Disusun Oleh :
Nurul Afrilla Tri Lestari
NIM : 18035
Disusun Oleh :
Nurul Afrilla Tri Lestari
NIM : 18035
Tanda Tangan :
i
ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
PERSEMBAHAN
Tiada yang maha pengasih dan maha penyayang selain Engkau Ya Allah.
Syukur alhamdulillah berkat rahmat dan karunia-Mu, saya bisa menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini ku persembahkan untuk:
1) Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda M. Iskandar S.IP M.SI dan Ibunda
Hayati Nufus S.Ag
Betapa tak ternilai kasih sayang dan pengorbanan kalian padaku.
Terimakasih atas dukungan dan do’a untukku selama ini.
2) Kakak-kakak dan adikku tercinta Karlina Puspa dahlia S.Pd.,M.Pd, Chandra
Dwi Prasetya S.Ak dan Gealicha Adinda Febiola, terimakasih atas
dukungan dan do’anya selama ini.
3) Dosen-dosenku yang telah menjadi orang tua keduaku, yang namanya tak
bisa ku sebutkan satu-persatu yang selalu memberikan motivasi untukku,
ucapan terimakasih yang tak terhingga atas ilmu yang telah kalian berikan
sangatlah bermanfaaat untukku.
4) Dosen pembimbing akademikku ibu Ika Apriyanti, S.ST.,M.Kes beliau
yang terus memotivasiku untuk selalu fokus menyelesaikan perkuliahanku
supaya bisa menjadi orang yang sukses nantinya dan beliau juga yang telah
memberikan bimbingan, dan saran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
iii
ku sehingga menjadi sebuah Karya Tulis Ilmiah yang sempurna dan
insyaallah mendapatkan nilai yang terbaik. Amin
5) Untuk EXO ( Suho, Xiumin, Lay, Baekhyun, Chen, Chanyeol, Kyungsoo,
Kai dan Sehun), RED VELVET ( Irene, Seulgi, Wendy, Joy dan Yeri),
AESPA ( Karina, Giselle, Winter dan Ningning) dan Doyoung NCT yang
telah menjadi penyemangat dan inspirasi penulis untuk selalu menjalani
hidup dengan sangat baik.
6) Untuk Sahabat-Sahabatku: Dedepida, Sinta, Malisa, Putri, Fitri, Rifda, Ena,
Cika, Tenshi no tengoku, vera, aini, vine, kapink, oda, koko dan teman-
teman almamater seperjuanganku di kampus yang tak bisa ku sebutkan satu-
persatu. Terimakasih sudah bertahan, Terimakasih sudah hadir
dikehidupanku, Sampai bertemu di dunia kerja semuanya.
7) Terakhir Tidak lupa juga aku berterima kasih kepada diriku sendiri,
terimakasih sudah bertahan, terimakasih sudah berjuang sebisamu,
terimakasih sudah mau mencoba hal yang mungkin awalnya kamu tidak
sukai, terimakasih telah menyelesaikan ini semua, dan terimakasih untuk
selalu tersenyum setelah tangismu.
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
vi
2.1.3 Ketidaknyamanan Pada Kehamilan Trimester III ........... 5
vii
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 28
LAMPIRAN ......................................................................................................... 37
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi Operasional ..............................................................................30
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Ketuban Pecah Dini
Pada Ibu Bersalin ..................................................................................38
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan
Usia Ibu ..................................................................................................38
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin Berdasarkan
Paritas ....................................................................................................39
Tabel 5. Distribusi Usia Ibu Bersalin Dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini ..............................................................................40
Tabel 6. Distribusi Paritas Ibu Bersalin Dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini ..............................................................................40
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
GAMBARAN USIA DAN PARITAS DENGAN KETUBAN PECAH DINI
PADA IBU BERSALIN DI RS DR. DRAJAT PRAWIRANEGARA
TAHUN 2021 (PERIODE JANUARI-MEI)
Nurul Afrilla Tri Lestari1 Ika Apriyanti, S.ST,M.Kes2 Novrita Tri Yulvia, M.Keb3
Abstrak
xii
DESCRIPTION OF AGE AND PARITY WITH PREMATURE RUPTURE OF
MEMBRANES IN MATERNITY WOMEN IN DR. Drajat Prawiranegara
HOSPITAL IN 2021 (JANUARY – MAY PERIOD)
Nurul Afrilla Tri Lestari1 Ika Apriyanti, S.ST,M.Kes2 Novrita Tri Yulvia, M.Keb3
Abstract
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO insidensi KPD sebanyak 5-10% dari semua kelahiran. KPD
pada kehamilan preterm sebanyak 1% dan pada kehamilan aterm sebanyak
70%. KPD pada kehamilan preterm merupakan penyebab utama dari kelahiran
prematur, terjadi sekitar 34% dari kehamilan prematur. Berdasarkan data hasil
prevalensi dilaporkan insiden KPD di Amerika berkisar 5-15%, sedangkan di
China berkisar 2,7-7% dan di India berkisar 7-12% (Chandra and Sun, 2017;
Xia et al., 2015; (Fibriana, 2018).
