Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENYEHATAN TANAH DAN PENGELOLAAN SAMPAH

“TPA Ramah Lingkungan”

Disusun oleh:
Alifia Putri
Nur Afifah Istiqomah
Yanto Nugraha N J A
Zahra Hanafa

KELOMPOK 6

2 D-IV A

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120 Telp. 021.7397641, 7397643

Fax. 021. 7397769 E-mail : info@poltekkesjkt2.ac.id Website : http://poltekkesjkt2.ac.id


A. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir
Tempat pembuangan akhir (disingkat TPA) adalah tempat untuk
menimbun sampah dan merupakan bentuk tertua perlakukan sampah. TPA
dapat berbentuk tempat pembuangan dalam (di mana pembuang sampah
membawa sampah di tempat produksi) begitupun tempat yang digunakan oleh
produsen. 

B. Proses pengolahan sampah di TPA


Menurut Ryadi (1986), cara pembuangan akhir sampah merupakan salah satu
aspek  strategis  dalam sistem pengolahan sampah. Beberapa  metode
pengolahan sampah  dalam penerapannya adalah sebagai berikut;

1. Open Dumping atau pembuangan terbuka;  merupakan cara pembuangan


sederhana di mana sampah hanya dibuang pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka
tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi penuh.
2. Controlled Landfill: Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping
dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan
tanah untuk menghindari potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. 
Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk
meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
3. Sanitary Landfill: metode ini dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan
dipadatkan kemudian ditutup dengan tanah, yang dilakukan terus menerus
secara berlapis-lapis sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pekerjaan
pelapisan sampah dengan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam
operasi.
4. Inceneration; cara ini dilakukan dengan cara membakar sampah.
5. Composting: cara pengolahan  sampah untuk  kebutuhan  pupuk tanaman.
6. Individual Inceneration; setiap orang atau rumah tangga  membakar sendiri
sampahnya.
7. Recycling: cara ini memanfaatkan dan mengolah kembali  sebagian sampah,
seperti kaleng, kertas, plastik, kaca/botol dan lain-lain.
8. Hog Feeding: cara pengolahan dengan sengaja mengumpulkan jenis sampah
basah (gerbage) untuk digunakan  sebagai makanan ternak.
Sejalan dengan itu, Wardhana (1995)  menjelaskan bahwa walaupun sudah
disediakan TPA,  namun karena sampah yang dihasilkan terus bertambah, 
sehingga TPA ikut semakin meluas. Oleh karena itu, perlu dipikirkan lebih lanjut
bagaimana mengurangi jumlah limbah padat (sampah) sampai ke TPA dengan
memanfaatkan kembali limbah padat tersebut melalui daur ulang dan sistem
pengomposan.

C. Pengertian TPA Ramah Lingkungan

Contoh TPA ramah lingkungan

Sampah merupakan hal yang tidak diinginkan oleh sebagian besar orang. Apalagi
sampah dalam jumlah banyak seperti di Tempat Pembuangan Akhir atau TPA, hal
itulah yang menyebabkan penolakan masyarakat jika pemerintah meletakkan TPA
di wilayah sekitar mereka. Namun, hal ini berbeda di Desa Talang Agung,
Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, TPA di desa ini sama sekali tidak
membuat resah masyarakat sekitarnya. Berawal dari inisiatif seorang pengurus
TPA bernama Bapak Qoderi, tempat yang seharusnya dihindari banyak orang ini
justru diperlakukan sebaliknya, TPA Talang Agung ini banyak dikunjungi sebagai
tempat pembelajaran atau edukasi. Mengapa banyak elemen masyarat mulai dari
masyarakat biasa sampah kalangan akademisi sangat tertarik dengan TPA ini?
Jawabannya sederhana, karena TPA ini tidak seperti TPA pada umumnya dan
tidak menganggu para pengunjung dengan bau tak sedap ataupun penglihatan
terhadap sampah yang menumpuk disana-sini. Bahkan di TPA ini banyak
ditanami tumbuhan dan bunga-bungaan sehingga lebih tampak seperti taman
bunga, dan nyaman untuk dipandang. Limbah dari penumpukan sampah seperti
gas metan atau air lindi pun dikelola dengan baik agar tidak mencemari
lingkungan. Air lindi dan gas metan tersebut dapat dimanfaatkan untuk energi
alternatif yang digunakan untuk operasional TPA itu sendiri. Masyarakat sekitar
pun tidak merasa terganggu oleh ada TPA ini, masyarakat secara langsung
mendukung pengembangannya agar menjadi lebih baik lagi. Selain tidak
meresahkan dan menggangu masyarakat sekitarnya, TPA ini juga produktif
dengan bahan baku berupa sampah yang ada. Hal-hal seperti komposting sudah
biasa dilakukan oleh para pengurus TPA. Barang-barang produksi seperti pupuk
dan kompos sudah dapat diproduksi secara rutin. Produksi lain yang dapat
dihasilkan TPA ini yaitu gas metan yang dapat digunakan untuk sumber energi
alternatif, maupun untuk bahan bakar. Sumber energi listrik dari TPA, yang diberi
nama TPA Wisata Edukasi ini, memanfaatkan gas metan yang dihasilkan sendiri
sehingga dapat mengurangi biaya operasionalnya. Selain itu ternyata gas metan
tersebut juga dapat menjadi pengganti bahan bakar minyak, yang digunakan
untuk menyalakan kompor gas. Masyarakat sekitar juga dapat menikmati energi
listrik dan bahan bakar minyak dari gas metan yang dihasilkan oleh TPA ini
walaupun belum menjangkau banyak rumah, namun dirasa sudah memberi
manfaat yang cukup berpotensi untuk masyarakat ataupun pihak lainnya.

