Makalah Just in Time
Makalah Just in Time
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pemanufakturan tradisional mengatur skedul produksinya berdasarkan pada
peramalan kebutuhan di masa yang akan datang.Padahal tidak seorangpun yang dapat
memprediksi masa yang akan dating dengan pasti walaupun dia memiliki pemahaman yang
sempurna tentang masa lalu dan memiliki insting yang tajam terhadap kecendrungan
yang terjadi
dipasar.
Produksi berdasarkan prediksi terhadap masa yang akan datang dalam sistem
tradisonal
memiliki resiko kerugian yang lebih besar karena over produksi daripada produksi
berdasarkan
permintaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu munculah ide Just In Time yang
memproduksi
apabila ada permintaan. Suatu proses produksi hanya akan memproduksi apabila
diisyaratkan
oleh proses berikutnya. Sebagai akibatnya pemborosoan dapat dihilangkan dalam skala
besar,
yaitu berupa perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Kedua hal
tersebut
menjadikan perusahaan lebih kooperatif. Tujuan utama Just In Time adalah untuk
meningkatkan
laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian
biaya,
peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Just In Time merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting
dalam
manajemen biaya. Ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya
apabila ada
permintaan (full system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang
diminta, pada
saat
diminta,
dan
hanya
sebesar
kuantitas
yang
diminta.
Prinsip dasar Just In Time adalah peningkatan kemampuan perusahaan secara terus
menerus
untuk merespon perubahan dengan minimisasi pemborosan.
Terdapat empat aspek pokok dalam konsep Just In Time yaitu:
1. Menghilangkan semua aktifitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai
tambah
1
ekstrim tidak adanya persediaan (barang untuk dijual bagi seorang pengecer, bahan
baku barang
dalam
proses
atau
barang
jadi
bagi
seorang
produsen)
yang
ditahan.
Perusahaan yang menggunakan pembelian Just In Time biasanya menekankan biaya
tersembunyi
yang berhubungan dengan menahan tingkat persediaan yang tinggi. Biaya tersembunyi
ini
meliputi jumlah ruang penyimpanan yang lebih besar dan jumlah kerusakan–kerusakan
yang
cukup besar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Just In Time
Just in Time dikembangkan oleh Toyota Motor Corporation tahun 1973. Tujuan
utamanya adalah pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas dengan menghilangkan
berbagai pemborosan. Pengembangan yang sangat penting dalam perencanaan dan
pengendalian
operasional saat ini adalah JIT manufacturing yang kadang disebut sebagai ”produk
tanpa
persedian”. JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan untuk mengurangi
persediaan. JIT juga memperhatikan keseluruhan system produksi sehingga komponen
yang
bebas dari cacat dapat disediakan untuk tingkat produksi selanjutnya tepat ketika
mereka
dibutuhkan – tidak terlambat dan tidak terlalu cepat.
Sistem Just In Time berkembang di negara Jepang karena adanya keprihatinan
industriindustri di Jepang. Pada saat itu Jepang merupakan negara yang memiliki
sumber daya alam
yang terbatas, ketergantungan pada energi dan bahan baku import, dan keadaan
geografisnya
yang kurang menguntungkan (80% bagian negara terdiri dari pegunungan). Hal ini
menjadikan
para produsen Jepang mempunyai posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan
pesaingpesaing dari negara-negara barat. Oleh karena itu, Jepang melakukan berbagai
macam usaha
untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dengan biaya produksi yang lebih
rendah
dibandingkan negara lain sehingga produk Jepang menjadi sangat kompetitif dengan
produk lain
di dunia internasional.
Jepang mengembangkan suatu inovasi terhadap pemborosan dalam hal bahan baku,
tempat, tenaga kerja, waktu serta biaya. Harga tanah yang mahal akibat lahan yang
sempit tidak
memungkinkan untuk membangun tempat penyimpanan persediaan sehingga mendorong
perusahaan untuk merancang tata letak pabrik dan arus bahan menjadi seefektif
mungkin. Dari
keterbatasan inilah Just In Time berkembang. Pendekatan Just In Time dikembangkan
oleh Mr.
Taiichi Ohno (mantan wakil presiden Toyota Motor Company di Jepang) bersama
rekannya di
pertengahan 1970. Pengembangan Just In Time di Jepang adalah untuk menghindari atau
mengeliminasi pemborosan, menghindari produk-produk rusak atau cacat dengan
menghasilkan
produk yang bermutu tinggi, mengeliminasi pengerjaan ulang dan penumpukan
persediaan.