Jumlah dari 14.640 total kematian ibu yang dilaporkan hanya 4.999, berarti
ada 9.641 yang tidak dilaporkan ke pusat. Dari data tersebut, ada 83.447
kematian ibu di desa maupun kelurahan, sementara di Puskesmas ada 9.825
1
kematian ibu, dan 2.868 kematian ibu di rumah sakit. Lebih jauh ia paparkan,
dari laporan yang diterima pusat bisa dijabarkan tempat kematian ibu yang
terjadi, adalah di rumah sakit 77%, di rumah 15,6%, di perjalanan ke fasilitas
pelayanan kesehatan 4,1%, di fasilitas kesehatan lainnya 2,5% dan kematian
ibu di tempat lainnya sebanyak 0,8%. Akibat gangguan hipertensi sebanyak
33,07%, perdarahan obstetrik 27.03%, komplikasi non obstetric 15.7%,
komplikasi obstetric lainnya 12.04% infeksi pada kehamilan 6.06% dan
penyebab lainnya 4.81% (RI, 2019)
Walaupun penyebab pasti KPD belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor
predisposisi penyebab KPD diantaranya adalah masa gestasi, usia ibu, paritas,
infeksi, anemia, kehamilan ganda, peningkatan tekanan intrauterin dan faktor
keturunan dimana penyebab tersebut disebabkan oleh infeksi intra uterin pada
usia gestasi awal, status sosial ekonomi yang rendah, perawatan prenatal yang
tidak memadai dan nutrisi yang tidak adekuat selama kehamilan (Irsam, Dewi
and Wulandari, 2014; Dewanti, (Utama, 2018).
2
Berdasarkan hasil data diatas, diketahui bahwa masih tingginya angka
kejadian Ketuban Pecah Dini di RS dr.Drajat Prawiranegara dalam 3 tahun
terakhir, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui “Gambaran Usia
dan Paritas Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin Di RS Dr. Drajat
Prawiranegara Periode Januari-Mei 2021”.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan sebagai bahan bacaan
dalam proses pembelajar serta sebagai referensi kepustakaan sehingga
dapat menunjang wawasan pengetahuan tentang gambaran kejadian
ketuban pecah dini pada ibu bersalin
1.4.2 Bagi Pelayanan Kesehatan
Dapat menjadi gambaran informasi tentang penyebab kejadian KPD
sehingga dapat digunakan untuk menetukan langkah selanjutnya dalam
mengurangi kejadian KPD di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.
1.4.3 Bagi Peneliti
Dapat menjadi bahan referensi untuk menambah wawasan bagi peneliti
untuk penelitian selanjutnya mengenai penyebab kejadian Ketuban
Pecah Dini.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehamilan
2.1.1 Pengertian Kehamilan
Pengertian Kehamilan Menurut Federasi Obstetri Ginekologi
Internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan
dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi,
kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10
bulan atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi
dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 13
minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-14 hingga ke-28), dan
trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-29 hingga ke-40)
(Prawirohardjo, 2016)
2.1.2 Aspek Psikologi Pada Kehamilan
Trimester ketiga adalah saat persiapan aktif untuk kelahiran bayi dan
menjadi orang tua, seringkali disebut periode menunggu dan waspada
sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran bayinya.
Rasa tidak nyaman akibat kehamilan timbul kembali pada trimester
ketiga dan banyak ibu yang merasa dirinya aneh dan jelek. Pada
trimester inilah ibu sangat memerlukan dukungan 9 dari suami, keluarga
dan bidan. Sekitar bulan ke-8 mungkin terdapat periode tidak semangat
dan depresi, ketika bayi membesar dan ketidaknyamanan bertambah.
Calon ibu mudah lelah dan menunggu dampaknya terlalu lama (Fatimah
& Nuryaningsih, 2017)
2.1.3 Ketidaknyamanan Pada Kehamilan Trimester III
1) Sering buang air kecil 4) Nyeri pinggang
2) Dyspnea (susah bernapas) 5) Sulit tidur
3) Varises
5
2.1.4 Kebutuhan Ibu hamil Trimester III
Berikut adalah kebutuhan ibu hamil pada trimester III menurut (Fatimah
& Nuryaningsih, 2017)
1) Nutrisi: pada tahapan ini asupan nutrisi ibu hamil sangat
diperlukan karena untuk persiapan kelahiran.
2) Kebersihan: kebersihan yang dilakukan sama dengan kebersihan
pada Trimester 1 dan 2. Pada tahap ini pun ibu hamil dianjurkan
untuk perawatan payudara untuk mempersiapkan proses laktasi
dan senam hamil untuk memperlancar persalinan.
3) Seksualitas: pada tahap ini hormon mengalami regresi sehingga
libido ibu hamil akan menurun dan biasanya ibu hamil enggan
untuk melakukan hubungan seks. Pada tahap ini pun dianjurkan
untuk membatasi hubungan seks karena dalam sperma banyak
mengandung prostaglandin yang akan meningkatkan kontraksi
sehingga berpotensi untuk kelahiran sebelum waktunya.
4) Psikologis: pada tahap ini ibu hamil perlu diberikan dukungan
yang kuat dari suami, keluarga dan orang sekitar agar persalinan
dapat dilewati dengan mudah dan aman.
6
2.1.2 Fisiologi
a. Selaput ketuban atau Amniokorion
Selaput ketuban terdiri atas 2 lapisan besar, amnion dan
korion. Amnion adalah membran janin yang paling dalam dan
berdampingan langsung dengan cairan amnion (Likuor Amnii).
Amnion sendiri merupakan jaringan yang menentukan hampir
semua kekuatan regang membran janin. Sehingga, pembentukan
komponen-komponen amnion yang mencegah ruptur atau
robekan sangatlah penting bagi keberhasilan kehamilan.
