Anda di halaman 1dari 33

BAB III

METODE MENILAI TUMBUH KEMBANG ANAK

3.1 Pengukuran Antropometri

3.1.1 Definisi Pengukuran Antropometri


Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos yang berarti manusia
(human being), sehingga antropometri dapat diartikan sebagai pengukuran
pada tubuh manusia (soekirman, 2000).

Pengukuran antropometri merupakan pengukuran individu dari ukuran


tubuh seperti tinggi badan, berat badan, persen lemak tubuh, densitas tulang
dan lingkar pinggang yang dapat digunakan untuk menilai status gizi (Brown,
2005).

Metode antropometri mencakup pengukuran dari dimensi fisik dan


komposisi nyta dari tubuh. Pengukuran antropometri, khususnya bermanfaat
bila ada ketidakseimbangan antara protein dan energi. Dalam beberapa kasus,
pengukurn antropometri dapat mendeteksi malnutrisi tingkat sedang maupun
berat, namun metode ini tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi status
kekurangan (defisiensi) gizi tertentu (Gibson, 2005).

3.1.2 Ukuran Antropometri

Ukuran-ukuran tubuh (antropometri) merupakan refleksi dari pengaruh


faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang berkaitan langsung
dengan gizi antara lain konsumsi makanan dan penyakit infeksi, sedangkan
tidak ada hubungan langsung antara lain kegiatan fisik, pola perkembangan
tubuh menurut umur dan jenis kelamin (Suhardjo & Riyadi, 2008).

Untuk menilai pertumbuhan fisik anak, sering digunakan ukuran


antropometrik:

1. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting pada masa


bayi dan balita. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan
semua jaringan yang ada pada tubuh. Berat badan dipakai sebagai indikator

11
yang terbaik saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang
anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat
diulangi (Soetjiningsih, 1995, p.38).

Rumus Berat badan menurut umur (Soetjiningsih 1995, p.20) :

Lahir : 3,25 kg

Umur (Bulan ) + 9
3–12 bulan :
2

1–6 tahun : umur (tahun) x 2 + 8

Umur(Tahun)x7−5
6–12tahun :
2

Alasan mengapa pengukuran berat badan merupakan pilihan utama:

-  Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu


singkat

karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.

 - Memberikan gambaran status gizi sekarang, jika dilakukan periodik

Memberikan gambaran pertumbuhan.

- Umum dan luas dipakai di Indonesia.

- Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan

pengukur.

 - KMS yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan

memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar

12
pengisiannya.

 - Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penilaian status


gizi,

berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai

indeks yang tidak tergantung pada umur.

- Alat ukur dapat diperoleh di pedesaan dengan ketelitian tinggi dengan

menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh masyarakat.

2. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal (Suhardjo, 2008). Tinggi badan juga merupakan
ukuran antropometri kedua yang penting, keistimewaannya adalah nilai
tinggi badan terus meningkat, walaupun laju tumbuh berubah pesat dari masa
bayi kemudian melambat dan menjadi pesat lagi (growth spurt) pada masa
remaja. Selanjutnya melambat lagi dan kemudian berhenti dengan nilai tinggi
dipakai untuk dasar perbandingan terhadap perubahan nilai relatif seperti
nilai berat dan nilai lingkar lengan atas (Narenda,2002).

Tinggi badan juga dapat diperkirakan berdasarkan rumus dari


Behram (1992)
Tinggi badan dapat juga diperkirakan. Berikut ini adalah cara
memperkirakan tinggi badan dengan menggunakan rumus Behram:

1. Perkiraan panjang lahir : 50 cm


2. Perkiraan panjang badan usia 1 tahun = 1,5 x Panjang Badan Lahir
3. Perkiraan panjang badan usia 4 tahun = 2 x panjang badan lahir
4. Perkiraan panjang badan usia 6 tahun = 1,5 x panjang badan usia 1
tahun.
5. Usia 13 tahun = 3 x panjang badan lahir
6. Dewasa = 3,5 x panjang badan lahir atau 2 x panjang badan 2 tahun

13
3. Lingkaran kepala

Lingkaran kepala mencerminkan volume intrakarnial. Dipakai untuk


menaksir pertumbuhan otak. Apabila otak tidak tumbuh normal maka kepala
akan kecil. Sehingga pada lingkar kepala (LK) yang lebih kecil dari normal
(mikrosefali), maka menunjukkan adanya retradarsi mental. Sebaliknya kalau
ada penyumbatan pada cairan serebrospinal pada hidrosefalus akan
meningkat volume kepala, sehingga LK lebih besar dari normal
( Soetjiningsih, 2012).