Keberhasilan Just In Time pada Toyota Motor Company menarik perhatian perusahaan
lain di Jepang. Toyota telah memperoleh pengakuan dunia industri tentang
keberhasilannya
mengurangi inventory sampai pada tingkat minimum (orientasi zero inventory). Sejak
saat
penerapan sistem Just In Time terbukti manfaatnya semakin bertambah banyak
perusahaanperusahaan di Jepang yang ikut menerapkan sistem Just In Time. Konsep
Just In Time ini
kemudian meluas di luar Jepang yaitu Ford, Chrysler, General Motor, Hawlett Packard
merupakan contoh perusahaan-perusahaan besar yang telah menerapkan sistem Just In
Time.
Tempat makan siap saji seperti McDonald’s telah belajar sistem manufaktur Just In
Time seperti
3
Toyota, dengan menerapkan sistem Just In Time baru yang disebut dengan “Made For
You”.
Dimana tujuan dari sistem Just In Time tersebut adalah melayani setiap konsumen
dengan
makanan yang sesegar mungkin dalam waktu 90 detik. Sampai saat ini, sistem Just In
Time terus
berkembang dan diterapkan bukan saja pada perusahaan-perusahaan manufaktur, tetapi
juga
dikembangkan oleh perusahaan kecil (Ristono, 2010).
2.2 Filosofi Just In Time
Konsep Just In Ti me (JIT) adalah sistem manajemen fabrikasi modern yang
dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan terbaik yang ada di Jepang, sejak awal
tahun 1970an,
JIT pertama kali dikembangkan dan disempurnakan di pabrik Toyota Manufacturing oleh
Taiichi
Ohno, oleh karena itu Taiichi Ohno sering disebut sebagai bapak JIT, Konsep JIT
berprinsip
hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta (what) sejumlah yang diperlukan
(How
much) dan pada saat dibutuhkan (When) oleh konsumen.
Just In Time (JIT) merupakan keseluruhan filosofi dalam operasi manajemen dimana
segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas
dipakai
sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi
pemborosan.
Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: Segala sesuatu
yang
berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat, dan
waktu kerja
yang mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk.
Dalam bahasa sederhanya pengertian pemborosan adalah segala sesuatu tidak memberi
nilai tambah itulah pemborosan.
Ada 5 jenis pemborosan yang perlu diidentifikasi dalam Just In Time (JIT):
1. Waktu pemrosesan waktu aktual untuk menghasilkan suatu produk.
2. Waktu pindah : waktu yang digunakan untuk memindahkan dari satu departemen ke
depatemen yang lain.
3. Waktu inspeksi : waktu yang digunakan untuk menentukan produk rusak atau
mengerjakan ulang produk yang rusak tsb.
4. Waktu tunggu : waktu yang dihabiskan suatu produk karena menunggu untuk
dikerjakan
ketika sampai pada departemen berikutnya
5. Waktu penyimpanan : waktu yang dibutuhkan suatu produk baik dalam gudang
penyimpanan persedianan setengah jadi maupun setelah barang jadi sampai di gudang.
4
2.3 Pengertian Just In Time
Just In Time (JIT) merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk
mencapai
produksi volume tinggi dengan menggunakan minimum persediaan untuk bahanbaku, WIP,
dan
produk jadi.
Konsep dasar dari sistem produksi JIT adalah memproduksi produk yang
diperlukan,pada
waktu dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada
setiap tahap
proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis atau paling efisien
melalui
eliminasi pemborosan (waste elimination) dan perbaikan terus–menerus (contionous
process
improvement). Dalam pengertian luas, JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang
memusatkan
pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya dalam suatu
organisasi.
JIT mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:
1. Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus
dieliminasi.
Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya yang tidak perlu, misalnya
persediaan sedapat mungkin nol.
2. Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi. Sehingga
produk
rusak dan cacat sedapat mungkin nol,tidak memerlukan waktu dan biaya untuk
pengerjaan kembali produk cacat, dan kepuasan pembeli dapat meningkat.
3. Selalu
diupayakan
penyempurnaan
yang
berkesinambungan
(Continuous
Improvement)dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
4. Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan pemahaman
terhadapaktivitas yang bernilai tambah.
