegang hak atas tanah yang tanahnya
terdaftar secara sah menurut hukum akan terhindar dari duplikasi
sertipikat di atas tanahnya. Apabila di atas tanah yang sudah ada
haknya tersebut timbul sertipikat ganda atau apabila diketahui
terdapat cacat administrasi BPN akan membatalkan sertipikat yang
diterbitkan secara tidak sah. Kewenangan pembatalan diatur dalam
Pasal 120 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9
tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak
Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, dinyatakan:
"Pembatalan hak atas tanah yang dilakukan oleh Pejabat yang
berwenang dilaksanakan apabila diketahui adanya cacad hukum
administratif dalam proses penerbitankeputusan pemberian hak
atau sertipikatnya tanpa adanya permohonan".
Pada asasnya satu bidang tanah hanya satu pemegang hak
atas tanah yang sah, BPN akan membatalkan sertipikat yang tidak

11
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/hukum-tanah-sebagai-suatu-
sistemhukum.html, didownload, tanggal 18 September 2016, pukul 17.00 Wib.

17
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

sah atau cacat administrasi. Tujuannya adalah agar pemegang hak


dapat memanfaatkan tanahnya secara maksimal. Sesuai dengan
Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan12 Pasal
71 Ayat (1): "Dalam hal di atas satu bidang tanah terdapat beberapa
sertipikat hak atas tanah yang tumpang tindih, BPN RI melakukan
perbuatan hukum pertanahan berupa pembatalan dan/atau
penerbitan sertipikat hak atas tanah, sehingga di atas bidang tanah
tersebut hanya ada satu sertipikat hak atas tanah yang sah".
Kemudian dirubah dengan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan
Pasal 11 dinyatakan: 13
Ayat (3): "Sengketa Atau Konflik Yang Menjadi Kewenangan
Kementerian Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (2), Meliputi:
a. Kesalahan Prosedur Dalam Proses Pengukuran, Pemetaan
Dan/Atau Perhitungan Luas;
b. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan
dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;
c. kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau
pendaftaran hak tanah;
d. kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar;
e. tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah yang salah satu
alas haknya jelas terdapat kesalahan;
f. kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data pendaftaran
tanah;
g. kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertipikat
pengganti;

12 http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4def27eb31a3f/node/862/peraturan-
kepala-bpn-no-3-tahun-2011-pengelolaan-pengkajian-dan-penanganan-kasus-
pertanahan, diunduh tanggal 3-09-2016.
13 Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan

Dokumentasi Hukum

18
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

h. kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan;


i. kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin;
j. penyalahgunaan pemanfaatan ruang; atau
k. kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.
Sertipikat yang terlebih dahulu terdaftar akan terlindungi
dari upaya penerbitan sertipikat ganda, karena dengan terdaftarnya
bidang tanah secara teknis kadasteral sudah terpetakan sehingga
apabila ada yang akan mendaftarkan di atas bidang tanah tersebut
akan segera terdeteksi, pihak BPN akan menolak permohonan hak
atas tanah yang sudah bersertipikat. Dengan demikian perlindungan
hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa,
sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan
untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum preventif
sangat signifikan bagi tindakan pemerintah yang tidak didasarkan
pada ketentuan aturan yang berlaku. Dengan adanya perlindungan
hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-
hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada suatu
kebijakan yang diambil.
Perlindungan hukum represif yaitu perlindungan hukum
setelah terjadinya sengketa, perlindungan hukum represif bertujuan
untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Dalam hal terjadi
sengketa tanah maka perlindungan hukum represif yang dapat
diberikan berupa pengembalian hak kepada pemilik semula, artinya
yang dilindungi oleh hukum adalah pemilik yang sah dari tanah
yang disengketakan. Untuk dapat mengembalikan hak yang
sebenarnya kepada pemilik semula tentu ada jalur yang harus
dilewati, dalam hal terjadi sengketa tanah pihak yang bersengketa
akan menyelesaikannya melalui jalur litigasi (pengadilan) dan non
litigasi (di luar pengadilan). Kebanyakan perkara yang tidak dapat
diselesaikan melalui jalur non litigasi akan diselesaikan melalui
jalur litigasi yaitu melalui pengadilan, di sini yang berperan adalah

19
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

hakim sebagai pihak yang nantinya akan memberikan putusan


terhadap perkara yang disengketakan.
Hakim sebagai penegak hukum di dalam memutuskan
perkara harus menerima sertipikat sebagai alat pembuktian yang
kuat sebagaimana akta otentik, pada intinya harus
mengesampingkan alat-alat bukti yang lain sepanjang tidak
ditemukan bukti yang sebaliknya.14 Dan pejabat BPN dalam
penanganan perkara pertanahan meliputi kegiatan berperkara dalam
proses perdata atau tata usaha negara yang melibatkan BPN RI
sesuai Pasal 3, Pasal 4, Pasal 32 PP 24 tahun 1997 Pasal 2, Pasal 50
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan
Penanganan Kasus Pertanahan pada prinsipnya harus berupaya
memberikan perlindungan kepada pemegang hak atas tanah yang
kemudian diganti dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/BPN Nomor 11 Tahun 2016 tersebut. Bahwa perlindungan
hukum terhadap hak-hak atas tanah masyarakat diberikan kepada
bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar (bersertipikat)
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 32 PP 24
tahun 1997.
Peranan arsip pertanahan ini sangat penting. Arsip yang di
dalamnya terdapat dokumen-dokumen otentik sangat
mempengaruhi kekuatan pembuktian sertipikat apabila terjadi
sengketa, konflik, atau perkara di pengadilan. Sertipikat Hak Atas
Tanah tanpa arsip ibarat badan tanpa roh, tidak mempunyai
kekuatan untuk melawan pihak-pihak yang mengklaim.
Perlindungan hak atas tanah diberikan manakala:
- Data fisik, data yuridis, data administrasi, yang ada dalam
sertipikat sesuai dengan yang ada dalam daftar-daftar umum di

14 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,


Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 622

20
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Kantor Pertanahan;
- Data fisik dapat direkontruksi di lapangan;
- Sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya bahwa perolehannya
dilakukan dengan itikad baik;
- Secara nyata fisiknya dikuasai di lapangan;
Maka sertipikat tersebut mempunyai kekuatan bukti seperti akta
otentik, hakim atau pengacara harus menerima sebagai akta yang
benar. 15
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlindungan
hukum yang diberikan kepada aset atau hak-hak atas tanah
masyarakat adalah:
• Perlindungan hukum preventif yang diatur dalam ketentuan
UUPA dan pelaksanaannya di atur dalam PP 10 tahun 1961
yang kemudian diganti dengan PP 24 tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah, Pasal 107 PMNA/Ka BPN No.9 tahun 1999;
• perlindungan hukum represif yang merupakan perlindungan
sosiologis berupa pengakuan dari masyarakat atau yang telah
diuji secara materiil melalui putusan majelis hakim atau
pengadilan.
Bahwa secara normatif berdasarkan PP 10 tahun 1961 dan
PP 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, perlindungan hukum
bagi suatu hak atas tanah diberikan apabila memenuhi syarat-syarat
pembuktian yang kuat dan tidak dibuktikan sebaliknya, syarat-
syarat tersebut adalah:
a. Dibuat atau diterbitkan oleh lembaga yang berwenang, dibuat
sesuai dengan prosedur yang berlaku tentang pendaftaran tanah;
b. Data Fisik dapat dapat direkonstruksi
c. Data Yuridis dapat membuktikan penguasaan atau perolehan
hak atas tanah;
d. Data Adiminstrasi sesuai dengan daftar umum pendaftaran tanah

15 ibid

21
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

bahwa benar adalah produk BPN;


e. Perolehan dilakukan dengan itikad baik; dan
f. Secara nyata fisik dikuasai.

Pada bab berikut akan membahas gambaran sengketa


pertanahan

22
SENGKETA PERTANAHAN,
DAMPAK ADANYA MAFIA
TANAH

Tanah dengan dimensinya yang unik kerap melahirkan


permasalahan yang tidak sederhana, baik permasalahan yang
berdimensi sosial, politik, hukum maupun berdimensi lebih luas
dan kompleks melingkupi berbagai bidang kehidupan manusia.
Berbagai aspek mengenai tanah sudah banyak disajikan melalui
penelitian-penelitian dan tulisan oleh para pakar berbagai disiplin
hukum, demikian halnya dengan berbagai aspek hukum
menyangkut tanah, yang salah satunya permasalahannya dibidang
dimensi hukum berupa konflik (sengketa) tanah.16.

Dalam ranah hukum, dapat dikatakan bahwa sengketa


adalah masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling
mempermasalahkan suatu objek tertentu. Hal ini terjadi
dikarenakan kesalahpahamannya atau perbedaan pendapat atau
persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat
hukum bagi keduanya.17

16
Sarjita dan Manggala, H.B.N. 2005. Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas
Tanah. Yogyakarta: Tugu Jogja Pustaka.
17
Limbong, Benhard. 2011. Konflik Pertanahan. Jakarta: Margaretha Pustaka.
Hlm 1.

23
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Konflik atau sengketa tanah, merupakan persoalan yang


bersifat klasik, yang selalu ada dimana-mana dimuka bumi. Oleh
karena itu, konflik yang berhubungan dengan tanah senantiasa
berlangsung secara terus-menerus, karena setiap orang memiliki
kepentingan yang berkaitan dengan tanah. Perkembangan konflik
(sengketa) tanah, baik secara kualitas maupun kuantitas selalu
mengalami peningkatan, sedangkan faktor penyebab utama
munculnya konflik tanah adalah luas tanah yang tetap, sementara
jumlah penduduk yang memerlukan tanah (manusia) untuk
memenuhi kebutuhannya selalu bertambah terus.18
Sedangkan objek sengketa tanah meliputi tanah milik
perorangan atau badan hukum, tanah aset negara atau pemda, tanah
negara, tanah adat dan ulayat, tanah eks hak nasional, tanah
perkebunan, serta kepemilikan lainnya.
Sedangkan menurut Christoper W. More19, akar
permasalahan sengketa pertanahan dalam garis besarnya dapat
ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Konflik kepentingan yaitu adanya persaingan kepentingan yang
terkait dengan kepentingan substantif, kepentingan prosuderal,
maupun kepentingan psikologis;
2. Konflik struktural, yang disebabkan pola perilaku destruktif,
kontrol kepemilikan sumber daya yang tidak seimbang;
3. Konflik nilai, karena perbedaan kriteria yang digunakan untuk
mengevaluasi gagasan/prilaku, perbedaan gaya hidup, ideologi,
agama/kepercayaan;
4. Konflik hubungan, karena emosi yang berlebihan, persepsi
yang keliru, komunikasi yang buruk/salah, pengulangan
perilaku yang negatif; dan

18
Sarjita. (2005). Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan.
Yogyakarta: Tugu Jogja Pustaka.
19
Sumardjono, Maria S. W. 2011. Reorientasi Kebijakan Pertanahan, Jakarta:
Margaretha Pustaka. Hlm 65.

24
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

5. Konflik data, karena informasi yang tidak lengkap, informasi


yang keliru, pendapat yang betbeda tentang hal-hal yang
relevan, interprestasi data yang berbeda, dan perbedaan
prosedur penilaian.

Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan


kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa,
sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan,
perorangan dengan badan hukum, badan hukum dengan badan
hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut di
atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan Undang-Undang
Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka terhadap kasus
pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respons/ reaksi/
penyelesaian kepada yang berekepentingan (masayarakat dan
pemerintah).
Menurut Rusmadi Murad, pengertian sengeketa tanah atau
dapat juga dikatakan sebagai sengketa hak atas tanah, yaitu :
Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu
pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan- keberatan dan
tuntutan hak atas tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan
harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Menurut Robbins20, konflik atau sengketa muncul karena
ada kondisi yang telah melatarbelakanginnya (antecedent
conditions). Kondisi tersebut, yang juga sebagai sumber terjadinya
konflik, terdiri dari tiga katagori, yaitu komunikasi, struktur, dan
variabel pribadi.
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang
menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat,
dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan

20
Robbins, Stephen P. 1996. Organizational Behavior, Concepts, Controversies,
Aplications. Prentice-hall International Editions. USA. Hlm 39.

25
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup,


dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang
terhadap komunikasi dan menjadi anteseden untuk terciptanya
konflik.
Menurut Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional) pusat,
setidaknya ada tiga hal utama yang menyebabkan terjadinya
sengeketa tanah:
1. Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas,
akibatnya adalah ada tanah yang dimiliki oleh dua orang
dengan memiliki Sertipikat masing-masing.
2. Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata,
ketidakseimbangan dalam distribusi kepemilikan tanah ini baik
untuk tanah pertanian maupun bukan pertanian telah
menimbulkan ketimpangan baik secara ekonomi, politis
maupun sosiologis. Dalam hal ini, masyarakat bawah,
khususnya petani/penggarap tanah memikul beban paling berat.
Ketimpangan distribusi tanah ini tidak terlepas dari kebijakan
ekonomi yang cenderung kapitalistik dan liberalistik. Atas
nama pembangunan tanah-tanah garapan petani atau tanah
milik masyarakat adat diambil alih oleh para pemodal dengan
harga murah.
3. Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada
bukti foemal (sertipikat), tanpa memperhatikan produktivitas
tanah. Akibatnya, secara legal (de jure), boleh jadi banyak
tanah bersertipikat dimiliki oleh perusahaan atau para pemodal
besar, karena mereka telah membelinya dari para petani/pemilik
tanah, tetapi tanah tersebut lama ditelantarkan begitu saja.
Mungkin sebagian orang menganggap remeh dengan
memandang sebelah mata persoalan sengketa tanah ini, padahal
persoalan ini mmerupakan persoalan yang harus segera di
carikan solusinya. Kenapa demikian? Karena sengketa tanah
sangat berpotensi terjadinya konflik antar ras, suku dan agama

26
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

(SARA). Akibatnya stabilitas suatu negara menjadi harga


mahal yang akan dipertaruhkan.
Konflik senantiasa berpusat pada beberapa utama, yakni
tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber-sumber yang dibagikan,
keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang
terlibat:
1. Persaingan terhadap sumber-sumber daya yang langkah. Setiap
divisi dalam organisasi akan berlomba-lomba untuk
mendapatkan bagian dari alokasi sumbersumber daya yang ada.
Masing-masing menginginkan alokasi sumber daya yang
banyak agar bisa mempercepat pertumbuhan, kemajuan, dan
pengembangan dalam divisinya. Karena adanya persaingan ini
maka akan memicu timbulnya konflik. Konflik ini bisa timbul
akibat dari ketersediaan sumber daya yang langkah.
2. Ketergantungan tugas (interdependence), dalam organisasi
sudah pasti adanya ketergantungan antara dua inddividu atau
kelompok untuk mencapai kesuksesan dalam tugas-tugasnya.
Apabila di antara dua pihak ini ada perbedaan prioritas,
kemungkinan munculnya konflik akan semakin besar. Hal ini
juga disebabkan oleh keinginan dari kedua belah pihak untuk
bisa mencapai otonomi tanpa harus bergantung pada pihak lain.
Semakin perbedaan ini dipetahankan maka kemungkinan
konflik juga akan berlangsung lebih besar bahkan lama.
Konflik ini biasanya muncul antara dua departemen yang saling
bergantung dan sangat terspesialisasi.
3. Kekaburan batas-batas bidang kerja, konflik sangat mungkin
muncul apabila bidang kerja dalam organisasi tidak jelas. Hal
ini akan menciptakan suatu kondisi dimana ada seseorang yang
mendominasi dalam bagiannya. Apabila ada sebuah
keberhasilan maka dia akan merasa dan menunjukkan seolah-
olah itu hanya hasil kerja sendiri. Akan tetapi, apabila adda
kesalahan maka dia akan mengalihkannya padda orang lain.

27
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Konflik juga bisa terjadi apabila ada seseorang yang hanya


ingin mengerjakan hal-hal yang disukainya akan diserahkan
pada orang lain. Pada hakikatnya masing-masing akan merasa
yang paling penting dalam kegiatan organisasi.
4. Kriteria kinerja yang tidak sesuai, konflik semacam ini
disebabkan oleh adanya imbalan atas kemajuan suatu divisi
oleh perusahaan. Konflik bisa muncul apabila kegiatan
monitoring dan evaluasi terhadap sub unit- sub unit yang
berbeda
5. Perbedaan-perbedaan tujuan dan prioritas, konflik juga bisa
disebabkan oleh adanya usaha-usaha masing-masing sub unit
untuk mencapai tujuannya masing- masing. Hal ini bisa tumbuh
menjadi konflik apabila ada ketidaksesuaian antara tujuan
masing-masing, bahkan usaha pencapaian tujuan sub unit dapat
menghalangi sub unit dalam mencapai tujuannya
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor
pribadi, yang meliputi : sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap
individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu
memiliki keunikan (indiosyncrasies) dan berbeda dengan individu
yang lain. Kenyataanya menunjukkan bahwa kepribadian tertentu,
misalnya individu yang sangat otoriter, dogmatik dan menghargai
rendah orang lain, merupakan sumber yang potensial.21

Sengketa atau konflik pertanahan yang terjadi di


masyarakat belakangan ini muncul dalam beragam bentuk. Pihak
yang terlibat dalam proses penyelesaian konflik tersebut pun tidak
sedikit, baik negara maupun institusi civil society seperti lembaga
swadaya masyarakat (LSM). Tetapi proses penyelesaian sengketa

21
Kreps, Gary L. 1986. Organizational Communication; Theory and Practice.
New York. Hlm 185.

28
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

acapkali menemui jalan buntu sehingga menjadikan konflik


berlarut-larut.
Secara mikro sumber konflik/sengketa dapat timbul karena
adanya perbedaan/benturan nilai (kultural), perbedaan tafsir
mengenai informasi, data atau gambaran obyektif kondisi
pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan /benturan
kepentingan ekonomi yang terlihat pada kesenjangan struktur
pemilikan dan penguasaan tanah. Hal lainnya adalah karena akibat
ulah sindikat mafia tanah yang terdiri dari pengusaha yang rakus,
pejabat yang korup, wakil rakyat yang jahat, kepala desa dan
keterlibatan oknum dalam instansi BPN.
Pembahasan mengenai akar sengketa/konflik pertanahan ini
dibagi dalam dua kelompok yaitu sengketa bersifat umum dan
khusus.

B.1. Sengketa Umum


Dari berbagai pendapat tentang akar masalah pertanahan,
maka secara kompreherensif pada hakekatnya sengketa tanah yang
terjadi di Indonesia disebabkan oleh:
1. Kurang tertibnya administrasi pertanahan masa lalu;
2. Ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah;
3. Sistem publikasi pendaftaran tanah yang negatif;
4. Meningkatnya kebutuhan tanah, sehingga harga tanah tidak
dapat dikendalikan karena ulah mafia tanah;
5. Peraturan perundangan saling tumpang tindih, baik secara
horizontal maupun vertikal, demikian juga substansi yang
diatur;
6. Masih banyaknya tanah terlantar;
7. Kurang cermatnya notaris dan pejabat akta tanah dalam
menjalankan tugasnya;
8. Belum terdapat persamaan presepsi atau interprestasi para
penegak hukum khususnya hakim terhadap peraturan

29
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

perundang-undangan; dan
9. Para penegak hukum kurang berkomitmen untuk melaksanakan
peraturan perundang-undangan pertanahan secara konsekuen
dan konsisten.
Penyebab umum timbulnya sengketa bidang pertanahan
dapat dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu faktor hukum dan
faktor non hukum.
Beberapa faktor hukum yang menjadi akar dari sengketa/
konflik pertanahan yang terjadi belakangan ini antara lain: (1)
tumpang tindih peraturan, (2) regulasi kurang memadai, (3)
tumpang tindih peradilan, dan (4) penyelesaian dan birokrasi
berbelit-belit.
Dalam masalah tumpang tindih peraturan, misal masalah
UUPA. Sebagai induk dari peraturan di bidang sumber daya agraria
lainnya, namun dalam berjalan waktu dibuatlah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan sumber daya agraria
tetapi tidak menempatkan UUPA sebagai Undang-Undang
induknya, bahkan justru menempatkan UUPA sejajar dengan
Undang-undang Agraria. Struktur hukum pertanahan menjadi
tumpang tindih. UUPA yang awalnya merupakan payung hukum
bagi kebijakan pertanahan dan kebijakan agraria umumnya di
Indonesia.
Untuk masalah regulasi kurang memadai, regulasi di bidang
pertanahan belum seutuhnya, mengacu pada nilai-nilai dasar
Pancasila dan filosofi pasal 33 UUD 1945 tentang moral, keadilan,
hak asasi, dan kesejahteraan. Dalam banyak kasus pertanahan, hak-
hak rakyat pemilik tanah sering kali diabaikan.
Dalam masalah tumpang tindih peradilan, saat ini terdapat
tiga lembaga peradilan yang dapat menangani suatu
konflik/sengketa pertanahan yaitu peradilan perdata, peradilan
pidana, serta Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam bentuk
konflik tertentu, salah satu pihak yang memang secara perdata

30
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

belum tentu menang secara pidana (dalam hal ini konflik tersebut
disertai tindak pidana). Selain itu, kualitas sumber daya manusia
dari aparat pelaksana peraturan sumber daya agraria juga menjadi
pemicu timbulnya konflik. Dalam melaksanakan tugasnya, aparat
pelaksana melakukan penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti timbulnya praktik
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Aparat pelaksana lebih
memperhatikan kepentingan pemilik tanah atau mengacuhkan
kelestarian lingkungan hidup.
Dalam masalah penyelesaian dan birokrasi yang berbelit-
belit, upaya hukum melalui pengadilan terkadang tidak pernah
menuntaskan persoalan. Sebagai contoh, para pihak yang tidak
menerima tanahnya diokupasi pihak lain bila mana menempuh jalur
hukum tidak pernah memperoleh kepastian hukum. Penyelesaian
perkara melalui pengadilan di Indonesia melelahkan, biaya tinggi
dan waktu penyelesaian yang lama, belum lagi bila terjebak
terjebak dengan mafia peradilan, maka keadilan tidak pernah
berpihak kepada yang benar. Sehingga bahwa kalau kehilangan
seekor kambing jangan berurusan dengan hukum, karena bisa
kehilangan sekandang kambing. Hal ini tentunya tidak sesuai lagi
dengan prinsip peradilan kita yang sederhana, cepat dan berbiaya
murah, karena kondisi sebenarnya dalam berurusan dengan
pengadilan adalah tidak sederhana, birokrasi yang berbelitbelit dan
lama, dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat kasasi dan
peninjauan kembali (PK), serta biaya yang cukup tinggi. Selain itu,
pemerintah gagal menyelesaikan berbagai konflik pertanahn. Hal
ini dipengaruhi tiga penyebab, yaitu tidak ada sistem yang
dibangun secara baik dalam penyelesaian konflik pertanahan,
kurangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah tidak
bertindak obyektif dalam penyelesaian sengketa dan cenderung
berpihak kepada yang kuat.