Pada uji kekuatan peregangan, resistensi terhadap robekan
dan ruptur, didapatkan bahwa lapisan desidua dan korion laeve
sudah robek terlebih dahulu daripada amnion. Selain itu, daya
regang amnion hampir seluruhnya terletak pada lapisan kompak,
yang terdiri dari kolagen interstitium tipe I, III, V, dan VI (dalam
jumlah lebih sedikit) yang saling berikatan. Fungsi dari selaput
ketuban adalah sebagai pembungkus ketuban dan menutupi
pembukaan dorsal janin.
Sedangkan korion merupakan membran eksternal yang
berwarna putih dan terbentuk dari vili-vili sel telur yang
berhubungan dengan desidua kapsularis. Korion akan berlanjut
dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus. Amnion
dan korion mulai berkembang dan akan tumbuh terus sampai
kira-kira 28 minggu.
b. Cairan Ketuban (Likuor Amnii)
Merupakan cairan yang terdapat di dalam rongga amnion
yang diliputi oleh selaput janin. Rongga amnion sendiri mulai
terbentuk pada hari ke 10-20 setelah pembuahan. Cairan ini akan
menumpuk di dalam rongga amnion yang jumlahnya meningkat
seiring dengan perkembangan kehamilan sampai menjelang
aterm, dimana terjadi penurunan volume cairan amnion pada
banyak kehamilan normal.
7
Volume air ketuban bertambah banyak dengan makin tuanya
usia kehamilan. Pada usia kehamilan 12 minggu volumenya ±
50 ml, pada usia 20 minggu antara 350-400 ml, dan pada saat
usia kehamian mencapai 36-38 minggu kira-kira 1000 ml.
Selanjutnya volumenya menjadi berkurang pada kehamilan
posterm, tidak jarang mencapai kurang dari 500 ml.
Air ketuban sendiri berwarna putih, agak keruh, serta
mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Cairan ini
mempunyai berat jenis 1,008, yang akan menurun seiring
bertambahnya usia kehamilan. Air ketuban terdiri atas 98% air,
sisanya terdiri atas garam anorganik serta bahan organik dan bila
diteliti benar, terdapat rambut lanugo (rambut halus berasal dari
bayi), sel-sel epitel, dan verniks kaseosa (lemak yang meliputi
kulit bayi).
Protein ditemukan rata-rata 2,6% gram per liter, sebagian
besar sebagai albumin. Dari mana cairan ini berasal belum
diketahui secara pasti, masih diperlukan penelitian lebih
lanjut.air ketuban berasal dari transudasi plasma maternal,
masuk menembus selaput yang melapisi plasenta dan tali pusat.
Pada kehamilan lanjut, urin janin akan ikut membentuk air
ketuban. Dikemukakan bahwa peredaran likuor amnii cukup
baik pada rongga amnion. Dalam 1 jam didapatkan perputaran
lebih kurang 500 ml. mengenai cara perputaran ini pun terdapat
banyak teori, antara lain bayi menelan air ketuban yang
kemudian dikeluarkan melalui air kencing. Prichard dan Sparr
menyuntikkan kromat radioaktif kedalam air ketuban ini.
Hasilnya, mereka menemukan bahwa janin menelan ± 8-10 cc
air ketuban atau 1% dari total seluruh volume air ketuban tiap
jam. Apabila janin tidak menelan air ketuban ini (pada kasus
janin dengan stenosis), maka akan didapat keadaan hidramnion.
8
2.1.3 Mekanisme Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah
karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh
selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen yang
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput
ketuban pecah. Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah
berkurangannya asam askorbik sebagai komponen kolagen,
berkurangnya tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antaralain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP)
yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati proses persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan
membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang
persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan
MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim,
dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia
pada selaput ketuban. Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan aterm
merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
disebabkan oleh adanya faktor eksternal, misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.
9
a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini
Kejadian Ketuban Pecah Dini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu:
a) Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh
terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi
12 persalinan. Usia untuk reproduksi yang optimal/bagus
seorang ibu adalah umur 20-35 tahun. Dibawah atau diatas usia
tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan.
Usia mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ
reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan
keelastisannya dalam menerima kehamilan.
b) Sosial ekonomi
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dam
kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan yang
meningkat merupakan kondisi yang menunjang terlaksananya
status kesehatan sesorang. Rendahnya pendapatan merupakan
rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi
fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan.
c) Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari
anak pertama sampai dengan anak terkhir. Pembagian paritas
yaitu, primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara
adalah seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan
dimana janin mencapai usia 28 minggu atau lebih. Multipara
adalah seorang wanita yang telah mengalami kehamilan dengan
usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan 2 kali
atau lebih. Sedangkan grande multipara adalah seorang wanita
yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan 28 minggu
atau lebih dan 13 telah melahirkan lebih dari 5 kali. Wanita yang
telah melahirkan beberpa kali dan pernah mengalami KPD pada
10
kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang telah
terlampau dekat lebih berisiko akan mengalami KPD pada
kehamilan berikutnya
d) Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat
besi. Jika persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan
akan mengurangi persediaan zat besi tubuh dan akhirnya akan
menimbulkan anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia
karena darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau pengenceran
dengan peningkatan 30-40 % yang puncaknya pada kehamilan
32 minggu sampai 40 minggu. Dampak anemia pada janin antara
lain abortus, kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir
rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat
kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan
prematuritas, ancaman dekompensasikordis, dan ketuban pecah
dini. Pada saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan his,
retensio plasenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri.
e) Serviks yang inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan
pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak
dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang
semakin besar. 14 Inkompetensia serviks adalah serviks dengan
suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang
diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi.
11
f) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini,
misalnya:
a) Trauma: pemeriksaan dalam, dan amniosintesis
b) Gemeli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua
janin atau lebih. Pada kehamilan gemeli terjadi distensi
uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis Menegakkan diagnosa KPD secara tepat itu sangat penting.