JIT dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional perusahaan seperti
misalnyapembelian, produksi, distribusi, administrasi dan sebagainya.Dalam system
Just In Time
(JIT), aliran kerja dikendalikan oleh operasi berikut ,dimana setiap stasiun kerja
(work station)
menarik output dari stasiun kerja sebelumnyasesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan
kenyataan
ini, sering kali JIT disebut sebagai PullSystem (system tarik). Dalam system JIT ,
hanya final
assembly line yang menerima jadwalproduksi, sedangkan semua stasiun kerja yang lain
dan
pemasok (supplier) menerima pesananproduksi dari subkuens operasi berikutnya.
Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem
manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang
pada
prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang
diperlukan dan
pada saat dibutuhkan oleh konsumen.
Terdapat juga definisi dan deskripsi dari JIT, diantaranya:
JIT adalah suatu sistem produksi yang bertujuan untuk meminimalkan biaya produksi
dengan membuat dan mendistribusikan barang dalam jenis, kuantitas, waktu dan tempat
yang tepat dengan menggunakan fasilitas, peralatan, dan sumber daya manusia
seminimum mungkin (NSW Science and Technology Council, 1985).
5
JIT adalah suatu sistem produksi yang merubah kompleksitas manajemen manufaktur
dengan kesederhanaan (Schonberger, 1984).
JIT adalah suatu filosofi manufaktur yang berusaha untuk memproduksi suatu produk
dalam jangka waktu sesingkat mungkin dengan menghasilkan kesalahan seminimum
mungkin (Hall, 1987).
7
berhasil menggunakan operasi JIT. Perusahaan yang telah berhasil
mengimplementasikan
filosofi JIT akan mendapatkan manfaat yang besar.
Tujuan Strategis JIT:
1. Meningkatkan laba.
2. Memperbaiki posisi persaingan perusahaan.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara:
-
Meningkatkan mutu.
8
2.7 Prinsip-prinsip Just In Time
Secara singkat prinsip Just In Time adalah menghilangkan sumber-sumber pemborosan
produksi dengan cara menerima jumlah yang tepat dari bahan baku dan memproduksinya
dalam
jumlah yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat pula (Indrajid dan
Pranoto,
2003).
Terdapat tujuh macam prinsip dasar yang menyusun sistem produksi Just In Time
sehingga
menjadikan sebuah sistem yang memiliki kualifikasi tinggi, ketujuh prinsip itu
menurut Leo
(2007) adalah:
1. Simplification, merupakan salah satu tools Just In Time dalam penyederhanaan
proses
maupun prosedur yang ada.
2. Cleanliness and Organization, fasilitas-fasilitas yang bersih dan teratur akan
memudahkan pekerja dalam melakukan pekerjaan.
3. Visibility, kejelasan yang membuat suatu kesalahan dapat terlihat dengan jelas.
4. Cycle time, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produk.
5. Agility, kekuatan dalam pembuatan produk dengan memberikan respon yang cepat dan
tepat terhadap perubahan.
6. Variability Reduction, kemampuan mengurangi hal-hal yang tidak diperlukan.
7. Measurement,
pengukuran
serta
pengertian
akan
proses
keseluruhan.
Manfaat Just In Time
Untuk mengaplikasikan metode JIT maka ada delapan prinsip yang harus dijadikan
dasar
pertimbangan di dalam menentukan strategi sistem produksi, yaitu:
1. Berproduksi sesuai dengan pesanan Jadual Produksi Induk
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu
setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan
utamanya
untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin
dikonsumsikan saja (Just in Time), untuk itu proses produksi akan menghasilkan
sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk
menghindari terjadinya stock serta untuk menekan biaya penyimpanan (holding cost).
9
dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian
dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan permintaan pasar.
3. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua
pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan
lainlain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target
produksi.
4. Perbaikan aliran produk secara terus menerus.
(Continous Product Flow Improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan
prosesproses yang menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang tidak produktif
(idle,
delay, material handling, dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran
produksi.
5. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi.
Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara melakukan
pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk
penyimpangan haruslah bisa diidentifikasikan dan dikoreksi sedini mungkin.
6. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)
Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi
kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu
aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah
serius dalam satu stasiun kerja tertentu.
