Pendahuluan
Hidup yang sehat merupakan hak azasi manusia, hal ini diwujudkan dalam
Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan
kesehatan yang dapat menyebabkan dampak negatif dari pemakaian obat yang
tidak rasional.
apotik maupun di toko obat. Masyarakat umumnya tidak mengetahui bahwa obat
yang hanya dapat diperoleh tanpa resep dokter adalah obat bebas.
satu atau lebih zat dengan penandaan label lingkaran hijau. Biasanya digunakan
untuk meredakan pusing, nyeri, flu, batuk, hidung tersumbat, sakit lambung (sakit
dapat diperoleh dengan bebas tanpa resep dokter dan digunakan hanya untuk
keluhan yang sifatnya umum, obat bebas tetaplah suatu sediaan obat dengan
mengandung efek terapi juga tidak akan pernah lepas dari yang dinamakan efek
samping. Efek samping obat adalah efek yang umum ditemui pada penggunaan
obat dalam rentang dosis terapinya. Keberadaan, frekuensi,dan durasi munculnya
efek samping bisa jadi berbeda pada tiap individu, tergantung pada dosis obat,
frekuensi penggunaan, cara pakai, kondisi fisik pengguna, hingga genetis dari
pasien. Efek samping yang muncul perlu dicermati gejala dan tandanya agar kita
pada bab 1 pasal 1 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani),
rohani (mental), spiritual dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari
penyakit, cacat, dan kelemahan, melainkan juga berkepribadian yang mandiri dan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai
satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di
belum mengehui informasi apa saja yang harus diperoleh sebelum mengkonsumsi
obat. Saat ini bisa kita lihat di apotik-apotik maupun di banyak toko obat yang
sakitnya, kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa sumber
seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya
tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter (Pratiwi dkk, 2014).
kesalahan pengobatan (medication error). dalam hal ini informasi yang tepat
Masyarakat cenderung hanya tahu merk dagang tanpa tahu zat berkhasiatnya
(Depkes, 2006).
dokter atau petugas apoteker. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa
etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari
termasukdalam daftar obat wajib apotek (Depkes RI., 2006; Zeenot, 2013).
dalam pemeliharaan kesehatan secara rasional. Namun bila tidak dilakukan secara
meliputi cara pemakaian, aturan pakai dan jumlah obat yang digunakan.
berkurang.
keefektifannya.
yang benar.
sakit kepala, batuk, sakit mata, konstipasi, diare, sakit perut, sakit gigi, penyakit
pada kulit seperti panu, sakit pada kaki dan lain sebagainya (Edwards &
stillman,2000).
tertentu.
samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau
brosur obat.
Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada
bergeser orientasinya dari drug oriented menjadi klien oriented yang berdasarkan
jawab farmakoterapi dari seorang farmasis untuk mencapai dampak tertentu dalam
cukup, aman, nyaman bagi pemakaiannya dan harga yang wajar serta pada saat
sediaan farmasi yang memenuhi standart dan persyaratan keamanan, mutu, dan
obat atau cara penyimpanan obat. Untuk itu farmasis harus dapat
farmasis.
d Kolaborator (collaborator)
kesehatan.
disampaikan oleh apoteker kepada pasien, antara lain sebagai berikut (Depkes RI,
2006):
B. Gunakan obat sesuai dengan anjuranyang tertera pada etiket atau brosur.
Obat-obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas relatif
aman digunakan untuk pengobatan sendiri. Hal ini diperlukan untuk mengurangi
kesadaran akan arti penting kesehatan, promosi obat bebas dan obat bebas
beredar OTR (OWA, obat bebas terbatas, dan obat bebas). Peran apoteker dalam
obat yang aman serta obat-obat apa saja yang dapat dilakukan dengan
seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya
Depkes. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas. Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alkes: Jakarta.
Pratiwi Puji Ningrum, Liza Pristianty, Gusti Noorrizka Anila Impian. 2014.
Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Swamedikasi Obat Anti-
Inflamasi Non-Steroid Oral pada Etnis Thionghoa di Surabaya. Jurnal
Farmasi Komunitas Vol. 1, No. 2, (2014) 36-40
Suryawati, S., 1997. Menuju Swamedikasi Yang Rasional. Jogjakarta: Pusat Studi
Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada.
WHO. 1998. The Role of The Pharmacist in Self-Care and Self-Medication. The
Hague, The Netherlands: WHO, p.1-11.