Diagnosa yang positif palsu dapat melakukan intervensi seperti
melahirkan bayi 15 yang terlalu awal atau melakukukan seksio yang
sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya, diagnosa negatif palsu
berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai risiko infeksi yang
akan mengancam kehidupan janin dan ibu.
Diagnosa KPD dapat ditegakkan dengan cara:
a. Anamnesis Penderita merasa basah pada vagina, atau
mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan
lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas, dan perlu juga
diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his belum teratur
atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
b. Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya
cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air
ketuban masih banykaa pemeriksaan ini masih jelas.
12
c. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekukulm pada KPD akan tampak keluar
cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga
tampak keluar, fundus ditekan, penderita diminta batuk,
mengejan atau mengadakan manuvover valsava, atau bagian
terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan, dan ostium
uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
d. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam didapatkan cairan di dalam vagina dan
selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaaan
dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada
kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan
tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang
normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat mejadi
patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD
sudah dalam proses persalinan atau yang dilakukan induksi
persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan dalam
mendiagnosa KPD yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium Cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa: warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang
keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine
atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH: 4-5, dengan
kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus
(tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5,
darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif
palsu. Mikroskopik (tes pakis) dengan meneteskan air 17
13
ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam cavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidramnion
2.1.6 Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini (KPD)
a. Persalinan prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera
disusul oleh perslainan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu
50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi Risiko infeksi ibu dan bayi meningkat pada ketuban
pecah dini. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah
dini prematur, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum
insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.
c. Hipoksia dan Asfiksia Dengan pecahnya ketuban terjadi
oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia
atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin
dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.
d. Sindrom deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu
dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonar.
14
2.1.7 Penatalaksaan Ketuban Pecah Dini (KPD)
a. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (>37 minggu)
Lama periode laten dan durasi KPD berhubungan dengan
peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD.
Apabila dalam 24 jam setelah selaput ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan
bila gagal dilakukan bedah caesar. Pemberian antibiotik
profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan setelah
diagnosis KPD ditegakkan dengan pertimbangan lebih dari 6
jam kemungkinan infeksi telah terjadi. Induksi persalinan segera
diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam. Pelaksanaan induksi
persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan
ibu, janin dan jalannya proses persalinan. Induksi dilakukan
dengan memperhatikan bishop skor jika >5, induksi dilakukan,
sebaliknya jika bishop skor <5 dilakukan pematangan serviks
dan jika tidak berhasil akhiri persalainan dengan seksiosesaria.
b. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (<37 minggu)
Jika umur kehamilan kurang bulan tidak dijumpai
tandatanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi. Penderita
perlu dirawat dirumah sakit, ditidurkan dalam posisi
trendelenberg, tidak perlu pemeriksaan dalam untuk mencegah
terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37
minggu. Obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent
diberikan juga dengan tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian
kortikostreroid agar tercapainya pematangan paru. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan
secara pasti dapat menurunkan kejaidan RDS. The National
Institutes of Health (NIH) telah merkomendasikan penggunaan
15
kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32
mingggu yang tidak ada infeksi intraamnion. Sedian terdiri atas
betametason 2 dosis masingmasing 12 mg i.m tiap 24 jam atau
dexametason 4 dosis masingmasing 6 mg tiap 12 jam.
2.3 Gambaran Karakteristik Ibu dengan Ketuban Pecah Dini
2.3.1 Usia Ibu
Menurut Manuaba (2007) Usia kurang dari 20 tahun merupakan usia
menunda kehamilan, dimana organ-organ reproduksinya belum
berfungsi secara maksimal, jalan lahir belum bisa menyanggah bagian
yang ada didalamnya secara sempurna. Organ reproduksi yang belum
maksimal mengakibatkan kurang terbentuknya jaringan ikat dan
vaskularisasi yang belum sempurna sehingga membentuk selaput
ketuban yang tipis dan tidak kuat yang dapat memicu terjadinya ketuban
pecah dini.
Sedangkan Musbikin (2004) mengemukakan bahwa pada kehamilan
diatas 35 tahun, biasanya penyakit – penyakit degeneratif seperti
tekanan darah tinggi atau diabetes melitus pada wanita lebih sering
muncul. Semakin bertambah usia, penyakit degeneratif seperti
gangguan pembuluh darah, biasanya lebih banyak muncul dibandingkan
dengan mereka yang usia muda. Penyakit degeneratif tersebut secara
tidak langsung akan mempengaruhi ketuban pecah dini.
Sedangkan Menurut (Titi Maharrani, 2017) berpendapat usia yang
aman untuk melahirkan dan persalinan adalah 20- 30 tahun. Pada hasil
penelitiannya ditemukan sebagian besar (51,38%) ibu bersalin dengan
usia beresiko. Fenomena seperti ini dapat terjadi karena ada kebiasaan
pada wanita untuk mengejar karir dan membelakangkan menikah pada
usia reproduktif, sehingga banyak wanita yang hamil pada usia yang
terlambat dan bersalin di luar usia yang aman. Sedangkan menikah pada
usia muda biasanya banyak dilakukan untuk menghindari kehamilan di
luar nikah. Padahal kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia beresiko yaitu dibawah usia 20 tahun ternyata 2-5
16
kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-
30 tahun. Kematian maternal meningkat kembali setelah usia 35 tahun.