7. Mengurangi segala bentuk ketidak pastian (Seek to Eliminate Contigencies)
Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi demand yang berfluktuasi
dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana
tidak
segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara
tidak
terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan
menyebabkan
terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu
dalam perencanaan dan penjadualan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan
secara
teliti. Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa dieliminir dan
harus
sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan formulasi model peramalannya.
10
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem produksi di atas bukanlah
suatu
komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek, melainkan harus
dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka
panjang.
Dalam jangka pendek, ada kemungkinan aplikasi Just in Time dalam sistem produksi
justru akan
menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva belajar.
Selain prinsip dasar just in time, berikut adalah urutan penerapan teknik just in
time :
-
Autonomasi (“jidoka”).
11
2. Faktor Inventory (Persediaan)
Perusahaan pabrikasi biasanya menyimpan tiga jenis persediaan yaitu bahan baku,
barang
dalam proses, dan barang jadi. Just In Time memerlukan teknik dalam mengelola
inventory antara lain penggunaan pull system untuk pergerakan inventory,
pengurangan
variabilitas, pengurangan persediaan, ukuran lot yang kecil dan pengurangan waktu
set
up.
3. Faktor Scheduling (Penjadwalan)
Scheduling atau penjadwalan operasi produksi merupakan penetapan waktu serta
penggunaan sumber daya dalam kegiatan operasi produksi. Just In Time mensyaratkan
dan mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier, jadwal produksi yang bertingkat,
menekankan bagian dari jadwal paling dekat dengan tempo, lot kecil, dan teknik
kanban.
4. Faktor Layout (Tata Letak)
Tata letak (layout) merupakan susunan dari mesin-mesin dan peralatan serta semua
komponen yang menunjang produksi dalam suatu pabrik. Tata letak yang baik
memungkinkan pengurangan pemborosan yaitu pergerakan, misalnya pergerakan bahan
baku maupun manusia.
5. Faktor Quality Management (Manajemen Kualitas)
Just In Time memiliki prinsip utama dalam pengendalian kualitas, yaitu output yang
bebas cacat adalah lebih penting dari output itu sendiri, segala kesalahan dan
kerusakan
dapat dicegah, dan tindakan pencegahan adalah lebih murah dari pada pekerjaan
mengulang. Dengan demikian Just In Time lebih dapat menghemat biaya karena tidak
ada pemborosan.
6. Faktor Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)
Pemeliharaan dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan melalui
tindakan
pencegahan. Preventive maintenance merupakan semua aktifitas yang dilakukan untuk
menjaga peralatan dan mesin tetap bekerja dengan baik dan untuk mencegah kerusakan.
Just In Time membutuhkan preventive maintenance yang terjadwal dan adanya
pemeliharaan rutin harian.
7. Faktor Employee Empowerment (Pemberdayaan Pekerja)
Pemberdayaan pekerja berarti melibatkan pekerja dalam setiap langkah proses
produksi.
Pemberdayaan pekerja dengan meluaskan pekerjaan pekerja sehingga bertanggung jawab
dan memiliki kewenangan tambahan yang dipindahkan sedapat mungkin pada tingkat
terendah dalam organisasi
12
2.9 Eelemen-elemen kunci sistem Just In Time
Lima Elemen kunci demi keberhasilan JIT :
1. Jumlah Pemasok yang terbatasTingkat persediaan yang minimalSistem JIT memotong
biaya dengan mengurangi :
a. Ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan bahan baku
b. Jumlah penanganan bahan baku
c. Jumlah persediaan yang usang.
2. Pembenahan Tata Letak Pabrik Arus Lini adalah jalur fisik yang dilewati oleh
sebuah
produk pada saat bergerak melalui proses pabrikasi dari penerimaan bahan baku
sampai
ke pengiriman barang jadi.
a. Meminimalkan biaya penanganan bahan baku
b. Meniadakan penyimpanan unit produk dalam proses pada saat unit tersebutmenunggu
proses berikutnya.
3. Pengurangan Setup TimeMasa pengesetan mesin (setup time) adalah waktu yang
dibutuhkan untuk mengubahperlengkapan, memindahkan bahan baku, dan mendapatkan
formulir terkait dan bergerak cepat untuk mengakomodasikan produk unsure yang
berbeda.
4. Kendali Mutu Terpadu (Total Quality Control)TQC berarti bahwa perusahaan tidak
akan
memperbolehkan penerimaan penerimaankomponen dan bahan baku yang cacat dari para
pemasok, pada BDp maupun pada barang jadi.