31
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Selain faktor hukum di atas, konflik pertanahan juga


disebabkan oleh beberapa faktor nonhukum, di antaranya (1)
tumpang tindih penggunaan tanah, (2) nilai ekonomi tanah tinggi,
(3) kesadaran masyarakat meningkat, (4) kuantitas tanah tetap
dengan penduduk yang kian bertambah, dan kemiskinan.
Masalah tumpang tindih penggunaan tanah, sejalan dengan
waktu, pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan jumlah
penduduk bertambah. Alih fungsi lahan yang tidak dapat dihindari
tersebut menuntut peran pemerintah daerah sebagai pengambil
kebijakan untuk tetap menjaga ketersediaan tanah. Tumpang tindih
penggunaan tanah, terkait dengan kebijakan pemerintah dalam
pemanfaatan tanah tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Masalah nilai ekonomi tanah tinggi, semasa kebijakan
pemerintah Orde Baru dapat menimbulkan sengketa penguasaan
sumber daya agraria antara pemilik sumber daya agraria dalam hal
ini rakyat dengan para pemilik modal yang difasilitasi oleh
pemerintah. Sengketa/konflik pun timbul, bukan saja mengenai
kepemimpinan tanah tetapi juga menyangkut penguasaan areal
untuk perkebunan.
Untuk masalah kesadaran masyarakat meningkat
merupakan dampak adanya perkembangan global serta peningkatan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh pada
peningkatan kesadaran masyarakat. Pola pikir masyarakat terhadap
penguasaan tanah pun ikut berubah. Terkait dengan tanah sebagai
aset pembangunan, maka muncul perubahan pola pikir masyarakat
terhadap penguasaan tanah, yaitu tidak menempatkan tanah sebagai
sumbar produksi akan tetapi menjadikan tanah sebagai sarana
untuk investasi atau komoditas ekonomi.
Merupakan hukum alam bahwa kuantitas tanah tetap,
sedang jumlah penduduk kian bertambah. Dalam masalah ini kasus
sengketa tanah sebenarnya bukan fenomena baru, tetapi sudah
sering terjadi. Kasus ini muncul sejak masyarakat mulai merasa

32
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

kekurangan tanah, sebagai akibat ledakan jumlah penduduk dan


penjajahan. Pertumbuhan penduduk yang amat cepat baik melalui
kelahiran maupun migrasi serta urbanisasi, sementara jumlah lahan
yang tetap menjadikan tanah sebagai komoditas ekonomi yang
nilainya sangat tinggi, sehingga setiap tanah dipertahankan mati-
matian.
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang
dipengaruhi oleh bebagai faktor yang saling berkaitan, antara lain
tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang
dan jassa, lokasi, geografis, gender, dan kondisi lingkungan.
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan
ekonomi, tetapi juga kegagalan menemui atau sekelompok orang
dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

B.2. Sengketa Khusus


Sengketa khusus masalah pertanahan, pemicu terjadinya
kasus-kasus sengketa tanah yang selanjutnya bisa muncul sebagai
konflik yang berdampak sosial politik di berbagai wilayah di
Republik Indonesia dapat diidentifikasi dalam beberapa kategori
sebagai berikut, di antaranya (1) kasus penguasaan dan
kepemilikan, (2) kasus penetapan dan pendaftaran tanah, (3) kasus
batas bidang tanah, (4) kasus ganti rugi eks tanah partikelir, (5)
kasus tanah ulayat, (6) kasus tanah land reform, (7) kasus
pengadaan tanah, dan (8) kasus pelaksanaan putusan.
Kasus penguasaan dan kepemilikan konflik pertanahan
yang berkaitan dengan masalah penguasaan dan pemilikan tanah
meliputi konflik karena perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu
yang tidak atau belum diletaki hak (tanah Negara), maupun yang
telah diletaki hak oleh pihak tertentu.
Kasus penetapan dan pendaftaran tanah, dalam hal ini
konflik disebabkan karena perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,

33
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

kepentingan mengenai proses penetapan hak dan pendaftaran tanah


yang merugikan pihak lain sehingga menimbulkan anggapan tidak
sahnya penetapan perizinan di bidang pertanahan.
Kasus batas bidang tanah konflik yang timbul berkaitan
dengan letak, batas dan lulus bidang tanah yang diakui satu pihak
yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas.
Kasus ganti rugi eks tanah partikelir berkaitan dengan tanah
partikelir, konflik lebih disebabkan oleh perbedaan persepsi,
pendapat, kepentingan atau nilai mengenai keputusan tentang
kesediaan pemerintah untuk memberikan ganti kerugian atas tanah
partikelir yang dilikuidasi.
Kasus tanah ulayat konflik berkaitan dengan tanah ulyat
yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan
mengenai status ulayat dan masyarakat hukum adat di atas areal
tertentu baik yang telah diterbitkan hak atas tanah maupun yang
belum, akan tetapi dikuasai oleh pihak lain.
Kasus tanah land reform konflik tanah objek land reform
yaitu konflik karena perbedaan persepsi, nilai, pendapat, atau
kepentingan-kepentingan mengenai prosedur penegasan, status
penguasaan dan pemilikan, proses penetapan ganti rugi, penentuan
subyek-obyek dan pembagian tanah obyek land reform.
Kasus pengadaan tanah dalam pengadaan tanah, konflik
yang muncul biasanya mengenai status hak tanah yang
perolehannya berasal proses pengadaan tangah, atau mengenai
kebebasan proses, pelaksanaan pelepasan atau pengadaan tanah dan
ganti rugi.
Kasus pelaksanaan putusan, konflik yang berkaitan dengan
pelaksanaa keputusan pengadilan terjadi karena perbedaan
persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenaii outusan badan
perdilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah
atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu.

34
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Sengketa pertanahan dapat dipandang dalam tiga aspek yakni


perdata, pidana, dan administrasi. Dalam aspek yakni perdata dan
pidana, sengketa pertanahan merupakan kompetensi peradilan
umum, sedangkan dalam aspek „administrasi merupakan
kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Adanya
perbedaan putusan hakim Peradilan tata Usaha Negara dengan
putusan hakim peradilan umum terhadap kasus yang sama
menimbulkan persoalan tersendiri dalam melaksanakan putusan
tersebut.

Menurut James Stoner dan Edward Freeman22 sengketa/


konflik pertanahan digolongkan berdasarkan pihak-pihak yang
terlibat dalam sebuah sengketa/konflik. Pertama, konflik dalam diri
individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika
seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau
karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Kedua,
sengketa/ konflik antar individu (conflict among inviduals).
Sengketa/ konflik ini terjadi karena perbedaan kepribadian
(personality differences) antara individu yang satu dengan individu
yang lain. Ketiga, konflik antara individu dan kelompok (conflict
among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal
menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia
bekerja. Keempat sengketa/konflik antar kelompok dalam
organisasi yang sama (conflict among groups in the same
organization). Sengketa/konflik ini terjadi karena masing-masing
kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing
berupaya untuk mencapainya. Kelima, sengketa/konflik antar
organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika

22
Limbong, Benhard. 2011. Konflik Pertanahan. Jakarta: Margaretha Pustaka.
Hlm 43.

35
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak


negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumber
daya yang sama. Keenam, semgketa/konflik antar individu dalam
organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different
organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau
perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi
anggota organisasi yang lain.
Menurut pemikiran Coser23, sengketa dapat merupakan
proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan penyatuan,
dan pemeliharaan struktur sosial. Sengketa dapat menempatkan dan
menjaga garis batas dua atau lebih kelompok.25 Sengketa dengan
kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan
melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial
sekelilingnya.
Dalam ranah hukum, pihak-pihak yang bersengketa adalah
masalah dua orang atau lebih dimana keduanya saling
mempermasalahkan suatu obyek tertentu. Hal ini dikarenakan
kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara
keduanya kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Berarti adanya oposisi atau pertentangang antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu
obyek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan
pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan
yang sama atas suatu obyek kepemilikan, yang menimbulkan
akibat hukum antara satu dengan yang lain.

Dampak sengketa dan konflik timbulnya korban akibat

23
Limbong, Benhard. 2011. Konflik Pertanahan. Jakarta: Margaretha Pustaka.
Hlm 34

36
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

penyimpangan perilaku hukum ini menurut Donald Black dapat


terjaddi dalam bentuk, institution, collective, individual, dalam
masing-masing bentuk tersebut tampak penyimpangan yang
berbeda-beda. Antara lain di dalam institution, tergambar adanya
penyimpangan dalam perencanaan, pembentukan hukum dan
penegakan hukum, sedangkan dalam collective (masyarakat)
tergambar dalam pembentukan dan penerapan hukum.24
Pada periode 1970-2001, Konsorsium Pembaruan Agararia
(KPA) mencatat konflik/sengketa pertanahan 1.753 kasus, tersebar
di 2.834 desa dan kelurahan tanah yang disengketakan mencapai
10,9 juta hektar dan hampir 1,2 juta keluarga menjadi korban.28
Data KPA menunjukkan sepanjang Tahun 2011, terdapat 163
konflik pertanahan berdimensi vertikal di Indonesia dengan jumlah
rakyat yang menjadi korban meninggal dunia mencapai 22 orang.
Menurut Deputi Risert dan Kampanye Konsorsium Pembaruan
Agraria Iwan Nurdin, Dibandingkan Tahun 2010, terjadi
peningkatan jumlah konflik pertanahan dan rakyat yang meninggal
dunia. KPA mencatat, tahun 2010 terdapat 106 konflik agraria
dengan 3 (tiga) orang meninggal dunia.
Data KPA juga menyebutkan, konflik pertanahan yang
terjadi pada tahun 2011 melibatkan 69. 975 kepala keluarga dengan
luasan areal konflik mencapai 472. 048, 44 hektar. Dari 163 konflik
pertanahan 2010 rinciannya 97 kasus di sektor perkebunan, 36
kasus di sektor kasus kehutanan, 21 kasus di sektor infrastruktur, 8
kasus di sektor pertambangan, dan 1 (satu) kasus di wilayah
tambak atau pesisir.
Dari sebaran konflik Jawa Timur sebagai Wilayah yang
paling banyak 36 kasus, disusul Sumatera Utara 25 kasus, Sulawesi
Tenggara 15 kasus, Jawa Tengah 12 kasus, Jambi 1 (satu) kasus,

24
Ediwarman. 2003. Perlindungan Hukum bagi Korban Kasus-Kasus
Pertanahan. Medan: Pustaka Bangsa Press. Hlm 45.

37
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Riau 10 kasus, Sumatera selatan 9 kasus, dan sisanya tersebar di


sejumlah provinsi.
Dalam catatan Badan Pertanahan Nasional (BPN), selama
periode 2008- 2009, terdapat 11.629 kasus yang berasal dari
masalah pertanahan dengan rincian: (224) terkait kasus tanah, (515)
kasus pemalsuan surat, penggelapan (3470), perbuatan curang
(6833), sumpah palsu (150) dan ketertiban umum (423). Sepanjang
2010, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) menerima
laporan 3.406 kasus konflik pertanahan yang melibatkan negara
dan ihak swasat. Dan sepanjang 2011, BPN mencatat 21.237 kasus
pertanahan.
Dari jumlah tersebut baru 2.080 kasus yang terselesaikan
ada 19.157 kasus yang belum selesai. Senada dengan itu Satuan
Tugas (SATGAS) Pemberantasan Mafia Hukum (PMH) mencatat
telah menerima surat aduan sebanyak 4.790 buah yang 22%
diantaranya adalah mengenai sengketa tanah. Bandingkan juga
dengan rata-rata perkara perdata bidang pertanahan yang di tangani
MA (2001-2005) tercatat 63% dari perkara perdata yang masuk ke
MA. Berbagai konflik pertanahan itu telah mendatangkan berbagai
dampak baik secara ekonomi, sosial, dan lingkungan maupun
korban meninggal dunia, luka-luka dan trauma mendalam. Secara
ekonomis, sengketa itu telah memaksa pihak yang terlibat untuk
mnegeluarkan biaya yang harus dikeluarkan.
Dalam hal ini, dampak lanjutan yang potensial terjadi
adalah penurunan produktivitas kerja atau usaha karena selama
sengketa berlangsung, pihak-pihak yang terlibat harus
mencurahkan tenaga dan pikirannya, serta meluangkan waktu
secara khusus terhadap sengketa sehingga mengurangi curahan hal
yang sama terhadap profesi, pekerjaan atau usahanya. Dampak
sosial dari komplik adalah terjadinya kerenggangan sosial di
antaranya antara warga masyarakat termasuk hambatan bagi
terciptanya kerja sama diantara mereka. Dalam hal terjadi konflik

38
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

antara instansi pemerintah, hal itu akaan menghambat terjadinya


kordinasi kinerja publik yang baik. Dapat pula terjaddi penurunan
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah berkenaan
pelaksanaan tata ruang. Disamping itu, selama konflik berlangsung,
ruang atas suatu wilayah dan atas tanah yang menjadi objek konflik
biasanya berada dalam keadaan status quo sehingga ruangan atas
tanah yang bersangkutan tidak dimanfaatkan. Akibatnya adalah
terjadinya penurunan kualitas sumber daya lingkungan yang dapat
merugikan kepentingan banyak pihak. Tidak sedikit korban yang
jatuh karena mempersoalkan atau mempertahankan beberapa meter
persegi tanah saja.
Di Indonesia, dari tahun ke tahun jumlah kasus tanah terus
meningkat. Dalam kurun 2 tahun saja, jumlah kasus tanah yang
dilaporkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia
meningkat lima ribu kasus. Menurut Kasubdiv Konflik Pertanahan
BPN RI, Hendri Rustandy Butarbutar, pada tahun 2007 jumlah
laporan konflik yang masuk hanya 2.615 kasus. Namun pada tahun
2009 jumlah melonjak 300 persen menjadi lebih dari tujuh ribu
kasus di seluruh Indonesia.

Sengketa Overlapping biasanya timbul, akibat adanya


dikeluarkannya suatu surat keputusan oleh beberapa instansi atas
obyek tanah yang tumpah tindih. Sengketa demi sengketa terjadi
akibat kurangnnya koordinasi antar instansi penyelenggara
pembebasan tanah dengan kantor pertanahan setempat, dan juga
akibat tidak adanya penelitian lapangan lokasi serta kurangnya
pengawasan atau pengelolaan tanah secara intensif oleh
pemiliknya. Dalam hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan
ketidakadilan terhadap pemilik yang sebenarnya dari pemilik
bidang tanah tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan apabila

39
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

bahwa kedua belah pihak pemegang alas hak pada suatu bidang
tanah yang sama tersebut sama-sama dirugikan haknya dan sama-
sama tidak memperoleh kepastian hukum dan keadilan meskipun
telah memiliki alas hak. Dan untuk memperoleh suatu kepastian
hukum, adanya bukti yang berupa Sertipikat hak atas tanah yang
asli. Menurut Hartadi (2019), Namun munculnya beberapa faktor
yang sering menyebabkan timbulnya sengketa Overlapping yang
biasanya terjadi di Badan Pertanahan Nasional di Kota Surakarta,
dikarenakan antara lain oleh:
a. Faktor ketidaktahuan masyarakat
Dalam hal ini biasanya masyarakat tidak memahami
adanya suatu perbedaan yang cukup signifikan dengan terdaftar
atau tidaknya suatu tanah mereka di kantor pertanahan. Yang hal
ini biasanya dipicu oleh anggapan pandangan masyarakat yang
timbul atas ketiadaan perlindungan hukum terhadap tanah yang
sudah terdaftar maupun belum, sehingga masyarakat merasa
sertipikat atas tanahnya belum dapat melindungi haknya. Oleh
karena itu, masyarakat cenderung tidak peduli terhadap
pendaftaran tanah dan terkadang hanya mendaftarkan tanahnya
apabila ingin menggunakan alas hak atas tanahnya tersebut
sebagai jaminan untuk mendapatkan sejumlah pinjaman kredit
di lembaga perbankan.

b. Faktor lemahnya aturan pendaftaran tanah


Hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang kurang
paham terhadap peraturan pertanahan atau pendaftaran tanah.
Maka, diharapkan peraturan pendaftaran tanah secara materiil
dapat membantu terwujudnya percepatan pendataan dan
pendaftaran tanah secara teknis dan menyeluruh di Indonesia.
Dan terkadang dalam pelaksanaannya untuk menyelesaikan
permasalahan tidak sejalan antara hukum pertanahan dengan
hukum keperdataan. Seperti contoh, dimana putusan pengadilan

40
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

tidak sejalan dengan hukum pertanahan. Yang dimana putusan


pengadilan tersebut telah ikrah namun tidak sejalan karena
banyaknya aturan yang terkadang tidak sesuai dengan aturan
pendaftaran tanah yang ada.

c. Faktor kurangnya koordinasi antara pelaksana dengan


pelaksanaan pengukuran dan pendaftaran tanah
Faktor ini yang biasanya dapat menyebabkan timbulnya
tumpang tindih (overlapping) atas tanah yaitu kurangnya
koordinasi antara petugas BPN dengan kelurahan. Hal ini tentu
sangat berpengaruh dengan akurasi data pertanahan, sebab lurah
selaku perangkat (mewakili) mayarakatnya tentu dapat
memberikan informasi serta keterangan yang lebih akurat dalam
hal mengenai batas-batas kepemilikan tanah milik warganya.

d. Faktor keteledoran atau kelalaian


Yang dimaksud dalam hal ini adalah kesalahan yang
terjadi pada saat pengukuran tanah ketika akan didaftarkan dan
disertipikatkan. Hal ini yang biasanya dapat terjadi dikarenakan
batas yang ditunjukkan oleh pemohon Sertipikat tersebut keliru
atau salah sehingga Surat Ukur atau Gambar situasinya
menggambarkan keadaan batas-batas yang bukan sebenarnya,
baik secara seluruhnya ataupun sebagian, karena sebelumnya di
lokasi yang sama telah diterbitkan Sertipikat atau dimiliki
dengan alas hak yang lain. Akibatnya terdapat lebih dari satu
alas hak yang dimiliki oleh dua orang berbeda pada satu bidang
tanah yang sama.

e. Faktor oknum mafia tanah


Tumpang tindih (overlapping) atas tanah dapat pula
terjadi apabila atas suatu tindakan dari para oknum yang dengan
itikad tidak baik secara sengaja menerbitkan Sertipikat hak atas

41
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

tanah yang telah terdaftar dan telah memiliki Sertipikat


sebelumnya. Dan diperjualbelikan kepada masyarakat yang
tidak tahu menahu tentang Sertipikat hak atas tanah tersebut
telah didaftarkan sebelumnya.

Berbagai kekurangan lembaga peradilan dalam


menyelesaikan suatu sengketa sangat dirasakan oleh para pihak
yang bersengketa terutama dalam rangka memberikan kepuasan
hukum, sehingga kondisi ini semakin meyakinkan perlunya
ditemukan cara penyelesaian lain yang dapat memuaskan para
pihak yang bersengketa, sehingga pencari keadilan beralih pada
Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) untuk menyelesaikan
setiap persoalan yang timbul terkait dengan sengketa tanah.
Mengingat penyelesaian sengketa melalui pengadilan umum
maupun pengadilan tata usaha negara sering dirasakan kurang
efektif, dan bahwa pengadilan itu merupakan upaya terakhir bila
upaya lain menemui jalan buntu, maka gagasan untuk
memanfaatkan cara penyelesaian sengketa alternatif di luar jalur
pengadilan, misalnya melalui lembaga mediasi, nampaknya sudah
saatnya untuk diwujudkan.
Barangkali untuk Indonesia, dimana cara-cara musyawarah
untuk mencapai mufakat merupakan hal yang lazim. Untuk kasus-
kasus pertanahan yang bersifat perdata dalam arti luas, yakni yang
tidak menyangkut aspek administrasi dan pidana, sepanjang para
pihak menghendaki cara-cara mediasi maka hal itu dapat
ditempuh.25 Apalagi dalam Pasal 14 UU no. 14/1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman disebutkan

25
Ibid., hlm. 193

42
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

bahwa walaupun hakimharus mengadili perkara yang diajukan,


namun tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara perdata
secara perdamaian.
Mediasi sebagai mekanisme ADR/Peradilan Adat Bidang
Pertanahan menawarkan cara penyelesaian sengketa yang khas
dengan ciri–ciri: waktunya singkat, terstruktur, berorientasi pada
tugas, dan merupakan cara intervensi yang melibatkan peran serta
para pihak secara aktif.26
Menurut Maria S.W. Sumardjono, penyelesaian sengketa
tanah melalui lembaga mediasi memiliki segi positif dan negatif.
Segi positifnya adalah bahwa waktunya singkat, biayanya ringan
dan prosedurnya sederhana. Pihak yang bersengketa akan merasa
lebih “berdaya” dibandingkan dalam proses pengadilan karena
mereka sendirilah yang menentukan hasilnya. Di samping itu,
dalam mediasi para pihak akan lebih terbuka terhadap adanya nilai-
nilai lain di samping faktor yuridis. Segi negatifnya adalah bahwa
hasil mediasi tidak dapat dimintakan penguatan kepada pengadilan,
karena itu efektivitasnya tergantung kepada ketaatan para pihak
untuk menepati kesepakatan bersama tersebut.27
Lebih lanjut Maria menyatakan pula bahwa, segi positif
mediasi sekaligus dapat menjadi segi negatifnya, dalam arti
keberhasilan mediasi semata-mata tergantung pada itikad baik para
pihak untuk menaati kesepakatan bersama tersebut karena hasil
akhir mediasi tidak dapat dimintakan penguatan kepada pengadilan.
Untuk sengketa dalam bidang bisnis, supaya kesepakatan dapat
dilaksanakan (final and binding), seyogianya para pihak
mencantumkan kesepakatan (klausula ADR/Peradilan Adat Bidang
Pertanahan) itu dalam bentuk perjanjian tertulis yang tunduk pada

26
Arie S. Hutagalung, op.cit., hlm. 376
27
Lihat Suyud Margono, op.cit., hlm. 59

43
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

prinsip-prinsip umum perjanjian.28


Dalam mediasi, para pihak sendirilah yang berperan aktif
untuk menjajaki berbagai alternatif untuk menetapkan hasil akhir
dengan bantuan seorang mediator yang tidak memihak dan
berperan untuk membantu tercapainya hal-hal yang disepakati
bersama. Fungsi mediator dalam penyelesaian sengketa melalui
lembaga mediasi, oleh Suyud Margono dijelaskan adalah sebagai
berikut:29
1. Sebagai “katalisator”, berarti kehadiran mediator dalam proses
perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang
konstruktif bagi jalannya diskusi.
2. Sebagai “pendidik”, berarti seseorang harus berusaha
memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan
kendala usaha dari para pihak. Oleh sebab itu, mediator harus
berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan diantara
para pihak.
3. Sebagai “penerjemah”, berarti mediator harus berusaha
menyampaikan dan merumuskan usulan para pihak melalui
bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi
sasaran yang dicapai oleh pengusul.
4. Sebagai “nara sumber”, berarti seorang mediator harus
mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia.
5. Sebagai “penyandang berita jelek” berarti bahwa mediator
harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan
dapat bersikap emosional. Untuk itu mediator harus
mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak-pihak terkait
untuk menampung berbagai usulan.
6. Sebagai “agen realitas”, berarti mediator harus berusaha
memberi pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa

28
Maria S.W. Sumardjono, op.cit., hlm. 196
29
Ibid., hlm. 199

44
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

sasarannya tidak mungkin/tidak masuk akal tercapai melalui


perundingan.
7. Sebagai “kambing hitam”, berarti seorang mediator harus siap
dipersalahkan misalnya dalam membuat kesepakatan hasil
perundingan.
Dalam hal prosedur/proses yang harus ditempuh dalam
mediasi, terdapat beberapa pendapat ahli. Di sini akan
dikemukakan proses tahapan mediasi menurut pendapat Riskin dan
Westbrook sebagaimana dikutip oleh E. Saefullah Wiradipradja,
meliputi lima tahapan sebagai berikut :
1. Sepakat untuk menempuh proses mediasi;
2. Memahami masalah-masalah;
3. Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah;
4. Mencapai kesepakatan; dan
5. Melaksanakan kesepakatan. 30
Dalam konteks Indonesia, kasus-kasus yang lebih sesuai
adalah kasus-kasus yang segi hukumnya kurang mengemuka
dibandingkan dengan segi kepentingan (interest) para pihak.31
Penyelesaian sengketa melalui cara-cara mediasi yang
modern bagi bangsa Indonesia masih merupakan hal yang relatif
baru. Dalam beberapa kasus tanah, penyelesaian sengketa melalui
lembaga mediasi pernah dilakukan oleh Komnas HAM dengan
hasil yang positif. Oleh karena itu, mengingat bahwa pada masa
yang akan datang akan lebih banyak diperlukan cara-cara
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, maka dalam rangka
pemikiran ke arah realisasi lembaga mediasi, perlu dipersiapkan
hal-hal yakni:

30
Suyud Margono, op.cit., hlm. 60. Lihat juga E. Saefullah Wiradipradja, op.cit.,
hlm. 6
31
E. Saefullah Wiradipradja, loc.cit. bandingkan dengan pendapat Astor &
Chinkin dalam Maria S.W. Sumardjono. loc.cit

45
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

1. Pertama, menyiapkan sumber daya manusianya. Seorang


mediator haruslah menguasai materi yang akan disengketakan.
Latar belakang sebagai sarjana hukum memiliki nilai tambah,
tetapi bukan merupakan keharusan. Kualifikasi pokok lainnya
adalah mempunyai integritas yang tinggi dan sifat tidak
memihak yang ditunjang dengan kemampuan untuk
mendengar, mengajukan pertanyaan, mengamati, konseling,
mewawancarai dan negosiasi;
2. Kedua, diperlukan pelatihan, jangka waktunya, serta
fasilitatornya;
3. Ketiga, diperlukan adanya suatu lembaga/badan yang
berwenang untuk memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi
mediator, serta menyusun kode etik mediator, di samping
berkewajiban memberikan bimbingan yang berkesinambungan
dan menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran kode etik.
Karena salah satu faktor penentu seseorang memilih mediasi
adalah sifatnya yang tidak memihak, maka lembaga mediasi
yang tepat seyogianya bersifat independen, di luar pemerintah,
atau tidak berafiliasi dengan pemerintah.32

32
Maria S.W. Sumardjono, Ibid.

46
STRATEGI MELAWAN MAFIA
TANAH

Tanah dengan dimensinya yang unik kerap melahirkan


permasalahan yang tidak sederhana, baik permasalahan yang
berdimensi hukum, politik, sosial, maupun berdimensi lebih luas
dan kompleks di berbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu
permasalahan dimensi hukum yang muncul yaitu di bidang berupa
konflik (sengketa) tanah.
Mafia tanah telah lama menjadi aktor masalah agraria. Tak
heran, sebagai akibat dari mafia tanah, persoalan seperti konflik,
sengketa, dan perkara agraria dan pertanahan seolah tak
terselesaikan secara adil, dan angkanya naik setiap tahun.33
Sebagai masalah lama yang belum terpecahkan, tercatat
telah terdapat beberapa upaya untuk memberantas mafia tanah.
Misalnya, pada 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH).
Dalam laporan satgas ini, kasus pertanahan menempati urutan
pertama. Lalu, pada era Presiden Joko Widodo, pada 2017 dibentuk
Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria. Namun, hingga kini
persoalan pertanahan tetap menjadi persoalan utama laporan

33
Iwan Nurdin, Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria,
http://kpa.or.id/media/baca2/opini/72/Melawan_Mafia_Tanah/, di posting 2021-
03-06 pukul 10:14:21

47
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

masyarakat kepada institusi seperti DPR, Kantor Staf Presiden, dan


Komnas HAM, Ombudsman RI, yang belum terselesaikan.

