Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya penurunan kesiagaan

(Lientje, 2010). Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar

tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah

istirahat (Tarwaka, 2010). Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda

dari setiap individu, tetapi semuanya  bermuara pada kehilangan efisiensi dan

penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).

Kelelahan yang terus-menerus untuk jangka waktu yang panjang akan

menjadi kelelahan kronis dirasakan sebelum, saat, dan setelah bekerja yang

menyebabkan meningkatnya angka sakit pada tenaga kerja individual dan

kelompok (Suma’mur, 2009). Kelelahan yang dialami tenaga kerja akan

berdampak pada hilangnya kemauan bekerja yang menyebabkan tenaga kerja

berhenti bekerja. Tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja bila tetap

bekerja akan meningkatkan angka kecelakaan kerja akibat kelelahan kerja

(Nugraheni, 2015).

Investigasi di beberapa negara menunjukkan bahwa kelelahan

(fatigue) memberi kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja

(Eraliesa, 2008). Kelelahan kerja memberi kontribusi 50% terhadap

terjadinya kecelakaan kerja (Setyawati, 2007). Data dari International

1
2

Labour Organization (ILO, 2003) menunjukkan bahwa hampir setiap

tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja

yang disebabkan oleh faktor kelelahan. Penelitian tersebut menyatakan dari

58155 sampel, sekitar 18.828 sampel menderita kelelahan yaitu sekitar

32,8% dari keseluruhan sampel (Baiduri, 2008). Perasaan kelelahan kerja

adalah satu dari beberapa gejala yang sering ditemukan di balai

pengobatan maupun rumah sakit yaitu sekitar 20-40% populasi

mengeluhkan kelelahan kerja yang berat (Setyawati, 2010).

Dampak kelelahan kerja dapat menimbulkan keadaan-keadaan seperti

prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologi motorik dan neural yang

menurun, badan terasa tidak enak dan semangat kerja yang menurun

(Setyawati, 2011). Dampak tersebut akan meningkatkan kecendrungan terjadi

kecelakaan kerja yang dapat merugikan pekerja dan perusahaan produktivitas

kerja (Suma’mur 2009). Kelelahan terbukti memberikan kontribusi lebih dari

60% dalam kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja (Setyawati, 2011).

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI

didapat 30-40% masyarakat pekerja pemberi jasa layanan kesehatan yang

bersifat teknis dan beroperasi selama 8-24 jam sehari mengalami

kelelahan. Hal ini dikarenakan adanya pola kerja bergilir (Depkes RI, 2003).

Menurut Green, Suma’mur (dalam Susetyo dkk 2008) dari proceeding

mengemukakan faktor yang mempengaruhi kelelahan ada dua yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Termasuk faktor internal antara lain : faktor

somatis atau faktor fisik, gizi, jenis kelamin, usia, pengetahuan dan sikap
3

atau gaya hidup. Menurut (Setyawati 2011), usia dapat berpengaruh terhadap

kekuatan fisik pekerja. Usia juga berpengaruh terhadap adanya perasaan

kelelahan kerja maupun perubahan waktu reaksi seorang pekerja. Sedangkan

yang termasuk faktor eksternal adalah keadaan fisik lingkungan

kerja (kebisingan, suhu, pencahayaan, faktor kimia (zat beracun), faktor

biologis (bakteri, jamur), faktor ergonomi, kategori pekerjaan, sifat

pekerjaan, disiplin atau peraturan perusahaan, upah, hubungan sosial dan

posisi kerja atau kedudukan.

Usia mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang yang

berakibat pada kelelahan. Salah satu indikator dari kapasitas kerja adalah

kekuatan otot seseorang. Semakin tua usia seseorang, maka semakin menurun

kekuatan ototnya. Kekuatan otot yang dipengaruhi oleh umur akan berakibat

pada kemampuan fisik tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya. Laki-laki

maupun wanita pada umur sekitar 20 tahun merupakan puncak dari kekuatan

otot seseorang, dan pada umur sekitar 50 – 60 tahun kekuatan otot mulai

menurun sekitar 15 – 25% (Setyowati dkk, 2014).