Pada usia <20 tahun organ reproduksi pada wanita belum terbentuk
secara maksimal, ligamenligamen yang menyanggah uterus belum
berfungsi secara kuat sehingga kemungkinan terjadinya abortus atau
komplikasi kehamilan lainnya dapat terjadi. Pada usia diatas 35 tahun
kehamilan biasanya diikuti dengan penyakit-penyakit degeneratif
seperti tekanan darah tinggi atau deabetes mellitus. Semakin
bertambahnya usia, resiko penyakit degeneratif lebih banyak muncul
dibandingkan dengan mereka yang usia muda. Penyakit degeneratif
tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
proses kehamilan dan persalinan pada ibu maupun bayinya. Menunda
usia kehamilan pada usia yang terlalu muda seperti mengikuti program
keluarga berencana hingga mencapai usia yang reproduktif dan tidak
menunda pernikahan dan kehamilan pada usia lanjut adalah salah satu
upaya untuk mengurangi komplikasi pada kehamilan dan persalinan
sehingga dapat mengurangi angka kematian maternal. Selain itu,
komunikasi, informasi dan edukasi yang baik harus diberikan kepada
ibu hamil secara tepat
2.3.2 Paritas
17
kelahiran janin yang mampu hidup diluar rahim. Paritas yang terlalu
tinggi serta jarak kehamilan yang terlalu dekat akan mempengaruhi
kondisi ibu dan janin (BKKBN, 2016).
a. Klasifikasi Paritas
Adapun pembagian paritas menurut (Mochtar, 2012) yaitu:
a. Nulipara adalah seorang wanita yang belum pernah
melahirkan bayi hidup.
b. Primipara adalah seorang wanita yang melahirkan bayi hidup
untuk pertama kali.
c. Multipara/pleuripara adalah seorang wanita yang peernah
melahirkan bayi hidup untuk beberapa kali.
d. Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi
5 kali atau lebih, hidup ataupun mati.
18
cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
makin mudah dalam memperoleh menerima informasi,
sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu
yang mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir
rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2 orang.
b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat.
Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat
pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak anggapan
bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh
mempunyai anak banyak karena mampu dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-sehari.
c) Keadaan Ekonomi
Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk
mempunyai anak lebih karena keluarga merasa mampu dalam
memenuhi kebutuhan hidup.
d) Latar Belakang Budaya
• Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat
universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti
pengetahuan bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial,
adat-istiadat, penilaian-penilaian umum. Tanpa disadari,
kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap
berbagai masalah.
• Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya,
karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman
individu-individu yang menjadi anggota kelompok
masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang
telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi
kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.
19
• Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara
lain adanya anggapan bahwa semakin banyak jumlah anak,
maka semakin banyak rejeki.
e) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi
tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih
bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham
tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku
sesuai dengan apa yang ia ketahui (dr.Suparyanto, 2010).
Penatalaksaan KPD
Komplikasi KPD
1. Premature
Pemeriksaan KPD :
1. Pemeriksaan Lab 2. Infeksi risiko
2. Pemeriksaan penunjang / USG 3. Hipoksia & Asfiksia
4. Sindrom deformitas
20
BAB III
21
serta jarak kehamilan yang terlalu dekat akan mempengaruhi kondisi ibu
dan janin (Meily Manoppo, 2017)
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan
diteliti secara operasional di lapangan. Definisi operasional dibuat untuk
memudahkan pada pelaksanaan pengumpulan data dan pengolahan serta
analisis data. Pada saat akan melakukan pengumpulan data, definisi
operasional yang dibuat mengarahkan dalam pembuatan dan
pengembangan instrumen penelitian. Sementara pada saat pengolahan dan
analisis data, definisi operasional dapat memudahkan karena data yang
dihasilkan sudah terukur dan siap untuk diolah dan dianalisis. Dengan
definisi operasional yang tepat maka batasan ruang lingkup penelitian atau
pengertian variabel-variabel yang akan diteliti akan lebih fokus (Imas
Masturoh, 2018).
Definisi operasional merupakan penjelasan yang berdasarkan
kenyataan atau penjelasan dilapangan yang meliputi penjelasan tentang apa
variabel tersebut, cara ukur, alat ukur, hasil ukur, dan skala ukur (Ariani,
2015).
Variabel-variabel dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam definisi
sebagai berikut :
Table 3.1. Definisi Operasional
22
2. Usia Ibu lamanya waktu ibu Menelaah Lembar 0= resiko tinggi, Ordinal
hidup, dihitung saat data buku Ceklis jika dalam rekam
ibu dilahirkan sampairegister medik tertulis < 20
meninggal di ruang tahun, dan > 35
tahun
1= resiko rendah,
jika dalam rekam
medik tertulis 20-
35 tahun
3. Paritas Jumlah Riwayat Menelaah Lembar 0= Beresiko, jika Ordinal
ibu yang pernah data buku Ceklis ibu memiliki
mengalami register Riwayat paritas ≥ 3
melahirkan anak di ruang 1=Tidak beresiko,
baik hidup jika ibu memiliki
ataupun mati Riwayat paritas 1-2
23
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif, yaitu
penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu
gejala saat penelitian dilakukan (Mega Linarwati, 2016)
Adapun tujuan dari penelitian deskriptif adalah menjelaskan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi
daerah tertentu (Sukardi, 2015)
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sujarweni, 2019).
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita bersalin yang dirawat di
intalasi rawat inap ruangan Wijaya Kusuma RS dr.Drajat Prawiranegara
dari bulan Januari – Mei tahun 2021, Tercatat sebanyak 236 Ibu Bersalin.
