Anda di halaman 1dari 13

SEORANG PASIEN OSTEOATRITIS LUTUT DENGAN KLINIS

ATROFI KULIT

(KNEE OSTEOATHRITIS PATIENT WITH SKIN ATROPHY


CLINICAL)

Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang ditandai dengan terjadinya


kerusakan pada tulang rawan maupun tulang subkondral yang dapat menyebabkan nyeri pada
sendi.(1) Osteoarthritis pada lutut sangat sering terjadi, terutama terjadi pada seseorang berusia
diatas 60 tahun. Pada penelitian di Amerika juga menyatakan bahwa OA ini lebih sering
terjadi pada wanita daripada pria, prevalensi osteoartritis sendiri diperkirakan akan meningkat
seiring bertambahnya usia populasi.(2)

Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai 15,5%


pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur mulai dari 40-60 tahun. Penelitian di
Bandung pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi RSHS pada tahun 2007 dan 2010,
berturut-turut didapatkan 74,48% dari keseluruhan kasus (1297) reumatik pada tahun 2007.
Enam puluh sembilan persen diantaranya adalah wanita dan kebanyakan merupakan OA lutut
(87%). Dan dari 2760 kasus reumatik pada tahun 2010, 73% diantaranya adalah penderita
OA, dengan demikian OA akan semakin banyak ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari.
(1)

Meskipun OA adalah penyakit yang disebabkan oleh degeneratif. namun kegagalan


perbaikan kerusakan sendi akibat tekanan diawali oleh kelainan sendi atau jaringan
periartikular. Oleh karena itu kehilangan tulang rawan adalah hal yang mendasar pada pasien
OA. (3) Tingkat perkembangan bervariasi di antara orang-orang dan dalam lutut dari waktu ke
waktu. Gejala dan tanda-tanda osteoartritis lutut termasuk nyeri, kekakuan, berkurangnya
gerakan sendi, dan kelemahan otot. Konsekuensi jangka panjang dapat mencakup
pengurangan aktivitas fisik, dekondisi, gangguan tidur, kelelahan, depresi, dan kecacatan. (4)

Nyeri merupakan gejala utama OA dan biasanya menjadi keluhan utama pasien untuk
datang mencari perawatan medis. Rasa sakit pada OA biasanya diperburuk oleh penggunaan
sendi dan nyeri berkurang dengan istirahat. Hal tersebut cenderung untuk dilokalisasi ke
sendi yang terkena meskipun mungkin juga terjadi diluar lutut dan dalam beberapa kasus
biasanya dirujuk, misalnya, nyeri kadang-kadang dialami pada paha maupun lutut pada
pasien dengan OA pinggul. (5)

Obat-obatan steroid sering digunakan dalam pengobatan arthritis. Keluhan yang


dialami pasien cenderung cepat membaik setelah penggunan steroid. Gejala seperti rasa sakit,
bengkak maupun kaku pada sendi terasa hilang seketika. Namun penggunaan steroid jangka
panjang sering menyebabkan beberapa hal yang dapat memperburuk keadaan pasien.
Keadaan lutut pasien dengan penggunaan steroid yang tidak terkontrol dan jangka panjang
membuat terjadinya kerusakan masif pada tulang rawan maupun sendi lutut.(6)

Efek samping yang ditimbulkan akibat penggunaan steroid dalam rentang waktu yang
lama beragam. Salah satunya adalah atrofi kulit. Atrofi kulit atau biasa disebut dengan skin
thinning terjadi akibat efek obat steroid yang dapat menekan inflamasi dan mitosis sel,
sekaligus meningkatkan penyempitan pembuluh darah (vasokonstriksi) pada daerah tersebut.
Sehingga menyebabkan kulit yang menipis ditandai dengan shining skin atau permukaan kulit
yang mengkilap dan tipis. (7)

KASUS

Anamnesis

Seorang wanita, Ny. CH, usia 65 tahun, sudah menikah, suku Aceh, Agama islam,
pekerjaan ibu rumah tangga, berdomisili di Bandar baru Pidie Jaya, datang ke IGD RSUDZA
pada tanggal 31 Mei 2021 dengan keluhan nyeri kedua lutut yang memberat sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Gejala ini sudah dialami pasien sejak 2 tahun yang lalu, namun
semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pada lutut dirasakan
pasien memberat sehabis sholat dan setelah duduk hendak berdiri, nyeri dirasakan berkurang
saat beristirahat dan meminum obat. Pasien juga mengeluhkan lututnya terasa kaku dan sulit
digerakkan. Bunyi berderit disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan bahwa selama ini
menggunakan tongkat untuk melakukan aktivitas. Mual dan penurunan nafsu makan
dikeluhkan pasien, riwayat muntah dan nyeri ulu hati disangkal. Riwayat demam, batuk, dan
sesak disangkal.

Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun tidak pernah memakai obat. Pasien juga
memiliki riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan rutin meminum obat metformin. Riwayat
rematik sebelumnya juga dikeluhkan pasien. BAB hitam dikeluhkan pasien 1 bulan yang lalu.
Sebelumnya pasien pernah dirawat di RS Sigli 3 bulan yang lalu dan ditegakkan diagnosis
OA genu. Pasien juga mendapatkan 3 kantong transfusi darah 3 bulan yang lalu di RS Sigli.

Pada saat nyeri, pasien mengatakan meminum obat herbal (obat cina wantong) dan obat
antinyeri dari depot untuk menghilangkan nyeri lutut. Obat cina wantong diminum selama 6
bulan terakhir dan diminum setiap malam. Riwayat penyakit keluarga tidak ada. Tidak ada
riwayat merokok, meminum alkohol, dan alergi.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum tampak lemah, pasien tampak pucat, tampak kesakitan ( Wong Baker
Faces Pain Rating Scale : 6), pasien terlihat berat badan berlebih (tinggi badan 150 cm, berat
badan 60 kg, dan IMT: 26,6), GCS 465, tekanan darah 140/72, nadi 92x/menit, frekuensi
napas 20x/menit, dan suhu tubuh 36,2OC. Pada pemeriksaan kepala dan leher tidak ditemukan
konjugtiva anemis, dispneu tidak ada, tidak ada ikterik maupun sianosis. Pembesaran kelenjar
getah bening tidak ada dan tidak ada peningkatan JVP.

Pemeriksaan dada bentuk dada simetris dan tidak ditemukan retraksi. Suara napas
vesikuler terdengar di seluruh lapang paru, tidak ditemukan suara ronkhi maupun wheezing.
Suara jantung BJ1 > BJ2, reguler dan tidak ditemukan suara murmur serta gallop.
Pemeriksaan abdomen supel, bising usus normal, tidak ada nyeri tekan, hepar/lien/renal tidak
teraba dan tidak ditemukan massa pada abdomen. Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan
akral yang pucat, hangat, dan tidak ada edema.

Pemeriksaan lokalis lutut didapatkan bunyi berderit pada lutut dextra at sinistra,
bengkak pada lutut dextra at sinistra, pemeriksaan efusi positif pada lutut dextra at sinistra
dan skin atrofi (thinning skin) pada ektremitas inferior.

Pemeriksaan laboratorium (31/05/2021) didapatkan hasil sebagai berikut:

 Hb/Ht/L/Tr : 8,1/25/ 15,2/ 583


 MCV/MCH/MCHC :70/23/32
 Diftel : 0/1/0/79/9/11
 GDS : 238
 Ur/Cr : 20/0,60
 Na/K/Cl : 142/3,0/106
Foto rontgen genu dextra/sinistra AP/lat tanggal 31 Mei 2021 didapatkan alignment
berubah, celah sendi genu dextra dan sinistra menyempit, osteofit pada condylus tibialis
dextra/sinistra dan pada condylus femoralis dextra/sinistra, tidak tampak fraktur dan
dislokasi. Kesimpulan OA genu bilateral.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien


didiagnosis dengan OA genu bilateral+ anemia sedang ec defisiensi besi dan penyakit
kronik+ Dyspepsia tipe dismotility+ Hipertensi stage I+ DM tipe 2+ Hipokalemia
ringan. Pasien dirawat di ruang aqsa 3 untuk menganalisis status anemianya. Pasien
mendapat terapi tirah baring, IVFD RL 20 gtt/i, diet DM 1700 kkal/hari, IV ceftriaxone 2
g/24 jam, IV omeprazole 40 mg/12 jam, PO paracetamol 2 x 1000mg, PO KSR 2x600 mg,
dan PO valsartan 1x80mg.