Lingkar kepala bayi yang baru lahir di Indonesia rata-rata 3 cm dan di


Negara maju 3,5 cm. kemudian pada usia 6 bulan menjadi 40 cm (bertambah
1,5 cm setiap bulan). Pada umur 1 tahun lingkar kepala mencapai 45-47 cm
(bertambah 0,5 cm tiap bulan). Pada usia 3 tahun menjadi 50 cm dan pada
umur 10 tahun 53 cm.

4. Lingkar Lengan Atas (LLA)

Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status
gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang
terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan
otot dan lapisan lemak bawah kulit.

Lingkar lengan bawah diukur pada bagian proksimal tidak lebih dari 6 cm dari
radial. Lingkar paha diukur di bagian paha, yaitu titik pertengahan antara titik
paling proksimal tulang patella dan titik pertengahan lipat paha. Titik tengah
lipat paha ditentukan dengan jalan menentukan terlebih dahulu letak SIAS
ketika (subjek masih berdiri), dan simfasis pubis. Lingkar betis dapat diukur
baik dalam keadaan berdiri maupun duduk. Jika subjek berdiri, berat badan
harus tertumpu pada kedua kaki secara merata, dan jarak kedua kaki sekitar 25
cm. Jika subjeknya duduk, kedua kaki harus dijuntaikan. Pita pengukur
kemudian dilingkarkan ke betis (tegak lurus dengan aksis memanjang betis),
dan diturun-naikkan untuk mencari diameterterbesar. Hasil pengukuran ulang
tidak boleh berbeda lebih dari 2 mm (Arisman, 2007)

       LiLA mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan:

14
          1. Status KEP pada balita

          2. KEK (Kekurang Energi Kronis) pada ibu WUS ( Wanita Usia Subur )
dan ibu hamil: risiko lahir bayi BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah)

       Kelemahan dari pengukuran LILA:

          - Baku LLA yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang

memadai untuk digunakan di Indonesia.

         -  Kesalahan pengukuran relatif lebih besar dibandingkan pada TB.

        - Sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif

untuk  golongan dewasa.

Tabel 1: Ambang Batas Pengukuran LILA:

Klasifikasi Batas Ukur


Wanita Usia Subur
KEK < 23,5 cm
Normal  23,5 cm
Bayi Usia 0-30 hari
KEP < 9,5 cm
Normal  9,5 cm
Balita
KEP < 12,5 cm
Normal 12,5 cm

Sumber: Sirajuddin, 2012.

5. Indeks Masa Tubuh (IMT)


IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa yang berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT tidak dapat diterapkan pada
bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT

15
tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya, seperti
adanya edema, asites dan hepatomegali.

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

IMT =                   Berat Badan (kg)              

Tinggi badan (m) x Tinggi Badan (m)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO,


yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas
ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah
18,7-23,8.

Tabel 2. Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1-18,5
Normal 18,6-25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1-27,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber : I Nyoman Supariasa dkk. Jakarta: EGG (2002 : halaman 61)

Tabel 3. Kategori IMT

Kategori BMI (kg/m2)

Kurus <18,50
Normal 18,50-24,99
Berat Badan Lebih 25,00-27,00
Obese >27,00
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2007

16
3.2 Pengukuran DDST
3.2.1 Definisi DDST

DDST adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai


perkembangan anak umur 0-6 tahun. DDST memenuhi semua persyaratan yang
dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi. DDST II merupakan
revisi dan standarisasi dari DDST dan Revised DDST Development Screening
Test (DDST-R) oleh Frakenburg, revisi ini terutama tugas perkembangan pada
sektor bahasa (Soetjiningsih, 2012).