4.2.1 Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang
dimiliki oleh populasi yang digunakan untuk peneliti (Sujarweni, 2019).
Besarnya sampel pada penelitian ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Slovin .
𝑁
Rumus Slovin : 𝑛 = 1+𝑁 (𝑑)2
Keterangan :
• n = Besarnya sampel
• N = Besarnya populasi
• d = Tingkat ketepatan / kepercayaan yang diinginkan (0.1)
24
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑)2
236
𝑛=
1 + 236(0.1)2
236 236
𝑛= = = 70,23
1 + 2,36 3,36
Dibulatkan menjadi : 70 Orang
Perhitungan besar sampel dengan menggunakan Rumus Slovin tersebut
didapati sampel berjumlah 70 orang, dengan taraf keyakinan 90% dan
taraf signifikansi/toleransi kesalahan dibatasi sebanyak 10% (Sujarweni,
2014).
Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara Systematic
Random Sampling, cara pengambilan sampel dari anggota populasi
dengan membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah
sampel yang diinginkan hasilnya adalah interval sampel (Notoatmodjo,
2010).
𝑁
𝑖= 𝑛
236
𝑖= = 3,37 (dibulatkan menjadi 3)
70
Keterangan :
i = interval
N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
4.3 Teknik dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data Sekunder, yaitu
data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau lewat dokumen
(Sugiyono, 2017).
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data
register yang tercatat dari bulan Januari – Mei di ruangan Wijaya Kusuma RS
dr.Drajat Prawiranegara tahun 2021.
25
4.4 Pengolahan Data
Pengolahan data adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan terhadap data,
baik dengan cara mengelompokkan atau dengan menerapkan fungsi
matematika, sehingga data siap dianalisis sesuai dengan jenis analisis yang
direncanakan (Irmawartini, 2017).
Langkah-langkah dari managemen data adalah :
4.4.1. Editing
Editing adalah kegiatan melakukan pengecekan kembali terhadap data
yang sudah dikumpulkan. Sebaiknya dilakukan di lapangan sesaat
setelah data selesai dikumpulkan.
4.4.2. Coding
Coding yaitu merubah data yang dalam bentuk huruf menjadi data
dalam bentuk angka. Ini khususnya dilakukan untuk data yang bersifat
kategorik atau dilakukan pengelompokkan data terhadap data numerik.
coding ada yang dilakukan sebelum mengumpulkan data disebut
precoding dan ada coding yang dilakukan setelah pengumpulan data
yang disebut postcoding.
4.4.3. Entry Data
Memasukan data kedalam tabulasi atau ke file computer.
4.4.4. Cleaning Data
Cleaning merupakan memeriksa kembali data yang dimasukan untuk
melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak
lengkapan, dan sebagainya yang kemudian dilakukan pembetulan atau
koreksi data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dientry, apakah ada kesalahan atau tidak.
4.5 Analisa Data
Analisis adalah proses mengatur urutan data dan menegosiasikan ke
dalam suatu pola (Ariani, Aplikasi Metodologi Penelitian Kebidanan dan
Kesehatan Reproduksi , 2015). Hasil untuk pengolahan data dianalisa dengan
menggunakan analisis univariate.
26
4.5.1 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel
penelitian guna memperoleh gambaran atau karakterisitik sebelum
dilakukan analisa bivariat. Hasil dari penelitian ditampilkan dalam
bentuk distribusi frekuensi (Ariani, 2015). Menggunakan rumusan
sebagai berikut:
X
P= X 100 %
N
Keterangan:
P : presentase
X : jumlah kasus yang ditemukan
N : jumlah kasus yang diteliti
Hasil analisis univariat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
Keterangan :
𝑋
P = Presentase 𝑃= × 100%
𝑁
X = Jumlah kejadian
pada responden
N = Jumlah seluruh responden
27
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.2.1
Distribusi Frekuensi Gambaran Kejadian Ketuban Pecah Dini
Di RS Dr. Drajat Prawiranegara tahun 2021
No Kejadian KPD Frekuensi %
1 KPD 27 38,6
2 Tidak KPD 43 61,4
Total 70 100
Dari tabel 5.2.1 menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga ibu bersalin mengalami
ketuban pecah dini sebanyak (38,6%)
28
Tabel 5.2.2
Distribusi Frekuensi Gambaran Ibu Bersalin Berdasarkan Usia Ibu
Di RS Dr. Drajat Prawiranegara tahun 2021
No Usia Ibu Frekuensi %
Dari tabel 5.2.2 menunjukkan bahwa lebih dari setengah ibu bersalin adalah ibu
yang berusia ≤20 & ≥35 tahun sebesar (51,4%)
Tabel 5.2.3
Distribusi Frekuensi Gambaran Ibu Bersalin Berdasarkan Paritas di RS dr.
Dradjat Prawiranegara Tahun 2021
1 Primipara & 28 40
Grande Multipara
2 Multipara 42 60
Total 70 100
Dari tabel 5.2.3 Menunjukkan bahwa ibu bersalin sebagian besar Ibu Multipara
sebanyak 42 orang (60%).
29
Tabel 5.2.4
Distribusi Frekuensi Kejadian Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Usia Ibu
Bersalin Di RS Dr. Drajat Prawiranegara tahun 2021
No Usia Ibu Kejadian Jumlah Presentase
Responden
KPD Tidak %
KPD
1 ≤20 & ≥35 20 74 16 37,2 36 100
tahun
2 20-35 7 26 27 62,8 34 100
tahun
Total 27 38,6 43 61,4 70 100
Dari tabel 5.2.4 menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah
dini pada kelompok usia ≤20 & ≥35 tahun adalah 20 orang (74%) Sedangkan yang
mengalami Ketuban Pecah Dini Pada kelompok ibu usia 20-35 tahun Sebanyak 7
orang (26%).