Perjalanan penyakit

Pada hari ketiga perawatan, keadaaan umum pasien lemah, nyeri pada kedua lutut
lebih berat dan lutut kaki bengkak, kurang nafsu makan, kesadaran kompos mentis, tekanan
darah 161/69 mmHg, nadi 107x/menit reguler, frekuensi nafas 18x/menit, suhu aksila 36,3oC
dan saturasi O2 97%. Pemeriksaan laboratorium (02/06/2021) didapatkan hasil sebagai
berikut:
 Hb/L/Tr : 8,7/9,4/ 555
 MCV/MCH/MCHC :72/24/33
 Diftel : 3/0/0/69/18/10
 PT/APTT : 1,14/1,4

Diagnosis saat ini OA genu bilateral+ anemia sedang ec defisiensi besi dan penyakit
kronik+ Dyspepsia tipe dismotility+ Hipertensi stage I+ DM tipe 2+ Hipokalemia
ringan. Pasien sudah mendapat IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i, diet DM 1700 kkal/hari, IV
ceftriaxone 2 g/24 jam, IV omeprazole 40 mg/12 jam, PO paracetamol 2 x 1000mg, PO KSR
2x600 mg, dan PO valsartan 1x80mg. Pasien dikonsulkan ke divisi rheumatologi, EKG,
albumin, asam urat.

Pada hari keempat perawatan, keadaaan umum pasien mulai membaik, nyeri pada
kedua lutut sudah berkurang, nafsu makan mulai membaik, kesadaran kompos mentis,
tekanan darah 133/100 mmHg, nadi 122x/menit reguler, frekuensi nafas 18x/menit, suhu
aksila 36,3oC dan saturasi O2 97%.
Diagnosis saat ini OA genu bilateral+ anemia sedang membaik ec defisiensi besi
dan penyakit kronik+ Dyspepsia tipe dismotility+ Hipertensi stage I+ DM tipe 2+
Hipokalemia sedang+ Hipoalbumin+ ISK. Pasien sudah mendapat IVFD NaCL 0,9% 20
gtt/i, diet DM 1700 kkal/hari + ekstra putih telur, IV ceftriaxone 2 g/24 jam, IV omeprazole
40 mg/12 jam, PO paracetamol 2 x 1000 mg, PO KSR 2x600 mg, dan PO valsartan 1x80mg,
Sulcrafat syr 1C/8 jam dan meloxicam 75mg/12 jam. Pasien sudah dilakukan punksi sendi
oleh divisi rheumatologi dan telah mendapat transfusi darah sebanyak 3 kantong.
Pemeriksaan analisa cairan sendi (03/06/2021) didapatkan hasil sebagai berikut:
 Warna : kuning
 Kejernihan : keruh
 Bekuan : negatif
 PMN sel : 90
 MN sel : 10
 Leukosit : 3887
 Total protein : 2.5
 Albumin : 1.0
 Glukosa : 157
 Asam urat : 2.2

Pada hari kelima perawatan, keadaaan umum pasien sedikit membaik, nyeri pada
kedua lutut lebih berat dan lutut kaki sudah berkurang, nafsu makan sudah membaik,
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 127/95 mmHg, nadi 125x/menit reguler, frekuensi
nafas 25x/menit, suhu aksila 36,7oC dan saturasi O2 98%.
Diagnosis saat ini OA genu bilateral+ anemia sedang membaik ec defisiensi besi
dan penyakit kronik+ Dyspepsia tipe dismotility+ Hipertensi stage I+ DM tipe 2+
Hipokalemia sedang+ Hipoalbumin+ ISK+ CAD. Pasien sudah mendapat IVFD NaCL
0,9% 20 gtt/i, diet DM 1700 kkal/hari + ekstra putih telur, IV ceftriaxone 2 g/24 jam, IV
omeprazole 40 mg/12 jam, PO paracetamol 2 x 1000 mg, PO KSR 2x600 mg, dan PO
valsartan 1x80mg, Sulcrafat syr 1C/8 jam dan meloxicam 75mg/12 jam, drip albumin 1 fls/24
jam, ISDN 5 mg (k/p), CPG 75 mg 1 x 1, aspilet 80 mg (extra), atorvastatin 40 mg (extra).

