Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BANTUAN HUKUM

“PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM BANTUAN HUKUM”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

Mardelliani 1810111006
Muhammad Farhan Salim 1810112117
Muhammad Rafli 1810113053
Livia Pratiwi Tohab
Monica Ana Rizky
Lina Millenia 1810111065
Muhammad Oliver Djordy
M.Al Hafis

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PERANAN PEMERINTAH
DAERAH DALAM BANTUAN HUKUM”.
Penulis menyampaikan rasa terimakasih sebanyak-banyaknya kepada Ibu Linda Elmis,
S.H., M.H., selaku dosen mata kuliah Bantuan Hukum yang telah menyerahkan kepercayaan
kepada penulis guna menyelesaikan tugas ini. Makalah ini dibuat dalam rangka penuntasan
tugas mata kuliah Bantuan Hukum yang bertujuan untuk memberikan pemahaman terhadap
penulis dan juga pembaca.
Penulis sadar bahwa pada makalah ini masih memiliki banyak kekurangan serta jauh dari
kesempurnaan. Dengan demikian, penulis menanti adanya kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat.

Padang. 5 April 2021

Tim penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................2
Daftar Isi ...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4
...........................................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................4
1.3 Tujuan............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
2.1 Peranan Pemerintah Daerah Dalam Bantuan Hukum ...........................................5
2.2 Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Bantuan Hukum......8
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................

3. 1 Kesimpulan....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan akan peningkatan kuantitas dan kualitas bantuan hukum bagi masyarakat
miskin yang cukup besar di suatu sisi, dan berbagai keterbatasan yang dimiliki pemerintah
pusat dalam memberikan layanan bantuan hukum, mengharuskan adanya peran serta
pemerintah daerah dalam pelayanan bantuan hukum.
Peran pemerintah daerah ini terutama menyangkut penyelengaraan dan penganggaran
Bantuan hukum sehingga lebih memperluas jangkauan bantuan hukum Sesuai yang
diamanatkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan hukum bagi Orang
Miskin

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja bentuk Peranan Pemerintah daerah dalam bantuan Hukum?
2. Apa Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Bantuan Hukum?

1.3 TUJUAN
Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Hukum Transaksi Elektronik dan juga untuk
memberikan pengetahuan terhadap pembaca mengenai Peranan Pemerintah daerah dalam
Bantuan Hukum.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peranan Pemerintah Daerah dalam Bantuan Hukum

Pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin merupakan manifestasi dari upaya
pemerintah dalam mengatur HAM di bidang hukum untuk menyamakan kedudukan di
hadapan pengadilan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum (UU Bantuan Hukum) telah menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan
keadilan yang sama dihadapan hukum. Pasal 19 UU Bantuan Hukum juga memberikan ruang
kepada pemerintah daerah untuk ikut serta menyelenggarakan bantuan hukum bagi
masyarakat miskin secara gratis dan menganggarkannya dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) yang diatur dengan deraturan Daerah (perda). Namun sampai akhir
2017 hanya ada 22 perda tentang bantuan hukum bagi masyarkat miskin di tingkat Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Secara kuantitas pemenuhan bantuan hukum ini masih kurang memadai
untuk menjangkau masyarakat miskin di seluruh daerah mengingat Pemerintah Daerah
sendiri masih belum memberikan perhatian khusus terkait payung hukum pemenuhan
bantuan hukum di daerah yang berupa perda.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, bantuan hukum adalah jasa
hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada kepada
Penerima Bantuan Hukum. Pada saat ini pengertian bantuan hukum menjadi lebih
berkembang, bantuan hukum juga memiliki peran sebagai penyedia informasi hukum,
pendidikan, pengetahuan dan nasihat hukum yang dapat membantu masyarakat dalam
mendorong terjadinya perubahan serta memberantas kemiskinan. Pemberi Bantuan Hukum
adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan
bantuan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan telah terverifikasi dan
terakreditasi oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Kebutuhan akan peningkatan kuantitas dan kualitas layanan bantuan hukum bagi
masyarakat miskin yang cukup besar di satu sisi dan berbagai keterbatasan yang dimiliki
pemerintah pusat dalam memberikan layanan bantuan hukum, mengharuskan adanya peran
serta pemerintah daerah dalam pelayanan bantuan hukum. Peran pemerintah daerah ini
terutama menyangkut penyelenggaraan dan penganggaran bantuan hukum sehingga lebih
memperluas jangkauan bantuan hukum. Kesadaran pemerintah daerah untuk turut serta
dalam pemenuhan hak konstitusional warga negara dalam memperoleh bantuan hukum sudah
ada setidaknya 16 provinsi dan 61 kabupaten/kota melalui pembentukan Perda Bantuan
Hukum.