Mahalnya harga tanah dan property, kerap digunakan oleh


orang-orang yang tidak bertanggung jawab menjadi modus
penipuan. Orang-orang yang kerap dijuluki mafia tanah ini, kerap
menggunakan modus isu harga tanah dan property murah untuk
menggaet korban mereka.
Karena tidak semua konsumen melek urusan legalitas tanah
dan property, maka mafia tanah mengincar mereka sebagai korban.
Menurut Data dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN), aduan yang masuk ke mereka didominasi oleh korban
penipuan mafia tanah. Tahun Tahun lalu, dari 1.518 aduan, 90,3
persen dilayangkan korban mafia tanah dan property. Sedangkan
sepanjang setengah tahun ini, dari 2.695 aduan, 83,8 persennya
melayangkan masalah penipuan sektor tanah dan property.
Definisi Mafia Tanah adalah sekelompok orang yang
bekerja sama untuk merebut hak atas tanah atau properti milik
orang / pemegang hak tanah. Mereka bekerja dengan sangat
terencana, rapi, sistematis dan berbagi tugas.
Modus yang pernah terjadi adalah berkedok menjadi agen
property. Mereka berkelompok dan membagi tugas. Ada yang
berperan sebagai notaris, agen property dan peran lainnya. Salah
satu kasus yang terkuat di Jakarta Selatan misalnya, kelompok ini
meminta sertipikat asli tanah dengan dalih untuk dicek keasliannya
di BPN. Namun ternyata, sertipikat itu mereka palsukan. Sertipikat
Palsu itu diberikan kepada pemilik aslinya, sedangkan sertipikat
asli-nya mereka gunakan menjadi jaminan kredit hingga milyaran
rupiah.

48
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Namun modus yang paling kerap digunakan adalah dengan


memanfaatkan celah Hukum Pertanahan di Indonesia.
Cara kerja mafia tanah adalah dengan memalsukan surat/
alas hak atas tanah. Pemalsuan ini bisa terjadi karena di Indonesia
masih banyak surat atau alat hak atas tanah lama seperti girik,
eigendom verponding, surat keterangan penguasaaan tanah dan
bahkan grand sultan. Di lain sisi tidak tertibnya surat/ alas hak
dimaksud memungkinkan kesempatan bagi orang-orang tertentu
seperti mafia tanah untuk memproduksi Surat-surat dimaksud yang
sebetulnya tidak ada dan dipalsukan. Tahun lalu, kementerian
ATR/BPN menemukan pemakaian modus ini di Kota Bekasi yang
hanya berbekal blanko Girik yang tinggal di isi. Jadi bisa dikatakan
(Selembar) Surat Mencari (Sebidang) Tanah.
Di lahan kosong, taruh saja Girik/ Eigendom Verkonding/
Grand Sultan/ Surat Penguasaan Bidang Tanah, disita ternyata
sudah ada kepemilikan hak atas tanah yang telah memberi jaminan
kepastian hukum yaitu sertipikat. Bahkan mafia tanah ada yang
menggunakan jalur hukum untuk merebut tanah. Dengan bukti
yang tumpang tindih itu, mereka menggugat ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) untuk mengklaim suatu bidang tanah yang
berujung pada kalahnya pemilik tanah asli meskipun putusan ini
bersifat verstek alias tanpa kehadiran pihak tergugat.
Diputuskanlah penggugat sebagai pemilik tanah. Atas dasar
itulah dia mengajukan permohonan sertipikat ke BPN. Setelah
mengajukan permohonan yang berujung ditolaknya oleh BPN
untuk menerbitkan sertipikat karena sejumlah ketentuan, dia bisa
kembali menggugat ke PTUN dengan memegang putusan perdata
sebelumnya. Kalau dikabulkan, maka putusan PTUN akan
membatalkan sertipikat yang sudah ada dan ini jadi modus juga.
Parahnya lagi, ada juga yang menggunakan tanah ini untuk
menjadi perumahan. Sehingga menghasilkan perumahan bodong.
Modus lain yang kerap digunakan dalam kasus perumahan adalah,

49
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

tanah belum berganti kepemilikan, namun sudah dibangun oleh


pengembang. Biasanya dalam kasus ini pengembang bekerjasama
dengan pemilik tanah untuk membangun perumahan. Namun
tanahnya belum dibayar dan masih atas nama pemilik. Sayangnya,
kerjasama keduanya bermasalah di tengah jalan. Padahal,
konsumen sudah angkat kredit dan akad jual beli, bahkan sudah
membayar cicilan. Namun karena rumah yang mereka beli jadi
sengketa dan pembangunan rumah menjadi tak kunjung selesai.
Konsumen akhirnya menanggung rugi.

Apa yang melatari tumbuh suburnya mafia tanah? Di mana


pun persekutuan mafia tumbuh karena ketertutupan, rendahnya
pengawasan publik, dan minimnya penegakan hukum. Tiga hal
tersebut semakin mengonversi ekosistem mafia tanah ketika
pembangunan ekonomi telah menjadikan tanah melulu menjadi
aset dan komoditas ekonomi.
Melupakan bahwa tanah juga memiliki fungsi sosial.
Bahkan lebih jauh, tanah telah menjadi alat bagi penciptaan ruang
akumulasi baru yang lebih menjanjikan ketika perencanaan tanah
ruang juga disetir oleh modal/kapital dan pasar.
Sebagai aset, tanah merupakan instrumen investasi dan
salah satu agunan perbankan terbesar. Bahkan, menurut Hermando
de Soto (2003), nilainya puluhan kali dari semua investasi asing
langsung negara-negara pemburu investasi. Sebagai komoditas,
tanah dapat diperjualbelikan secara mudah, tetapi dengan
pencatatan yang buruk.
Keadaan ini telah menghasilkan jenis mafia tanah model
pertama, yakni melakukan usaha sistematis dengan pejabat terkait
untuk melakukan penyertifikatan, tumpang tindih sertipikat jual

50
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

beli palsu, hingga balik nama sertipikat tanah-tanah milik


masyarakat. Korban dari mafia ini akan mengalami penggusuran,
baik karena ketiadaan bukti formil maupun minimnya jenjang
kekuasaan.
Biasanya, oprasi mafia semacam ini berkesinambungan
dengan jenis mafia tanah lanjutan, yakni kelompok besar yang
mampu melakukan pengubahan tata ruang. Persekongkolan
semacam ini dapat menghasilkan perubahan kawasan hijau dan
konservasi menjadi kawasan perumahan dan bisnis, pemutihan
terhadap pelanggaran tata ruang, hingga perubahan arah proyek
infrastuktur yang ironisnya semakin memudahkan komersilisasi
atas perubahan ruang yang terjadi.
Patut dicatat, situasi ini bukan hanya terjadi di perkotaan.
Pada areal sumber daya alam (SDA), khususnya kawasan
kehutanan, perkebunan, pesisir kelautan, dan pertambangan, situasi
hampir serupa juga terjadi (mafia agraria dan SDA).
Upaya untuk memperbaiki keadaan semacam ini bukan
perkara ringan. Sebab, perlawanan balik mafia tanah kepada pihak
yang mencoba melakukan ralat, revisi, atau pembatalan terhadap
kesalahan yang sebelumnya terjadi berujung kepada kriminalisasi
masyarakat, bahkan mutasi dan demosi birokrat.

Bagaimanapun negara harus menang dalam persoalan mafia


tanah semacam ini. Masalah mafoa tanah jelas pertama dapat
segera diselesaikan secara terbuka oleh Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) jika tanpa
tebang pilih melakukan upaya revisi, ralat, pembatasan atas
terbitnya sejumlah Sertipikat tanah yang telah menghasilkan
sejumlah konflik, sengketa agraria, dan peranpasan tanah
masyarakat.

51
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Tradisi lama BPN dengan melemparkan kasus kepada


pengadilan untuk memutus keabsahan produk BPN sendiri harus
ditinjau ulang. Kepercayaan publik bahwa lembaga pertanahan
serius memberantas mafia tanah akan terbangun dan juga dapat
dibuktikan dengan menggandeng lembaga pengawas pelayanan
publik, kepolisian, dan masyarakat sipil. Dengan demikian, proses
penyelesaian masalah publik ini tidak dilokalisir menjadi masalah
internal ATR/BPN.
Langkah selanjutnya ialah mencegah dan menghentikan
model mafia tanah kedua dengan menerapkan keterbukaan data
pertanahan (open land data) sebagai bagian dari sistem informasi
pertanahan dan tata ruang secara lengkap. Pembangunan sistem
data pertanahan yang terbuka selama ini justru mendapat tantangan
keras dari ATR/BPN sendiri. Karena itu, berbagai putusan
Mahkamah Agung terkait informasi publik pertanahan justru tidak
dilaksanakan.
Menciptakan ekosistem semacam ini sangat penting bagi
pemerintah untuk mengajak semua pemangku kepentingan segera
menentukan aspek keterbukaan data pertanahan selama ini, yakni
transparansi vs privasi; ketersediaan vs askesibiltas; data resmi
(official) dan tidak resmi (unofficial), dan umum vs tematik. Tanpa
keterbukaan semacam ini, upaya Kementerian ATR/BPN
melakukan proses Sertipikat elektronik bisa menimbulkan
persoalan baru karena belum didukung semangat transparansi
proses yang diwarisi publik.
Keuntungan utama dari keterbukaan data pertanahan akan
mempercepat lahirnya data agraria nasional yang akurat sehingga
dapat dijadikan dasar bagi perencenaan pembangunan, baik sebagai
langkah untuk melakukan pengurangan ketimpangan struktur
agraria (agrarian reform) maupun proses pembangunan
selanjutnya.

52
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Keberadaan mafia tanah memang harus diberi efek jera.


Caranya, dengan menunjukkan ketegasan dari pemerintah dan
penegak hukum untuk selalu serius menangani masalah pertanahan
(agraria) di negeri ini agar tidak ada lagi yang bermain-main soal
tanah dan dapat mewujudkan kesejarteraan masyarakat Indonesia.
Carut marut persoalan agraria di tanah air hingga kini masih
menjadi perhatian banyak pihak termasuk para akademisi yang
bersentuhan langsung dengan persoalan masyarakat. Tanah yang
merupakan modal masyarakat lalu menjadi modal ekonomi sebuah
negara menyimpan banyak persoalan mulai dari UU, PP, Perda
sampai SK Bupati. Hal ini, kata Artje, perlu segera dibenahi agar
pemilik sah atas tanah mendapat perlakuan adil demi mewujudkan
masyarakat adil dan makmur.34
Bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa tingginya harga
pertanahan di kota-kota besar merupakan ulah dari mafia tanah.
Dikutip dalam Juknis Pencegahan dan Pemberantasan Mafia
Tanah, disebutkan bahwa mafia tanah adalah individu, kelompok
dan/ atau badan hukum yang melakukan tindakan dengan sengaja
untuk berbuat kejahatan yang dapat menimbulkan dan
menyebabkan terhambatnya pelaksanaan penanganan kasus
pertanahan. Keberadaan mafia tanah merupakan permasalahan
yang sudah sangat meresahkan masyarakat. Hingga kini ada
banyak laporan permasalahan pembangunan dan juga
kemasyarakatan yang dipicu ulah mafia tanah yang membuat
perkara tanah menjadi tidak berujung pangkal.
Mafia tanah memanfaatkan kelangkaan tanah dengan pihak-
pihak terkait pertanahan untuk berbagai kepentingan. Kementerian
Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN)

34
Bame, Hila. 2020. Bongkar Mafia Tanah, Pakar Hukum Agraria Mendorong
Pemerintah Lebih Serius Benahi Persoalan Tanah di Indonesia. Online.
http://repository.uki.ac.id/2931/1/p26515. Diakses Sabtu, Tanggal 17 April
2021 pukul 21.38 WIB.

53
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

sebagai institusi yang paling bertanggungjawab dalam administrasi


pertanahan hingga kini masih menaruh perhatian terhadap
keberadaan mafia tanah.
Perlu diketahui tentang cara kerja mafia tanah yang akan
selalu mencari informasi tentang perkembangan harga tanah di
daerah tertentu oleh Pemerintah Setempat seperti Pemda. Misalnya
pemerintah sudah membuat perencanaan untuk membangun pusat-
pusat perekonomian atau wilayah industri di daerah yang baru, dan
selanjutnya mafia-mafia tanah itu akan mencari informasi tentang
lokasinya dan harga pasarannya saat itu di pemerintah khususnya di
Bappeda atau Bappenas. Pejabat setempat dengan mafia tanah akan
bertukar informasi demi berbagai kepentingan dan tentunya
menguntungkan, ketika informasi didapatkan, barulah mereka
membeli tanah di sekitar lokasi yang akan dibangun oleh
pemerintah dengan harga murah karena wilayah tersebut masih
belum dikembangkan.
Setelah wilayah tersebut dikuasai oleh segelintir orang yang
memiliki uang (pemodal), sudah barang tentu untuk kedepannya
pemerintah akan membutuhkan wilayah tersebut untuk
pembangunan. Dari situlah dimulai permainan atau
kongkalingkong antara pejabat yang sebagai penentu kebijakan
wilayah dengan para calo-calo tanah atau mafia tanah. Setelah
terjadi perencanaan dan pemerintah akan melaksanakan proyek-
proyek strategis atau pengembangan ekonomi dan industri,
disitulah para pemilik tanah akan menaikkan harga setinggi-
tingginya kepada pemerintah atau pejabat yang memiliki kekuasaan
untuk mengeluarkan kebijakan. Contoh nyatanya kasus kerjasama
mafia tanah dengan pemerintah daerah yaitu kasus Meikarta di
Bekasi pada tahun 2018 silam. Kepolisian RI menangkap Bupati
Bekasi bernama Neneng Hassana Yasin yang diduga menerima
suap sebesar Rp 10 milliar dari pengusaha Grup Lippo untuk
memuluskan perizinan proyek Meikarta.

54
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Faktanya, pembangunan Meikarta karena mengetahui


bahwa nantinya wilayah tersebut menjadi wilayah strategis yang
akan dilintasi oleh kereta cepat atau LRT. Melihat peluang tersebut
maka dibangunlah apartemen-apartemen yang megah dengan harga
mahal. Mafia-mafia tanah sangat berperan dalam merekayasa harga
tanah, mereka membuat harga tanah yang tergolong rendah
menjadi sangat mahal. Apabila masalah tingginya harga tanah di
Indonesia akibat adanya mafia tanah ini bisa diselesaikan, negara
kita akan sangat kondusif untuk investasi, pertumbuhan ekonomi
akan lebih cepat sehingga akan menyerap tenaga kerja lebih banyak
lagi serta pemerintah dapat maksimal dalam melaksanakan
pembangunan berkelanjutan.

Terminologi mafia merujuk pada kelompok rahasia tertentu


yang melakukan tindak kejahatan terorganisasi sehingga kegiatan
mereka sulit dilacak secara hukum, atau persekongkolan, secara
perselingkuhan atau orang jahat diantara para penegak hukum
dengan pencari keadilan. Pengertian lain menunjuk pada adanya
"suasana" yang sedemiakian rupa, sehingga perilaku pelayanan,
kebijaksanaan maupun keputusan tertentu akan terlihat secara kasat
mata sebagai suatu yang berjalan sesuai dengan hukum padahal
sebetulnya "tidak' karena mereka bisa berlindung di balik
penegakan dan pelayanan hukum.
Dari artikel online berjudul Memberantas Mafia Tanah
tulisan Rio Christiawan35, menguraikan bahwa belakangan ini
istilah mafia tanah menjadi trending di media cetak dan elektronik
sehubungan beberapa kasus pertanahan yang muncul secara
beruntun. Pada saat hampir bersamaan, Komisi Pemberantasan

35
https://katadata.co.id/muchamadnafi/indepth/6065e94c7e8b2/memberantas-
mafia-tanah

55
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Korupsi menetapkan beberapa personil Badan Pertanahan Nasional


sebagai tersangka dalam kasus suap dan penerimaan gratifikasi
terkait pemberian hak atas tanah. Kondisi tersebut membuktikan
bahwa fenomena mafia tanah memang terjadi di tengah
masyarakat. Kepastian hukum semacam ini menjadi persoalan
klasik yang hingga sekarang belum terpecahkan. Rendahnya ease
of doing business atau tingkat kemudahan berusaha di Indonesia
juga disebabkan karena kepastian hukum atas lahan.
Momentum tersebut bersamaan dengan penerbitan Sertipikat
tanah secara elektronik. E-Sertipikat tertuang dalam Peraturan
Menteri ATR / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun
2021. Jika penerbitan Sertipikat elektronik dinilai sebagai upaya
memberantas mafia tanah, sebenarnya tidak ada kaitan di antara
keduanya. Demikian juga dengan tarif balik nama dan biaya
perolehan hak atas tanah dan bangunan, yang baru-baru ini kembali
disosialisasikan BPN. Artikel ini akan membahas tiga bagian yang
saling berkaitan. Pertama persoalan mafia tanah. Kedua, regulasi
pertanahan. Ketiga, relasi antara mafia tanah dan regulasi
pertanahan.
Jorge Sanchez (1992), mendefinisikan mafia tanah sebagai
kolaborasi oknum pejabat yang memiliki kewenangan dan pihak
lain dengan itikad jahat yang merugikan negara dan masyarakat.
Tujuannya untuk memiliki maupun menguasai tanah secara
melawan hukum dan umumnya dilakukan dengan cara-cara yang
koruptif. Studi yang dilakukan di Sorbone University pada 2015
menunjukkan bahwa dalam kasus perampasan dan penguasaan
lahan anggur milik masyarakat dalam 50 tahun terakhir di Eropa
dan Australia dilakukan dengan cara persekongkolan yang
melawan hukum antara oknum yang memiliki kewenangan dan
pihak lain yang beritikad buruk. Demikian juga modus mafia tanah
selalu disertai dengan tindakan-tindakan koruptif seperti gratifikasi.

56
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Dapatlah dipahami bahwa mafia tanah merupakan persekongkolan


antara pihak yang beritikad jahat dalam menguasai tanah dan
oknum pejabat yang memiliki kewenangan dalam menerbitkan
legalitas hak atas tanah dengan tujuan koruptif. Sehingga, mafia
tanah cenderung menempatkan pihak yang lemah sebagai
korbannya.

Terbukanya celah persekongkolan kedua pihak dimulai dari


persoalan regulasi. Berbagai aturan, mulai dari Undang-Undang
Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, bahkan Undang-Undang Cipta Kerja,
semua hanya menjelaskan prosedur perolehan hak atas tanah
maupun penguasaan lahan. Pengurusan perizinan maupun
perolehan hak atas tanah tidak dapat dilakukan melalui Online
Single Submission (OSS). OSS hanya dapat mengakomodasi
sebagian kecil dari prosesnya. Ketidakpastian tidak saja terletak
pada aspek pemberian hak atas tanah seperti pengurusan perizinan,
juga pada aspek pengawasan tata guna tanah hingga penertiban
tanah terlantar. Aturan terkait pemberian hak atas tanah merupakan
regulasi yang tidak memberikan kepastian hukum atas kemudahan
pengurusan hak atas tanah. Misalnya terkait waktu maksimal
pengurusan, keseragaman syarat antar-kantor wilayah BPN atau
instansi terkait lainnya, di samping rumitnya pengurusan
persyaratan pemberian hak atas tanah. Ini celah munculnya mafia
tanah. Demikian juga regulasi pada aspek pengawasan tata guna
tanah, seperti pengurusan klarifikasi tanah yang terindikasi
terlantar. Saat ini tidak ada aturan yang memuat waktu pengurusan,
syarat pengurusan, biaya resmi, hingga kriteria teknis penetapan
tanah terlantar. Dapatlah disimpulkan bahwa mafia tanah tidak saja
‘beroperasi’ pada area pemberian hak atas tanah tetapi juga pada

57
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

area pengawasan tata guna tanah dan penyelesaian sengketa


pertanahan itu sendiri. Pokok persoalan yang menyebabkan lahir
dan berkembangnya mafia tanah adalah ketidakpastian hukum pada
proses pelayanan pertanahan. Sebaliknya, Sertipikat elektronik,
biaya perolehan hak yang kini dipublikasikan, hingga usulan
pembuatan pengadilan khusus pertanahan dalam RUU Pertanahan
tidaklah menyangkut aspek proses pada pemberian hak atas tanah,
pengawasan tata guna lahan, sehingga tidak efektif menyelesaikan
masalah mafia tanah.

Demand atas jasa mafia tanah dimulai dari tidak pastinya


proses pengurusan sehingga melahirkan berbagai potensi
penyimpangan. Kondisi ini menyebabkan mafia pertanahan dengan
leluasa beroperasi. Sebagai contoh, kepastian waktu dan syarat
pengurusan atas pelayanan pertanahan baik pemberian hak atas
tanah, pengawasan, maupun penertiban aspek tata guna tanah.
Klitgard (1994) menjelaskan bahwa salah satu penyebab
persekongkolan yang bersifat koruptif yakni tiadanya aturan yang
lengkap. Dampaknya, keputusan diambil berdasarkan diskresi
oknum pejabat.

Guna mengakhiri praktik lancung ini serta memutus mata


rantai supply dan demand yang melibatkan para mafia tanah maka
pemerintah setidaknya perlu melakukan dua hal. Pertama,
menyempurnakan regulasi. Kedua, memperkuat sistem pada BPN
sebagai instansi yang membidangi pemberian hak atas tanah dan
pengawasan tata guna tanah itu sendiri. Terkait aspek
penyempurnaan regulasi perlu dibuat dan ditekankan aturan yang

58
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

mempermudah proses secara presisi. Misalnya, aturan


menyebutkan jangka waktu, biaya, maupun persyaratan. Hal ini
akan menutup celah diskresi yang seringkali berakhir pada
penyimpangan dan praktik mafia. Jika pelayanan dapat diberikan
secara mudah, murah, dan cepat, tentu praktik mafia tanah akan
hilang. Adapun terkait dengan pembenahan BPN, sistem
pengawasan dan inspektorat pada BPN atau instansi terkait lainnya
harus dioptimalkan guna mencegah pelayanan publik yang
sewenang-wenang. Sebagaimana dijelaskan Klitgard, selain
diskresi, faktor akuntabilitas turut menekan penyimpangan.

Keterkaitan Norma Hukum, Modus dan Cara Ilegal


Dari Webinar pakar Hukum Agraria (25/9/20) disimpulkan
bahwa masalah mafia tanah berkaitan dengan norma hukum,
modus beserta cara ilegal melalui lembaga peradilan:36
E.1. Norma Hukum
Menurut Petunjuk Teknis Dirjen Penanganan Masalah
Agraria Pemanfaatan Ruang dan Tanah Nomor
01/Juknis/DJVII/ 2018 Tanggal 10 April 2018 Tentang:
Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah Mafia tanah
adalah individu/ kelompok atau badan hukum yang melakukan
tindakan dengan sengaja untuk berbuat kejahatan dapat
Menimbulkan dan Menyebabkan Terhambatnya Pelaksanaan
Penanganan Kasus Pertanahan.
E.2. Modus Mafia Tanah
Modus yang dilakukan mafia tanah dilakukan dengan cara
- cara cara pemufakatan jahat. Sehingga menimbulkan
sengketa, konflik dan perkara pertanahan antara lain: Kepala

36
Bame, Hila. 2020. Bongkar Mafia Tanah, Pakar Hukum Agraria Mendorong
Pemerintah Lebih Serius Benahi Persoalan Tanah di Indonesia. Online.
http://repository.uki.ac.id/2931/1/p26515. Diakses Sabtu, Tanggal 17 April
2021. Pukul 21.38 WIB.

59
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

desa membuat salinan girik membuat surat keterangan tidak


sengketa membuat surat keterangan penguasaan fisik atau
Membuat surat keterangan tanah lebih dari satu kepada
beberapa pihak untuk bidang tanah yang sama. Pemalsuan
dokumen terkait tanah seperti kartu eigendom/ girik surat
keterangan tanah Memprovokasi masyarakat petani untuk
mengokupasi atau mengusahakan tanah secara ilegal di atas
perkebunan HGU baik yang berakhir maupun yang masih
berlaku Merubah/menggeser/menghilangkan patok tanda batas
tanah
Mengajukan permohonan Sertipikat pengganti karena
hilang padahal Sertipikat tidak hilang dan masih dipegang oleh
pemiliknya sehingga mengakibatkan beredarnya 2 Sertipikat di
atas sebidang tanah yang sama.