Pasien dipulangkan pada hari Jumat 4 Juni 2021 pukul 16.30 dan disarankan untuk
rawat jalan di RSUDZA untuk endoskopi, namun pasien memutuskan kembali ke Sigli. 2
hari pasca keluar dari RSUDZA, pasien kembali dirawat di RS Mufid Sigli selama 4 hari
karena keluhan pernapasan cepat dan saat ini sudah kembali ke rumah. Pasien di rumah
masih mengeluhkan lemas, nyeri perut saat malam hari dan sulit tidur. Nyeri pada sendi
menurut keluarga pasien sudah membaik.

DISKUSI

Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif yang terjadi akibat kerusakan progresif


pada kartilago sendi. Osteoarthritis (OA) merupakan salah satu masalah kesehatan kronik
yang paling sering terjadi dan penyebab utama rasa nyeri serta disabilitas pada usia dewasa
hingga lanjut usia. OA dapat terjadi pada setiap sendi, terutama sendi penyangga tubuh pada
ekstremitas inferior yaitu lutut, panggul dan pergelangan kaki. Penderita OA biasanya datang
dengan keluhan nyeri yang digambarkan sebagai nyeri tumpul, terlokalisasi, memburuk
dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat serta kekakuan sendi yang mengakibatkan
keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari. (8,9)

Pada pasien didapatkan keluhan nyeri kedua lutut yang memberat sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Gejala ini sudah dialami pasien sejak 2 tahun yang lalu, namun
semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pada lutut dirasakan
pasien memberat sehabis sholat dan setelah duduk hendak berdiri, nyeri dirasakan
berkurang saat beristirahat dan meminum obat. Pasien juga mengeluhkan lututnya terasa
kaku dan sulit digerakkan. Pasien mengatakan bahwa selama ini menggunakan tongkat
untuk melakukan aktivitas.

OA mengenai sekitar 3,3%-3,6% atau sekitar 43 juta jiwa sehingga menjadikannya


sebagai penyumbang kecacatan tertinggi ke-11 di seluruh dunia. Berdasarkan data Riskesdas
tahun 2018, sebanyak 7,3% masyarakat Indonesia didiagnosis dengan penyakit sendi
(osteoarthritis, nyeri akibat asam urat yang tinggi/ hiperurisemia akut maupun kronis, dan
rematoid artritis), dimana 64,21% penderita berusia >45 tahun, 51% berjenis kelamin
perempuan, dan prevalensi tertinggi yaitu di provinsi Aceh sebanyak 13,26%.(10,11)

Faktor risiko terjadinya OA diantaranya usia, obesitas/peningkatan IMT,


cedera/trauma lutut, inflamasi, jenis kelamin perempuan dan faktor genetik. Mayoritas usia
>50 tahun didiagnosis dengan perubahan gambaran radiologi pada sendi sesuai osteoarthritis,
hal ini dihubungkan dengan penuaan pada kartilago, sinovium, tulang subkondral dan otot.
Obesitas menjadi salah satu faktor risiko OA karena peningkatan IMT menyebabkan beban
yang ditanggung sendi semakin berat serta adanya inflamasi sistemik akibat banyaknya
adipokin yang dihasilkan jaringan adiposa pada orang obesitas. Cedera/trauma pada lutut
menyebabkan kerusakan pada tulang, ligamen, kartilago dan meniskus yang akan
mempengaruhi kestabilan sendi. Keadaan menopause pada perempuan memicu penurunan
produksi kolagen pada tulang rawan sehingga dapat terjadi degradasi tulang rawan. Faktor
genetik berhubungan dengan adanya abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen.(4,9)

Pada pasien didapatkan faktor risiko berusia >50 tahun dengan Indeks Massa Tubuh
26,6 atau dalam kategori berat badan berlebih dan pasien seorang perempuan yang sudah
menopause.

Berdasarkan etiologinya OA dapat terjadi secara primer/idiopatik dan sekunder.