Pengalokasian anggaran dari APBD merupakan jalan bagi keterlibatan Pemerintah


Daerah dalam penyelenggaraan Bantuan Hukum, dengan adanya kewenangan pemerintah
daerah dalam mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum dengan APBD
sehingga pemerintah daerah memiliki peran dalam pelaksanaan bantuan hukum yang
menggunakan anggaran dari APBD.

Peran Pemerintah Daerah baik Pemerintah Daerah Provinsi ataupun Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yaitu:

1. Mengalokasikan anggaran bantuan hukum dalam APBD.


2. Melakukan registrasi terhadap Pemberi Bantuan Hukum yang sudah terverifikasi dan
terakreditasi berdasarkan peraturan perundang-undangan sehingga Pemberi Bantuan
Hukum tersebut dapat mengakses anggaran Bantuan Hukum baik tingkat Provinsi
maupun tingkat Kabupaten/Kota.
3. Menerima pengajuan pencairan anggaran bantuan hukum dari Pemberi Bantuan
Hukum yang terhubung atau secara manual dengan diserahkan dokumen pelaksanaan
bantuan hukumnya kepada Pemerintah Daerah.
4. Melakukan pemeriksaan dokumen bagi Pemberi Bantuan Hukum yang telah
mengajukan pencairan dana.
5. Melakukan pencairan dana bantuan hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum yang
memenuhi syarat dan kelengkapan dokumen.
6. Menyelenggarakan bantuan hukum bagi seluruh penduduk yang berdomisili atau
bertempat tingkat atau berkependudukan di wilayah Provinsi maupun
Kabupaten/Kota

UUD 1945 memang tidak menyebutkan secara tegas mengenai hak atas bantuan hukum,
namun terdapat beberapa pasal dalam UUD 1945 yang dapat dijadikan rujukan sebagai
jaminan atas hak bantuan hukum yang merupakan bagian dari HAM, yaitu Pasal 27 ayat (1),
Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 24 ayat (1). Pasal-pasal ini memberikan pernyataan bahwa
setiap warga negara tanpa terkecuali mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum
yang berhak atas suatu pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum, termasuk didalamnya yaitu fakir miskin dan
anakanak terlantar. Jika dikaji kembali kepada substansi hukum, maka sebuah hukum harus
dibentuk secara demokratis dan demi kepentingan bersama dan memuat substansi HAM.
Suatu negara yang demokratis dan berdasarkan pada hukum, menyatakan bahwa hak atas
bantuan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari HAM.

Dengan adanya UU Bantuan Hukum ini menunjukkan pemerintah telah berkomitmen


bahwa pemerintah mengupayakan perlindungan hukum bagi masyarakat miskin untuk
menegakkan persamaan dihadapan hukum (equality before the law). Ketetuan tentang
bantuan hukum ini bertujuan untuk menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan
hukum (fakir miskin) untuk mendapatkan akses keadilan, mewujudkan hak konstitusional
warga negara, menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara
menyeluruh di Indonesia, dan mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Penyelenggaraan bantuan hukum berdasarkan Pasal 19 UU Bantuan Hukum, memberikan


ruang kepada pemerintah daerah untuk turut serta mewujudkan tujuan adanya bantuan
hukum bagi masyarakat miskin yang diatur dalam Pasal 3 UU Bantuan Hukum. Terdapat
beberapa pernyataan di dalam Pasal 19 UU Bantuan Hukum diantaranya daerah dapat
mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum dalam APBD, ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggaraan bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Perda. Pada ayat (1) menggunakan kata “dapat” sehingga kata ini memberikan celah
kepada pemerintah daerah untuk tidak mengeluarkan APBD dalam penyelenggaraan bantuan
hukum. Hal ini dikarenakan kata tersebut mengandung arti bahwa ketentuan dalam pasal ini
memberikan sebuah pilihan bagi suatu daerah untuk mengalokasikan dana APBD dalam
penyelenggaraan bantuan hukum di daerah atau tidak mengalokasikan dana APBD untuk
menyelenggaraan bantuan hukum di daerah.
2.2 Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Bantuan Hukum