Tabel 5.2.5
Gambaran Frekuensi Kejadian Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Paritas
di RS dr. Drajat Prawiranegara Tahun 2021
30
Dari tabel 5.2.5 menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah
dini pada kelompok primipara & Grande Multipara sebesar (18,5%) Sedangkan
yang tidak mengalami Ketuban Pecah Dini pada kelompok multipara sebesar
(81,5%).
5.3 Pembahasan
5.3.1 Gambaran Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin
Berdasarkan Usia Ibu Dan Riwayat KPD Di RS Dr. Drajat
Prawiranegara Tahun 2021
a. Kejadian Ketuban Pecah Dini
Berdasarkan Tabel 5.2.1 menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga ibu
bersalin mengalami ketuban pecah dini sebanyak 27 orang (38,6%) dan
ibu bersalin yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebanyak 43
orang (61,4%).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum ada tanda-
tanda persalinan (Sofian, 2012). Ketuban pecah dini merupakan
pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan yang dapat terjadi
pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Rukiyah
dan Yulianti, 2010). Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi pada
saat sebelum persalinan berlangsung (Saifuddin, dkk. 2009). Ketuban
pecah dini aterm dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu.
Jika terjadi sebelum usia gestasi 37 minggu disebut KPD preterm atau
preterm premature rupture membranes (PPROM) ( (Meily Manoppo,
2017)
b. Usia Ibu
Berdasarkan tabel 5.2.4 menunjukkan bahwa ibu bersalin yang
mengalami ketuban pecah dini pada kelompok usia ≤20 & ≥35 tahun
adalah 20 orang (74%) jauh tinggi dengan kelompok ibu usia 20-35
tahun dengan 7 orang (26%).
31
Menurut Manuaba (2010:246) (Dahniar, 2019) bahwa usia untuk
reproduksi optimal bagi seorang wanita adalah antara umur 20-35 tahun,
dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan
dan persalinan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Susilowati dan Astuti bahwa kejadian KPD paling banyak terjadi
pada usia 20-35 tahun.
Kesenjangan antara teori dan hasil penelitian ini juga bisa
disebabkan karena besar proporsi jumlah sampel yang berbeda, karena
dalam penelitian ini proporsi sampel pada usia 20-35 tahun lebih banyak
dibanding dengan proporsi usia 35 tahun. Selain itu kecilnya kasus
kejadian KPD pada ibu bersalin dengan usia 35 tahun kemungkinan
karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk tidak
menikah dan hamil diusia muda, dan semakin sadarnya bahwa hamil
atau bersalin diusia lanjut dapat menimbulkan penyulit-penyulit yang
dapat membahayakan ibu dan bayi.
c. Paritas Ibu
Berdasarkan Dari tabel 5.2.5 menunjukkan bahwa ibu bersalin yang
mengalami ketuban pecah dini pada kelompok multipara sebesar
(81,5%) lebih tinggi bila dibandingkan kelompok primipara & Grande
Multipara sebesar (18,5%).
Prawirohardjo (2010) menyatakan ketuban pecah dini lebih sering
ditemukan pada wanita multipara dibanding pada wanita nullipara.
Teori Manuaba (2010) pun menyatakan bahwa paritas
(multi/grandemultipara) merupakan faktor penyebab terjadinya ketuban
pecah dini. Wanita dengan multipara, sering ditemukan memiliki
serviks tidak kompeten, akan meningkatkan terjadinya KPD karena
adanya tekanan intrauterine pada saat persalinan. Pada proses
pembukaan serviks pada multipara dengan inkompetensi serviks
mempercepat pembukaan serviks sehinggan dapat meningkatkan resiko
terjadinya KPD sebelum pembukaan lengkap. Penelitian oleh Aulia
Ulfah Raydian (2017) yang berjudul “Hubungan Paritas Dengan
32
Kejadian Ketuban Pecah Dini DI RSUD Abdul Moeloek Periode Maret-
Agustus 2017” dalam penelitian tersebut terbukti pula bahwa ibu
bersalin dengan status paritas multipara banyak terjadi ketuban pecah
dini dibandingkan primipara. Berdasarkan teori dan penelitian mengenai
faktor paritas terhadap kejadian ketuban pecah dini masih terdapat
perbedaan.
33
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan januari-mei
2021 di RS Dr. Drajat Prawiranegara Tahun 2021, ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
6.1.1 Lebih dari sepertiga ibu bersalin mengalami ketuban pecah dini sebanyak
(38,6%)
6.1.2 Lebih dari setengah ibu bersalin adalah ibu yang berusia ≤20 & ≥35
tahun sebesar (51,4%)
6.1.3 Sebagian Besar Ibu Bersalin dengan Ibu Multipara sebanyak 42 orang
(60%).
6.1.4 Ditemukan ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini pada
kelompok usia ≤20 & ≥35 tahun adalah 20 orang (74%) jauh tinggi
dengan kelompok ibu usia 20-35 tahun dengan 7 orang (26%).
6.1.5 Ditemukan ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini pada
kelompok multipara sebesar (81,5%) lebih tinggi bila dibandingkan
kelompok primipara & Grande Multipara sebesar (18,5%).