Osteoarthritis primer/idiopatik adalah OA yang penyebabnya tidak diketahui dan tidak
berhubungan dengan penyakit sistemik ataupun perubahan lokal pada sendi. Osteoarthritis
sekunder adalah OA yang terjadi karena kelainan endokrin seperti akromegali,
hiperparatiroidisme, hiperparaurisemia; inflamasi, post-trauma, kelainan anatomi/struktur
sendi, faktor keturunan dan imobilisasi yang lama.(1) Berdasarkan lokasi sendi yang terkena,
OA dibagi menjadi OA tangan, lutut, kaki, koksa/panggul, vertebra, OA di tempat lain
(glenohumeral, sakroiliaka, temporomandibular) dan OA generalisata/sistemik (>3 sendi).
Kejadian OA lutut sangat berhubungan dengan usia, jenis kelamin wanita, aktivitas fisik,
IMT, trauma, terapi sulih hormon, vitamin D, dan merokok.(12)

OA merupakan penyakit gangguan homeostasis metabolisme kartilago dengan


kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum diketahui. Kerusakan
struktur kartilago menyebabkan kompresi saraf di sekitar sendi dan penurunan fungsi sendi
dalam melakukan mobilisasi fisik sehingga dapat menimbulkan dampak psikologis.
Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling
tulang, dan inflamasi cairan sendi. Osteoartritis dapat terbentuk karena (1) Sifat biometrial
kartilago sendi dan tulang subkondral normal, tetapi terjadi beban berlebihan terhadap sendi
sehingga jaringan rusak, atau (2) Beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi sifat bahan
kartilago atau tulang kurang baik.(12)

Patogenesis perkembangan OA dimulai dari adanya interaksi antara faktor risiko


dengan sistem imun yang ada di dalam membran sinovial. Makrofag yang distimulasi oleh
faktor risiko OA selanjutnya akan melepaskan faktor inflamasi seperti sitokin, TNF alfa,
interleukin 1B, interleukin 6, VEGF dan E-selectin untuk kemudian menstimulasi pelepasan
protease oleh sel sinovial dan masuk ke cairan sinovial. Enzim protease akan merusak protein
yang ada di kartilago. Selanjutnya sitokin juga akan menstimulasi osteosit menjadi osteoblast
untuk membentuk tulang baru sebagai kompensasi terhadap adanya kerusakan bagian tulang
akibat inflamasi. Proses ini akan membentuk subkondral sklerosis yaitu perluasan tulang
dibawah kartilago. Pembentukan tulang baru yang terus berlangsung ini akan menyebabkan
terbentuknya osteofit. Sitokin juga akan merangsang pelepasan prostaglandin dan bradikinin
yang menyebabkan manifestasi nyeri pada pasien.(11)

Presentasi dan perkembangan OA bervariasi antar tiap penderita. Trias simptom OA


adalah nyeri sendi, kaku sendi dan gerakan terbatas. Keluhan kelemahan otot serta gangguan
keseimbangan juga dapat muncul pada pasien OA. Diagnosis OA dapat ditegakkan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta dikonfirmasi dengan radiografi. Gejala utama OA lutut
cenderung nyeri, kaku, penurunan rentang gerak (Range of Motion/ROM), krepitasi dan
pembengkakan. Nyeri awal biasanya digambarkan sebagai nyeri tumpul, terlokalisasi,
memburuk dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Selanjutnya nyeri akan
memburuk dengan rasa nyeri terus menerus dan menyebar, bahkan terjadi saat istirahat.(1,13)

Pada pasien didapatkan keluhan nyeri kedua lutut yang memberat sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Gejala ini sudah dialami pasien sejak 2 tahun yang lalu, namun semakin
memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pada lutut dirasakan pasien
memberat sehabis sholat dan setelah duduk hendak berdiri, nyeri dirasakan berkurang saat
beristirahat dan meminum obat. Pasien juga mengeluhkan lututnya terasa kaku dan sulit
digerakkan. Pasien mengatakan bahwa selama ini menggunakan tongkat untuk melakukan
aktivitas. Keadaan umum tampak lemah, pasien tampak pucat, tampak kesakitan ( Wong
Baker Faces Pain Rating Scale : 6), pemeriksaan lokalis lutut didapatkan bunyi berderit
pada lutut dextra at sinistra, bengkak pada lutut dextra at sinistra, pemeriksaan efusi positif
pada lutut dextra at sinistra dan skin atrofi (thinning skin) pada ektremitas inferior.