D. Tata Cara Pengelolaan TPA


Pemilihan Lokasi TPA
Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode
pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di
berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang
sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa  lokasi  yang memenuhi persyaratan sebagai
tempat pembuangan akhir sampah adalah :

 Jarak dari perumahan terdekat 500 m


 Jarak dari badan air 100 m
 Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
 Muka air tanah > 3 m
 Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10 -6 cm / det
 Merupakan tanah tidak produktif
 Bebas banjir minimal periode 25 tahun
Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode
pembuangan akhir sampah,  perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang
komprehensif (feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang
memadai didalam kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat
digunakan secara regional. Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat
menggunakan sistem transfer station.
Survey dan pengukuran Lapangan
Data untuk pembuatan DED TPA harus meliputi :

 Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA


 Komposisi dan karakteristik sampah
 Data jaringan jalan ke lokasi TPA
 Jumlah alat angkut (truk)
 Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer)
maupun tidak langsung (sekunder).
 Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan
TPA seperti:
 Topografi
 Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah, konduktivitas
hidrolik, pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia (komposisi mineral
tanah, anion dan kation)
 Sondir dan geophysic
 Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah,
kualitas air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)
 Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air 
musim hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam berat,
chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)
 Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.
 Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan lain-
lain.
 Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain.
 Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m)
 Dan lain-lain
Perencanaan
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat 
mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan . Dengan demikian maka
perencanaan TPA tersebut harus meliputi :

 Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia


 Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi,
saluran drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan
(tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi,
ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat berat dan lain-lain) dan
fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-lain)
 Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah
untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal
TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.
 Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender,
spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain
 Perpindahan atau pergeseran lokasi TPA harus diikuti oleh pembuatan DED 
pada lokasi baru (redisign).
Pembebasan lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul
seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena
proyek. Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk menampung
sampah  selama 5 tahun.

Pemberian izin 
Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi seperti
dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius < 500 m
dari lokasi TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul
dari berbagai kegiatan TPA

Sosialisasi
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu
diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana
mengoperasikan suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif  yang dapat terjadi
namun disertai dengan rencana atau upaya pihak pengelola untuk menanggulangi
masalah yang mungkin timbul dan tanggapan masyarakat terhadap rencana
pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan  jauh sebelum
dilakukan perencanaan.

TAHAP KONSTRUKSI

Mobilisasi Tenaga dan Alat


Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan melaksanakan
pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti tenaga supervisi, ahli
struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan kualifikasi,
sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga
setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk menghindari
terjadinya konflik atau kecemburuan sosial.

Alat 
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak kebisingan dan
debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat diusahakan mobilisasi
atau demobilisasi alat berat dilakukan pada saat lalu lintas dalam keadaan sepi serta
tidak melalui permukiman yang padat.

Pembersihan lahan (land clearing)


Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan
debu sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti atau membuat
green barrier yang memadai.
Pembangunan fasilitas umum
Jalan Masuk TPA
Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah dengan
kapasitas yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu
memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi.
Pengaturan lalu lintas untuk  kendaraan yang akan masuk dan keluar TPA
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena dapat
mengurangi efisiensi pengangkutan.