E.3 Melalui lembaga Peradilan


Melalui pengadilan untuk melegalkan kepemilikan atas
tanah dengan cara: melakukan gugatan di pengadilan dengan
menggunakan alas palsu sehingga data palsu itu menjadi legal
dengan adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap Melakukan gugatan rekayasa di pengadilan untuk
mendapatkan hak atas tanah padahal hak penggugat maupun
tergugat adalah merupakan bagian dari kelompok mafia
tersebut dan pemilik tanah yang sebenarnya tidak dilibatkan
sebagai pihak. Membeli tanah-tanah yang sedang berperkara di
pengadilan dan memberikan suap kepada penegak hukum
sehingga putusan berpihak kepada kelompoknya. Melakukan
gugatan tiada air, membuka dan menimbulkan banyaknya
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang
isi putusannya bertentangan satu sama lain sehingga putusan
tersebut tidak dapat dijalankan/dieksekusi dan tanah menjadi
tidak dapat dimanfaatkan.

60
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Penyidik Polda Metro Jaya kembali menetapkan seorang


tersangka atas kasus dugaan penipuan jual-beli rumah yang
menimpa Ibu dari Dino Patti Djalal, mantan Juru Bicara Presiden
SBY. Sehingga, total sudah ditetapkan tersangkanya sebanyak 15
orang. Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan,
penetapan tersangka itu berdasarkan dari tiga laporan yang masing-
masing berjumlah lima orang setiap laporan. Dari pengungkapan
tiga laporan polisi ini ada 15 tersangka yang bisa ditangkap,
masing-masing LP ada 5 tersangka. Jadi dari 3 LP ini totalnya
adalah 15 tersangka.37
Selain kasus di atas, baru-baru ini Kepolisian Daerah
(Polda) Kalimantan Barat juga berhasil mengungkap Sindikat
Mafia Tanah yang diperkiraan merugikan negara senilai Rp1
triliun. Sindikat ini melibatkan oknum Kepala Desa (Kades) dan
Ahmadi mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kabupaten Kubu Raya.38 Kasus ini berhasil diungkap Polda Kalbar
pada Maret 2021. Modusnya adalah tindak pidana pemalsuan surat
yang berkaitan dengan beberapa Sertipikat hak milik tanah dan
menimbulkan adanya kerugian masyarakat. Adapun lahan yang
menjadi perkara seluas 200 hektare di Desa Durian, Kecamatan
Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Kombes Pol Luthfie Sulistiawan, saat konferensi pers,
Kamis, 22 April 2021 mengatakan bahwa ada empat orang
ditetapkan sebagai tersangka berinisial A, UF, H dan T. Demikian

37
Merdeka.com. 2021. Polda Metro & BPN Gandeng Kejagung Bongkar
Sindikat Mafia Tanah. Online. https://www.merdeka.com/peristiwa/polda-
metro-amp-bpn-gandeng-kejagung-bongkar-sindikat-mafia-tanah.html.
Diakses Sabtu, Tanggal 3 April 2021. Pukul 9.07 WIB.
38
https://kalbar.polri.go.id/berita/kepala-desa-dan-pegawai-bpn-terlibat-dalam-
kasus-sindikat-mafia-tanah-di-kalbar

61
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda


Kalbar. Sementara barang bukti yang disita yaitu 147 buku tanah,
11 lembar Sertipikat Hak Milik Tanah dan 1 buah buku register
pengantar KTP dari kantor desa.
Tersangka Ahmadi salah satu pelaku pemalsuan Sertipikat
adalah residivis yang pernah terlibat dalam kasus yang sama pada
2014, sehingga diberhentikan secara tidak hormat dari BPN
Kabupaten Kubu Raya pada 2015.
Lebih lanjut penjelasan Kombes Pol Luthfie bahwa
sebagian besar yang menjadi korban adalah masyarakat kecil, yang
mata pencahariannya dari lahan tersebut. Perkara tersebut terjadi
pada ajudikasi pertanahan pada 2008. Proses ajudikasi ini justru
digunakan untuk melakukan kejahatan dengan cara melakukan
tindak pidana pemalsuan Sertipikat tanah tersebut.
Ia menjelaskan, kasus pertanahan di wilayah Kalbar adalah
satu di antara jenis tindak pidana yang berpotensi menimbulkan
konflik sosial. Dari kejadian inilah Polda Kalbar segera membentuk
Posko Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah.
Dalam pelaksanaannya Polda Kalbar bersinergi dengan
Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN)
Kalbar dan kantor Pertanahan.
Dengan adanya pengungkapan kasus ini, maka bisa
diindikasikan bahwa di Kalbar masih banyak berkeliaran Sindikat
Mafia Tanah. Misalnya saja perusahaan besar yang menyerobot
tanah warga. Di antaranya BRU yang menyerobot tanah milik Lili
Santi Hasan dan Ismail warga di Gang Tebu, Jalan Parit Tengah,
Kelurahan Sungai Beliung, Kota Pontianak yang di atasnya berdiri
sebuah rumah dan sepetak kuburan.

Sebetulnya, kasus mafia tanah sebagaimana yang terjadi di

62
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Kubu Raya yang melibatkan mantan Kepala Desa Sungai Durian,


UF dan Ahmadi mantan pegawai BPN Kubu Raya tahun 2008, ini
sudah berlangsung sejak tahun 2008 lalu. Bahkan, kasus sengketa
tanah ini menyeret dua nama mantan pejabat di Legislatif di
Kalbar.
Kasus ini bermula ketika warga Desa Sungai Durian,
Kecamatan Sungai Raya, Kubu Raya melakukan demo di Kantor
BPN Kalbar lantaran tanah seluas 200 hektar tersebut diklaim
orang lain. Sementara masyarakat sendiri sudah memiliki Sertipikat
tanah yang hampir rata-rata dari redistribusi tahun 1986.
Diungkapkan Erwan, dari peserta demo itu ada yang
dikenalnya yaitu bernama Yaman. Kemudian Erwan mengobrol
bersama di kantor Kanwil BPN. Secara kebetulan, mantan Ketua
Kantor Wilayah BPN Kalbar yang menjabat saat itu melihat
keduanya tengah mengobrol. Akhirnya, Erfan dipanggil oleh
Kakanwil dan diminta untuk mengatasi masyarakat pendemo hari
itu. Erfan mengatakan dia turun kepada pendemo dan saudara
Yaman dibawa masuk ke ruang Kakanwil dan ngobrol yang intinya
diminta agar jangan melakukan demo lagi. Sebab persoalan
tersebut akan diselesaikan olehnya.
Usai bermediasi, dan pendemo membubarkan diri, Erfan
kemudian dipanggil oleh Kabag TU Kanwil BPN Kalbar untuk
diberi surat tugas yang langsung ditandatangani oleh Kasi Bidang
Sengketa Pertanahan, Aswin. Dalam pengakuannya bahwa sejak
itulah dia ditugaskan menyelesaikan sengketa ini.
Erfan mengatakan, dirinya langsung mengumpulkan semua
berkas-berkas tersebut yang sebelumnya ada pada Ketua Ajudikasi,
Ahmadi. Setelah diteliti, ternyata di atas tanah seluas 200 hektar itu
pemiliknya hanya tujuh orang.
Kata Erfan, tanah seluas 200 hektar ini dibagi kepada tujuh
orang tersebut. Masing-masing ada yang mendapatkan 30 sampai
40 persil tanah. Ia kebingungan lantaran ajudikasi tanah ini hanya

63
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

dimiliki tujuh orang tersebut, sementara seluruh biaya ajudikasi ini


berasal dari APBN. Ini jelas penyimpangan uang negara.
Tak sampai di situ, Erfan kemudian melakukan pengecekan
di lapangan. Ia mendapati ternyata di atas tersebut sudah berdiri
bangunan pondok pesantren, surau dan rumah penduduk. Temuan
ini memperkuat bahwa proses pengukuran tanah itu tidak dilakukan
di lapangan, serta memperkuat dugaan penyimpangan tersebut. Dan
pertanyaannya adalah kenapa bisa masuk ajudikasi. Artinya orang-
orang ini (pihak ketiga) tidak turun ke lapangan.
Perlu diketahui, proses ajudikasi ini dilakukan oleh pihak
ketiga, yakni konsultan. Saat proses ajudikasi di desa Sungai
Durian ini, Ahmadi menjabat sebagai ketuanya. Tugasnya,
menyiapkan rencana kerja ajudikasi secara terperinci,
mengumpulkan data fisik dan dokumen asli data yuridis semua
bidang tanah yang ada di wilayah yang bersangkutan serta
memberikan tanda penerimaan dokumen kepada pemegang hak
atau kuasanya.
Menyelidiki riwayat tanah dan menilai kebenaran alat bukti
pemilikan atau penguasaan tanah, mengumumkan data fisik dan
data yuridis yang sudah dikumpulkan, membantu menyelesaikan
ketidaksepakatan atau sengketa antara pihak-pihak yang
bersangkutan mengenai data yang diumumkan.
Mengesahkan hasil pengumuman sebagaimana dimaksud
pada huruf d yang akan digunakan sebagai dasar pembukuan hak
atau pengusulan pemberian hak, menerima uang pembayaran,
mengumpulkan dan memelihara setiap kwitansi bukti pembayaran
dan penerimaan uang yang dibayarkan oleh mereka yang
berkepentingan sesuai ketentuan yang berlaku.
Menyampaikan laporan secara periodik dan menyerahkan
hasil kegiatan Panitia Ajudikasi kepada Kepala Kantor Pertanahan,
melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan secara khusus

64
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

kepadanya, yang berhubungan dengan pendaftaran tanah secara


sistematik di lokasi yang bersangkutan.
Setelahnya, seluruh kewajiban ini akan diserahkan kepada
BPN Kalbar. Termasuk hasil pengukuran tanah. Jika terdapat
tumpang tindih dengan hak oranglain, maka akan dikeluarkan dari
proses ajudikasi.
Celakanya, Ahmadi justru melakukan penyelewengan.
Berdasarkan data yuridis tanah tersebut, tanah seluas 200 hektar itu
disebutkan didapatkan dari seseorang warga Husein Hamzah, Kota
Pontianak bernama Haji Harun.
Namun saat ditelusuri Erfan, ternyata Haji Harun tersebut
mengaku tidak pernah merasa pernah menyerahkan atau memilik
tanah di Desa Sungai Durian. Tapi, Haji Harun tersebut pernah
dimintai fotokopi KTP oleh mantan anggota dewan Kubu Raya dari
Partai PAN yang terkenal oposan, dan mantan pejabat DPRD Kota
Pontianak periode 2004-2009, dengan alasan yang tidak jelas.
Menurut Erfan, sebetulnya otak dari mafia tanah di Desa
Sungai Durian, Kecamatan Sungai Raya, Kubu Raya ini adalah
mantan anggota DPRD. Ia memerintahkan Ahmadi yang saat itu
sebagai Ketua Ajudikasi untuk mengatur semua ini.
Setelah itu, fotokopi KTP Haji Harun yang sebelumnya
dimintah itu digunakan untuk membuat surat palsu Surat
Pernyataan Tanah (SPT) yang seakan-akan tanah itu diserahkan
kepada tujuh pemilik tanah tersebut. Berdasarkan SPT inilah
kemudian, mantan Kepala Desa Sungai Durian, UF tersebut
meminta konsultan untuk melakukan pengukuran tanah.
Erfan menjelaskan bahwa yang jelas pengukurannya di atas
meja BPN. Kalau di lapangan pasti dihadang orang kampung
karena di atas tanah tersebut sudah bersertipikat, dari redistribusi
dan BPN tahun 1986.
Dalam posisi ini, mantan Pejabat DPRD Kota Pontianak
berperan sebagai pembeli tanah dengan tujuh Sertipikat itu. Seingat

65
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Erfan, saat itu ia membeli tanah tersebut dengan harga yang relatif
murah, yakni sekitar Rp800 juta.
Erfan meminta agar proses penyelesaian mafia tanah ini
segera dituntaskan sampai ke otak pelakunya. Secara pidana,
menurut dia Ahmadi harus bertanggung jawab dalam kasus ini
lantaran telah menyelewengakan biaya ajudikasi tanah yang
sebetulnya difasilitasi dari APBN serta potensi kerugian
masyarakat yang tanahnya diklaim sepihak. Dan terakhir
ditegaskan bahwa otak pelaku ini semua adalah Anwar Husin,
anggota DPRD Kalbar sang otak pengatur di belakang semua kasus
di Kalbar ini.

Sejumlah modus yang terjadi masuk dalam ranah pidana


sehingga Kementerian ATR/BPN bersama aparat kepolisian telah
bekerjasama untuk memberantas kejahatan yang terencana dari
sindikat mafia tanah.
Untuk itu, ada tiga hal utama dan mudah yang bisa
ditempuh masyarakat konsumen agar tidak menjadi korban mafia
tanah dan properti.
Pertama, cek status tanah tempat rumah itu akan dibangun
ke BPN. Benarkah tanah itu milik pengembang atau atas nama
pihak lain. Jika masih atas nama pihak lain, maka perlu waspada.
Jangan mudah percaya dengan harga properti murah. Jika memang
murah, pelajari kenapa harganya bisa murah. Alasan murah itu
harus masuk akal dan memang bisa diperiksa faktanya.
Kedua, sebelum melakukan akad jual beli rumah, konsumen
juga harus mencari tahu apakah pengembang perumahan itu
terdaftar sebagai anggota salah satu perhimpunan pengembang
properti /perumahan (seperti REI) atau tidak. Di Indonesia beragam

66
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

perhimpunan khusus pengembang properti. Antara lain Asosiasi


Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia
(APERSI), Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat
Nasional (APERNAS), Real Estat Indonesia (REI), Himpunan
Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (HIMPERA),
dan perkumpulan lainnya.
Ketiga, pelajari hak-hak konsumen sebelum
menandatangani akad jual beli dan akad kredit. Sehingga sebelum
urusan legalitas sah, Anda sudah tahu solusinya jika ada masalah
muncul.

67
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

68
TINDAKAN ATAS MAFIA
TANAH

Kabar hangat yang baru baru ini dengan terungkapnya


kasus mafia tanah milik ibu dari mantan duta besar Indonesia untuk
Amerika Serikat, Dino Patti Djalal, dan kasus di Kubu Raya Kalbar
telah menampar wajah Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau
Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN). Untuk itu, Kementerian
ATR berjanji untuk serius dalam memberantas mafia tanah. Tidak
hanya yang dialami oleh ibunda Dino Patti saja. Kasus
penyalahgunaan sertipikat tanah diduga juga dialami oleh warga-
warga lainnya.39
Suatu sengketa tanah tentu subyeknya tidak hanya satu,
namun lebih dari satu, entah itu antar individu, kelompok,
organisasi bahkan lembaga besar sekalipun seperti Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) ataupun negara. Status hukum antara
subyek sengketa dengan tanah yang menjadi obyek sengketa bisa
berupa pemilik, pemegang hak tanggungan, pembeli, penerima hak,
penyewa, pengelola, penggarap, dan sebagainya.

39
Hartomo, Giri. 2021. Berkaca Kasus Dino Patti Djalal, Memen ATR/BPN
Janji Berantar Mafia Tanah. Online.
https://www.idxchannel.com/economics/berkaca-kasus-dino-patti-djalal-
kemen-atrbpn-janji-berantas-mafia-tanah. Diakses Sabtu, Tanggal 3 April
2021. Pukul 18.17 WIB.

69
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Berdasarkan Kepala BPN RI Nomor 34 Tahun 2007 tentang


Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah
Pertanahan, Sengketa pertanahan adalah perbedaan nilai,
kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara perorangan dan
atau badan hukum (private atau publik) mengenai status
penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak
tertentu, atau status keputusan tata usaha negara menyangkut
penguasaan, pemilikan, dan penggunaan atau pemanfaatan atas
bidang tanah tertentu.
Untuk menyelesaikan kasus-kasus konflik dan sengketa
tanah, yang bersifat perdata, penyelesaiannya oleh pengadilan
dilakukan berdasarkan ketentuan HIR/RBG, dan penyelesaian
secara di luar pengadilan dengan menggunakan mekanisme
alternatif penyelesaian sengketa atau Alternative Dispute
Resolution (ADR). Penyelesaian sengketa tanah menggunakan
mekanisme ADR dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, jo Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, dan berbagai ketentuan hukum lainnya
seperti Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang telah diganti
oleh PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Tentang Prosedur Mediasi
Di Pengadilan dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan yang telah diganti oleh Peraturan
Menteri Agraria Dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang
Penyelesaian Kasus Pertanahan.40 .
Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik
Pertanahan (PSKP) Kementerian ATR/BPN, Agus Widjayanto,

40
Nia, Kurniati. 2016. Hukum Agraria Sengketa Pertahanan Penyelesaiannya
Melalui Arbitrase dalam Teori dan Praktik. Bandung: PT Refika Aditama.

70
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

mengatakan, dalam memberantas mafia tanah, diperlukan peran


aktif masyarakat dalam memberantas mafia tanah. Misalnya
masyarakat harus melaporkan jika ada indikasi sengketa dan
konflik pertanahan. Masyarakat tentunya harus melakukan
pengaduan laporan, laporan itu bisa disampaikan ke Kementerian
ATR/BPN melalui Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan di
kabupaten atau juga Kepolisian. Dari pengaduan masyarakat, akan
diidentifikasi oleh pihak BPN. Sehingga BPN akan memutuskan
apakah kasus pengaduan masyarakat tergolong kasus mafia tanah
atau kasus layanan pertanahan biasa. BPN juga melakukan
verifikasi kepada aparat terkait seperti kepala desa untuk cek data.41

Tindakan dan upaya yang signifikan yang pertama adalah


penyempurnaan peraturannya dan memperbaiki hal-hal diluar
peraturan. Penyempurnaan peraturan perlu segera dilakukan dalam
hal ini segera melaksanakan Perintah TAP MPR Nomor
IX/MPR/2001 sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Tap MPR
Tersebut yaitu:
1. Menyempurnakan kajian ulang terhadap berbagai peraturan
Perundang-undang berkaitan dengan Agraria, dalam rangka
sinkronisasi kebijakan antar sektor.
2. Melakukan harmonisasi hukum di bidang agraria dengan
bertitik tolak pada UUPA sebagai ketentuan dasar
penyelenggaraan keagrariaan Indonesia.

41
Hartomo, Giri. 2021. Berkaca Kasus Dino Patti Djalal, Memen ATR/BPN
Janji Berantar Mafia Tanah. Online.
https://www.idxchannel.com/economics/berkaca-kasus-dino-patti-djalal-
kemen-atrbpn-janji-berantas-mafia-tanah. Diakses Sabtu, Tanggal 3 April
2021. Pukul 18.17 WIB.

71
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

3. Pembentukan satuan tugas Pencegahan dan Pemberantasan


Mafia Tanah Satgas mafia tanah dibentuk di tingkat
kementerian ATR / BPN dan tingkat kantor wilayah.
4. Diperlukan MoU dalam penyelesaian sengketa tanah.
5. Melakukan nota kesepahaman pedoman kerja dan tim terpadu
BPN - POLRI
6. Melakukan mekanisme pelaksanaan tugas-tugas satgas mafia
tanah mengumpulkan informasi Tentang adanya kasus tanah
yang terindikasi keterlibatan mafia tanah
7. Melakukan rapat koordinasi gelar kasus untuk indikasi
keterlibatan mafia tanah
8. Melakukan rapat koordinasi gelar kasus untuk mendapatkan
kesimpulan dan rekomendasi serta melaporkannya kepada
menteri melakukan informasi dari masyarakat data di
kementerian ATR BPN
9. Melakukan rapat koordinasi untuk merumuskan langkah
penanganan melakukan penindakan terhadap kasus dan
melakukan penelitian di lapangan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembentukan satuan tugas pencegahan dan pemberantasan
mafia tanah /satgas mafia tanah. Satgas Mafia Tanah dibentuk
di tingkat Kementerian ATR BPN dan tingkat Kantor Wilayah.
2. Membuat Nota Kesepahaman, Pedoman kerja & Tim Terpadu
BPN-POLRI.
3. Satgas Mafia Tanah perlu melakukan gelar kasus secara
internal untuk menetapkan kesimulan dan rekomendasi lalu
dituangkan dalam Berita Acara hasil penelitian dan selanjutnya
dilaporkan kepada Menteri ATR/BPN.
Berikut disampaikan beberapa saran:
1. Perlu segera dilakukan peraturan perundangan tentang
penyelesaian sengketa pertanahan mulai dari UU, PP, Perda
sampai SK Bupati/Walikota.

72
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

2. Dalam rangka penyelesaian sengketa pertanahan perlu adanya


peran serta pihak yaitu: Pihak yang memerlukan tanah
Masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan Pemerintah
Daerah dan, Pimpinan informal / tokoh masyarakat hukum adat.
Pemerintah Daerah sebagai mediator independen (tidak
memihak)
3. Perlu komitmen kuat dari DPRD untuk membantu masyarakat,
membuka saluran keluhan warga sebelum terjadi konflik, para
pihak membangun komunikasi yang intensif, sosialisasi dan
monitoring kesepakatan.

Badan Pertanahan nasional tengah menyiapkan sejumlah


cara untuk menghadapi mafia tanah. Langkah itu di antaranya
pendaftaran tanah akan dibuat secara sistematis lengkap.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) menyiapkan sejumlah cara untuk memberantas mafia
tanah. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengatakan pihaknya terus
memperbaiki berbagai hal di internal BPN demi mencegah aksi
mafia tanah. Kejahatan ini melibatkan banyak pihak, dan banyak
modus yang digunakan.42 Menteri Sofyan menuturkan pendaftaran
tanah akan dibuat secara sistematis lengkap atau PTSL
(Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).
PTSL merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran
tanah di seluruh Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau

42
Yanita, Petriella. 2021. Mafia Tanah, BPN Sudah Siapkan Cara
Menghadapinya. Online.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210217/47/1357703/mafia-tanah-bpn-
sudah-siapkan-cara-menghadapinya. Diakses Diakses Sabtu, Tanggal 3 April
2021. Pukul 9.31 WIB.

73
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

nama lainnya yang setingkat dengan itu yang meliputi


pengumpulan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau
beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 6/2018.
Sofyan menilai program pendaftaran tanah sistematis lengkap ini
diyakini dapat mencegah beraksinya mafia tanah. "Seluruh tanah di
seluruh Indonesia tentu secara bertahap nanti akan didaftarkan."
Lalu, Sertipikat tanah akan dibuatkan dalam bentuk
elektroniknya termasuk dokumen pertanahan lainnya yang juga
dibuat elektronik. Tujuan dibuatnya bentuk digital Sertipikat tanah
ini agar mafia tanah tak lagi dapat memalsukan Sertipikat orang
lain.
Dalam PTSL jika daftar ini sudah ada, maka petugas akan
memasukkan dalam bentuk data elektronik dan masyarakat bisa
mengecek secara elektronik. Kemudian yang kedua seluruh
dokumen pertanahan formatnya diubah menjadi dokumen digital
sehingga dokumen itu masih tetap ada tetapi back up digitalnya
sudah ada sehingga tidak mudah orang palsukan karena data
detailnya sudah ada. Adapun program Sertipikat tanah itu masih
dalam tahap uji coba. Sofyan mengimbau agar masyarakat diminta
waspada saat ada yang meminta Sertipikat dengan alasan untuk
dijadikan elektronik. Menteri menegaskan tak ada penarikan
Sertipikat di masyarakat.
"Tidak ada penarikan Sertipikat masyarakat. Kalau kami
melakukan digitalisasi pada tahap ini adalah baru kita akan uji
coba, karena uji coba itu supaya ada dasar hukumnya baru
dikeluarkan basis peraturan menteri. Jadi peraturan menteri ini
adalah basis supaya kami bisa mendaftarkan di Badan Cyber
Security National di Kominfo. Setelah semua proses uji coba
selesai, Sertipikat tanah elektronik itu bisa didapatkan masyarakat
dengan cara menukarkannya di Kantor Pertanahan. Sofyan
menerangkan setelah menukarkannya ke Kantor Pertanahan,

74
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Sertipikat lama berbentuk fisik kemudian diubah menjadi


elektronik. Sertipikat akan disimpan dalam database secara
elektronik menuju ke alamat penyimpanan masing-masing. Meski
sudah ditukar ke elektronik, masyarakat dipastikan tetap dapat
memegang Sertipikat tanah lamanya. Berkas Sertipikat lama itu
boleh tetap dipegang pemiliknya, tapi akan distempel BPN sebagai
tanda bahwa Sertipikat ini telah ada dalam bentuk dokumen
elektronik. Masyarakat boleh saja memegang berkasnya jika kuatir
nanti ada macam-macam atau kami gunting pinggirannya sehingga
demikian Sertipikat itu telah masuk dalam dokumen elektronik.