Pemeriksaan fisik meliputi kebiasaan tubuh dan gaya berjalan. Pasien diperiksa pada
posisi berdiri dan terlentang untuk mencari efusi, nyeri tekan ROM dan ketidakstabilan
ligamen. Gambaran radiografi OA diantaranya penyempitan celah sendi yang cenderung
asimetris, peningkatan densitas tulang subkondral/sklerosis, kista tulang, osteofit di pinggir
sendi dan perubahan struktur anatomi sendi.(1,13)
Klasifikasi diagnosis Osteoarthritis lutut berdasarkan kriteria American Colege of
Rheumatology (ACR):(1)

Klinik dan Laboratorik Klinik dan Radiografik Klinik


Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 Nyeri sendi lutut dan Nyeri sendi lutut + minimal
kriteria berikut: adanya osteofit + minimal 3 dari 6 kriteria berikut:
1. Usia >50 tahun 1 dari 3 kriteria berikut: 1. Krepitus saat gerakan
2. Kaku sendi <30 menit 1. Kaku sendi <30 menit aktif
3. Krepitus pada gerakan 2. Umur > 50 tahun 2. Kaku sendi < 30 menit
aktif 3. Krepitus pada gerakan 3. Umur > 50 tahun
4. Nyeri tekan tepi tulang sendi aktif 4. Pembesaran tulang
5. Pembesaran tulang sendi lutut
6. Tidak teraba hangat pada 5. Nyeri tekan tepi tulang
sinovium sendi terkena 6. Tidak teraba hangat
7. LED<40 mm/jam pada sinovium sendi
8. RF <1:40 lutut.
9. Analisis cairan sinovium
sesuai OA

Pada pasien didapatkan foto rontgen genu dextra/sinistra AP/lat tanggal 31 Mei 2021
didapatkan alignment berubah, celah sendi genu dextra dan sinistra menyempit, osteofit
pada condylus tibialis dextra/sinistra dan pada condylus femoralis dextra/sinistra, tidak
tampak fraktur dan dislokasi. Kesimpulan OA genu bilateral.

Kortikosteroid merupakan derivat hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar


adrenal. Hormon ini berperan penting dalam mengontrol respon inflamasi. Terdapat 2 jenis
hormon steroid yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki efek
penting pada metabolisme karbohidrat dan sistem imun, mineralokortikoid memiliki efek
terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit. Kortikosteroid disebut juga life saving drug
karena dalam penggunaanya sebagai antiinflamasi, kortikosteroid berfungsi sebagai terapi
paliatif. Namun saat ini kortikosteroid banyak digunakan tidak sesuai indikasi, dosis, dan
lama pemberian.(14)

Obat-obatan steroid sering digunakan dalam pengobatan arthritis. Keluhan yang


dialami pasien cenderung cepat membaik setelah penggunan steroid. Gejala seperti rasa sakit,
bengkak maupun kaku pada sendi terasa hilang seketika. Namun penggunaan steroid jangka
panjang sering menyebabkan beberapa hal yang dapat memperburuk keadaan pasien.
Keadaan lutut pasien dengan penggunaan steroid yang tidak terkontrol dan jangka panjang
membuat terjadinya kerusakan masif pada tulang rawan maupun sendi lutut.(6)

Pada saat nyeri, pasien mengatakan meminum obat herbal (obat cina wantong) dan
obat antinyeri dari depot untuk menghilangkan nyeri lutut. Obat cina wantong diminum
selama 6 bulan terakhir dan diminum setiap malam.

Efek samping yang ditimbulkan akibat penggunaan steroid dalam rentang waktu yang
lama beragam. Salah satunya adalah atrofi kulit. Atrofi kulit atau biasa disebut dengan skin
thinning terjadi akibat efek obat steroid yang dapat menekan inflamasi dan mitosis sel,
sekaligus meningkatkan penyempitan pembuluh darah (vasokonstriksi) pada daerah tersebut.
Sehingga menyebabkan kulit yang menipis ditandai dengan shining skin atau permukaan kulit
yang mengkilap dan tipis.(7)

Pemeriksaan lokalis lutut dextra at sinistra didapatkan skin atrofi (thinning skin) pada
ektremitas inferior yang diduga akibat pemakaian steroid dari obat cina (wantong) yang
telah dikonsumsi sejak 6 bulan lalu.