Kantor TPA
Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan akhir mulai
dari penimbangan/ pencatatan sampah yang masuk (sumber, volume/berat,
komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan menajemen TPA dan
lain-lain.  Luas dan konstruksi bangunan kantor TPA perlu memperhatikan fungsi
tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi dengan ruang laboratorium sederhana
untuk analisis kualitas lindi maupun efluen lindi yang akan dibuang kebadan air
penerima.

Drainase
Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak masuk ke
area timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya area timbunan sampah
juga untuk mengurangi timbulan lindi.

Pagar TPA
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA  juga dapat
berfungsi sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya dibuat dengan
menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan cepat tumbuh
seperti pohon angsana.

 
Pembangunan fasilitas perlindungan lingkungan
Lapisan Dasar Kedap Air
Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran lindi
terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap, baik
dengan menggunakan lapisan dasar geomembrane/geotextile maupun lapisan tanah
lempung dengan kepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10-6 cm/det).
Lapisan tanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30 cm.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat kerusakan
lapisan pertama karena  terekspose cukup lama. Selain itu untuk menghindari
terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum dilakukan
peninmbunan sebaiknya lapisan dasar “terlindung” . Sebagai contoh dapat dilakukan
penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai.

Jaringan Pengumpul Lindi


Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi  untuk mengalirkan lindi yang
terbentuk dari timbunan sampah  ke kolam penampung lindi. Jaringan pengumpul
lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yang dilindungi oleh gravel. Tipe jaringan
disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA, tingggi timbunan, debit lindi dan
lain-lain. Sebagai contoh :

Penampang melintang jaringan pengumpul lindi adalah sebagai berikut :


Pengolahan Lindi
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar
lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat
karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata
2000 – 10.000 ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal
dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses pengolahan lindi
perlu memperhatikan  debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerima tempat
pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan,
penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi.

Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas


mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses memegang peranan
penting. Sebagai contoh kegagalan proses yang terjadi selama ini adalah karena
tidak adanya upaya seeding dan aklimatisasi proses biologi, sehingga efisiensi
proses tidak dapat diprediksi bahkan cenderung sangat rendah.

Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap
sebagai berikut :

 Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul


 Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini
diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %
 Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan
di kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70
%
 Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi
proses 80 %
 Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai
saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat
menyerap bahan polutan.
Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang diharapkan, maka
dapat dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahan timbunan sampah melalui pipa
ventilasi gas. Adanya proses serupa “trickling filter”, diharapkan dapat menurunkan
kadar BOD lindi.

Ventilasi Gas
Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang terbentuk
karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme. Tanpa adanya
ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya akumulasi gas di
timbunan sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang mengalir dan keluar
dari pipa ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara maju, gas dari landfill
dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi apabila tidak dilakukan
pengolahan gas TPA, maka gas yang keluar dari pipa vent harus dibakar, hal
tersebut untuk menghindari terjadinya dampak negatif terhadap pencemaran udara
berupa efek rumah kaca (green house effect).

Pemasangan pipa gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang dilindungi oleh
casing yang diisi kerikil,  harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketinggian
lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur jaringan pipa lindi.

Green Barrier
Untuk mengantisipasi penyebaran  bau dan populasi lalat yang tinggi, maka perlu
dibuat green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green barrier
kurang lebih 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk memenuhi
kebutuhan ini antara lain jenis pohon  angsana.

Sumur Uji
Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap air tanah
yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA tidak
kedap, adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran ).

Pembangunan fasilitas pendukung


Sarana Air Bersih
Air bersih di TPA diperlukan untuk pembersihan kendaraan pengangkut sampah
(truck), alat berat, keperluan mandi cuci bagi petugas maupun pengunjung TPA.
Selain itu apabila memungkinkan air bersih juga diperlukan untuk menyiram debu
disekitar area penimbunan secara berkala untuk mengurangi polusi udara.

Bengkel
Bengkel di TPA diperlukan untuk pemeliharaan alat berat serta memperbaiki
kendaraan yang mengalami kerusakan ringan yang terjadi di TPA, sehingga tidak
sampai mengganggu operasi pembuangan sampah.  Peralatan  bengkel harus
disesuaikan dengan jenis kerusakan yang akan ditangani.