Selain upaya penyempurnaan peraturan dan pendaftaran


tanah sistematis lengkap, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga telah melakukan
kerja sama dengan kepolisian untuk memberantas mafia tanah.
Salah satu buktinya dengan penandatanganan Nota Kesepahaman
atau MoU dengan Polri dan Kejaksaan dari tahun 2017. Selain itu
juga membentuk satuan tugas mafia tanah. Pembentukan ini tidak
hanya dilakukan pada tingkat pusat bahkan hingga daerah. Kasus
mafia tanah dirapatkan bersama-sama. BPN menyajikan data
pertanahan dan terkait dengan penyelidikan ditangani Polri tapi
hasilnya apabila memang Sertipikat yang peralihan memang
dilakukan hasil kejahatan bisa dilakukan pembatalan dari hak
peralihan itu.43
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan, bakal
menggandeng Kejaksaan Agung untuk membongkar para

43
Hartomo, Giri. 2021. Berkaca Kasus Dino Patti Djalal, Memen ATR/BPN
Janji Berantar Mafia Tanah. Online.
https://www.idxchannel.com/economics/berkaca-kasus-dino-patti-djalal-
kemen-atrbpn-janji-berantas-mafia-tanah. Diakses Sabtu, Tanggal 3 April
2021. Pukul 18.17 WIB.

75
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

kelompok atau sindikat mafia tanah. Hal itu ia sampaikan dalam


konferensi pers terkait penetapan 15 orang tersangka kasus dugaan
penipuan jual-beli rumah yang menimpa Ibu dari mantan Juru
Bicara Presiden SBY. "Ke depan untuk mengoptimalkan kerja
Satgas Mafia Tanah, kami dan BPN sudah bersepakat untuk
melibatkan tim dari Kejaksaan Agung RI untuk bisa menyamakan
persepsi tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Mafia Tanah," kata Fadil di Polda Metro Jaya, Jumat (19/2). Ia
menjelaskan, salah satu alasan Satgas Mafia Tanah menggandeng
Kejaksaan Agung karena adanya karakteristik yang berbeda-beda.
"Karena ada karakteristik yang berbeda di dalam kejahatan mafia
tanah ini. Ini barangkali yang harus kita sempurnakan," jelasnya.
Setelah menangkap 15 orang tersangka mafia tanah,
jenderal bintang dua ini menegaskan, bakal bekerja secara serius
dalam mengusut kasus mafia tanah.44
Keseriusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam menangani kasus sengketa
dan konflik pertanahan dibuktikan dengan kesuksesan dalam
memberantas sengketa dan konflik pertanahan akibat mafia tanah.
Misal terungkapnya kasus sindikat mafia tanah yang terdapat di
Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara (Sumut).45 Pemberantasan
mafia tanah ini tak lepas dari kolaborasi antara Kementerian
ATR/BPN dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
yang bersinergi dalam memberantas mafia tanah. Menteri

44
Merdeka.com. 2021. Polda Metro & BPN Gandeng Kejagung Bongkar
Sindikat Mafia Tanah. Online. https://www.merdeka.com/peristiwa/polda-
metro-amp-bpn-gandeng-kejagung-bongkar-sindikat-mafia-tanah.html.
Diakses Sabtu, Tanggal 3 April 2021. Pukul 9.07 WIB.
45
Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Badan Pertanahan Nasional. 2020.
Berantas Mafia Tanah, Kementerian ATR/BPN Pastikan Percepatan
Sertipikasi Tanah. Online
https://www.atrbpn.go.id/?menu=baca&kd=PTOCS/PlF9eiI/LFgDG6XVVTS
eK5uHVKdmQVo458XNMS2n44ZnPapH57+hAFiICd. Diakses Sabtu,
Tanggal 3 April 2021. Pukul 10.15 WIB.

76
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil melalui video conference saat


memberikan keterangan terkait penyerahan tersangka dan barang
bukti kasus mafia tanah di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara
(Kejatisu) mengatakan sangat mengapresiasi dan berterima kasih
kepada jajaran Polda, Kejaksaan Tinggi, Kantor Wilayah BPN
Sumut dan juga dukungan Bapak Gubernur dalam mengungkap
kasus mafia tanah di Sumatra Utara ini.
Menteri ATR / Kepala BPN Sofyan A. Djalil mengatakan
bahwa Yang Mulia Presiden sangat peduli atas hak-hak rakyat dan
permasalahan mafia tanah ini. Yang Mulia Presiden sangat peduli
dan mengamanatkan kepada kami untuk menyertipikatkan seluruh
tanah di Indonesia, hari ini banyak tanah yang belum terdaftar
sehingga banyak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti mafia
tanah ini dan saat ini kami mampu menyertipikatkan 10 juta bidang
tanah pertahun dan diharapkan itu mampu memperkecil ruang
lingkup oknum tidak bertanggung jawab.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut,
Ida Bagus Nyoman Wiswantanu menjelaskan bahwa modus dari
mafia tanah ini dengan cara memalsukan surat-surat tanah.
Kejahatan pidana mafia tanah ini sudah sejak tahun 2000 milik
PTPN II kemudian di tahun 2015 oknum ini memalsukan sertipikat
tanah dan mengajukan gugat ke pengadilan bahwa mereka adalah
pemilik tanah yang sah. Dalam kesempatan yang sama Kapolda
Sumut, Martuani Sormin Siregar mengatakan kasus ini sangat
penting dan harus segera diselesaikan. Ditegaskan pula bahwa
tanah tersebut ke depannya akan di bangun sport center Provinsi
Sumut, dan sebagai penjaga Kamtibmas di Sumut, Polda Sumut
harus memastikan bahwa tanah ini memiliki hak yang berkekuatan
hukum bahwa tanah ini bukanlah milik orang lain.
Kapolda Sumut juga menyampaikan bahwa penyidik sudah
mengungkapkan melalui proses penyidikan serta penyelidikan dan
ternyata terbukti para tersangka memalsukan surat tanah tersebut.

77
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Polda memastikan siapapun yang terlibat dalam sindikat kelompok


mafia tanah ini akan kami tindak melalui Direktorat Kriminal
Umum Polda Sumut. Sebagai informasi terdapat 4 tersangka yang
terlibat di mana modusnya adalah membuat 95 surat tanah palsu
dengan luas kepemilikan sekitar 138 hektare. Turut hadir dalam
kegiatan ini Gubernur Sumut, Edi Rahmayadi yang mengucapkan
terima kasih kepada para pihak yang bersangkutan atas
keberhasilan mengungkap kasus mafia tanah ini. Hadir pula dalam
konferensi pers ini, Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang
Penanganan Sengketa Konik Tanah dan Ruang, Harry Sudwijanto,
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumut, Dadang Suhendi. Di
akhir acara, diadakan penandatanganan nota penyerahan tersangka
dan barang bukti oleh Penyidik kepada Kejatisu.
Tindak lanjut kolaborasi Kementerian ATR/BPN dengan
Kepolisian adalah pernyataan tegas dari Kapolri Jenderal Listyo
Sigit Prabowo yang memerintahkan jajarannya tak ragu
membongkar mafia tanah di Indonesia. Listyo ingin aktor
intelektual dalam kasus tanah tersebut diungkap dan diproses
hukum. Karena masalah mafia tanah menjadi perhatian Bapak
Presiden, Kapolri meminta jajarannya tidak perlu ragu memproses
tuntas siapapun 'bekingnya’. Listyo meminta para penyidik bekerja
maksimal memproses para pelaku yang bermain sebagai mafia
tanah. Menurutnya, anggota Korps Bhayangkara harus berpihak
kepada masyarakat. Kembalikan hak masyarakat, bela hak rakyat,
tegakkan hukum secara tegas. 46
Sebagai informasi, pada 2020 lalu Badan Reserse Kriminal
(Bareskrim) Polri telah menyidik setidaknya 37 perkara terkait
kasus mafia tanah. Sementara, ada delapan kasus lain yang masih

46
CNN Indonesia. 2021. Kapolri: Bongkar Mafia Tanah di Indonesia, Bela Hak
Rakyat. Online. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210218101419-
12-607743/kapolri-bongkar-mafia-tanah-di-indonesia-bela-hak-rakyat.
Diakses Sabtu, Tanggal 3 April 2021. Pukul 9.10 WIB

78
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

dalam proses penyelidikan. Dari penyidikan itu, 12 di antaranya


sudah dilakukan pelimpahan tahap II, enam perkara dinyatakan
lengkap atau P21 dan 4 kasus lainnya proses P19 serta tiga kasus
SP3. Kemudian, Polda Metro Jaya menangkap 1 sindikat mafia
tanah. Komplotan tersebut bekerja dengan memalsukan akta tanah
dan membuat e-KTP ilegal. Atas kejahatannya korban mengalami
kerugian ratusan miliar.

79
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

80
PENGARSIPAN ELEKTRONIK
DAN TATA KEARSIPAN
PERTANAHAN

Kalau dilihat dari sejarah arsip, keberadaannya diperkirakan


sudah ada sejak peradaban Yunani kuno yaitu abad IV dan V SM,
ketika masyarakat Athena menyimpan dokumen-dokumen berharga
di kuil dewa ibu yaitu Metroon, yang terletak di sebelah balai
pengadilan alun-alun kota Athena dan eksistensi arsip terus
berkembang hingga sekarang ini.47 Berarti sejak beribu-ribu tahun
yang lalu arsip sudah dimanfaatkan dan dianggap sebagai salah
satu sumber kebudayaan sangat penting bagi kehidupan manusia
secara universal. Sampai saat ini juga, arti dan peran arsip sangat
konkrit dan jelas serta sangat diperlukan untuk berbagai kegiatan
administrasi, manajemen dalam suatu organisasi. Dalam
administrasi dan manajemen arsip berperan sangat vital sebagai
bahan untuk perencanaan, bahan pengawasan dan pelaporan, bahan
utama pengambilan keputusan dalam suatu organisasi dan tanpa
arsip tidak mungkin suatu organisasi dapat beroperasi dengan
tertib, teratur dan lancar.

47
Artikel online, Apa dan Bagaimana Mengelola Arsip Elektronik, Febriadi,
M.Si., https://dian4nggraeni.wordpress.com/2014/05/12/apa-dan-bagaimana-
mengelola-arsip-elektronik/ diposkan tanggal 12 Mei 2014.

81
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Dengan demikian fungsi arsip bagi suatu organisasi adalah


sebagai tulang punggung yang akan menopang gerak operasi
organisasi dalam rangka mencapai tujuannya secara dinamis.
Disamping itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara arsip
berperan sebagai memori kolektif bangsa, simpul pemersatu
bangsa, sumber informasi sejarah bangsa yang lengkap, nyata dan
benar. Dari peradaban Yunani kuno hingga modernisasi Ilmu
pengetahun dan teknologi (IPTEK) saat ini arsip masih tetap eksis,
tetapi dalam hal perkembangan bentuk atau media simpan arsip
mengalami perubahan cukup signifikan. Perubahan itu terjadi
karena konsekuensi logis atau pengaruh dari kemajuan IPTEK,
khususnya berkaitan dengan ditemukannya teknologi komputer,
yang kemudian melahirkan spesialisasi pengetahuan baru di bidang
kearsipan yaitu arsip elektronik. Kehadiran arsip elektronik sebagai
genre (jenis) baru dari pada jenis atau tipe arsip yang sudah ada,
telah menyebabkan adanya penambahan kapasitas untuk
penggarapannya. Dalam kontek penggarapan arsip elektronik
tersebut, tentu membutuhkan pengetahuan dan kemampuan yang
lengkap yaitu menguasai pengetahuan pengelolaan arsip dan
ditambah dengan pengetahuan komputer.
Oleh karena itu dibutuhkan model elaborasi yang baik antara
arsiparis sebagai tenaga profesional kearsipan dengan programer
sebagai tenaga profesional komputer untuk mewujudkan sistem
pengelolaan arsip elektronik yang dapat diandalkan, sehingga
membawa pengaruh terhadap perubahan image masyrakat bahwa
arsip tidak hanya merupakan tumpukan-tumpukan kertas yang
memenuhi ruang-ruang kerja. Dalam makalah ini, penulis tertarik
menyampaikan mengenai apa dan bagaimana mengelola arsip
elektronik secara konseptual, dengan harapan tulisan ini dapat
menjadi salah satu bagian yang melengkapi dari beberapa banyak
tulisan tentang arsip elektronik.

82
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Arsip Elektronik
Ahli kearsipan dari belahan benua Eropa, Patricia E. Wallace,
Jo Ann Lee dan Dexter R. Schumbert, dalam buku Records
Management: Integrated Information System, 1992 telah membuat
satu definisi tentang file elektronik. Electronic file generally
consist of any collection of information that is recorded in a code
that can be stored by computer and stored on some medium for
retrieval viewing and use. Apabila diterjemahkan, file elektronik
pada umumnya terbagi dalam beberapa kumpulan informasi yang
direkam dalam kode yang dapat disimpan pada komputer dan
dalam beberapa media untuk dilihat kembali dan dipergunakan.
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi Transaksi Elektronik (ITE), menerangkan informasi
elektronik adalah adalah satu atau sekumpulan data elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, elektronic data interchange (EDI), surat elektronik
(e-mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahami.
Kemudian Dokumen Elektronik adalah setiap informasi
elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar
melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
elektronic data interchange (EDI), surat elektronik (e-mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki
arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahami.

83
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Menurut undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang


Kearsipan, menerangkan arsip adalah rekaman kegiatan atau
peristiwa dalam berbagai bentuk media sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat
dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga
pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan dan perorangan dalam pelaksanaan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dari keempat pengertian diatas, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa, arsip elektronik memiliki konotasi sama dengan
file elektronik maupun dokumen elektronik. Oleh karena itu arsip
elektronik memiliki kesamaan pengertian dengan file elektronik
maupun dokumen elektronik. Pengertian arsip elektronik adalah
kumpulan informasi yang direkam menggunakan teknologi
komputer sebagai dokumen elektronik agar dapat dilihat dan
dipergunakan kembali.
Berdasarkan pengertian arsip elektronik seperti dikemukan
diatas, dapat dirinci lagi mengenai unsur-unsur didalamnya yaitu :
1. Kumpulan informasi arsip
2. Teknologi komputer
3. Data yang diolah dan disimpan sebagai dokumen elektronik
4. Kepentingan digunakan kembali.
Terhadap keempat unsur diatas, dapat dilakukan identifikasi
untuk mengetahui apa saja yang akan menjadi objek utama dalam
mengelola arsip elektronik, sehingga dengan mengetahui objek
utamanya maka dapat ditentukan sistem operasionalnya, serta
alokasi sumber daya yang diperlukan.
Kumpulan informasi arsip tersebut, apabila disangkut
pautkan dengan ilmu kearsipan (archievologi) seperti yang
dijelaskan oleh Drs. Hadi Abubakar, terdapat 3 istilah dalam ilmu

84
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

kearsipan yang dapat dijadikan inisial dari kumpulan informasi


arsip seperti yang telah diterangkan yaitu :
1. File
2. Records
3. Archives.
File adalah arsip aktif yang masih terdapat di unit kerja dan
masih diperlukan dalam proses administrasi secara aktif, masih
secara langsung digunakan.
Record adalah arsip in aktif yang oleh unit kerja setelah
diadakan seleksi diserahkan penyimpanannya ke unit kersipan pada
instansi bersangkutan arsip in aktif sudah menurun nilai
kegunaannya dalam proses administrasi sehari-hari.
Archive adalah arsip statis yang terdapat di Arsip Nasional
Republik Indonesia, Lembaga Kearsipan Provinsi, Lembaga
Kearsipan Kabupaten/Kota, Lembaga Kearsipan Universitas.
File, record, archive, sebagai kumpulan informasi arsip yang
akan diolah menggunakan teknologi komputer dengan hasil yang
dapat dilihat, ditampilkan dan atau didengar melalui komputer.
Disamping ketiga inisial kumpulan informasi arsip yang
dikemukakan diatas, penulis berpendapat bahwa masih terdapat
satu kumpulan informasi yang sangat penting dan integratif dengan
file, records, dan archives yaitu letter atau surat.
Dengan demikian sesungguhnya terdapat 4 (empat)
kumpulan informasi arsip yang terhubung secara integratif melalui
teknologi komputer, dan model integratif kumpulan informasi arsip
bersifat leveling yaitu :
1. Level letter
2. Level file
3. Level records
4. Level archives.

85
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Keempat level diatas, apabila dikonversikan dengan


teknologi komputer maka dapat menghasilkan modul-modul arsip
elektronik sebagai berikut :
1. e-letter
2. e-file
3. e-record
4. e-archives.
Untuk mengintegrasikan masing-masing modul-modul diatas,
maka setiap modul tersebut harus dilengkapi dengan metadata serta
fasilitas menu pendukung lainnya, dan yang penting diperhatikan
adalah susunan masing-masing metadata harus didesign dengan
tepat dan akurat yaitu metadata yang wajib diisi (mandatory) dan
metadata pendukung (unmandatory). Dengan design metadata yang
akurat, maka akan terjadi aliran aktivasi elektronik terhadap
kumpulan informasi arsip dari masing-masing level yang pada
akhirnya bermuara pada sistem pengelolaan arsip elektronik sesuai
dengan diharapkan.
Keberadaan teknologi komputer dikaitkan arsip elektronik
yaitu berfungsi sebagai perangkat kerja utama (main utilities
resouces) bagi operasionalisasi sistem pengelolaan arsip elektronik,
dan hampir seluruh proses bisnis atau aktifitas secara manual dalam
pengelolaan arsip dapat dilakukan oleh sistem kerja teknologi
komputer seperti mencatat, mengindeks, mengolah dan menyimpan
arsip hingga menyusun dan menampilkan daftar arsip, menemukan
kembali arsip mampu dilakukan oleh teknologi komputer dengan
cepat, akurat dan menarik. Sedangkan untuk melakukan penilaian
(appraisal) arsip, teknologi komputer masih tergantung dengan
sumber daya manusia kearsipan. Sebagai perangkat kerja utama
sistem pengelolaan arsip elektronik, teknologi komputer dapat
dimanfaatkan untuk 3 (tiga) proses kerja yaitu :
a. Proses digitalisasi arsip yaitu proses kerja teknologi komputer

86
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

yang beroperasi terbatas hanya merubah bentuk (transformer)


dari arsip berbentuk analog menjadi arsip berformat digital,
elektromagnetik, dan optikal.
b. Proses alih media arsip yaitu proses kerja teknologi komputer
yang dipergunakan dalam rangka pemeliharaan arsip, baik arsip
dinamis maupun arsip statis dalam rangka menjaga keamanan,
keselamatan, dan keutuhan arsip tersebut.
c. Proses elektronikisasi arsip yaitu proses kerja teknologi
komputer yang beroperasi secara total mengikuti alur bisnis
atau aktifitas pengelolaan arsip, mulai dari hulu, hilir hingga
sampai muaranya. Proses elektronikisasi arsip ini yang akan
melahirkan model paperless office yang sudah tidak asing lagi
terdengar oleh kita.
Secara sistemik komputer beroperasi sesuai dengan proses
kerja secara standar elektronik meliputi :
1. Proses input data
2. Proses pengolahan data
3. Proses output data
4. Jaringan dan distribusi data.
Berdasarkan proses kerja tersebut, dapat didesign aplikasi
penginputan meliputi seluruh modul sistem pengelolaan arsip
elektronik yaitu keempat modul seperti yang telah diuraikan diatas,
apabila design aplikasi penginputan dapat memenuhi kriteria
seluruh level kumpulan informasi arsip maka akan menghasilkan
aktivasi elektronik yang integratif dari masing-masing level
tersebut. Selanjutnya kumpulan informasi arsip dari seluruh level
yang sudah diinput, akan diolah di central prossesing unit komputer
menggunakan seperangkat program dan aplikasi yang sudah
didesign sesuai dengan kebutuhan alur kerja pengolahan arsip
untuk semua level. Kemudian output dari sistem kerja komputer

87
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

tersebut terdiri dari 2 (dua) unjuk kerja yaitu :


a. Informasi arsip elektronik untuk kepentingan bahan
perencanaan, pelaporan dan pengawasan serta pengambilan
keputusan.
b. Daftar dari masing-masing level kumpulan informasi arsip
untuk kepentingan penilaian arsip, layanan keterbukaan
informasi publik, kontrol dan pengendalian arsip.
Berkenaan dengan data yang disimpan sebagai dokumen
elektronik pemahamannya berkaitan erat dengan tempat
menyimpan dokumen elektronik. Apabila menggunakan analogi
pengorganisasi file, records, archives maka dapat dipahami
pengorganisasian file terdiri dari sentralisasi, desentralisasi, atau
desentralisasi terkendali, sedangkan pengorganisasian records
hanya meliputi records centre, dan terakhir pengorganisasian
archives hanya meliputi archival building.
Jika analogi pengorganisasian file, records, dan archives
diatas diaplikasi kedalam sistem komputer maka tempatnya hanya
satu yaitu data centre atau bank data. Pada dasarnya arsip yang
disimpan itu karena memiliki nilai guna, oleh sebab itu arsip akan
dicari, untuk dipergunakan kembali oleh pangguna arsip sesuai
dengan kepentingan dari masing-masing pengguna arsip.
Berdasarkan kepentingan pengguna arsip dapat dibagi menjadi 4
(empat) kelompok pengguna arsip yaitu :
c. Masyarakat
d. Pelajar
e. Mahasiswa
f. Aparatur Pemerintah.
Kepentingan untuk menggunakan kembali arsip terhadap
empat kelompok diatas, harus memperhatikan prinsip keterbukaan
dan ketertutupan arsip sesuai dengan ketentuan peraturan

88
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

perundang-undangan yang terkait dengan keterbukaan dan


ketertutupan arsip maupun prinsip Maximum Acces Limited
Exception (MALE) yaitu prinsip yang menghendaki semua
informasi pada dasarnya terbuka tetapi menghendaki pula
keterbatasan dan pengecualian untuk arsip dengan kriteria tertentu.
Keberadaan sistem pengelolaan arsip elektronik yang dapat
diandalkan akan memberikan keuntungan yang besar bagi
pengguna arsip karena penemuan kembali arsip dikaitkan
penggunaan kembali arsip sangat cepat, akurat serta murah.

Bagaimana Mengelola Arsip Elektronik


Seperti diketahui bahwa kehadiran arsip elektronik dapat
dikatakan masih baru atau jenis baru (new genre) dalam tipologi
bidang kearsipan, dan arsip elektronik mulai dikenal pada dekade
1980 – 1990 di belahan benua Eropa. Dibandingkan dengan jenis
arsip yang sudah ada yaitu arsip kertas memang sudah sejak lama
diakui sebagai salah satu alat bukti hukum yang sah sesuai dengan
hukum acara di Indonesia, sedangkan arsip elektronik, baru diakui
sebagai alat bukti hukum yang sah, sejak diberlakukannya Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi
Elektronik.
Dalam Undang-Undang tersebut diterangkan bahwa
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah bunyi pasal 5 ayat
(1), selanjutnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetakannya sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat
(1) merupakan perluasan dan alat bukti yang sah sesuai dengan
hukum acara yang berlaku di Indonesia bunyi pasal 5 ayat (2).
Dengan latar belakang seperti itu, arsip elektronik belum terlalu
diperhatikan dalam kegiatan administrasi oleh berbagai instansi,
baik di instanasi pemerintah maupun instansi swasta, sehingga

89
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

produk administrasi sebagian besar adalah berupa arsip jenis kertas.