Kortikosteroid mempengaruhi keratinosit dan mencegah sekresi kolagen dan asam


hialuronat oleh fibroblas di dermis. Hal ini akan mengganggu proliferasi sel sehingga dengan
penggunaan glukokortikoid yang lama akan menyebabkan terjadinya penipisan kulit/skin
atrofi. Pemberian kortikosteroid mempercepat terjadinya dermatoporosis, yang ditandai
dengan penipisan, telangiektasia dan hematoma kulit yang menjadi laserasi dengan
penyembuhan yang buruk pada stadium lanjut. Pada tahap akhir, hilangnya fungsi sawar kulit
dapat mengancam nyawa. Penggunaan glukokortikoid sistemik selama lebih dari satu tahun,
bahkan pada dosis rendah (setara dengan prednison kurang dari 5 mg/hari) menginduksi
atrofi kulit, ekimosis, dan erosi pada sekitar 5% pasien. Efek katabolik kortikosteroid
menyebabkan atrofi, striae dan penyembuhan luka yang tertunda, sedangkan penurunan
integritas struktur vaskular menyebabkan purpura dan mudah memar. Dengan dosis yang
lebih tinggi dapat menyebabkan jerawat steroid, hirsutisme, dan rambut rontok.(14)

Penatalaksaan pada pasien OA sesuai dengan letak sendi yang mengalami OA


sehingga perlu penilaian yang cermat terhadap sendi dan monitoring pasien secara kontinyu
dan konsisten agar terapi dapat berjalan dengan efektif. Tujuan terapi adalah untuk
mengurangi nyeri, mengoptimalkan fungsi gerak sendi, meningkatkan kualitas hidup dan
kemandirian, menghambat progresivitas penyakit serta mencegah komplikasi.(1)
Penatalaksanaan penyakit mencakup terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Biasanya
pasien dengan gejala ringan dapat ditangani dengan nonfarmakologis, sedangkan penyakit
yang lebih lanjut memerlukan kombinasi keduanya.

Terapi nonfarmakologis meliputi edukasi berupa 1) menghindari aktivitas yang


memperburuk nyeri atau kelebihan beban sendi, 2) olahraga untuk meningkatkan kekuatan,
3) penurunan berat badan, dan 4) terapi okupasi untuk menurunkan beban sendi melalui
penyangga, belat, tongkat, atau kruk. Penurunan berat badan merupakan intervensi penting
pada mereka yang kelebihan berat badan dan obesitas.

Farmakoterapi OA melibatkan pilihan oral, topikal, dan/atau intra-artikular.


Asetaminofen dan NSAID oral adalah pilihan yang paling populer dan terjangkau untuk OA
dan biasanya merupakan pilihan awal pengobatan farmakologis. NSAID biasanya diresepkan
secara oral atau topikal dan pada awalnya harus dimulai sesuai kebutuhan. Karena toksisitas
gastrointestinal, efek samping ginjal dan kardiovaskular, NSAID oral harus digunakan
dengan sangat hati-hati dengan pemantauan ketat jangka panjang. Pilihan farmakologinya
adalah paracetamol/acetaminofen maksimal 4 g/hari, sodium diklofenak 2-3x25-50 mg,
piroksikam 1x20mg, meloksikam 1x7,5-15 mg, ibuprofen 3x200-800mg. NSAID topikal
kurang bermanfaat dibandingkan obat oral tetapi memiliki lebih sedikit efek samping
gastrointestinal dan sistemik lainnya, namun sering menyebabkan iritasi kulit lokal. Pilihan
farmakologinya adalah capsaicin topikal atau methylsalicylate.(3,11)

Injeksi intra-artikular juga dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk OA, terutama
pada nyeri akut. Injeksi glukokortikoid (triamsinolone hexacetonide 40 mg) memiliki respon
yang bervariasi dan biasanya bertahan beberapa minggu. Penyuntikan berulang tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan kerusakan lebih berat pada kartilago. Injeksi
Hyaluronan adalah pilihan lain untuk mengurangi nyeri, tetapi risiko efek samping serius
seperti reaksi alergi atau pembengkakan sendi dapat terjadi. Diberikan berturut-turut 5 sampai
6 kali dengan interval satu minggu sebanyak 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis low
molecular weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali pemberian dengan
interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran.(3,11)

Duloxetine digunakan pada pasien dengan nyeri yang menyebar dan disertai depresi;
opioid/tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi) dapat digunakan pada pasien yang tidak
respon terhadap NSAID atau manifestasi nyeri berat. Pada pasien khususnya dengan OA lutut
atau pinggul yang telah gagal beberapa modalitas pengobatan non-farmakologis dan
farmakologis, pembedahan adalah pilihan berikutnya. Tingkat kegagalan untuk pembedahan
lutut dan pinggul cukup rendah. Artroplasti dapat mengurangi nyeri, memperbaiki kualitas
hidup dan meningkatkan kepuasan pasien.(3,11)