5. Tenaga kerja yang fleksibel
13
a. Membentuk Aliran/Penyederhanaan.
Idealnya suatu lini produksi yang baru dapat di setup sebagai batu ujian untuk
membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut, dan memecahkan masalah
awal.
b. Kanbal Pull Sistem.
Kanbal merupakan sistem manajemen suatu pengendalian perusahaan, karena itu
kanbal memiliki beberapa aturan yang perlu diperhatikan:
14
7. Kemampuan Proses, Statistical Proses Control (SPC) dan Perbaikan
Berkesinambungan.
Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan berkesinambungan harus ada dalam
pemanufakturan JIT, karena beberapa hal: Pertama, segala sesuatu harus bekerja
sesuai
dengan harapan dan mendekati sempurna. Kedua, dalam JIT tidak ada bahan cadangan
untuk kemacetan perusahaan dan Ketiga, semua kondisi mesin harus bekerja dengan
prima.
15
a. Dukungan, yaitu dari semua pihak terutama yang berkaitan dengan kegiatan
pembelian, dan khususnya dukungan dari pimpinan. Tanpa ada komitmen dari
pimpinan tersebut JIT tidak dapat terlaksana.
b. Mengubah sistem, yaitu mengubah cara mengadakan pembelian, yaitu dengan
membuat kontrak jangka panjang dengan pemasok sehingga perusahaan cukup hanya
memesan sekali untuk jangka panjang, selanjutnya barang akan datang sesuai
kebutuhan atau proses produksi perubahan kita.
2. Strategi Penerapan Pembelian Just In Time
a. Penemuan sistem produksi yang tepa, yaitu dengan sistem tarik yang bertujuan
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dengan menghilangkan sebanyak
mungkin pemborosan.
b. Penemuan lini produksi yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-
macam
barang, sehingga semua kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda itu dapat terpenuhi.
Selain itu lini produksi tersebut dapat menghemat biaya, biaya bahan, persediaan,
dan
sebagainya.
Tradisional
-
Sistem tarikan
Sistem dorongan
Persediaan signifikan
Pemanufakturan berstruktur
departemen
Jasa terdesentralisasi
Karyawan terspesialisasi
Jasa tersentralisasi
16
1. Sistem tarikan dibanding sistem dorongan
Sistem tarikan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar atas permintaan
konsumen, baik konsumen internal maupun konsumen eksternal. Sebagai contoh dalam
perusahaan pemanufakturan permintaan konsumen melalui aktivitas penjualan
menentukan aktivitas produksi, dan aktivitas produksi menentukan aktivitas
pembelian.
System dorongan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar dorongan
aktivitas-aktivitas sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktivitas pembelian
mendorong
aktivitas produksi, dan aktivitas produksi mendorong aktivitas penjualan.
2. Persediaan tidak signifikan dibanding persediaan signifikan
Karena JIT menggunakan system tarikan maka dapat mengurangi persediaan menjadi
tidak signifikan atau dengan kata lain dikurangi sampai tingkat minimum persediaan
yaitu 0 .
Sebaliknya, dalam system tradisional, karena menggunakan system dorongan maka
persediaan jumlanya signifikan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli melebihi
kebutuhan produksi, jumlah produk yang diproduksi melebihi permintaan konsumen dan
perlu adanya persediaan penyangga. Persediaan penyangga diperlukan jika permintaan
konsumen melebihi jumlah produksi dan jumlah bahan yang digunakan untuk produksi
melebihi jumlah bahan yang dibeli.
3. Basis pemasok sedikit dibanding basis pemasok banyak
JIT hanya menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit untuk mengurangi atau
mengeliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah, memperoleh bahan yang
bermutu
tinggi dan berharga murah.
Sedangkan system tradisional menggunakan banyak pemasok untuk memperoleh harga
yang murah dan mutu yang baik, tapi akibatnya banyak aktivitas-aktivitas tidak
bernilai
tambah dan untuk memperoleh harga yang lebih murah harus dibeli bahan dalam jumlah
yang banyak atau mungkin dengan mutu yang rendah.
4. Kontrak jangka panjang dibanding kontrak jangka pendek
JIT menerapkan kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna membangun
hubungan baik yang saling menguntungkan sehingga dapat dipilih pemasok yang
memasok bahan berharga murah, bermutu tinggi, berkinerja pengiriman tepat waktu dan
tepat jumlah serta dapat mengurangi frekuensi pemesanan.