Jembatan Timbang
Jembatan timbang diperlukan untuk mengetahui berat sampah yang masuk TPA
sehingga masa pakai TPA dapat dikendalikan. Selain itu jembatan timbang tersebut
dapat digunakan sebagai ukuran pembayaran pembuangan sampah per truk (untuk
sampah dari sumber tertentu yang tidak dikenakan retribusi).
TAHAP PASCA KONSTRUKSI

Operasi dan Pemeliharaan TPA


Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan dari
seluruh tahapan pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang ada sudah cukup
memadai, apabila operasi dan pemeliharaan TPA tidak dilakukan dengan baik maka
tetap akan terjadi pencemaran lingkungan.

Untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul , maka


pengoperasian pembuangan akhir sampah dilakukan  dengan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :

 Penerapan sistem sel

 Penerapan sistem sel memerlukan  pengaturan lokasi pembuangan sampah


yang jelas termasuk pemasangan rambu-rambu lalu lintas truk sampah ,
kedisiplinan sopir truk untuk membuang sampah pada sel yang telah
ditentukan dan lain-lain
 Pemadatan sampah sedemikian rupa agar dapat mencapai kepadatan 700
kg/m3, yaitu dengan lintasan alat berat 5 x. Untuk proses pemadatan pada
lapis pertama perlu dilakukan secara hati-hati agar alat berat tidak sampai
merusak jaringan pipa leachate yang dapat menyebabkan kebocoran
leachate.
 Penutupan tanah dilakukan secara harian ( 20 cm), intermediate ( 30 cm) dan
penutupan tanah akhir (50 cm ).  Pemilihan jenis tanah penutup perlu
mempertimbangkan tingkat kekedapannya, diusahakan merupakan jenis yang
tidak kedap. Dalam kondisi penutupan tanah tidak dilakukan secara harian,
maka untuk mengurangi populasi lalat dilakukan penyemprotan insektisida
 Pengolahan lindi dikondisikan untuk mengoptimalkan proses pengolahan baik
melalui proses anaerob, aerob, fakultatif, maturasi dan resirkulasi lindi,
sehingga dicapai efluen yang memenuhi standar baku mutu (BOD 30 – 150
ppm)
 Pipa ventilasi gas berupa pipa berlubang yang dilindungi oleh kerikil dan
casing dipasang secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan timbunan
sampah
Reklamasi lahan bekas TPA
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi sampah
menjadi lindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30 tahun
(Thobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan untuk lahan
terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila  lahan bekas
TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka perlu
memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal.

Reklamasi lahan bekas TPA disesuaikan dengan  rencana peruntukannya terutama


yang berkaitan dengan konstruksi tanah penutup akhir. Untuk lahan terbuka hijau,
ketebalan tanah penutup yang dipersyaratkan adalah 1 m (tergantung jenis tanaman
yang akan ditanam), ditambah lapisan top soil. Sedangkan untuk peruntukan
bangunan, persyaratan penutupan tanah akhir serupa dengan konstruksi  jalan dan 
faktor keamanan sesuai dengan peraturan konstruksi yang berlaku.

Monitoring TPA pasca operasi


Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi  TPA diperlukan untuk mengetahui ada
tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan pengumpul lindi,
proses pengolahan lindi yang tidak memadai  maupun kebocoran pipa ventilasi gas.
Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji dan pipa ventilasi gas
yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu yang terletak
sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan sesudah area
penimbunan.
Parameter kunci yang diperlukan antara lain meliputi :

 Kualitas air , meliputi antara lain BOD/COD, chlorida, sulfat


 Kualitas udara, meliputi debu, COx, NOx, H2S, gas metan (CH4)
 Kepadatan lalat
Periode pemantauan sebaiknya dilakukan secara berkala terutama untuk parameter
kunci, sedangkan untuk parameter yang lebih lengkap dapat dilakukan setahun 1-2
kali (musim kemarau dan hujan).