Dengan tingginya volume arsip kertas yang dihasilkan dari
kegiatan administrasi tersebut sering menimbulkan berbagai
masalah berkaitan dengan tempat penyimpanan arsip kertas, biaya
pemeliharaannya, tenaga pengelolanya, fasilitas peralatan yang
diperlukan seperti rak, roll o’pack, box arsip, proteksi dari bahaya
kebakaran atau faktor yang bisa menyebabkan kerusakan arsip
kertas seperti cahaya, serangga, kimiawi, suhu dan kelembaban
udara. Sehingga untuk memanage arsip kertas dibutuhkan sumber
daya yang besar dan budget yang relatif tinggi, terutama untuk
tempat penyimpanan dan pemeliharaannya. Kehadiran arsip
elektronik sebagai akibat dari kemajuan IPTEK, merupakan
peluang yang sangat besar terhadap upaya “diversifikasi”
(penambahan ragam) pengelolaan arsip berbasis teknologi
komputer. Bagaimana melaksanakan sistem pengelolaan arsip
elektronik dengan tetap mengikuti atau sesuai dengan norma-norma
atau kaidah kearsipan yaitu :
1. Mempersiapkan pranata organisasi serta sistem dan prosedur
berkaitan dengan program diversikasi pengelolaan arsip
berbasis teknologi komputer.
2. Menyusun dan menata alokasi sumber daya untuk implementasi
sistem pengelolaan arsip elektronik.
3. Menyusun Detail Enginering Design (DED) untuk empat
modul arsip elekronik oleh arsiparis dan programer komputer.
4. Melaksanakan implementasi sistem pengelolaan arsip
elektronik sesuai kelayakan atau kemampuan sumber daya
organisasi, seperti penerapan empat modul arsip elektronik
secara modular.
Berdasarkan keempat hal diatas, secara garis besar
operasional sistem pengelolaan arsip elektronik dilaksanakan
sebagai berikut :

90
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

▪ Melakukan input data, scanning dan recognation terhadap surat


menyurat pada mail processing centre, dengan menggunakan
modul e-letter.
▪ Melakukan verifikasi, validasi, autentifikasi terhadap file-file
(arsip aktif) pada filing processing centre, dengan
menggunakan modul e-file.
▪ Melakukan kendali berkas terhadap records (arsip inaktif) pada
records processing centre, dengan menggunakan e-records.
▪ Melakukan integrasi, migrasi terhadap group arsip (arsip statis)
pada data processing centre menggunakan modul e-archives.
Demikian gambaran bagaimana pola operasionalisasi sistem
pengelolaan arsip elektronik dapat dilaksanakan.
Sebagai simpulan, arsip elektronik merupakan tipe atau jenis
baru dalam khasanah tipologi arsip, dan konsekuensi logisnya bagi
bidang kearsipan adalah mengupayakan arsip elektronik ini agar
dapat diaplikasikan, diimplementasikan sama seperti tipe atau jenis
arsip yang sudah eksis lebih lama yaitu arsip kertas. Dalam rangka
upaya seperti yang dikemukakan diatas, perlu dibangun konsepsi
dan pemahaman yang kuat tentang arsip elektronik, bahkan Arsip
Nasional Republik Indonesia (ANRI) selaku pembina kearsipan
nasional, segera membuat pedoman atau standar sistem
pengelolaan arsip elektronik sehingga konsepsi dan pemahamannya
berlandaskan satu regulasi yang jelas. Dilihat dari peluang arsip
elektronik untuk masa yang akan datang, penulis berkeyakinan
bahwa arsip elektronik ini yang akan menjadi primadona, unggulan
dari beberapa tipe atau jenis arsip, dan image yang selama ini tidak
baik terhadap arsip, diharapkan akan berubah menjadi baik.

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009

91
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Tentang Kearsipan.
2. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Tata Naskah Dinas
dan Tata Kearsipan di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia, dengan 5 Lampiran.
3. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2018 Tentang Klasifikasi Arsip di Lingkungan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
4. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah (ketentuan yang mengatur mengenai bentuk
dan isi Sertipikat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016
Tentang Bentuk dan Isi Sertipikat Hak Atas Tanah, kecuali
mengenai Blanko Sertipikat sebagaimana dimaksud pada Pasal
8 ayat (2); Ketentuan mengenai blokir dan sita dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Tata Cara
Blokir dan Sita)
• Petunjuk Teknis Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Materi
Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran Tanah.
5. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016
Tentang Bentuk dan Isi Sertipikat Hak Atas Tanah
6. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan

92
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun


2016 Tentang Pembentukan Kantor Layanan Pertanahan
Pembentukan Kantor Layanan Pertanahan Bersama dan
Pelimpahan Kewenangan Pengesahan Catatan Pada Buku
Tanah Elektronik Yang Tervalidasi dan Penandatangan
Sertipikat Hak Atas Tanah Dalam Rangka Kegiatan
Pendaftaran Tanah Tertentu Pada Kantor Layanan Pertanahan
Bersama Terintegrasi.

Layanan pertanahan akan ditingkatkan dengan digitalisasi


Pemerintahan Yang Mulia Presiden Joko Widodo ingin
meningkatkan layanan pertanahan dengan melakukan digitalisasi.
Disampaikan oleh YM Presiden bahwa dirinya telah meminta 3
(tiga) tahun yang lalu agar pelayanan di bidang pertanahan segera
ditransformasikan ke dalam sistem pelayanan yang berbasis digital.
Dengan tegas YM Presiden meminta layanan pertanahan
harus bisa diakses oleh masyarakat dari mana saja, sehingga
kantor-kantor Pertanahan harusnya tidak lagi padat orang ngantri,
penuh orang ngantri. Hal itu disampaikan YM Presiden di Istana
Negara, Jakarta pada tanggal 6 Februari 2019 dalam sambutan
beliau saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
Kementerian ATR/BPN Tahun 2019.
Diharapkannya, kemudahan pelayanan ini meningkatkan
peringkat kemudahan berusaha di Indonesia yaitu Ease of Doing
Business, menjadi peringkat yang lebih baik karena urusan
Sertipikat itu juga menjadi salah satu penilaian.
Penegasan dari YM Presiden yang meminta agar di tahun ini
(2019) bisa dimulai sistem pelayanan berbasis digital dan
diterapkan di Kementerian ATR/BPN. Beliau juga minta agar
Kementerian ATR/ BPN mulai mentransformasikan seluruh bisnis

93
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

proses secara digital. Semua berkas, semua dokumen harus


ditransformasikan dalam format digital.
YM Presiden Joko Widodo menilai, ini bukan soal yang sulit.
Membangun sistem, membangun platform seperti ini, lanjut
Presiden, juga bukan hal yang mahal, dan bukan sesuatu yang sulit.
Sehingga seluruh proses pelayanan dapat dilakukan secara
elektronik, secara online, dan real time, akurat, aman, dan
memudahkan masyarakat maupun yang berkaitan dengan investasi.
Terkait hal itu, YM Presiden meminta agar sistem
manajemen SDM di Kementerian ATR/BPN perlu dibangun,
ditingkatkan mulai tahap rekruitmen, tahap upgrading pola karir,
sistem penilaian yang berbasis kinerja, berbasis kompetensi, serta
pemberian reward and punishment. Sebelumnya YM Presiden
menjelaskan, sebagaimana kementerian yang lain, dirinya memang
memberikan target kepada Kementerian ATR/BPN, sehingga jelas
ukuran-ukurannya.
YM Presiden mengingatkan, bahwa persoalan Sertipikat
tanah ini sudah bertahun-tahun tidak bisa diselesaikan, padahal
rakyat membutuhkan Sertipikat sebagai pengakuan hak atas tanah
yang mereka miliki. Presiden mendorong agar paradigma
pelayanan dan pola kerja Kantor BPN diubah menjadi tidak linier
dan mendukung capaiab kinerja kantor BPN karena rakyat sangat
menghargai apa yang telah dikerjakan oleh kantor-kantor BPN.
Menurut Presiden, pemerintah akan memberikan solusi jika
kementerian menghadapi masalah dalam merampungkan target
yang diberikan. Seperti pada 2015, Menteri ATR/Kepala BPN
menyampaikan ada kekurangan juru ukur untuk menyelesaikan 126
juta bidang tanah yang belum bersertipikat, maka pemerintah
mencarikan juru ukur yang dingiinkan, termasuk kalau perlu ya
memakai jasa tenaga juru ukur swasta yang berlisensi.

94
STRATEGI PEMULIHAN
DOKUMEN PERTANAHAN
YANG HILANG

Dijelaskan bahwa dalam Pasal 19 UUPA ayat (2) huruf c


bahwa sertipikat hak atas tanah berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai kepemilikan hak atas tanah, bukti peralihan
hak, pembebanan hak atas tanah dan catatan peristiwa hukum lain
mengenai tanah. UUPA telah memberikan jaminan kepastian
hukum kepada pemegang hak atas tanah mengenai penguasaan
maupun kepemilikannya. Jaminan kepastian hukum yang
dimaksudkan meliputi kepastian hak, kepastian obyek, dan
kepastian subyek, serta proses administrasinya berupa penerbitan
sertipikat hak Atas Tanah.
Ditegaskan pula dalam Pasal 31 PP 24 Tahun 1997 bahwa
pemberian sertipikat Hak Atas Tanah sebagai alat bukti
kepemilikan diterbitkan atas permintaan atau permohonan.
Masyarakat yang sadar akan pentingnya suatu hak atas tanah akan
segera mendaftarkan tanahnya. Arti pentingnya sertipikat sebagai
bukti kepemilikan tergantung kepada persepsi masyarakat atau
kesadaran hukum masyarakatlah yang mendorongnya untuk segera
mendaftarkan haknya di Kantor Pertanahan setempat (BPN).
Bagaimana jika terjadi suatu keadaan force majeur misalnya
berupa musibah kebakaran yang telah memusnahkan dokumen
pertanahan?
Hilangnya arsip dan dokumen kerja pertanahan merupakan

95
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

bencana pertanahan. Sebagai contoh, musnahnya dokumen-


dokumen pertanahan dari masa Hindia Belanda sampai dengan
tanggal 26 Mei 2009 akibat kebakaran yang terjadi di Kantor
Pertanahan Kabupaten Cianjur, berdampak pada terhentinya
pelayanan pertanahan.48 Juga terdapat beberapa fakta baru pasca
kebakaran tersebut, seperti meningkatnya eskalasi sengketa konflik
dan perkara dengan antara lain:
a. Pihak yang tidak bertanggungjawab memanfaatkan situasi
tersebut menggunakan sertipikat yang sudah tidak berlaku
kemudian mengajukan permohonan pemulihan data, dengan
maksud agar sertipikat tersebut disahkan oleh BPN;
b. Jual beli dengan alas hak palsu;
c. Penyerobotan tanah tanpa alas hak;
d. Sengketa batas;
e. Jual beli berulang (menggunakan letter C yang sudah tidak
berlaku);
f. Menggunakan akta jual beli palsu; 49
g. Menggunakan Letter C yang sudah tidak berlaku untuk
menggugat/melawan sertipikat hak atas tanah melalui gugatan di
Pengadilan Negeri.
Dari fakta-fakta tersebut di atas, apa yang dinyatakan
dalam Pasal 3, 4, dan Pasal 32 PP 24/1997, tentang jaminan
kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas
tanah pasca kebakaran, apabila pemegang hak atas tanah masih
mendapatkan gangguan, terlebih apabila hak atas tanahnya
dinyatakan oleh putusan pengadilan batal atau tidak mempunyai

48
Budi Saputro, Jurnal Ilmu Hukum, penelitian berjudul Perlindungan Hukum Terhadap
Hak Atas Tanah Masyarakat Yang Arsipnya Musnah Terbakar Pasca Kebakaran
Gedung Arsip Kantor Pertanahan Kabupaten Cianjur, Universitas Pasundan,
Bandung, 2016.
49 Aditya Karya Nugraha, Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Hak Atas Tanah
Pasca Kebakaran Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Cianjur Dihubungkan Dengan
Peraturan Kepala BPN RI Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Penanganan Bencana Dan
Pengembalian Aset Tanah di Wilayah Bencana, Skripsi, Unpad, Bandung, 2011, hlm.
78-79.

96
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

kekuatan hukum, maka sertipikat sebagai alat bukti hak penguasaan


dan kepemilikan atas tanah dapat dikatakan menjadi tidak ada
artinya.
Kepemilikan hak atas tanah, merupakan hak dasar bagi setiap
warga negara, oleh karena itu perlindungan hukum kepemilikan
atas tanah menjadi salah satu kebutuhan yang hakiki. Perlindungan
yang hakiki terwujud apabila tidak ada lagi keraguan dan
kekhawatiran mengenai pemilikan tanahnya yang sudah terdaftar
baik merupakan keyakinan dari dirinya sendiri atas pengakuan
pihak lain.50
Dapat dikatakan bahwa Sertipikat Hak Atas Tanah akan
dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan
hukum sebagai alat bukti yang kuat apabila data fisik, data yuridis,
dan data administrasi sesuai dengan surat ukur dan buku tanah yang
ada di Kantor Pertanahan dan didukung oleh warkah yang
tersimpan dalam warkah dan daftar umum tersebut di atas.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c, Pasal 23.
32, dan 38 UUPA jo Pasal 32 ayat 1 PP 24 Tahun 1997, sertipikat
merupakan tanda bukti yang kuat baik subyek maupun obyek hak
atas tanah, sepanjang data fisik dan data yuridisnya sesuai dengan
data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
Selanjutnya, bahwa dokumen pertanahan yang memuat
jejak rekaman dari proses pendaftaran tanah hingga terbitnya
sertipikat yang merupakan bukti otentik mengenai lahirnya Hak
Atas Tanah. Dokumen tersebut dalam Pasal 1 PP 24 tahun 1997
adalah: buku tanah, surat ukur, peta pendaftaran atau peta bidang
tanah, warkah, dan daftar-daftar umum lainya, merupakan Arsip
Pertanahan yang harus tetap dipelihara secara terus menerus,
berkesinambungan, dan teratur. Ketentuan Pasal 36 PP 24 tahun
1997 mewajibkan mendaftarkan setiap perubahan data pendaftaran
tanah baik fisik maupun yuridis agar diperoleh data pendaftaran
50 Muchtar Wahid, loc.cit

97
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

tanah yang mutakhir sesuai dengan asas pendaftaran tanah yang


tersebut dalam Pasal 2 PP 24 Tahun 1997. Dokumen pertanahan
merupakan bukti otentik. Dikatakan otentik karena dibuat melalui
proses pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 19 UUPA dan
pembuatan sertipikatnya memenuhi syarat-syarat akta otentik yang
diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata.
Dokumen yang berisi data administrasi, data fisik, dan data
yuridis tersebut di atas yang disimpan di Kantor Pertanahan dalam
Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang Penanganan
Bencana Dan Pengembalian Hak-Hak Masyarakat Atas Aset Tanah
Di Wilayah Bencana (selanjutnya disebut Perkaban 6 tahun 2010)
disebut sebagai arsip pertanahan :"Arsip Pertanahan adalah
rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dari media
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
yang dibuat dan diterima oleh Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia.

Bahwa bencana pertanahan yang menyebabkan musnahnya


arsip-arsip pertanahan dapat melemahkan kadar keotentikan
sertipikat yang berpengaruh terhadap kekuatan hukum berlakunya
sertipikat hak atas tanah yang ada di masyarakat atau di tempat
lain, antara lain:
1. Musnahnya buku tanah dan surat ukur dapat melemahkan fungsi
sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan sebagai akta otentik.
Sesuai dengan bunyi Pasal 32 ayat (1) PP 24 tahun 1997 yang
mengharuskan adanya arsip pertanahan berupa data fisik dan
data yuridis: “Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik
dan data yusridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik
dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam

98
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.”


2. Akibat tidak ada buku tanah di BPN, maka sertipikat tersebut
tidak dapat digunakan untuk melakukan perbuatan hukum
mengenai tanah karena sesuai Pasal 39 ayat (1) PP 24 tahun
1997: “PPAT menolak untuk membuat akta, jika: a). “ mengenai
bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan
rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak
yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai
dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau Pasal
45 ayat (1) PP 24 tahun 1997: “Kepala Kantor Pertanahan
menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau
pembebanan hak, jika salah satu syarat di bawah ini tidak
dipenuhi: " a. Sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan
hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada
pada Kantor Pertanahan”. Atau Pasal 54 ayat (1) Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah: “Sebelum pembuatan akta mengenai perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a sampai
dengan huruf g, PPAT wajib melakukan pemeriksaan
kesesuaian/ keabsahan sertipikat dan catatan lain pada Kantor
Pertanahan setempat dengan menjelaskan maksud dan
tujuannya”
Jadi sebelum membuat akta PPAT mempunyai kewajiban
melakukan pengecekan kesesuaian sertipikat di Kantor
Pertanahan, karena buku tanah tidak ada maka pengecekan tidak
dapat dilakukan sehingga berakibat tidak dapat dilaksanakan
pembuatan akta;
3. Tidak ada jaminan Kepastian Hukum terhadap Sertipikat Hak
Atas Tanah yang sertpikatnya ada di masyarakat atau di tempat
lain:

99
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

a. Kepastian pemegang haknya menjadi tidak jelas, karena buku


tanah dan surat ukur yang menerangkan status hak sertipikat
yang diterbitkan musnah.
b. Data mengenai pemohon dalam permohonan sertipikat yang
bersangkutan musnah, sehingga tidak jelas pula siapa yang
mengajukan permohonan sertipikat, karena berdasarkan
ketentuan Pasal 31 PP 24 tahun 1997 dinyatakan bahwa
Sertipikat hanya dapat diterbitkan untuk kepentingan
pemegang hak yang bersangkutan;
c. Warkah yang di dalamnya terdapat bukti alas hak, bukti
penguasaan/perolehan hak yang dijadikan dasar pendaftaran
tanah (surat keputusan pemberian hak, akta jual beli, waris,
dan sebagainya) musnah sehingga tidak ada alat bukti yang
dapat membuktikan adanya hubungan hukum antara
pemegang hak atas tanah yang namanya tercantum dalam
sertipikat dengan bidang tanahnya, tidak ada data ukur yang
dapat menjelaskan luas, letak, dan batas-batasnya dengan
pasti sehingga tidak dapat direkostruksi dilapangan;
d. Blanko sertipikat yang ada dimasyarakat pemegang hak atau
ditempat lain (bank, pengadilan, kejaksaan) harus diuji
kembali keotentikannya, karena dengan musnahnya buku
tanah dan surat ukurnya Sertipikat yang bersangkutan tidak
mempunyai pembanding yang dapat memastikan blanko
tersebut asli produk BPN, dan apakah teraan cap adalah asli
dan apakah pejabat yang menandatangani sertipikat tersebut
adalah pejabat yang berwenang saat penerbitan sertipikat
yang bersangkutan;
e. Musnahnya buku tanah menyebabkan catatan-catatan
pemblokiran, sita jaminan, dan lain sebagainya yang tercatat
dalam buku tanah tidak ada. Sehingga tidak diketahui status
terakhir Hak Atas Tanah tersebut. Hal ini akan memberikan
peluang bagi oknum melakukan tindakan melegalkan

100
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

dokumen cacat hukum atau mengajukan sertipikat pengganti


yang sebetulnya tidak berlaku lagi, misalnya karena diganti
karena hilang atau dinyatakan sudah tidak berlaku karena
putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap, sehingga akan mengakibatkan munculnya sertipikat
ganda.
Pembahasan kembali kepada Konsiderans Perkaban No.6
Tahun 2010 huruf b dinyatakan bahwa kerusakan dan atau
musnahnya arsip pertanahan karena bencana dapat mengakibatkan
hilangnya hak-hak masyarakat atas aset tanah di wilayah bencana.
Makna kata hilang Verba (kata kerja) menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, hilang dimaknai tidak ada lagi, lenyap, atau
hapus51. Konsiderans Perkaban Nomor 6 tahun 2010 apabila
dihadapkan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria jelas akan terjadi benturan
atau menimbulkan konflik norma dengan peraturan di atasnya,
apabila musnahnya arsip pertanahan menyebabkan hapusnya hak,
sedangkan pemegang hak mempunyai bukti kepemilikan yaitu
sertipikat hak atas tanah dan tanahnya secara fisik masih ada dan
dikuasainya, serta tidak dalam keadaan sengketa. Dengan hapusnya
hak berarti pemegang hak tidak dapat melaksanakan hak untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanahnya, selain dari
itu Undang-undang No.5 Tahun 1960 (UUPA) tidak mengenal
penghapusan hak milik atas tanah dikarenakan terjadinya bencana
alam atau bencana pertanahan. Dalam UUPA hapusnya hak diatur
dalam Pasal 27, Pasal 34, Pasal 40; Pasal terjadi karena hal-hal
yang pada intinya bila:
a. tanahnya jatuh kepada negara,
• karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18 UUPA;
• karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;

51 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai


Pustaka, Jakarta, 1990, hlm.306

101
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

• karena diterlantarkan pemilik;


• jangka waktunya berakhir (HGU, HGB);
• dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu
syarat (HGU, HGP) tidak dipenuhi;
• dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir;
• dicabut untuk kepentingan umum;
• karena ketentuan -pasal 21 ayat (3), Pasal 26 ayat (2) Pasal
30 ayat (2), ketentuan dalam pasal 36 ayat (2), ;
b. tanahnya musnah.

Kalau tanah penduduk yang terkena bencana tidak


musnah, berarti masih terdapat cara-cara yang mungkin diupayakan
oleh pihak korban untuk memiliki kembali tanahnya. Menurut
Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat itu Maria
SW Sumardjono, karena bencana alam pun (tsunami) yang terjadi
di Aceh 2004 lalu saja tidak serta merta dapat menghilangkan hak
atas tanah. Kalau seseorang mempunyai hubungan hukum dengan
tanah, tentunya akan dilindungi, tegas Maria saat
52
dihubungi hukumonline.
Menurut Maria, langkah awal sehubungan dengan
kepemilikan tanah di daerah pasca bencana dimulai dari
menyelamatkan dokumen-dokumen milik Kanwil BPN Provinsi/
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Apabila dokumen-dokumen
(arsip, -pen.) di Kanwil BPN setempat masih ada, maka
menurutnya hal tersebut dapat mempermudah pihak korban untuk
mengurus kembali status kepemilikan tanahnya. Sebab, tiap-tiap
Kanwil BPN pasti memiliki warkah-warkah yang akan digunakan
sebagai bukti kepemilikan atas tanah.

52http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol11937/status-kepemilikan-tanah-pasca-

gempa-tidak-serta-merta-hilang, didownload, tanggal 24 September 2016

102
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Strategi apa yang dapat diterapkan dalam pemberantasan


mafia tanah? Salah satu jawabannya adalah pemulihan dokumen
pertanahan milik seseorang yang hilang, tidak ditemukan atau
musnah akibat terbakar atau force majeur lainnya.
Hilangnya arsip pertanahan akan menimbulkan
permasalahan terhadap kekuatan bukti sertipikat hak atas tanah
milik masyarakat yang arsipnya hilang, tidak ditemukan ataupun
musnah terbakar. Bagaimanakah aspek perlindungan hukum
terhadap hak atas tanah hasil pemulihan dokumen yang hilang tidak
ditemukan ataupun musnah terbakar?
Pelaksanaan pemulihan data tersebut adalah untuk
memulihkan kembali kekuatan sertipikat hak atas tanah dapat
kembali seperti semula, data fisik, data yuridis, data
administrasinya. sehingga secara yuridis formal administrasi
sertipikat hak tanah tersebut layak untuk diberikan jaminan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah pasca
kebakaran, ataupun hilang dan sebab-sebab lainnya.
Dasar hukum perlindungan hak-hak atas tanah pasca
hilangnya dokumen diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah Jo. PMNA/ kepala BPN No. 3 Tahun
1997 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Tanah.
Jadi dapat dikatakan bahwa perlindungan hak-hak atas
tanah pasca hilangnya dokumen tersebab force majeur seperti
kebakaran atau hilang tidak ditemukan belum dapat diberikan
sebelum dipulihkan kembali arsipnya. Akibat dari musnahnya arsip
pertanahan:
a. Melemahkan kekuatan sertipikat hak atas tanah sebagai alat bukti
yang kuat karena hilangnya kepastian mengenai:
• Mengenai obyeknya: jelas luas letak dan batas-batasnya,

103
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

• Mengenai subyeknya: jelas siapa yang menguasai atau


memilikinya,
• Mengenai status tanahnya: terdaftar dan jelas statusnya masih
berlaku atau tidak, ada sengketa atau tidak, siapa yang
membebaninya, dan sebagainya.
b. Tidak dapat melakukan perbuatan hukum apapun mengenai
bidang tanah tersebut. Pasal 39, Pasal 45 PP 24 tahun 1997, dan
Perkaban Nomor 1 tahun 2006 tersebut.