Menurut (Suma’mur, 2013) agar seorang tenaga kerja ada dalam

keserasian sebaik-baiknya, yang berarti dapat terjamin keadaan kesehatan dan

produktivitas kerja setinggi-tingginya, maka perlu ada keseimbangan yang

menguntungkan dari faktor, yaitu : (a) Beban kerja, seorang tenaga kerja

memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja.

Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau mental, atau

sosial. Namun sebagai persamaan umum mereka, mereka hanya mampu


4

memikul beban sampai suatu berat tertentu. Bahkan ada beban yang optimal

bagi seseorang. (b) Beban tambahan akibat dari lingkungan kerja, sebagai

tambahan kepada beban kerja yang lansung akibat pekerjaan yang sebenarnya,

suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi, yang

berakibat beban tambahan pada jasmani dan rohani tenaga kerja. (c) Kapasitas

kerja, kemampuan kerja seseorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang

lainnya dan sangat tergantung kepada ketrampilan, keserasian (fittness),

keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran-ukuran tubuh.

Menurut (Notoatmodjo, 2014) agar tidak menjadi beban tambahan kerja,

maka lingkungan kerja harus ditata secara sehat atau lingkungan kerja yang

sehat. Lingkungan kerja yang tidak sehat akan menjadi beban tambahan bagi

pekerja atau karyawan, misalnya: (a) Penerangan atau pencahayaan ruang

kerja. (b) Kegaduhan atau bising. Sedangkan dari studi pendahuluan yang telah

dilakukan peneliti pada tanggal 17 november 2017 sebelumnya disepanjang

jalan raya Tajem Maguwoharjo terdapat sepuluh usaha laundry sepanjang tiga

setengah kilometer yaitu dari perempatan pasar Setan, dukuh Setan,

Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta sampai dengan Universitas Respati

Yogyakarta. yang saya survei ada tiga laundry yang dimana rata-rata pekerja

dalam satu laundry sekitar dua sampai tiga pekerja. Dari wawancara singkat

tersebut diperoleh informasi seperti jam kerja dua belas jam, menghasilkan

lebih dari tiga puluh kilo gram per hari pakaian bersih dan petugas sering

mengalami keluhan seperti lelah, yang disebabkan karena: (1) Banyaknya

pelanggan, (2) Komplain dari pelanggan, (3) Lingkungan: panas, sempit, (4)
5

mesin cuci yang digunakan untuk mencuci pakaian/kain, sebagian laundry

proses pengambilan air dilakukan secara manual, (5) saat mengoperasikan

mesin cuci mereka harus berdiri, (6) pakaian yang berwarna putih, kerah baju,

jeans disikat. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang di terima

oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,

kognitif maupun keterbatasan manusia menerima beban tersebut.

Dengan demikian masalah yang dihadapi para pekerja ini adalah kelelahan

karena pelanggan yang sangat ramai. Untuk mencapai produktivitas yang

maksimal, menurut Suma’mur (2013), perlu adanya keseimbangan antara

beban kerja dan kelelahan kerja. Adanya perbedaan tersebut membuat

penelitian ini penting untuk dilakukan. Sehubungan dengan meningkatnya

kelelahan pada pekerja tersebut dan kategori usia pada pekerja yang berbeda-

beda secara khusus kelelahan seperti yang dikemukan pada latar belakang di

atas, maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang

hubungan umur dengan kelelahan kerja di sepanjang jalan raya tajem

Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta yang berjudul “ Hubungan Umur

dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Laundry di Sepanjang Jalan Raya

Tajem, Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta “.

A. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara umur dengan

kelelahan kerja pada pekerja laundry.


6

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara Umur dengan Kelelahan Kerja

pada pekerja laundry di Sepanjang jalan raya Tajem, Maguwoharjo,

Sleman Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan kelelahan kerja

pada pekerja laundry.

b. Untuk mengetahui kelelahan pada pekerja laundry.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi pekerja laundry sebagai bahan informasi mengenai resiko bahya

pekerjaan dan pengaruhnya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja,

sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pengendaliannya.

