Anda di halaman 1dari 4

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

A. Pengertian
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang dan bagaimana kita dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada
pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak
susila”.
Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Bidang pembahasan
dan metode etika politik. Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu
manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan
kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Pertama etika politik ditempatkan ke dalam kerangka filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan
apa yang dimaksud dengan dimensi politis manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode
pendekatan etika politik terhadap dimensi politis manusia itu. Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan
pokok-pokok etika politik seperti:
1. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara.
2. Kebebasan berpikir dan beragama (Locke).
3. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie).
4. Kedaulatan rakyat (Rousseau).
5. Negara hukum demokratis/republikan (Kant).
6. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb).
7. Keadilan sosial.

B. Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila


Kalau membicarakan Pancasila sebagai etika politik maka didapatkan lima prinsip sebagai berikut
yang disusun menurut pengelompokan Pancasila, maka dari itu bukan sekedar sebuah penyesuaian
dengan situasi Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan
tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada dalam Pancasila adalah perhatian pada
lingkungan hidup).
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup dengan positif,
damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama,
budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan
berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian
seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena hak-hak
asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi
bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu,
hak-hak asasi manusia adalah mutlak dan kontekstual dalam pengertian sebagai berikut:
a. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan
karena ia manusia, jadi dari tangan Sang Pencipta.
b. Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di ambang modernitas
dimana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan sebaliknya diancam oleh Negara
modern.

Bila mengkaji hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakan dalam bentuk tiga generasi hak-
hak asasi manusia:

1|Page
1) Generasi pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis dan perlakuan wajar di depan
hukum.
2) Generasi kedua (abad ke 19/20): hak-hak sosial.
3) Generasi ketiga (bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif (misalnya minoritas-minoritas
etnik).
4) Solidaritas Bangsa.
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang
lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak
hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas
manusia berkembang secara melingkar: keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama,
kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi
seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
Solidaritas itu dilanggar dengan kasar oleh korupsi.

3. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tidak ada manusia, atau sebuah elit, atau
sekelompok ideologi, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan dan memaksakan
bagaimana orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang
dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin.
Demokrasi adalah “kedaulatan rakyat ditambah prinsip keterwakilan”. Jadi demokrasi memerlukan
sebuah sistem penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.

Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:


1. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas
tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
2. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam demokrasi (karena
mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
3. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Keadilan
sosial mencegah masyarakat pecah ke dalam dua bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian
bawah yang hanya bisa bertahan di hari berikutnya.
Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-
ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme.
Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan
dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Di mana perlu
diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat struktural.. Artinya, ketidakadilan
tidak terletak dalam sikap kurang adil orang-orang tertentu, melainkan dalam struktur-struktur
politik/ekonomi/sosial/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat dibongkar dengan
tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari atas. Ketidakadilan struktural
paling gawat sekarang adalah kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain adalah diskriminasi di
semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.

Berdasarkan uaraian di atas, tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang
adalah:
1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, ekstremisme agama dimana mereka yang merasa
tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.

2|Page
3. Korupsi.

C. Demensi Manusia Politik

a. Manusia Sebagai Makhluk Individu-Sosial


Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kacamata yang
berbeda-beda. Paham individualisme yang merupakan bakal paham liberalisme, memandang manusia
sebagai makhluk individu yang bebas, Konsekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat, bangsa,
maupun negara dasar merupakan dasar moral politik negara. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan
bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat
manusia sebagai individu. Sebaliknya kalangan kolektivisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan
komunisme mamandang siafat manusia sebagi manusia sosial.
Individu menurut paham kolekvitisme dipandang sebagai sarana bagi amasyarakat. Oleh karena itu
konsekuensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara paham
kolektivisme mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Segala hak dan
kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur
berdasarkan filsofi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
kebebasan sebagi invidu dan segala aktivitas dan kreatifitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada
orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai masyarakat atau makhluk sosial. Kesosialanya tidak
hanya merupakan tambahan dari luar terhadap individualitasnya, melainkan secara kodrati manusia
ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa tergantung pada orang lain.
Manusia didalam hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup dan
berkembang karena dalam hubunganya dengan orang lain.Dasar filosofi sebagaimana terkandung dalam
pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat
manusia adalah monodualis yaitu sbagai makhlukindividu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Maka
sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan indonesia bukanlah totalis individualistis. Secara
moralitas negara bukanlah hanya demi tujuan kepentingan dan kkesejahteraan individu maupun
masyarakat secara bersama. Dasar ini merupakan basis moralitas bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara, sehingga konsekuensinya segala keputusan, kebijaksanaan serta arah dari tujuan negara indonesia
harus dapat dikembalikan secara moral kepada dasar-dasar tersebut.

b. Demensi Politis Kehidupan Manusia


Dimensin politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga
senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dimensi ini memiliki dua segi
fundamental yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat
diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan
tindakan moral manusia, sehingga mausia mengerti dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang
ditimbulkan karena tindakanya, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan karena kesadaran moral akan
tanggung jawabnya terhadap manusia lain dan masyarakat.
Apabila pada tindakan moralitas kehidupan manusia tidak dapat dipenuhi oleh manusia dalam
menghadapai hak orang lain dalam masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif.
Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum. Dalam suatu kehidupan masyarakat hukumlah yang
memberitahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertindak. Hukum hanya
bersifat normatif dan tidak secara efektif dan otomatis menjamin agar setiap anggota masyarakat taat
kepada norma-normanya. Oleh karena itu yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat
hanyalah yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, dan lemabaga itu adalah negara.
Penataan efektif adalah penataan de facto, yaitu penatan yang berdasarkan kenyataan menentukan
kelakuan masyarakat. Namun perlu dipahami bahwa negara yang memiliki.

3|Page
c. Nilai – nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Sebagi dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moraliatas terutama dalam hubunganya dengan
legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila ke dua “kemanusiaan yang adoil dan beradab”
adalah merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam
negara dijlankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum) , secara demokrasi (legitimasi
demokrasi) dan dilaksanakan berdasrkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). (Suseno, 1987 :115).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian
serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan. Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaran negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan.

D. Kesimpulan
Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. Bidang pembahasan
dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke dalam kerangka filsafat pada umumnya.
Kedua dijelaskan apa yang dimaksud dengan dimensi politis manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan
cara dan metode pendekatan etika politik terhadap dimensi politis manusia itu.

E. Saran
Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam kehidupan bermasyarakat
dalam berbagai segi terwujud dengan adanya kesianambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang
ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah yang absolut dengan
adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari terbentuknya suatu negara.

DAFTAR PUSTAKA

Kaelan Ms.( 2004). Pendidikan Pancasila. Jakarta: Paradigma offset.


H. Acmat (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jogyakarta: Paradigma.
Http:/Plityz. Blogs pot. Com/2010/Pancasila – Sebagai – Etika – Politik.html Diakses tanggal 22 maret
2012.
Http:/ www.scribd com/doc/2433447/Pancasila Sebagai Etika Poltik. HtmlDiakses tanggal 22 maret2012.
Http:/Khairunnisa Zhet. Blog Spot. Com/2011/06/ Pancasila Sebagai Etika Poltik.html .Diakses tanggal
22 maret 2012

4|Page

Anda mungkin juga menyukai