Sebagaimana pada gambar tabel di bawah, ada 15 kasus


pemulihan atas dokumen pertanahan apabila hilang atau tidak
ditemukan ataupun musnah terbakar dan bisa dipulihkan dengan
menggunakan 5 parameter yaitu parameter Sertipikat, parameter
Buku Tanah (BT), parameter Surat Ukur (SU), Peta Bidang Tanah
(PBT) dan parameter Gambar Ukur (GU). Parameter ini akan
disimulasikan berkombinasi keberadaannya dalam tabel di bawah
ini.
Parameter dan Pelaksanaan Pemulihan Dokumen Pertanahan
No. Sertifikat BT SU/PBT GU Warkah Dasar hukum Penanganan
1. X     PP 24 /1997 Penggantian
2.  X    PP 24 /1997 Penggantian
3.   X   PP 24 /1997 Penggantian
4.    X  PP 24 /1997 Penggantian
5.     X PP 24 /1997 Penggantian
6. X X    PP 24 /1997 Penggantian
7.  X X   PP 24 /1997 Penggantian
8.   X X  PP 24 /1997 Penggantian
9.    X X PP 24 /1997 Penggantian
10. X X X   PP 24 /1997 Penggantian
11.  X X X  PP 24 /1997 Penggantian
12.   X X X PP 24 /1997 Penggantian
13. X X X X  PP 24 /1997 Penggantian
14.  X X X X PP 24 /1997 Penggantian
15. X X X X X PP 24 /1997 Penggantian
Gambar 1 tabel parameter pemulihan dokumen pertanahan yang hilang

Penjelasan tabel di atas yaitu sebagai berikut:

104
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Pada contoh kasus nomor 1 dimana apabila Sertipikat tidak


ada (x) tetapi BT ada (); SU dan PBT ada (); GU ada (); dan
Warkah nya Ada () maka penanganan yang dilakukan
BPN/ATR adalah penggantian sertipikat karena dokumen
hilang, terbakar atau tidak ditemukan.
Pada contoh kasus nomor 2 dimana apabila Sertipikat ada
() tetapi BT tidak ada (x); SU dan PBT ada (); GU ada (); dan
warkah nya Ada () maka penanganan yang dilakukan yaitu
penggantian sertipikat tersebab dokumen hilang, tidak ditemukan
atau musnah terbakar.
Pada contoh kasus nomor 3 dimana apabila Sertipikat ada
(), BT ada; tetapi SU dan PBT tidak ada (x); GU ada (); dan
warkah nya Ada () maka penanganan yang dilakukan adalah
penggantian sertipikat karena dokumen hilang, terbakar atau
tidak ditemukan.
Pada contoh kasus nomor 4 dimana apabila Sertipikat ada
(), BT ada; tetapi SU dan PBT ada (); GU tidak ada (x); dan
warkah nya Ada () maka penanganan yang dilakukan yaitu
penggantian sertipikat karena dokumen hilang, terbakar atau
tidak ditemukan.
Pada contoh kasus nomor 5 dimana apabila Sertipikat ada
(), BT ada; tetapi SU dan PBT ada (); GU Ada (); dan warkah
nya tidak ada (x) maka penanganan yang dilakukan adalah
penggantian sertipikat tersebab dokumen hilang, tidak ditemukan
atau musnah terbakar.
Kemudian pada contoh kasus nomor 6 dimana apabila
Sertipikat tidak ada (x) dan BT juga tidak ada; sedangkan SU dan
PBT ada (); GU ada (); warkahnya ada () maka penanganan
yang dilakukan yaitu penggantian sertipikat karena dokumen
hilang, terbakar atau tidak ditemukan.
Pada contoh kasus nomor 7 dimana apabila Sertipikat ada

105
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

tetapi BT tidak ada (x) dan SU dan PBT tidak ada (x); GU ada ();
dan warkah nya Ada () maka penanganan yang dilakukan yaitu
penggantian sertipikat karena dokumen hilang, terbakar atau
tidak ditemukan.
Pada contoh kasus nomor 8 dimana apabila Sertipikat ada
(); BT ada (); SU dan PBT tidak ada (x); GU tidak ada (x);
sedangkan warkah nya Ada () maka penanganan yang
dilakukan adalah penggantian sertipikat tersebab dokumen
hilang, tidak ditemukan atau musnah terbakar.
Pada contoh kasus nomor 9 dimana jika Sertipikat ada ();
BT ada (); SU dan PBT ada (); GU tidak ada (x); sedangkan
warkah nya pun tidak ada (x) maka penanganan yang dilakukan
adalah penggantian sertipikat karena dokumen hilang, terbakar
atau tidak ditemukan.
Selanjutnya pada contoh kasus nomor 10 dimana apabila
Sertipikat tidak ada (x) dan BT tidak ada (x); SU dan PBT juga
tidak ada (x); GU ada (); warkahnya ada () maka penanganan
yang dilakukan yaitu penggantian sertipikat tersebab dokumen
hilang, tidak ditemukan atau musnah terbakar.
Pada contoh kasus nomor 11 dimana apabila Sertipikat ada
(); BT tidak ada (x); SU dan PBT tidak ada (x); GU tidak ada (x);
sedangkan warkahnya Ada () maka penanganan yang
dilakukan adalah penggantian sertipikat karena dokumen
hilang, terbakar atau tidak ditemukan.
Pada contoh kasus nomor 12 dimana jika Sertipikat ada ();
BT ada (); SU dan PBT tidak ada (x); GU tidak ada (x);
sedangkan warkah nya pun tidak ada (x) maka penanganan yang
dilakukan adalah penggantian sertipikat karena dokumen
hilang, terbakar atau tidak ditemukan.
Pada contoh kasus nomor 13 dimana jika Sertipikat tidak
ada (x); BT tidak ada (x); SU dan PBT tidak ada (x); GU tidak ada

106
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

(x); sedangkan warkah nya ada () maka penanganan yang


dilakukan yaitu penggantian sertipikat tersebab dokumen
hilang, tidak ditemukan atau musnah terbakar.
Pada contoh kasus nomor 14 dimana jika Sertipikat ada ();
BT tidak ada (x); SU dan PBT tidak ada (x); GU tidak ada (x);
sedangkan warkah nya tidak ada (x) maka penanganan yang
dilakukan yaitu penggantian sertipikat karena dokumen hilang,
terbakar atau tidak ditemukan.
Pada contoh kasus nomor 15 dimana semua dokumen mulai
Sertipikat tidak ada (x), BT tidak ada (x); SU dan PBT tidak ada
(x); GU tidak ada (x); dan warkah nya pun tidak ada (x) maka
penanganan yang dilakukan yaitu penggantian sertipikat
tersebab dokumen hilang, tidak ditemukan atau musnah terbakar.

107
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

108
STRATEGI SERTIPIKASI
TANAH ELEKTRONIK

Sertifikasi tanah Rakyat termasuk rute meraih cita-cita


keadilan sosial, kesejahteraan Rakyat, dan mencegah sangketa-
sangketa lahan di Negara RI. Begitulah program pemerintahan
Yang Mulia Presiden RI Joko Widodo merilis dasar dan arah
kebijakan sertifikasi lahan Rakyat di berbagai daerah akhir-akhir
ini. YM Presiden di depan peserta Pembukaan Rapat Kerja
Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional Tahun 2018, di Puri Agung Convention Hall, Hotel Sahid
Jaya, Jakarta, Rabu sore 10 Januari 2018 (Setkab RI, 10/1/2018)
menegaskan bahwa beliau yakin jika urusan Sertipikat tanah ini
selesai, masyarakat akan lebih sejahtera dan kita bisa mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam dokumen Setkab RI tahun 2017, Kementerian Agraria
dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI telah
membuat 5 (lima) juta Sertipikat tanah Rakyat. Tahun 2018,
Pemerintah berencana membuat 7 (tujuh) juta Sertipikat tanah
Rakyat di seluruh Negara RI. Sehingga harapannya di tahun 2025,
seluruh bidang tanah di Negara RI, telah disertifikasi (Setkab RI,
10/1/2018).
Di berbagai negara, pemberian hak Rakyat atas tanah

109
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

merupakan hal mendasar dan fundamental. Misalnya, di Jepang,


sertifikasi tanah Rakyat dilaksanakan sebelum Perang Dunia I atas
titah Kaisar.53 Bahkan pembuatan arsip pertama kali Jepang
berbasis arsip tanah dan sejarah Rakyat, khususnya para pejabat di
daerah-daerah, yang menjadi tuan tanah. Data sejarah orang dan
arsip lahannya dilaporkan kepada Kekaisaran Jepang. Data warga
seperti ini pernah diterapkan oleh Kaisar Augustus era Romawi
Kuno abad pertama Masehi.
Pengarsipan lahan Rakyat dan sejarah keluarganya di Jepang
merupakan pijakan awal dari Restorasi Meiji tahun 1868. Restorasi
Meiji menghasilkan perubahan-perubahan struktur sosial, politik,
dan ekonomi masyarakat Jepang yang memadukan kemajuan Eropa
dengan nilai tradisi Jepang (H. Van Straelen et al, 1952).
Melalui peraturan pajak, pendapatan, upah, tunjangan,
obligasi Pemerintah, kepemilikan lahan, dan lain-lain, Restorasi
Meiji menata-ulang struktur sosial, ekonomi, dan politik
masyarakat Jepang dengan menghapus feodalisme yang berbasis
empat pilar utamanya shogun, daimyo, samurai dan kelompok
petani (W.G. Beasley, 1995).
Sekitar 300 basis kekuasaan daimyo dijadikan perfektur yang
dikontrol seorang gubernur yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat
Jepang. Utang-piutang para samurai yang berjumlah sekitar 1,9 juta
orang di Jepang pada awal abad 19 M itu, diambil-alih oleh negara.
Pendapatan para daimyo ditata-ulang untuk negara dan pendapatan
usaha swasta. Secara perlahan-lahan, para samurai dibayar dengan
gaji tetap yang berisiko pada keuangan negara.
Program kearsipan Jepang itu merupakan dasar, patokan, dan
pijakan slogan dan strategi Restorasi Meiji: “Makmurkan negara

53
http://staging-
point.com/read/2018/01/15/061850/Pengarsipan.Sertifikat.Tanah.Rakyat.

110
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

(Jepang) dan perkuat angkatan bersenjata” sejak tahun 1905 dan


Meiji melakukan konsolidasi pemerintahan Kaisar Jepang untuk
menghadapi ancaman kelompok shogun, daimyo, dan samurai.
Lahan milik Shogun dikontrol oleh prerogatif kekaisaran (Rachel
F. Wall, 1971).
Mengapa Jepang berhasil dengan program pengarsipan data
dan sejarah lahan dan Rakyatnya? Karena arsip merupakan unsur
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Arsip adalah
identitas dan jati diri suatu Bangsa, sejarah dan peradabannya.
Arsip juga merupakan bentuk pertanggungjawaban Pemerintah
dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan negara. Sehingga
arsip menjadi memori kolektif yang hidup dari suatu Bangsa.
Arsip juga memiliki nilai strategis. Karena dari semua aset
Negara yang ada, arsip adalah aset paling berharga, warisan yang
nyata, benar, dan lengkap tentang perjalanan kehidupan suatu
Bangsa dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang harus tetap
dipelihara dan dirawat serta dilestarikan. Tingkat peradaban suatu
Bangsa dapat dilihat dari pemeliharaan dan perawatan atau
pelestarian arsip-arsipnya.
Oleh karena itu, kini tiba saatnya, copy Sertipikat tanah
Rakyat Negara-Bangsa RI, juga diarsipkan melalui Arsip-Arsip di
setiap daerah Kebupaten atau kota seluruh Negara RI. Karena
Bangsa tanpa arsip berisiko menjadi Bangsa tanpa ingatan bersama,
tanpa kebudayaan dan peradaban, tanpa hak-hak yang sah, tanpa
pengertian tentang akar sejarah dan identitas bersama sebagai
Bangsa dan Negara. Keadaan kearsipan nasional suatu Bangsa
dapat menjadi indikator kekukuhan semangat kebangsaannya.

111
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

112
DIGITALISASI WARKAH DAN
ARSIP PERTANAHAN

Berdasarkan pembahasan pada beberapa bab yang terdahulu,


maka urgensi digitalisasi warkah dan arsip pertanahan menjadi isu
penting saat ini. Tentunya hal ini berkaitan erat dengan pengelolaan
dokumen warkah dan arsip pertanahan konvensional.

Pada pembahasan bagian ini adalah salah satu kasus dalam


pengelolaan warkah. Pengelolaan warkah dan arsip/ dokumen
pertanahan di Kantor Pertanahan, baik di wilayah maupun
kabupaten/kota menjadi perhatian yang serius. Mengapa demikian?
Dari keluhan publik yang disampaikan ke Ombudsman Kalimantan
Selatan terkait pelayanan warkah atau arsip tanah disampaikan
bahwa terjadi dugaan kelalaian BPN dalam menjaga warkah, akibat
tidak adanya aturan sanksi yang jelas. Penundaan berlarut
penyelesaian kasus pertanahan akibat warkah yang hilang termasuk
dugaan penyimpangan prosedur penggunaan warkah.54
Untuk mengatasi hal tersebut, maka perbaikan tata kelola
warkah atau manajemen arsip di tubuh Badan Pertanahan Nasional
merupakan keniscayaan. Temuan sementara Tim Ombudsman

54
Artikel online, Muhammad Firhansyah, Kepala Keasistenan PVL Ombudsman
RI Kalsel, https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--memperbaiki-tata-kelola-
warkah-di-kantor-pertanahan

113
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

Kalsel atas pengelolaan warkah di sebagian kabupaten/kota di


Kalsel masih terdapat sejumlah masalah klasik, seperti jumlah
SDM pengelola arsip yang terbatas, anggaran pengelolaan arsip
yang minim, ruang atau sarpras arsip yang belum representatif,
serta mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban
pengelolaan arsip yang masih belum jelas.
Kendala lainnya adalah belum meratanya komitmen kepala
Kantor Pertanahan kabupaten/kota beserta SDM internal untuk
menjadikan tata kelola warkah core business menjadi bagian
penting dari lembaga negara administrasi pertanahan ini. Sebab
filosofi atau hakikatnya, berkas tanah atau warkah adalah berkas
yang "hidup". Bukan hanya sebatas alat pembuktian hak, tapi
dokumen negara yang wajib disimpan dan dipelihara dengan cara
khusus, sebab dokumen ini penting menjadi dasar tertibnya
pertanahan yang dikelola negara.
Belum lagi kita berbicara problem pertanggungjawaban
warkah yang hilang, baik karena lamanya umur berkas, dugaan
kelalaian petugas, pergantian pimpinan, perpindahan kantor,
perawatan khusus berkas yang tidak memadai, tidak ditempatkan
pada lemari berkas khusus, daftar arsip yang tidak berbasis digital
sampai pada arus bolak-balik keluar masuk berkas sebab
peminjaman petugas atau proses pembuktian di persidangan yang
tidak tertib (lalai).
Kondisi ini pastinya akan merugikan, baik internal BPN
apalagi publik (pemegang SHM). Pasalnya, ketidakpastian regulasi
maupun mekanisme penyelesaian atas warkah yang hilang dengan
segala faktor penyebabnya akan membuat potensi maladministrasi
terus terjadi. Bahkan saat ada pembiaran terus menerus, akan
terjadi sengketa berkepanjangan yang bisa jadi tak kunjung usai
sebab penyelesaian problem hulu tidak diprioritaskan.

114
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik,


Ombudsman RI melakukan penelitian atau kajian sistemik atas tata
kelola warkah ini, agar setidaknya ada upaya "intervensi" positif
dalam memengaruhi arah pelayanan publik, mencegah
maladministrasi sistemik serta sebagai masukan role model di
tubuh BPN. Sehingga menjadi acuan untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi.

Berkaitan dengan pelaksanaan digitalisasi warkah, kondisi


saat ini sebagian tata kelola warkah di sejumlah kantor BPN di
Indonesia masih menggunakan warkah sistem analog, meski untuk
jenis tertentu sudah ada warkah digital, namun jumlahnya masih
sangat terbatas. Harapan ke depan, digitalisasi warkah inilah yang
mutlak dilakukan semua kantor BPN di daerah. Meskipun temuan
Ombudsman Kalsel lainnya hanya sedikit Kantor BPN yang sudah
bekerjasama dengan pihak ketiga untuk membantu proses
digitalisasi warkah.
Catatan Ombudsman dari sisi lainnya mengenai prioritas
kantor pertanahan yakni proses digitalisasi pada berkas dokumen
yang didaftarkan hanya pada tahun 2020 atau beberapa tahun
terakhir saja. Padahal publik menghendaki prosesnya juga
dilakukan pada warkah tahun lama dibawah tahun 90-an. Hal inilah
menjadi misi berat bagi BPN sebab faktor-faktor penghambat di
atas harus diselesaikan secara bertahap.
Selain digitalisasi warkah, rencana kantor BPN untuk
melakukan inovasi dengan penerapan SKOLA ETNIK atau Sistem
Pengelolaan Warkah Elektronik menjadi program yang ditunggu-
tunggu publik. Sebab bagi publik, sudah seharusnya di era disrupsi
dan layanan berbasis komputerisasi dan aplikasi ini, pekerjaan BPN

115
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

tidak lamban lagi (undue delay) dalam merespon kebutuhan


layanan prima. Mencapai target menjadi Kantor Pertanahan yang
reformis dan masuk wilayah bebas KKN, bersih melayani dan anti
maladministrasi. Ini adalah jalan terbaik untuk membangun citra
positif lembaga yang selama ini menjadi salah satu lembaga yang
banyak dikeluhkan oleh publik.
Maka dari itu, komitmen untuk segera melakukan perbaikan
komprehensif di tubuh BPN adalah secercah harapan yang dinanti-
nanti oleh publik. Meskipun tidak adil juga kalau tugas berat itu
hanya di limpahkan di pundak BPN sendiri, tetapi juga partisipasi,
kolaborasi dan dukungan nyata dari semua pihak, lintas sektor,
terlebih masyarakat atau publik.

116
STRATEGI DIGITALISASI
DOKUMEN PERTANAHAN

Paradigma digitalisasi dokumen pertanahan ini diperkuat


dengan instruksi Yang Mulia Presiden Joko Widodo dalam
pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian ATR/BPN di Istana
Negara, Jakarta, Rabu (6/2)55. Beliau menginstruksikan kepada
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Sofyan Djalil untuk segera melakukan digitalisasi
sistem pelayanan pertanahan. Sistem pelayanan berbasis digital
dinilai akan mempercepat pelayanan bagi masyarakat dan
mempermudah masuknya investasi. Seperti yang dikutip dalam
keterangan resmi Sekretariat Presiden, bahwa YM Presiden minta
agar Kementerian ATR/ BPN mulai mentransformasikan seluruh
bisnis proses secara digital, semua berkas, semua dokumen harus
ditransformasikan dalam format digital.
Menurut YM Presiden Jokowi, membangun sistem pelayanan
digital tidak sulit. Tujuannya supaya proses pelayanan administrasi
pertanahan dapat dilakukan secara elektronik, online, real time,
akurat, aman, dan memudahkan masyarakat atau sesuatu yang

55
Hari Widowati,
https://katadata.co.id/hariwidowati/berita/5e9a55501e76e/jokowi-
minta-bpn-digitalisasi-sistem-pelayanan-sertifikat-tanah

117
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

berkaitan dengan investasi.


YM Presiden juga meminta agar sistem manajemen sumber
daya manusia (SDM) Kementerian ATR/BPN juga diubah mulai
dari tahap rekrutmen, tahap peningkatan jenjang karir, sistem
penilaian yang berbasis kinerja, berbasis kompetensi, serta
pemberian penghargaan dan hukuman (reward and punishment).
Persoalan Sertipikat tanah sudah menjadi masalah yang dihadapi
masyarakat selama bertahun-tahun. Padahal, rakyat membutuhkan
Sertipikat sebagai pengakuan hak atas tanah yang mereka miliki.
Dengan sistem pelayanan yang diproses secara digital, masyarakat
akan mendapatkan kemudahan dalam mengurus sehingga tidak ada
biaya perantara lewat calo. Beliau menegaskan sistem pelayanan
pertanahan berbasis digital harus dimulai tahun ini.
Sejak 2015, Kementerian ATR/BPN melakukan pengukuran
untuk menyelesaikan 126 juta bidang tanah yang belum
bersertipikat. Sampai 2018, penyelesaiannya baru mencapai 60 juta
bidang tanah dari keseluruhan. Tahun 2016, pemerintah mencatat
sertifikasi tanah mencapai 5 juta Sertipikat kemudian meningkat
menjadi 7 juta Sertipikat pada 2017. Pada 2018, sertifikasi tanah
mencapai 9 juta sertipikat. Tahun ini, setidaknya ada 9 juta
Sertipikat lagi yang akan diselesaikan. YM Presiden juga
mengingatkan untuk meninggalkan pola-pola linier dan rutinitas.
Ini penting mengingat tugas Menteri ATR/BPN itu mengerjakan
pekerjaan yang penting bagi rakyat Indonesia, yang mewujudkan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
YM Presiden menargetkan kepada Kementerian ATR/BPN
bahwa pada 2025 seluruh tanah di Indonesia harus selesai
disertifikasi. Jika seluruh tanah telah disertifikasi, tidak ada lagi
konflik pertanahan dan sengketa lahan. Masyarakat pun bisa lebih
sejahtera karena sertipikatnya bisa digunakan sebagai agunan untuk
mendapatkan modal kerja di bank.

118
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Hal ini didukung oleh pernyataan Widhi Handoko, akademisi


Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang mengatakan, perlu
adanya reformasi di bidang agraria. Salah satunya dengan
mendigitalkan Sertipikat tanah, atau e-sertipikat.56
Suatu kebijakan publik harus disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Merubah sistem konvensional menjadi
online adalah salah satu gebrakan yang harus dilakukan dalam
pelayanan publik. Zaman sudah serba digital seperti saat ini
seharusnya pelayanan pertanahan sudah menerapkan sistem E-
Sertipikat.
Menurut Widhi, pelayanan mengenai pengajuan sertifikasi
tanah belum efektif. Bahkan jumlah SDM yang dimiliki oleh BPN
di masing-masing daerah tidak akan mencukupi dalam melayani
permohonan masyarakat. Alasannya, di masing-masing kota/
kabupaten itu jumlah BPN hanya satu (kantor). Sementara
pengajuan pengurusan surat tanah sangat banyak. Petugasnya tidak
akan mencukupi kebutuhan pelayanan kepada masyarakat.
Widhi menjelaskan, hal yang paling efektif untuk memenuhi
pelayanan masyarakat adalah dengan mengubah sistem
konvensional menjadi online. Sebab apabila sistem pelayanan
ditegakkan secara online tentu akan membuat kinerja BPN lebih
efisien dan lebih cepat.
Berdasar catataannya, pada 2019 jumlah pengajuan Sertipikat
yang belum terselesaikan mencapai 9.000 pengajuan. Bayangkan,
jika sistemnya masih konvensional, dalam sehari mampu melayani
berapa. Kalau online semua itu bisa dilakukan lebih efisien dan
lebih cepat. Lagipula pembayarannya bisa langsung melalui

56
Sumber: Diskusi ‘Pelayanan Sertifikasi Tanah, “Sudahkah Berpihak kepada
Masyarakat?”, Di Semarang, Senin, 20/1/2020,
https://jagaberita.com/2020/01/20/widhi-digitalisasi-sertifikat-tanah-perlu-
diterapkan/
119
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

transfer, agar semua terkontrol dan meminimalisir pertemuan


antara petugas pelayanan dan yang dilayani (masyarakat).
Widhi mengusulkan agar Sertipikat tanah yang diterbitkan
bukan lagi dalam bentuk fisik, melainkan sudah berbentuk digital
atau e-sertipikat. Apabila Sertipikat tanah dikemas secara digital,
akan lebih memudahkan masyarakat dalam memiliki Sertipikat
tersebut. Karena jika Sertipikat itu dalam bentuk kertas fisik,
resikonya sangat besar. Bisa rusak karena faktor alam maupun
manusia.

Dalam pembahasan bab ini tentang Peran Serta ANRI


dalam Kajian Teknis Digitalisasi Dokumen Pertanahan.
Sebagaimana disampaikan Kandar, Direktur Preservasi Arsip
Nasional RI (ANRI), sebagai salah satu pembicara dalam
kegiatan Kajian Teknis Digitalisasi Dokumen Pertanahan yang
diselenggarakan oleh Biro Umum dan Layanan Penggandaan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional.57 Dalam kegiatan tersebut, Kandar hadir sebagai
narasumber pada Materi Best Practices Digitalisasi Dokumen:
Perencanaan dan Standar Prosedur Digitalisasi. Pada sesi tersebut
hadir 3 orang pembicara yaitu Kepala Kantor Pertanahan
Surabaya 1 (Muslim Faizi), Hakim Yustisia / Koordinator Data
dan Informasi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI (Asep
Nursobah), dan Direktur Preservasi ANRI (Kandar) dengan
moderator Fuad Gani.
Pada kegiatan tersebut, Muslim Faizi mempresentasikan
kegiatan digitalisasi warkah-warkah yang berada di Kantor
57
Peran Serta ANRI Dalam Kajian Teknis Digitalisasi Dokumen Pertanahan,
https://www.anri.go.id/en/publications/news/peran-serta-anri-dalam-kajian-
teknis-digitalisasi-dokumen-pertanahan

120
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Pertanahan Surabaya I yang sudah tercapai lebih dari 50% beserta


dengan hambatan dan solusi yang telah dilakukan. Kandar
memaparkan kebijakan terkait dengan digitalisasi arsip serta best
practise digitalisasi yang dilakukan oleh ANRI. Sementara itu
Asep Nursobah menyampaikan materi terkait dengan barang
bukti di pengadilan terutama yang berhubungan dengan bukti
elektronik dari proses digitalisasi. Setelah pemaparan materi,
kegiatan dilanjutkan dengan diskusi interaktif seputar kearsipan
dan dokumen pertanahan yang sering menjadi bukti sengketa
pengadilan. Selain itu arsip maupun warkah pertanahan yang
harus disimpan aslinya meskipun sudah didigitalisasi menjadi
topik hangat yang didiskusikan juga.
Dari diskusi pada sesi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kegiatan digitalisasi khususnya pada dokumen pertanahan
diperlukan selain sebagai upaya akses, akan tetapi sebagai
antisipasi dari ruang penyimpanan. Meskipun demikian, masih
harus dilakukan kajian menyeluruh terutama dalam kaitannya
dengan bukti serta keberadaanya sebagai arsip vital. Kegiatan
kajian teknis tersebut masih berlanjut dengan pemaparan dari
pemateri lainnya.