UUD 1945 memang tidak menyebutkan secara tegas mengenai hak atas bantuan hukum,
namun terdapat beberapa pasal dalam UUD 1945 yang dapat dijadikan rujukan sebagai
jaminan atas hak bantuan hukum yang merupakan bagian dari HAM, yaitu Pasal 27 ayat (1),
Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 24 ayat (1). Pasal-pasal ini memberikan pernyataan bahwa
setiap warga negara tanpa terkecuali mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum
yang berhak atas suatu pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum, termasuk didalamnya yaitu fakir miskin dan anak-
anak terlantar. Jika dikaji kembali kepada substansi hukum, maka sebuah hukum harus
dibentuk secara demokratis dan demi kepentingan bersama dan memuat substansi HAM.
Suatu negara yang demokratis dan berdasarkan pada hukum, menyatakan bahwa hak atas
bantuan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari HAM. Hal ini merupakan
bagian terpenting dari perwujudan persamaan kedudukan dihadapan hukum (equality before
the law).
Kenyataannya adalah hukum secara empiris banyak dinikmati oleh masyarakat yang
memiliki kemampuan sehingga mereka cenderung membayar seorang pengacara atau
advokat sebagai kuasa hukumnya. Sementara bagi masyarakat miskin ketika harus
berhadapan dengan berbagai kasus hukum cenderung pasrah dan menyerah pada keadaan
karena tidak sanggup membayar seorang pengacara atau advokat sebagai pembelanya,
sehingga mayoritas dari mereka menjadi korban dari banyak proses hukum yang sebenarnya
tidak mereka mengerti. Dengan demikian, prinsip equality before the law haruslah diimbangi
dengan perlakuan yang sama di hadapan hukum, yaitu dengan memberikan pelayanan kepada
masyarakat miskin untuk mendapatkan haknya dengan jasa bantuan hukum agar dapat
mengimbangi masyarakat yang mampu membayar jasa pembela hukum dalam mendapatkan
sebuah keadilan.
Bantuan hukum yang dimaksud dapat diterjemahkan dari dua istilah, yaitu “Legal Aid”
dan “Legal Assistance”. Istilah Legal Aid biasanya digunakan untuk pengertian bantuan
hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa-jasa di bidang hukum kepada seseorang
dalam suatu perkara secara cuma-cuma khususnya bagi mereka yang tidak mampu. Legal
Assistance dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum kepada mereka
yang tidak mampu maupun pemberian bantuan hukum oleh para advokat yang menggunakan
honorarium. Bantuan hukum dalam pengertian yang luas dapat diartikan sebagai upaya untuk
membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum. Menurut Buyung Nasution,
upaya ini mempunyai tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek perumusan aturan-aturan
hukum, aspek pengawasan terhadap mekanisme untuk menjaga agar aturan- aturan itu ditaati,
dan aspek pendidikan masyarakat agar aturan-aturan itu dihayati.
Dengan adanya UU Bantuan Hukum ini menunjukkan pemerintah telah berkomitmen
bahwa pemerintah mengupayakan perlindungan hukum bagi masyarakat miskin untuk
menegakkan persamaan dihadapan hukum (equality before the law). Ketetuan tentang
bantuan hukum ini bertujuan untuk menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan
hukum (fakir miskin) untuk mendapatkan akses keadilan, mewujudkan hak konstitusional
warga negara, menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara
menyeluruh di Indonesia, dan mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Penyelenggaraan bantuan hukum berdasarkan Pasal 19 UU Bantuan Hukum, memberikan
ruang kepada pemerintah daerah untuk turut serta mewujudkan tujuan adanya bantuan
hukum bagi masyarakat miskin yang diatur dalam Pasal 3 UU Bantuan Hukum. Terdapat
beberapa pernyataan di dalam Pasal 19 UU Bantuan Hukum diantaranya daerah dapat
mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum dalam APBD, ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggaraan bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Perda.
Pada ayat (1) menggunakan kata “dapat” sehingga kata ini memberikan celah kepada
pemerintah daerah untuk tidak mengeluarkan APBD dalam penyelenggaraan bantuan hukum.
Hal ini dikarenakan kata tersebut mengandung arti bahwa ketentuan dalam pasal ini
memberikan sebuah pilihan bagi suatu daerah untuk mengalokasikan dana APBD dalam
penyelenggaraan bantuan hukum di daerah atau tidak mengalokasikan dana APBD untuk
menyelenggaraan bantuan hukum di daerah.
Pembahasan mengenai pembagian kekuasan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan wewenang pemerintah terhadap
penyelenggaraan pemerintahan yang berkaitan dengan penerapan asas legalitas dalam sebuah
konsepsi negara hukum. Asas legalitas yang ada dalam Pasal 1 Ayat (3) UUDNRI 1945
menjadi legitimasi tindakan pemerintah, baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.
Faktanya, keseluruhan pelaksanaan dari wewenang pemerintahan dilaksanakan oleh
pemerintah. Tanpa adanya suatu wewenang, maka tentunya pemerintah tidak akan dapat
melakukan suatu tindakan pemerintahan. Dengan kata lain, pemerintah tidak mungkin
melakukan suatu kebijakan ataupun mengambil keputusan tanpa didasari suatu wewenang
pemerintahan. Jika hal tersebut terjadi, maka tindakan atau perbuatan pemerintah yang
dimaksud dapat dikategorikan sebagai sebuah tindakan tanpa dasar atau perbuatan sewenang-
wenang (cacat hukum). Oleh karena itu, konsep dari wewenang pemerintahan perlu
ditetapkan dan ditegaskan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang ataupun tindakan
perbuatan sewenang-wenang.
BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Amanah pemberian bantuan hukum di daerah pertama kali diberikan lewat Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam undang-undang tersebut
bantuan hukum diartikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum
secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Peraturan ini khusus mengatur bantuan
hukum yang diberikan oleh pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah diperintahkan
agar mengatur sendiri dengan peraturan daerah. Peran Pemerintah Daerah baik Pemerintah
Daerah Provinsi ataupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yaitu:

1. Mengalokasikan anggaran bantuan hukum dalam APBD.


2. Melakukan registrasi terhadap Pemberi Bantuan Hukum yang sudah terverifikasi dan
terakreditasi berdasarkan peraturan perundang-undangan sehingga Pemberi Bantuan
Hukum tersebut dapat mengakses anggaran Bantuan Hukum baik tingkat Provinsi
maupun tingkat Kabupaten/Kota.
3. Menerima pengajuan pencairan anggaran bantuan hukum dari Pemberi Bantuan
Hukum yang terhubung atau secara manual dengan diserahkan dokumen pelaksanaan
bantuan hukumnya kepada Pemerintah Daerah.
4. Melakukan pemeriksaan dokumen bagi Pemberi Bantuan Hukum yang telah
mengajukan pencairan dana.
5. Melakukan pencairan dana bantuan hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum yang
memenuhi syarat dan kelengkapan dokumen.
6. Menyelenggarakan bantuan hukum bagi seluruh penduduk yang berdomisili atau
bertempat tingkat atau berkependudukan di wilayah Provinsi maupun
Kabupaten/Kota

Dengan adanya UU Bantuan Hukum ini menunjukkan pemerintah telah berkomitmen


bahwa pemerintah mengupayakan perlindungan hukum bagi masyarakat miskin untuk
menegakkan persamaan dihadapan hukum (equality before the law). Ketetuan tentang
bantuan hukum ini bertujuan untuk menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan
hukum (fakir miskin) untuk mendapatkan akses keadilan, mewujudkan hak konstitusional
warga negara, menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara
menyeluruh di Indonesia, dan mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Penyelenggaraan bantuan hukum berdasarkan Pasal 19 UU Bantuan Hukum, memberikan
ruang kepada pemerintah daerah untuk turut serta mewujudkan tujuan adanya bantuan
hukum bagi masyarakat miskin yang diatur dalam Pasal 3 UU Bantuan Hukum. Terdapat
beberapa pernyataan di dalam Pasal 19 UU Bantuan Hukum diantaranya daerah dapat
mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum dalam APBD, ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggaraan bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Perda. keseluruhan pelaksanaan dari wewenang pemerintahan dilaksanakan oleh
pemerintah. Tanpa adanya suatu wewenang, maka tentunya pemerintah tidak akan dapat
melakukan suatu tindakan pemerintahan. Dengan kata lain, pemerintah tidak mungkin
melakukan suatu kebijakan ataupun mengambil keputusan tanpa didasari suatu wewenang
pemerintahan. Jika hal tersebut terjadi, maka tindakan atau perbuatan pemerintah yang
dimaksud dapat dikategorikan sebagai sebuah tindakan tanpa dasar atau perbuatan sewenang-
wenang (cacat hukum). Oleh karena itu, konsep dari wewenang pemerintahan perlu
ditetapkan dan ditegaskan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang ataupun tindakan
perbuatan sewenang-wenang.

Anda mungkin juga menyukai