Sedangkan tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak
pemasok sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli dalam jumlah yang
banyak atau mungkin mutunya rendah.
5. Struktur seluler dibanding struktur departemen
17
Struktur seluler dalam JIT adalah pengelompokan mesin-mesin dalam satu keluarga,
biasanya kedalam struktur semilingkaran atau huruf “U” sehingga satu sel tertentu
dapat
digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu keluarga produk tertentu
secara berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada dasarnya merupakan pabrik mini
atau
pabrik di dalam pabrik. Penggunaan struktur seluler ini dapat mengeliminasi
aktivitas,
waktu, dan biaya yang tidak bernilai tambah.
Sedangkan struktur departemen dalam system departemen adalah struktur pengolahan
produk melalui beberapa departemen produksi sesuai dengan tahapan-tahapannya dan
memerlukan beberapa departemen jasa yang memasok jasa bagi departemen produksi.
Akibatnya struktur departemen menimbulkan aktivitas-aktivitas serta waktu dan
biayabiaya tidak bernilai tambah dalam jumlah besar.
6. Karyawan berkeahlian ganda dibanding karyawan terspesialisasi
System JIT yang menggunakan system tarikan waktu “bebas” harus digunakan oleh
karyawan struktur seluler untuk berlatih agar berkeahlian ganda sehingga ahli dalam
berproduksi dan dalam bidang-bidang jasa tertentu misalnya pemeliharaan pencegahan,
reparasi, setup, inspeksi mutu.
Sedangkan pada system tradisional system karyawan terspesialisasi berdasarkan
departemen tempat kerjanya misalnya departemen produksi atau departemen jasa.
Karyawan pada departemen jasa terspesialisasi pada aktivitas penangan bahan,
listrik,
reparasi, dan pemeliharaan, karyawan pada departemen produksi terspesialisasi pada
aktivitas pencampuran, peleburan, pencetakan, perakitan, dan penyempurnaan.
7. Jasa terdesentralisasi dibanding jasa tersentralisasi
System tradisional mendasarkan pada system spesialisasi sehingga jasa
tersentralisasi
pada masing-masing departemen jasa. Sedangkan pada system JIT jasa
terdesentralisasi
pada masing-masing struktur seluler, para karyawan selain ditugaskan untuk
berproduksi
tapi juga harus ditugaskan pada pekerjaan jasa yang secara langsung mendukung
produksi dalam struktur selulernya.
8. Keterlibatan tinggi dibanding keterlibatan rendah
Dalam system tradisional, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan relative rendah
karena karyawan fungsinya melaksanakan perintah atasan. Sedangkan dalam system JIT
manajemen harus dapat memberdayakan para karyawannya dengan cara melibatkan
mereka atau memberi peluang pada mereka untuk berpartisipasi dalam manajemen
organisasi. Menurut pandangan JIT, peningkatan keberdayaan dan keterlibatan
karyawan
dapat meningkatkan produktviitas dan efisiensi biaya secara menyeluruh. Para
karyawan
dimungkinkan untuk membuat keputusan mengenai bagaimana pabrik beroperasi.
18
9. Gaya pember fasilitas disbanding gaya pemberi perintah
System tradisional umumnya menggunakan gaya manajemen sebagai atasan karena
fungsi utamanya adalah memerintah para karyawannya untuk melaksanakan kegiatan.
Sedangkan pada system JIT memerlukan keterlibatan karyawan sehingga mereka dapat
diberdayakan, maka gaya manajemen yang cocok adalah sebagai fasilitator dan
bukanlah
sebagai pemberi perintah.
10. TQC disbanding AQL
TQC (Total Quality Control) dalam JIT adalah pendekatan pengendalian mutu yang
mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan tiada akhir untuk
menyempurnakan mutu agar tercapai kerusakan nol atau bebas dari kerusakan. Produk
rusak haruslah dihindari karena dapat mengakibatkan penghentian produksi dan
ketidakpuasan konsumen.
Sedangkan AQL (Accepted Quality Level) dalam system tradisional adalah pendekatan
pengendalian mutu yang memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan namun
tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditentukan sebelumnya.