Sekretaris Jenderal Kementrian Agraria dan Tata Ruang


(ATR/BPN) Himawan Arief Sugoto mengatakan, dalam lima
tahun ke depan akan dibuat regulasi baru terkait modernisasi tata
kelola dan sistem kearsipan yang mengedepankan konsep e-
government.58
Hal itu menjadi salah satu langkah awal dicanangkannya

58
https://www.merdeka.com/uang/kementerian-atr-siapkan-regulasi-dorong-
digitalisasi-data-arsip.html?page=2
121
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

transformasi Kementerian ATR/BPN menuju era digital. Dengan


menuju satu sistem berbasis digital, nantinya direfleksikan ke
dalam pelayanan-pelayanan pertanahan.
Pada tanggal 21 Januari, Sekjen Kementerian juga
mengatakan bahwa Sistem arsip juga merupakan aspek yang
sangat penting, karena sejauh ini banyak sekali hal-hal yang saat
ini menjadi perhatian contohnya seperti sengketa kasus
pertanahan, yang berkaitan dengan warkah, dan sebagainya.
Dengan berbasis digital, kasus seperti itu akan dapat ditekan pada
tingkat seminimal mungkin.
Ditambahkan, apabila bidang tanah di seluruh Indonesia
telah terdaftar, maka untuk selanjutnya Kementerian ATR/BPN
bertugas sebagai pengelola big data dan informasi pertanahan.
Selain itu, Kementerian ATR/BPN juga akan meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia agar menjadi digital talent.
Himawan menjelaskan, pihaknya sudah mencanangkan 3
layanan elektronik sesuai peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 5
Tahun 2017, yaitu Layanan Elektronik Hak Tanggungan
(Pendaftaran Hak Tanggungan, Roya, Cessie dan Subrogasi),
Layanan Elektronik Informasi Pertanahan (Informasi Zona Nilai
Tanah, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, dan Pengecekan
Sertipikat Hak Atas Tanah); serta Modernisasi Layanan
Permohonan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah.
Dalam hal Penataan Ruang, Kementerian ATR/BPN
mengembangkan layanan online bidang tata ruang, dengan nama
GISTARU (Geographic Information System Tata Ruang) dan
terus mendorong pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) untuk memberikan kepastian dalam berusaha dan
berinvestasi bagi masyarakat dan investor.

122
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Pada tahun 2025 Kementerian ATR/BPN menargetkan


seluruh bidang terdaftar, digitalisasi seluruh arsip dan warkah
selesai, sehingga, Kementerian ATR/BPN akan menjadi pelopor
perubahan dan menjadi institusi pelayanan pertanahan bertaraf
dunia akan tercapai.

Setiap organisasi memiliki banyak dokumentasi yang


tentunya sangat berharga, pada zamannya.59 Ya, itulah yang
terpikir oleh orang-orang pada umumnya. Padahal dokumentasi
ini pun akan dibutuhkan di beberapa periode berikutnya, dan
bukan hanya pada zamannya saja. Dengan begitu banyak
organisasi yang abai dalam penyimpanan dokumentasi yang
sebenarnya sangat penting.
Dalam sebuah organisasi tentu kepengurusannya sering
berubah seraya berakhirnya periode yang berlangsung. Ya,
pengalaman ini cukup membuat kita kesulitan, terutama perihal
arsip-arsip terdahulu yang kondisinya sudah usang, dan kita harus
mencari suatu berkas untuk digunakan kembali.
Pada beberapa peristiwa, kita akan membutuhkan data
sebelumnya yang pernah ada, dan akan menjadi PR (pekerjaan
rumah) terbesar jika data tersebut sulit ditemukan. Sulitnya ini
bisa dari bermacam alasan, misalnya tertumpuk tidak teratur,
hilang, lapuk, rusak karena banjir, terbakar, atau dimakan rayap.
Dengan digitalisasi tentu akan memudahkan kita untuk
kembali mencari berkas yang dibutuhkan, dan hal ini akan
memudahkan kita. Kita tidak perlu lagi berurusan dengan debu,
rayap, kertas usang, hawa pengap, tikus, kecoa, atau khawatir

59
https://bahasan.id/pentingnya-digitalisasi-arsip-saat-ini/
123
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

arsip akan terbakar atau hanyut terbawa banjir.


Dengan di-digitalisasi juga akan memudahkan kita dalam
pencarian berkas. Misalnya saja seseorang dapat menemukan
berkas yang akan dicari hanya dengan mengetik judul atau nomor
berkas tersebut. Dan waktu pencarian pun tidak akan lama jika
dibandingkan dengan mencari dengan manual. Suatu kemudahan
yang sangat membantu, bukan?
Dengan adanya arsip digital juga memudahkan kita untuk
membagi atau mengirimkan suatu berkas kepada rekan kerja
lainnya tanpa memakan waktu perjalanan. Cukup dengan
membuka file penyimpanan, dan mengirimkannya saja melalui
email.
Dengan adanya arsip digital juga membuat kita fleksibel
untuk waktu pencarian. Jika waktu untuk mencari berkas tidak
bisa digunakan saat di kantor, kita bisa melanjutkan pencarian
ketika sudah ada di rumah. Ya, suatu kemudahan besar yang
sangat berguna bagi saya, karena kita dapat mencarinya kapanpun
dan dimanapun. Apalagi dalam masa pandemi Covid-19 seperti
ini. Dimana sebagian besar karyawan bekerja dari rumah. Hal
demikian tidak mengharuskan kita datang ke kantor hanya untuk
mencari berkas.

Perkembangan teknologi yang kian pesat membuat semua


aspek didalam sebuah proses ikut serta berkembang mengikuti
perkembangan teknologi, tahun 2020 merupakan sebuah langkah
berkesinambungan dalam pengembangan era Digital, banyak
sektor telah beralih ke media digital, hal ini bisa dilihat dari
banyaknya Start up yang lahir di negeri ini maupun di dunia

124
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

secara global.60 Hal ini membuktikan bahwa dimasa depan


teknologi digital akan memegang peranan penting dalam berbagai
sektor.

Mengapa harus digitalisasi dokumen?


Dokumen dalam bentuk digitalisasi sebenarnya sudah sangat
banyak dan sangat umum digunakan antar perusahaan atau
industri. Surat menyurat sekarang sudah digantikan dengan E-
Mail dan bahkan sudah bisa dinyatakan sebagai lampiran bukti
dokumen yang sah. Dokumen invoice juga hampir sebagian
perusahaan menggunakan aplikasi sehingga dihasilkan dokumen
digital berformat PDF atau sebagainya. Bahkan beberapa
perusahaan sudah menerapkan dokumen invoice yang bisa dikirim
via E-mail seperti tagihan tv kabel dan pascabayar bulanan
provider – provider lainnya.
Formulir – formulir pendaftaran, sekarang juga sudah
banyak sekali menetapkan e-form (elektronik formulir ). Dan E-
Form sekarang sudah bisa di aplikasikan pada website yang kita
miliki dan terhubung dengan database. Bahkan seperti fitur yang
dimiliki dari salah satu DMS yaitu Imagesilo, E-form yang
disediakan oleh Imagesilo ini diletakkan pada website dan ketika
tersimpan tidak hanya menjadi data atau database tetapi menjadi
sebuah formulir dokumen. Sehingga ketika dilakukan view atau
eksport, form tersebut memang berbentuk menjadi dokumen.

Keunggulan Digitalisasi Dokumen


Digitalisasi dokumen memang sudah termasuk kebutuhan

60
https://www.arsipmu.com/pentingnya-digitalisasi-dokumen/
agraria
125
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

dari perusahaan pada era sekarang. Alasan dari digitalisasi


dokumen lebih disukai adalah sebagai berikut :
1. Sistem digital lebih mudah dirancang
2. Informasi dari dokumen lebih mudah disimpan
3. Ketepatan dan ketelitian lebih tinggi
4. Pengoperasian relatif mudah.
5. Proses digitalisasi dokumen terdiri dari dua tahap yaitu :
a. Document Capture
Perubahan formati dari bentuk asli ke dokumen
digital pada umumnya yaitu PDF. Proses document capture
:
1) Dengan proses scanning (untuk jenis format awal yang
terdiri dari buku, dokumen, naskah , laporan , foto, dan
gambar yang berbentuk kertas)
2) Dengan proses konversi (untuk format awal bentuk file
seperti Txt , Word , Excel, Jpg ,Png)
b. Document Management
Pengolahan dari dokumen digital itu tersebut seperti
menggunakan aplikasi DMS (Document Management
System) atau dengan skala yang lebih besar menggunakan
ECM (Enterprise Content Management).

Beberapa manfaat dari proses digitalisasi dokumen seperti


pada umunya yaitu:
• Mengurangi penggunaan dokumen hardcopy
Mendapat ruangan yang lebih kosong, karena dengan
minimnya dokumen hardcopy ruangan yang digunakan sebagai
penyimpanan bisa terpakai untuk hal lain.

126
Dr. Yuliandi, S.SiT., M.H.

Perawatan yang lebih simple dan bisa dioperasikan oleh


beberapa orang. Jika dokumen hardcopy biasanya
membutuhkan ruangan khusus yang bebas dari segala resiko
kebakaran. Untuk dokumen digital hanya lebih membutuhkan
ruangan server khusus yang aman dan dikontrol ketat.
Operatornya pun harus diseleksi yang berintegritas tinggi,
dengan tes wawasan kebangsaan yang ketat, terbebas dari
afiliasi dengan kelompok atau partai politik manapun.
• Legalitas dokumen utuh
Legalitas yang lengkap dapat disimpan dalam bentuk
digital sehingga dengan sekali klik di komputer, kita bisa
melihat dokumen pertanahan secara lengkap karena disatukan
dalam sebuah folder dengan nama khusus dan sandi khusus.
• Mencegah pemalsuan dokumen.
Dengan masih maraknya mafia tanah yang menyerobot,
atau mengambil alih hak atas tanah milik pihak lain, maka
langkah digitalisasi dokumen pertanahan menjadi jawaban tepat
sehingga tidak ada lagi sertipikat kembar atas satu petak tanah
dengan dua pemilik yang berbeda. Kelak jika digitalisasi
sertipikat tanah telah terlaksana secara masif dan merata di
seluruh wilayah NKRI maka mafia tanah akan kesulitan dalam
melihat dan memalsukan berkas tanah yang bukan haknya.
Sebab disamping arsip digital yang berada di kantor BPN juga
sertipikat asli dipegang oleh pemilik tanah.
Dengan penyimpanan di ruang khusus dan dilindungi
oleh sistem keamanan akses dan sandi khusus, tidak akan
mudah ditembus dan resiko pemalsuan dapat dieliminir kecuali
jika ada oknum dalam Kantor BPN yang ingin berbuat jahat
pada bangsanya.
Dari beberapa penjelasan diatas sudahkah kita

127
Strategi Pemberantasan Mafia Tanah

memanfaatkan teknologi Digital sebagai basis dari pengelolaan


dokumen kita? Karena mau tak mau dimasa mendatang semua
bentuk pengelolaan dokumen akan menggunakan media digital
sebagai basis pengelolaan, oleh karena itu kita harus memulai
membangun sebuah system pengelolaan dokumen dari sekarang
jika kita tidak ingin tertinggal.

128
KEPUSTAKAAN

Aditya Karya Nugraha, Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum


Hak Atas Tanah Pasca Kebakaran Pada Kantor Pertanahan
Kabupaten Cianjur Dihubungkan Dengan Peraturan Kepala
BPN RI Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Penanganan Bencana
Dan Pengembalian Aset Tanah di Wilayah Bencana, Skripsi,
Unpad, Bandung, 2011.
Adrian Sutedi, Kekuatan Hukum berlakunya Sertipikat Sebagai Tanda
Bukti Hak Atas Tanah, Cipta Jaya, Jakarta, 2006.
Agus Sugiarto, Teguh wahyono, manajemen Kearsipan Modern: Dari
Konvensional ke basis Komputer, Gava Media, Yogyakarta,
2015.
Antje M. Ma’moen, Pendaftaran Tanah Sebagai Pelaksana Undang-
undang Untuk Mencapai Kepastian Hukum Hak-hak Atas Tanah
di Kotamadya Bandung, Unpad, 1996.
AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia,Mandar Maju,
Bandung, 1994.
Bachtiar Effendie, Kumpulan Tulisan tentang Hukum tanah, Alumni,
Bandung, 1993.
_______________, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-
peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993.
Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian
Advokasi dan Dokumentasi Hukum, Jakarta, 2016.
Biro Hukum dan Humas BPN, Peraturan jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah, Koperasi Pegawai BPN :Bumi Bhakti” Jakarta,1998.

129
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA,
Isi dan Pelaksanaannya, 1997.
______________, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan
Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2006.

____________, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam


Hubungannya Dengan TAP MPR RI/XI/MPR/2001, Universitas
Trisakti, Jakarta, 2002.
Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan
Permasalahannya, FH USU Press, 2000.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990.
Friedman, Lawrence M., American Law An Introduction (Hukum
Amerika Sebuah Pengantar), disadur oleh Wisnu Basuki, Tata
Nusa, Jakarta, 2001.
Hadjon , Philipus M., Peradilan Tata Usaha Negara Menurut UU No. 5 Tahun
1986; Antara Harapan dan Permasalahan, Yridika, Majalah Fakultas
Hukum Universitas Airlangga, Nomor 7 Tahun II, Desember 1987-
Januari 1988.
Hartatik, Indah Puji. Buku Praktis Mengembangkan SDM. Laksana, 2014
dalam Muchlisin Riadi,
http://www.kajianpustaka.com/2016/10/pengertian-tujuan-fungsi-
dan-manfaat-sop.html, didownload, tanggal 17 September 2016,
pukul 13.42 WIB
Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah:
Suatu Analisis dengan Pendekatan Terpadu Secara Normatif
Dan Sosiologis, Republika, Jakarta, 2008.
Muhamad Yamin Lubis, Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah,
Mandar Maju, Bandung, 2010.
Kantor Staf Presiden, 2016, Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma
Agraria 2016 – 2019, Kantor Staf Presiden, Jakarta: Cetakan
kesatu.
https://hanibalhamidi.files.wordpress.com/2016/09/naskah-
stranas-pelaksanaan-reforma-agraria-ksp.pdf
Kantor Staf Presiden Republik Indonesia. 2017. Pelaksanaan Reforma
Agraria. Arahan Kantor Staf Presiden: Prioritas Nasional

130
Reforma Agraria dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017.
Online. http://kpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/ac891-
strategi-nasional-reforma-agraria.pdf. Akses: Akses: Sabtu, 8
Agustus 2020. Pukul 8.16
Kantor Staf Presiden Republik Indonesia. 2017. Jokowi, Pidato Pada
Penyerahan Sertipikat PTSL, Batununggal, Bandung, tanggal 12-
4-2017.
Kasworo, Yerrico. 2018. Reforma Agraria Kini dan Nanti. Online.
https://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/reforma%20agrari
a%20kini%20dan%20nanti%20.pdf. Akses. Selasa, 11 Agustus
2020. Pukul 9.43.
Limbong, Bernhard. 2012. Konflik Pertanahan. Jakarta: Margaretha
Pustaka.
Rainoer, M. TanpaTahun. Penyelesaian Konflik Agraria Melalui Reforma
Hukum Agraria dan Pengadilan Agraria dalam Ditinjau Dari
Aspek Hak Asasi Manusia (HAM). Makalah. Online.
https://www.scribd.com/doc/164812604/Makalah-Teori-Hukum-
Reforma-Agraria. Akses. Selasa, 11 Agustus 2020. Pukul 9.43.
Sasmita, Gunawan. 2007. Reforma Agraria dan Refleksi HAM. Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Online.
https://www.scribd.com/presentation/181593139/Reforma-
Agraria-dan-Refleksi-Hak-Asasi-Manusia. Akses: Selasa, 11
Agustus 2020. Pukul 13.35.
Sobhan, Rehman. 1993. Agrarian Reform and Social Transformation:
Preconditions for Development. Dalam Hiski Darmayana,
Hakekat Reformasi Agraria. Online.
http://www.berdikarionline.com/opini/20111231/hakekat-
reformasi-agraria.html#ixzz2waAPoLi8. Akses: Sabtu, 8 Agustus
2020. Pukul 22.30.
Wiradi, Gunawan. Tanpa Tahun. Materi 6: Reforma Agraria untuk
Pemula. Online. Online.
http://www.kpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/74032-
reforma-agraria-untuk-pemula.pdf. Akses: Sabtu, 8 Agustus
2020. Pukul 7.23.
Wiradi, Gunawan. 2015. Reforma Agraria untuk Pemula. Online.
https://binadesa.org/gunawan-wiradi-reforma-agraria-untuk-
pemula/. Akses: Sabtu, 8 Agustus 2020. Pukul 7.25.

131
DAFTAR INDEKS

Aceh, 135, 136 HIMPERA, 67


ADR, 11, 12, 42, 43, 70 hukum represif, 16, 19, 21
ajudikasi, 62, 63, 64, 65, 66 ITE, 83
ANRI, 91, 120, 121 Klitgard, 58, 59
APERNAS, 67 Komnas, 45
Arbitrase, 11, 12, 70 Konsiderans, 101
Bappeda, 54 KPA, 37
Bappenas, 54 MALE, 89
Beasley, 110 Margono, 43, 44, 45
Black, 37 Maria, 24, 43, 44, 45, 46, 102
blanko Girik, 49 mediasi, 11, 12, 13, 42, 43, 44, 45, 46
BPKN, 48 More, 24
Buku Tanah, 15, 93, 104 MPR, 13, 71, 130
BUMN, 69 Ombudsman, 48, 113, 115
Christiawan, 55 penggarap tanah, 26
Coser, 36 Perkaban, 98, 101, 104
data yuridis, 15, 17, 20, 64, 65, 74, 97, Peta Bidang Tanah, 104
98, 103 PMH, 38, 47
DED, 90 PMNA, 21, 103
e-archives, 86, 91 PPAT, 99, 135, 136
EDI, 83 PTSL, 73, 131
e-file, 86, 91 PTUN, 30, 35, 49
Freeman, 35 records centre, 88
Gambar Ukur, 104 REI, 66
Hadi, 84 Robbins, 25
Hadjon, 14, 130 Rustandy, 39
hak milik, 2, 3, 5, 15, 61, 99, 101 Saefullah, 45
hak pakai, 6, 7 Sanchez, 56
hak sewa, 7 Schumbert, 83
Hak Tanggungan, 3, 4, 5, 122 Soto, 50
hak ulayat, 10 Stoner, 35
Hakim Yustisia, 120 Sumardjono, 43, 44, 45, 46
Hartadi, 40 Sumatera, 135, 136
HGB, 2, 3, 4, 5, 102 Surat Ukur, 15, 41, 104
HGU, 2, 3, 4, 5, 60, 102 tanah overlapping, 13

132
tanah partikelir, 33, 34 waris, 3, 100
teraan cap, 100 warkah, 97, 102, 105, 106, 107, 113,
UUPA, 21, 30, 71, 95, 97, 98, 101, 130 114, 115, 120, 122, 123
Wahid, 14, 97, 130 Winardi, 36
Wallace, 83

133
TENTANG PENULIS

DR. Yuliandi, S.SiT., M.H. Penulis lahir di Sigli pada


tanggal 7 Juli 1977. Memulai pendidikan Sekolah Dasar
hingga lulus tahun 1989, lalu SMPN lulus pada tahun
1992, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) lulus tahun
1995. Kemudian melanjutkan Pendidikan Manajemen
Pertanahan (D-IV) di Sekolah Tinggi Pertanahan
Nasional Yogyakarta, lulus pada tahun 2003, kemudian
menempuh kuliah Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana (S2) di Universitas Muhammadiyah Medan
Sumatera Utara lulus pada tahun 2007. Puncak
pendidikan formalnya adalah memperoleh gelar Doktor
Ilmu Manajemen pada Program Pascasarjana Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh pada tahun 2020.
Perjalanan karir penulis di bidang pertanahan diawalinya sebagai Staf
Kantor Wilayah Kanwil BPN Provinsi Aceh tahun 1997. Tahun 2009 menjadi
Kepala Sub Seksi Tematik dan Potensi Tanah, merangkap Unsur Seksi Survey
Pengukuran dan Pemetaan Perwakilan Kantor Pertanahan Kota Langsa. Tiga
tahun berikutnya menjabat Kepala Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak dan
PPAT, lalu sebagai Kepala Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan merangkap
PLT Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah di tahun 2014-2016. Tahun
2017 menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kota langsa dan tahun 2018
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Timur. Saat ini penulis menjabat
sebagai Kepala Kantor ATR/BPN Kota Medan. Penulis juga memperoleh tanda
jasa sebagai Satyalancana Karya Satya X Tahun 2014 dan Satyalancana Karya
Satya XX Tahun 2017 sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
74/TK/Tahun 2017.
Artikel dan Publikasi Ilmiah yang dipersembahkan penulis antara lain:
1. Artikel Penerapan Konsolidasi Tanah dalam Wilayah Pengembangan
Pembangunan Perkotaan melalui Koperasi PNS Kanwil BPN Provinsi Aceh,
terbit Tahun 2007, Diterbitkan oleh SANDI - Media komunikasi dan
Informasi Pertanahan Edisi XXIV-2007 ISSN. 0853-8034

134
2. Influence of Competency, Knowledge and Role Ambiguity on Job
Performance and Implication for PPAT Performance, tahun 2014,
diterbitkan oleh The International Institute for Science, Technology and
Education (IISTE). Journal of Economic and Suistainable DevelOMPent.
ISSN (Paper) 2222-1700 ISSN (Online) 2222-2855. Vol.5, No.17, 2014.
3. Empowerment to Performance: Relationship of Teamwork and
Competency-Based Approach in Management of Change (Study on Aceh
BPN in Post Tsunami) tahun 2014, diterbitkan oleh 4th Annual International
Conferencee Syiah Kuala University (AIC UNSYIAH). In Conjunction with
9th Annual International Workshop and Expo on Sumatera Tsunami
Disaster and Recovery – AIWEST-DR 2014 (Proceedings Social Science)
Syiah Kuala Univesity Press.
4. Influence of Leadership and Work Environtment to Job Satisfaction to
Employee Performance (Study on Aceh Goverment in Post-Tsunami) tahun
2014, diterbitkan oleh 4th Annual International Conferencee Syiah Kuala
University (AIC UNSYIAH) In Conjunction with 9th Annual International
Workshop and Expo on Sumatera Tsunami Disaster and Recovery –
AIWEST-DR 2014 (Proceedings Social Science). Syiah Kuala Univesity
Press.
5. Repair Work Productivity Through Compensation, Motivation and Work
Environment BULOG Aceh tahun 2014, diterbitkan oleh Prosiding Seminar
Nasional Ekonomi 2014 “Kesiapan Daerah Menghadapi Masyarakat
Ekonomi Asean 2015” Lhokseumawe, 18-20 Nopember 2014, Fakultas
Ekonomi – Universitas Malikussaleh (ISBN : 978-602-14708-1-7)
6. The Determinant Factors of Market Orientation Over Financial
Performance: Mediating Role of Market Performance tahun 2015,
diterbitkan oleh The 1th International Joint Conference of Indonesia-
Malaysia-Bangladesh-Ireland (IJCIMBI) 2015
7. Buku Gampong Agraria, Inovasi Pelayanan Desa OnLine Agraria di Kota
Langsa, terbit tahun 2017 diterbitkan oleh Media Nusa Creative ISBN: 978-
602-6397-91-1 Cetakan I, Agustus 2017
8. Buku Mediasi Sengketa Agraria diterbitkan oleh Media Nusa Creative, terbit
tahun 2018, ISBN: 978-602-462-045-5, Cetakan I, Pebruari 2018.
9. Work Discipline, Competence, Empowerment, Job Satisfaction, and
Employee Performance tahun 2019, diterbitkan oleh International Journal of
Recent Technology and Engineering, Published by ‘Blue Eyes Intelligence
Engineering & Sciences Publicatio.
10. Buku Karakter Pelayanan ASN Era Industri 4.0, diterbitkan oleh Media
Nusa Creative, terbit akhir tahun 2019, ISBN: 978-602-462-363-0, Cetakan
I, November 2019.

135
11. Buku Kebijakan Satu Peta Untuk Tata Ruang Wilayah Nasional, diterbitkan
oleh Media Nusa Creative, terbit Juli 2020, 978-602-462-434-7, Cetakan I,
Juli 2020.
12. Buku Manajemen Pengetahuan Era Society 5.0., diterbitkan oleh Media
Nusa Creative, terbit Agustus 2020, 978-602-462-444-6, Cetakan I, Agustus
2020.
Terakhir penulis tercatat sebagai Alumni Pelatihan Kepemimpinan
Nasional di Lemhanas 2019.
Buku ini merupakan karya publikasi ber ISBN ke empatbelas. Semangat
dan tekad pengabdian pada negara di bidang pertanahan terus memacunya
bekerja cerdas untuk siap meningkatkan pelayanan inovatif di manapun
berkarya.

136
137
138

Anda mungkin juga menyukai