Pasien sudah mendapat IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i, diet DM 1700 kkal/hari + ekstra
putih telur, IV ceftriaxone 2 g/24 jam, IV omeprazole 40 mg/12 jam, PO paracetamol 2 x
1000 mg, PO KSR 2x600 mg, dan PO valsartan 1x80mg, Sulkrafat syr 1C/8 jam dan
meloxicam 75mg/12 jam, drip albumin 1 fls/24 jam, ISDN 5 mg (k/p), CPG 75 mg 1 x 1,
aspilet 80 mg (extra), atorvastatin 40 mg (extra). Pada hari kelima perawatan, keadaaan
umum pasien sedikit membaik, nyeri pada kedua lutut sudah berkurang, nafsu makan sudah
membaik, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 127/95 mmHg, nadi 125x/menit reguler,
frekuensi nafas 25x/menit, suhu aksila 36,7oC dan saturasi O2 98%. Pasien dipulangkan
pada hari Jumat 4 Juni 2021 pukul 16.30 dan disarankan untuk rawat jalan di RSUDZA
untuk endoskopi, namun pasien memutuskan kembali ke Sigli. 2 hari pasca keluar dari
RSUDZA, pasien kembali dirawat di RS Mufid Sigli selama 4 hari karena keluhan
pernapasan cepat dan saat ini sudah kembali ke rumah. Pasien di rumah masih mengeluhkan
lemas, nyeri perut saat malam hari dan sulit tidur. Nyeri pada sendi menurut keluarga
pasien sudah membaik.

RINGKASAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi S, Kalim H, Alwi I. Diagnosa dan Penatalaksanaan Osteoarthritis. Divisi


Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 2014. 1–3 p.

2. Primorac D, Molnar V, Rod E, Jeleč Ž, Čukelj F, Matišić V, et al. Knee osteoarthritis:


A review of pathogenesis and state-of-the-art non-operative therapeutic considerations.
Genes (Basel). 2020;11(8):1–35.

3. Sharma L. Osteoarthritis of the knee. N Engl J Med. 2021;384(1):51–9.

4. Chen D, Shen J, Zhao W, Wang T, Han L, Hamilton JL, et al. Osteoarthritis: Toward a
comprehensive understanding of pathological mechanism. Bone Res [Internet].
2017;5(September 2016). Available from: http://dx.doi.org/10.1038/boneres.2016.44
5. O’Neill TW, Felson DT. Mechanisms of Osteoarthritis (OA) Pain. Curr Osteoporos
Rep. 2018;16(5):611–6.

6. Perkins C, Whiting B, Lee PY. Steroids and Osteoarthritis. J Arthritis. 2017;06(03).

7. - R, - P, Menaldi SL, Paramitha L. Kortikosteroid Intralesi: Aspek Farmakologik Dan


Penggunaan Klinis Di Bidang Dermatologi. Media Derm Venereol Indones.
2019;46(1):51–6.

8. Naqib A, Dewati L. Correlation Of Potential Factor That Affect The Quality Of Life
Of Osteoarthritis Patient In Rsud Dr. Soetomo, Surabaya Based On Translated And
Transadapted Of The Knee Osteoarthritis Outcome Score (Koos) Questionnaire.
2018;18(1):26–33.

9. Desak Nyoman Surya Suameitria Dewi, Amanda NA, Bimo Sasono. Faktor Dominan
Pada Penderita Osteoarthritis di RSUD dr. Mohamad Soewandhie, Surabaya,
indonesia. J Med Udayana. 2020;9(11):3–8.

10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar
2018. Kementeri Kesehat RI. 2018;171–6.

11. Rouhin Sen; John A. Hurley. Osteoarthritis [Internet]. StatPearls. 2021. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482326/

12. Winangun W. DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA KOMPREHENSIF


OSTEOARTRITIS. J Kedokt. 2019;

13. Hussain SM, Neilly DW, Baliga S, Patil S, Meek RMD. Knee osteoarthritis: A review
of management options. Scott Med J. 2016;61(1):7–16.

14. Oray M, Abu Samra K, Ebrahimiadib N, Meese H, Foster CS. Long-term side effects
of glucocorticoids. Expert Opin Drug Saf. 2016;15(4):457–65.

Anda mungkin juga menyukai