19
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
2. Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
3. Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya
tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4. Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga beli
secara
individual
5. Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
B. Produksi JIT
Produksi JIT adalah sistem penjadwalan produksi komponen atau produk yang tepat
waktu, mutu, dan jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi
berikutnya atau
sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.
Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan biaya produksi dengan cara:
1. Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap workstation (stasiun
kerja) atau tahapan pengolahan produk (konsep persediaan nol).
2. Mengurangi atau meniadakan “Lead Time” (waktu tunggu) produksi (konsep waktu
tunggu nol).
3. Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengurangi biaya setup
mesin-mesin pada setiap tahapan pengolahan produk (workstation).
4. Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk sehingga aktivitas produksi
yang
tidak bernilai tambah dapat dieliminasi.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan efisiensi dalam bidang:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penerapan produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen
dalam beberapa cara sebagai berikut:
1. Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan
2. Mengeliminasi atau mengurangi kelompok biaya (cost pools) untuk aktivitas tidak
langsung
20
3. Mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi selisih biaya tenaga
kerja dan
overhead pabrik secara individual
4. Mengurangi keterincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”
Pemanufakturan
JIT
adalah
sistem
tarikan
permintaan
(Demand-Pull).
Tujuanpemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut
dibutuhkan
danhanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan).
Beberapa perbedaan pemanufakturanJIT dengan Tradisional meliputi:
a. Persediaan rendah
b. Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner
c. Filosofi TQC (Total Quality Control)
JIT
-
Sistem Pull-Through
Persediaan tidak signifikan
Sel-sel pemanufakturan
Tenaga kerja terinderdisipliner
Pengendalian mutu (TQC)
Desentralisasi jasa
21
Tradisional
- Sistem Push-Through
- Persediaan signifikan
- Berstruktur departemen
- Tenaga kerja terspesialisasi
- Level mutu akseptabel (AQL)
- Sentralisasi jasa
produksi
22
23
3. Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira
mengasilkaninformasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara berurutan.
Ada dua perubahan elative pada sistem konvensional yaitu :
a. Perubahan Akuntansi Bahan
b. Perubahan Akuntansi Biaya konversi
24
Kaizen mempunyai semangat mengadakan perbaikan secara terus-menerus dan
berkesinambungan dengan berpedoman pada semangat, hari ini harus lebih dari hari
kemarin dan
hari esok harus lebih baik dari hari ini, tidak boleh ada hari tanpa ada perbaikan.
Adapun hirarki dalam kaizen adalah:
-
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Just In Time (JIT) merupakan keseluruhan filosofi dalam operasi manajemen dimana
segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan fasilitas
dipakai
sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi
pemborosan.
Konsep dasar dari sistem produksi JIT adalah memproduksi produk yang
diperlukan,pada
waktu dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada
setiap tahap
proses dalam sistem produksi dengan cara yang paling ekonomis atau paling efisien
melalui
eliminasi pemborosan (waste elimination) dan perbaikan terus–menerus (contionous
process
improvement). Dalam pengertian luas, JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang
memusatkan
pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya dalam suatu
organisasi.
Tujuan utama Just In Time adalah untuk meningkatkan laba dan posisi persaingan
perusahaan yang dicapai melalui usaha pengendalian biaya, peningkatan kualitas,
serta perbaikan
kinerja pengiriman.
Manfaat JIT antara lain :
1. Mengurangi ruangan gudang untuk penyimpanan barang.
2. Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi
3. Mengurangi pemborosan barang rusak dan barang cacat dengan mendeteksi
kesalahan pada sumbernya.
4. Penggunaan mesin dan fasilitas secara baik.
5. Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan pemasok.
6. Layout pabrik yang lebih baik.
7. Pengendalian kualitas dalam proses.
26
DAFTAR PUSTAKA
http://rolandalpario.wordpress.com/2013/05/11/metode-just-in-time-dalam-akuntansi-
manajemen/
https://arvita92.wordpress.com/2014/07/10/makalah-just-in-time/
http://nonawinona.mywapblog.com/just-in-time.xhtml
http://firlanboyz.blogspot.com/2013/11/makalah-just-in-time.html
http://www.scribd.com/doc/96156634/Makalah-Akuntansi-Manajemen-Just-in-Time-
Kelompok2#scribd
http://riskymahira.blogspot.com/2013/05/makalah-manajemen-persediaan-just-in.html
http://materi-sisfo.blogspot.com/2012/06/makalah-just-in-time-jit.html
27
28
29
30