3.2.2 Deskripsi DDST II

DDST adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai


perkembangan anak umur 0-6 tahun. Formulir DDST II terdiri atas satu lembar
kertas dimana halaman depan berisi tentang tes dan halaman belakang berisi
tentang petunjuk pelaksanaannya.

a. Pada halaman depan terdapat skala umur dalam bulan dan tahun pada garis
horizontal atas dan bawah.
1) Umur dimulai dari 0-6 tahun.
2) Pada umur 0-2 bulan, jarak antara 2 tanda (garis tegak kecil) adalah 1
bulan.
3) Setelah umur 24 bulan, jarak antara 2 tanda adalah 3 bulan.
b. Pada halaman depan kiri atas terdapat neraca umur yang menunjukkan 25%,
50%, 75%, dan 90%.
c. Pada kanan bawah terdapat kotak kecil berisi tes perilaku. Tes perilaku ini
dapat digunakan untuk membandingkan perilaku anak selama tes dengan
perilaku sebenarnya.
d. Pada bagian tengah berisi 125 item yang digambarkan dalam neraca umur
25%, 50%, 75%, dan 90% dari seluruh sampel standar anak normal yang
dapat melaksanakan tugas tersebut.

17
3.2.3 Manfaat DDST

Manfaat DDST bergantung pada umur anak. DDST II dapat digunakan


untuk berbagai tujuan sebagai berikut :
 Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan umurnya.

 Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat.

Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan gejala


kemungkinan adanya kelainan perkembangan (Adriana, 2013).

18
19
20
3.2.4 Penentuan Umur
Menentukan umur menggunakan patokan sebagai berikut.
 1 bulan = 30-31 hari.
 1 tahun = 12 bulan
 Umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah.
 Umur lebih dari atau sama dengan 15 hari dibulatkan ke atas.
 Apabila anak lahir prematur maka dilakukan pengurangan umur, misalnya
prematur 6 minggu maka dikurangi 1 bulan 2 minggu.
 Apabila anak lahir maju atau mundur 2 minggu, tidak dilakukan
penyesuaian umur.

3.2.6 Pelaksanaan Test


Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
 Semua item harus diujikan dengan prosedur yang sudah terstandarisasi.
 Perlu kerja sama aktif dari anak sebab anak harus merasa tenang, aman,
senang, dan sehat.
 Harus terbina kerja sama yang baik antara kedua belah pihak.
 Tersedianya ruangan yang cukup luas, ventilasi baik, dan berikan kesan
santai dan menyenangkan.
 Orang tua harus tahu tes ini bukan tes IQ melainkan tes untuk melihat
perkembangan anak secara keseluruhan.
3.2.7 Skoring Penelitian Item Test
Pemberian skor untuk setiap item peneliti memiliki ketentuan sebagai
berikut :
 L = Lulus/Lewat (P = Pass).
Anak dapat melakukan item dengan baik atau orang tua/pengasuh
melaporkan secara terpercaya bahwa anak dapat menyelesaikan item
tersebut.

21
 G = Gagal (F = Fail).
Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau orangtua/pengasuh
melaporkan secara terpercaya bahwa anak tidak dapat melakukan dengan
baik.
 M = Menolak (R = Refusal).
Anak menolak untuk melakukan tes oleh karena faktor sesaat, misalnya lelah,
menangis, mengantuk
3.2.8 Penilaian Per Item

1. Advanced
Apabila anak lulus pada uji coba item yang terletak disebelah kanan garis
umur
2. Normal
Gagal/menolak tugas pada item yang ada dikanan garis umur dan lulus atau
gagal atau menolak pada item dimana garis umur terletak di antara 25-75%.
3. Peringatan
Gagal atau menolak pada item dalam garis umur yang berada di antara 75-
90%.
4. Keterlambatan
Bila gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.
5. Tidak ada Kesempatan
Pada item tes yang orang tuanya melaporkan bahwa anaknya tidak ada
kesempatan untuk melakukan atau mencoba di skor sebagai TaK.

3.2.9 Interprestasi test DDST II


1. Normal
a. Tidak ada delayed (keterlambatan).
b. Paling banyak 1 caution (peringatan).
c. Lakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol berikutnya.
2. Suspect
a. Terdapat 2 atau lebih caution (peringatan).
b. Dan/atau terdapat 1 atau lebih delayed (keterlambatan).
c. Dalam hal ini delayed (terlambat) atau caution (peringatan) harus

22
disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh penolakan/ refusal.
d. Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk menghilangkan faktor
sesaat seperti rasa takut, sakit atau kelelahan.
3. Untestable (tidak dapat diuji)
a. Terdapat 1 atau lebih skor delayed (terlambat).
b. Dan 2 atau lebih caution ( peringatan).
c. Dalam hal ini delayed atau caution harus disebabkan oleh penolakan
(refusal),bukan oleh kegagalan.
d. Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian (Adriana, 2013).