2. Bagi peneliti, sebagai materi dan bahan yang akan semakin

memperluas wawasan peneliti.

3. Bagi Fakultas, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk

penelitian selanjutnya.

D. Keaslian penelitian

1. Melati, Srini 2013. Hubungan Antara Umur, Masa Kerja dan Status

Gizi dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja Mebel di Cv. Mercusuar

dan Cv. Mariska Desa Leilem Kecamatan Sonder Kabupaten

Minahasa. Jenis penelitian adalah survei analitik dengan rancangan


7

cross sectional (studi potong lintang). Dengan melakukan pengamatan

terhadap objek yang diamati, wawancara dan pengukuran kelelahan

kerja dan status gizi responden. Teknik pengambilan sampel pada

penelitian ini menggunakan total sampling yaitu seluruh pekerja di Cv.

Mercusuar sebanyak 15 orang dan Cv. Mariska sebanyak 17 orang.

Untuk mengetahui hubungan umur dengan kelelahan kerja, masa kerja

dengan kelelahan kerja dengan menggunakan uji spearman sedangkan

untuk mengetahui hubungan antar status gizi dengan kelelahan

menggunakan uji Fisher’s Exact. Perbedaan pada penelitian ini adalah

variabel lain yang diteliti masa kerja dan status gizi serta waktu dan

tempat penelitian.

2. Marco Lenardo dkk (2015). Hubungan antara Umur dan Beban Kerja

terhadap Kelelahan Kerja pada Tenaga Kerja Bongkar Muat Pelabuhan

Samudra Bitung. Penelitian ini merupakan penelitian observasional

analitik dengan desain cross sectional. Penelitian bertempat di

koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat “sejahtera” Pelabuhan Samudra

Bitung Kelurahan Bitung Timur Kecamatan Bitung Timur Kota

Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Desember 2014- April 2015.

Populasi dalam penelitian ini seluruh tenaga kerja bongkar muat

“sejahtera” berjumlah 250 orang. Jumlah sampel pada penelitian ini

adalah 72 pekerja. Sampel pada penelitian ini dipilih dengan metode

quota sampling. Dari hasil pengukuran tingkat kelelahan kerja pada

tenaga kerja bongkar muat “sejahtera” melibatkan 72 responden,


8

berdasarkan tingkat kelelahan diperoleh hasil paling banyak pada

tingkat kelelahan ringan 38 responden dengan presentase 52,77%, dan

paling sedikit yaitu tingkat kelelahan berat 3 responden dengan

presentase 4,16%. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu penelitian ini

tidak menggunakan variabel beban kerja seta subjek, waktu dan tempat

penelitian.

3. Nio Salasa dkk (2017). Hubungan antara Umur, Masa Kerja dan Status

Gizi dengan Kelelahan Kerja pada Pekerja di Bagian Loining PT.

Sinar Pure Foods International Bitung. Penelitian ini merupakan

penelitian survei analitik dengan desain cross sectional study.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juli 2017. Jumlah sampel

dalam penelitian ini adalah 75 orang yang bekerja di bagian Loining

PT. Sinar Pure Foods International dengan menggunakan rumus Slovin

dan teknik sampling yang digunakan ialah simple random sampling.

Instrumen penelitian menggunakan kuesioner 30 item gejala kelelahan

umum diadopsi dari IFRC (International Fatigue Research Committee

of Japanese Association of Industrial Health). Data dianalisa

menggunakan uji korelasi. Berdasarkan hasil uji analisis yang

diperoleh dari hubungan antara umur dan kelelahan kerja p=0,001

antara masa kerja dengan kelelahan kerja p=0,374, dan hubungan

antara status gizi dan kelelahan kerja p=0,000. Hal ini menunjukan

jika p value < 0,05 berarti terdapat hubungan yang signifika, sehingga

terdapat hubungan antara umur dan status gizi dengan kelelahan kerja
9

pada pekerja di bagian loining PT. Sinar Pure Foods International

Bitung. Perbedaan pada penelitian ini tidak menggunakan variabel

masa kerja dan status gizi, sampel menggunakan total sampling

variabel serta subjek waktu dan tempat penelitian.

Anda mungkin juga menyukai