6.2 Saran
Melihat kesimpulan dari penelitian diatas, saran yang ingin penulis
sampaikan yaitu kepada :
6.2.1 Bagi Insitusi Pendidikan
Kiranya Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian ini dapat dipelajari dan
dapat di dokumentasikan dengan baik untuk dijadikan sumber referensi
penelitian selanjutnya sehingga melahirkan lulusan yang berkualitas.
6.2.2 Bagi Pelayanan Kesehatan
Pada penelitian ini tenaga kesehatan diharapkan Agar lebih dapat
meningkatkan pelayanan ANC melalui deteksi dini kehamilan dan
menekan tejadinya infeksi yang disebabkan oleh ketuban pecah dini.
34
6.2.3 Bagi Peneliti/ Penulis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi peneliti
selanjutnya dan agar peneliti dapat menambah variant dari variabel
yang menjadi faktor pemicu terjadinya Ketuban Pecah Dini.
35
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, R. (2019). Pencegahan Kematian Ibu Saat Hamil dan Melahirkan
Berbasis Komunitas. Yogyakarta: CV Budi Utama.
BKKBN. (2016). Kebijakan Program Kependudukan, Keluarga Berencana, Dan
Pembangunan Keluarga Dalam Mendukung Keluarga Sehat. Jakarta:
BKKBN.
Dahniar, I. (2019). Hubungan Usia dan KPD. METODE PENELITIAN.
Demiarti, M. (2016). Ibu bersalin dengan KPD di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul tahun 2016 . kpd, 8.
Dinas Kesehatan Provinsi Banten. (2019). Profil Kesehatan Provinsi Banten.
dr.Suparyanto, M. (2010, Oktober 7). Diambil kembali dari Konsep Paritas atau
Partus: http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/10/konsep-paritas-
partus.html
Hidayat. (2015). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknis Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.
Imas Masturoh, N. A. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Irmawartini, N. (2017). Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan" Metodologi
Penelitian". Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Meily Manoppo, H. M. (2017). Kadar High Sensitivity CReactive Protein (hsÂ-
CRP) pada Ketuban Pecah Dini dengan Kehamilan Aterm. VOLUME. 5,
NO. 1, JANUARY 2017 , 23.
Mochtar, R. (2012). Sinopsis Obsetetri, Edisi II. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo. (2010). Metodelogi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Prawirohardjo, S. (2016). Buku Acuan Nasional Pelayana Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
RI, K. K. (2019). Angka Kematian Ibu.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta CV.
Sujarweni, V. W. (2014). Metedologi Penelitian. Jakarta: Pustaka Baru Press.
Sujarweni, V. W. (2019). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Sukardi. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sylvi, W. N. (2019). Asuhan Kebidanan Kasus Kompleks Maternal & Neonatal.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Titi Maharrani, E. Y. (2017). HUBUNGAN USIA, PARITAS DENGAN
KETUBAN PECAH DINI DI PUSKESMAS JAGIR SURABAYA. Jurnal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 7.
Utama, P. a. (2018). Penyebab KPD belum pasti diketahui. KPD.
Wahyuni, A. (2019). KPD.
36
LAMPIRAN
L
A
M
P
I
R
A
N
37
LEMBAR CHEKLIST
Ketuban Pecah
Dini Usia Ibu Paritas
20 tahun Primipara
No Nama <20 dan > - 35 & Grande
Ya Tidak 35 tahun tahun Multipara Multipara
0 1 0 1 0 1
1 Ny. A √ √ √
2 Ny. B √ √ √
3 Ny. G √ √ √
4 Ny. L √ √ √
5 Ny. J √ √ √
6 Ny. K √ √ √
7 Ny. L √ √ √
8 Ny. P √ √ √
9 Ny. K √ √ √
10 Ny. T √ √ √
11 Ny. F √ √ √
12 Ny. S √ √ √
13 Ny. I √ √ √
14 Ny. E √ √ √
15 Ny. O √ √ √
16 Ny. S √ √ √
17 Ny. N √ √ √
18 Ny. G √ √ √
19 Ny. R √ √ √
20 Ny. V √ √ √
21 Ny. R √ √ √
22 Ny. E √ √ √
38
23 Ny. F √ √ √
24 Ny. O √ √ √
25 Ny. W √ √ √
26 Ny. S √ √ √
27 Ny. A √ √ √
28 Ny. A √ √ √
29 Ny. G √ √ √
30 Ny. S √ √ √
31 Ny. P √ √ √
32 Ny. B √ √ √
33 Ny. A √ √ √
34 Ny. U √ √ √
35 Ny. N √ √ √
36 Ny. T √ √ √
37 Ny. M √ √ √
38 Ny. M √ √ √
39 Ny. J √ √ √
40 Ny. I √ √ √
41 Ny. I √ √ √
42 Ny. S √ √ √
43 Ny. S √ √ √
44 Ny. L √ √ √
45 Ny. N √ √ √
46 Ny. S √ √ √
47 Ny. M √ √ √
48 Ny. W √ √ √
49 Ny. E √ √ √
50 Ny. L √ √ √
51 Ny. P √ √ √
52 Ny. M √ √ √
39
53 Ny. S √ √ √
54 Ny. N √ √ √
55 Ny. S √ √ √
56 Ny. D √ √ √
57 Ny. H √ √ √
58 Ny. M √ √ √
59 Ny. J √ √ √
60 Ny. D √ √ √
61 Ny. N √ √ √
62 Ny. N √ √ √
63 Ny. S √ √ √
64 Ny. F √ √ √
65 Ny. S √ √ √
66 Ny. U √ √ √
67 Ny. L √ √ √
68 Ny. A √ √ √
69 Ny. E √ √ √
70 Ny. B √ √ √
40
41