3.3 Pengukuran KPSP (Kuesioner Pra-Skrining Perkembangan)


3.3.1 Definisi KPSP
KPSP (Kuesiorner Pra-skrining Perkembangan) adalah instrumen
yang digunakan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada
penyimpangan. Tujuan skrining ini untuk mengetahui apakah perkembangan
anak normal atau tidak. Jadwal skrining KPSP rutin dilakukan pada saat umur
anak mencapai 3,6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, dan 72
bulan. Bila orang tua datang dengan keluhan anak nya mempunyai masalh
tumbuh kembang pada usia anak diluar jadwal skrining , maka gunakan
KPSP untuk usia skrining terdekat yang lebih muda (Darmayanti, 2006).

3.3.2 Cara Menggunakan KPSP


Cara menggunakan KPSP menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2012:

1. Pada waktu skrining anak harus dibawa.


2. Tentukan umur anak dengan menjadikannya dalam bulan. Bila umur anak
lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan.
Contoh : bayi umur 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 14 bulan, bila
umur
bayi 3 bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan.
3. Setelah menentukan umur anak pilih KPSP yang sesuai dengan umur
anak.
4. KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan yaitu:

23
a. Pertanyaan yang dijawab oleh ibu atau pengasuh anak. Contoh :
“ dapatkah bayi makan kue sendiri ?”
b. Perintah kepada ibu atau pengasuh anak atau petugas untuk
melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh : “pada posisi
bayi anda terlentang , tariklah bayi pada pergelangan tangannya
secara perlahan-lahan ke posisi duduk”
5. Baca dulu dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang ada. Bila tidak jelas
atau ragu tanyakan lebih lanjut agar mengerti sebelum melaksanakan .
6. Pertanyaan dijawab berurutan satu persatu.
7. Setiap pertanyaan hanya mempunyai satu jawaban YA atau TIDAK.
8. Teliti kembali semua pertanyaan dan jawaban.

24
Berikut adalah form untuk KPSP:

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
3.3.3 Intepretasi Hasil KPSP
1. Hitung jawaban YA (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang).
2. Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah).
3. Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan
perkembangan (S)
4. Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M).
5. Bila jawaban YA = ^ atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P)
6. Rincilah jawaban TIDAK pada nomor berapa saja.

Untuk Anak dengan Perkembangan SESUAI (s)

1. Orang tua atau pengasuh anak sudah mengasuh anak dengan baik.
2. Pola asuh anak selanjutnya terus lakukan sesuai dengan bagan stimulasi
sesuaikan dengan umur dan kesiapan anak.
3. Keterlibatan orang tua sangat baik dalam tiap kesempatan stimulasi.
Tidak usah mengambil moment khusus. Laksanakan stimulasi sebagai
kegiatan sehari-hari yang terarah.

42
4. Ikutkan anak setiap ada kegiatan posyandu.

Untuk Anak dengan Perkembangan MERAGUKAN (M)

1. Konsultasi nomor jawaban tidak, mintalah jenis stimulasi apa yang


diberikan lebih sering.
2. Lakukan stimulasi intensif selama 2 minggu untuk mengejar
ketertinggalan anak.
3. Bila anak sakit lakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter atau dokter
spesialis anak. Tanyakan adakah penyakit pada anak tersebut yang
menghambat perkembangannya.
4. Lakukan KPSP ulang setelah dua minggu menggunakan daftar KPSP
yang sama pada saat anak pertama dinilai.
5. Bila usia anak sudah berpindah golongan dan KSP yang pertama sudah
bisa semua dilakukan. Lakukan lagi untuk KPSP yang sesuai dengan
umur anak. Misalanya umur anak sekarang adalah 8 bulan dua minggu
dan ia hanya bisa 7-8 YA. Lakukan stimulasi selama dua minggu. Pada
saat menilai KPSP kembali gunakan dulu KPSP 6 bulan. Bila semua bisa,
karena anak sudah berusia 9 bulan; bisa dilaksanakan KPSP 9 bulan.
6. Lakukan skrining rutin, pastikan anak tidak mengalami ketertinggalan
lagi.
7. Bila setelah dua minggu intensif stimulasi, jawaban masih (M) = 7-8
jawaban YA. Konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau ke rumah
sakit dengan fasilitas klinik tumbuh kembang (depkes RI, 2012.)

43

Anda mungkin juga menyukai