DOKUMEN KAJIAN LINGKUNGAN


Dokumen kajian lingkungan TPA yang berisikan hal-hal tersebut diatas, harus
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (UU 23 / 1997
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No 27 / 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan  Kepmen LH/Depkes/Kimpraswil yang
berkaitan dengan masalah kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan)

Secara umum dokumen yang harus dilengkapi untuk melaksanakan pembangunan


dan pengoperasian TPA adalah :

AMDAL
 Untuk kegiatan pembangunan TPA > 10 Ha
 Untuk kegiatan pembangunan TPA yang terletak dikawasan lindung,
berbatasan dengan kawasan lindung atau yang secara langsung
mempengaruhi kualitas lingkungan kawasan lindung. Seperti di pinggir
sungai, pantai, laut dan kawasan lindung lainnya (< 10 ha)
 Dokumen AMDAL terdiri dari Kerangka Acuan (KA) ANDAL, ANDAL, RKL /
RPL.
 KA ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan dan kegunaan studi),
ruang lingkup studi (lingkup rencana kegiatan yang akan ditelaah, lingkup
rona lingkungan hidup awal dan lingkup wilayah studi), metode studi (metode
pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak dan penentuan
dampak penting, metode evaluasi dampak), pelaksanaan studi (tim studi,
biaya studi dan waktu). KA ANDAL juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan
lampiran
 Penyusunan dokumen ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan
studi dan kegunaan studi), metoda studi (dampak penting yang ditelaah,
wilayah studi, metode pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan
dampak penting dan evaluasi dampak penting), rencana kegiatan ( identitas
pemrakarsa dan penyusun ANDAL, tujuan rencana kegiatan, kegunaan
rencana kegiatan dari awal sampai akhir), rona lingkungan hidup (fisik-kimia,
biologi, sosial dan kesehatan masyarakat termasuk komponen-komponen
yang berpotensi terkena dampak penting) , prakiraan dampak penting (pra
konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi termasuk mekanisme aliran
dampak pada berbagai komponen lingkungan), evaluasi dampak penting
(telaahan terhadap dampak penting dan digunakan sebagai dasar
pengelolaan). Selain itu juga perlu dilengkapi dengan daftar pustaka sebagai
dasar ilmiah dan lampiran seperti surat izin rekomendasi untuk pemrakarsa,
SK, foto-foto, peta, gambar, tabel dan lain-lain
 Penyusunan dokumen RKL, meliputi latar belakang pengelolaan lingkungan,
rencana pengelolaan lingkungan (dampak penting dan sumber dampak
penting, tolok ukur dampak, tujuan rencana pengelolaan lingkungan,
pengelolaan lingkungan melalui pendekatan teknologi/sosial ekonomi/institusi,
lokasi pengelolaan lingkungan, periode pengelolaan lingkungan, pembiayaan
pengelolaan lingkungan dan institusi yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan lingkungan). Dokumen RKL ini juga dilengkapi dengan pustaka
dan lampiran
 Penyusunan dokumen RPL, meliputi latar belakang pemantauan lingkungan
(dampak penting yang dipantau, sumber dampak, parameter lingkungan yang
dipantaau, tujuan RPL, metode pemantauan dan institusi yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan
 
UKL / UPL
 Untuk kegiatan pembangunan TPA < 10 ha
 Dokumen yang diperlukan adalah dokumen UKL dan UPL
 Penyusunan dokumen UKL dan UPL, meliputi deskripsi rencana kegiatan
(jenis kegiatan, rencana lokasi dan posisinya dengan rencana umum tata
ruang, jarak lokasi kegiatan dengan   SDA dan kegiatan lainnya,
sarana/fasilitas yang direncanakan, proses yang akan dilaksanakan),
komponen lingkungan yang mungkin akan terkena dampak, dampak yang
akan terjadi (sumber dampak, jenis dampak dan ukurannya, sifat dan tolok
ukur dampak), upaya pengelolaan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh
pemraakarsa, upaya pemantauan lingkungan  yang harus dilaksanakan oleh
pemrakarsa (jenis dampak yang dipantau, lokasi pemantauan, waktu
pemantauan dan cara pemantauan), mekanisme pelaporan pelaksanaan
UKL/UPL pada saat kegiatan dilaksanakan (instansi pembina, BPLDH dan
dinas teknis terkait). Dokumen ini dilengkapi juga dengan pernyataan
pemrakarsa yang ditanda tangani untuk melaksanakan upaya pengelolaan
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_pembuangan_akhir
https://rendymalik29.wordpress.com/2015/01/09/metode-pengolahan-sampah-dan-
pemilihan-lokasi-tpa-sampah-di-kota-enrekang/
https://sites.google.com/site/tpatalangagungngalam/produktif-dan-ramah-lingkungan
https://jujubandung.wordpress.com/2012/06/04/pengelolaan-tpa-berwawasan-
lingkungan/

Anda mungkin juga menyukai