Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH

KABUPATEN KUBU RAYA


TAHUN ANGGARAN
2017-2021

PROPOSAL

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Metode Penelitian Kebjikana Publik

Oleh:

ANNA JULI SINUKABAN


NIM. 4201814096

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV AKUNTANSI


JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeritah merupakan suatu badan perkumpulan yang memiliki kebijakan

sendiri untuk mengelola, menjalankan manejemen, serta mengatur jalannya suatu

sistem pemerintah. Suatu pemerintahan perlu membuat sebuah perencanaan yang

strategis agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Ketika rencana

atau perencanaan dilakukan dengan baik maka hasilnya akan baik pula dan jika

hasilnya baik maka dalam melakukan evaluasi pun akan lebih mudah dalam

mengetahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai dalam perencaan dan strategi

yang dilakukan oleh pemerintahan. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga

pemerintahan mempunyai tujuan untuk menyediakan layanan dan kemampuan

meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang.

Sehubungan dengan banyaknya perubahan di bidang ekonomi, sosial dan

politik dalam era reformasi ini, berdampak pada percepatan perubahan perilaku

masyarakat. Masyarakat menginginkan adanya transparansi pelaksanaan

kebijaksanaan pemerintah, demokratisasi dalam pengambilan keputusan,

pemberian pelayanan oleh pemerintah yang lebih berorientasi pada kepuasan

masyarakat dan penerapan hukum secara konsekuen. Sebagai konsekuensinya

maka pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 23 tahun

2014 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

2
antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang sekarang menjadi Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004.

Otonomi Daerah dapat berjalan dengan baik dengan dukungan dan

kinerja dari pemerintah. Pemerintah daerah mengelola sendiri keuangan daerah

secara mandiri dengaan tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Yang

mana pengelolaan tdiwujudkan dalam APBD (PP 12 Tahun 2019, pasal 4)

Menurut Halim (dalam Adhiantoko, 2013) menjelaskan ciri utama suatu

daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah, yaitu (1) kemampuan

keuangan daerah, artinya daerah memiliki kewenangan dan kemampuan dalam

menggali sumber-sumber keuangan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(PAD), mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, dan (2) ketergantungan kepada

bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar PAD dapat menjadi bagian sumber

keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar dan

lebih mandiri dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Namun pada

kenyataannya, saat ini kemampuan keuangan beberapa pemerintah daerah masih

sangat tergantung pada penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat.

Pengelolaan keuangan daerah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12

Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebagaimana kita ketahui

bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Keuangan daerah selain

3
diatur dengan Peraturan Pemerintah juga mengikuti Peraturan Menteri dan

keuangan daerah juga mengikuti Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara yang ditetapkan setiap tahun, dan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah masing-masing daerah yang disinkronkan dan dikelola secara

sistematis.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun

2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan berperan untuk

memberikan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan transaksi

selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan pemerintah daerah juga

berfungsi sebagai dasar pengambilan keputusan, sehingga laporan tersebut harus

dibuat secara sederhana agar mudah dipahami oleh pembaca laporan. Meskipun

laporan keuangan sudah bersifat general purposive, artinya dibuat lebih umum

dan sesederhana mungkin untuk memenuhi kebutuhan informasi semua pihak.

Tetapi tidak semua pembaca laporan dapat memahami laporan tersebut dengan

baik. Tidak semua pemangku kepentingan memahami akuntansi yang merupakan

alat untuk menghasilkan laporan keuangan. Karena tidak semua pengguna laporan

keuangan memahami akuntansi dengan baik, sementara mereka akan

mengandalkan informasi keuangan itu untuk membuat keputusan, maka ketidak

mampuan memahami dan menginterpretasikan laporan keuangan tersebut perlu

dibantu dengan analisis laporan keuangan.

Tabel 1.1

Ringkasan Realisasi APBD Kabupaten Kubu Raya Tahun Anggaran 2017-

2021

4
Tahun
No. Uraian
2017 2018 2019 2020 2021

1.404.722.050.000 1.577.257.040.000 1.478.326.396.641 1.602.979.319.825 1.425.563.846.863


A. Pendapatan
,00 ,00 ,20 ,29 ,00

Pendapatan 208.749.830.000,0 184.570.380.000,0 157.828.632.436,2 180.106.506.920,0 160.800.238.390,0


1.
Asli Daerah 0 0 0 0 0

Pendapatan 1.043.885.760.000 1.140.511.990.000 1.108.884.466.000 1.094.872.708.000 1.264.763.608473,


2.
Transfer ,00 ,00 ,00 ,00 00

1.459.083.100.077 1.489.163.569.226 1.516.432.709.258 1.707.667.263.523 1.580.942.509.194


B. Belanja
,00 ,31 ,25 ,04 ,00

Belanja 982.428.549.200.0 978.822.479.099,3 1.056.491.536.711 1.246.504.119.345 1.129.453.607.516


1.
Operasi 0 1 ,25 ,01 ,00

Belanja 287.445.607177,0 308.891.448.827,0 226.817.471.347,0 225.094.997.524,0 228.338.257.001,0


2.
Modal 0 0 0 0 0

Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kubu Raya

Tabel diatas menunjukan Total Pendapatan Daerah Kabupaten Kubu

Raya dan Total Belanja Daerah Kabupaten Kubu Raya dari tahun 2017 sampai

dengan tahun 2021. Terdapat beberapa permasalahan keuangan daerah yang

dihadapi Kabupaten Kubu Raya antara lain :

1. Belum optimalnya pemerintah daerah dalam menggali potensi sumber-

sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tercermin dari penerimaan

pendapatan asli daerah yang relatif kecil dibandingkan dengan total

penerimaan daerah;

5
2. Ketergantungan pemerintah daerah masih cukup tinggi terhadap bantuan dari

pemerintah pusat yang tercermin dari penerimaan Pendapatan Transfer yang

cukup besar;

3. Belum efisiennya pemerintah daerah dalam menekan jumlah belanja daerah

hal ini tercermin dari biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan

masih cukup besar.

Pengukuran kinerja keuangan untuk kepentingan publik dapat dijadikan

evaluasi dan memulihkan kinerja dengan pembanding skema kerja dan

pelaksanaannya. Selain itu dapat juga digunakan sebagai tolak ukur untuk

peningkatan kinerja khususnya keuangan pemerintah daerah pada periode

berikutnya. Adanya otonomi daerah tersebut mengakibatkan terjadinya

desentralisasi sistem pemerintahan pada Pemerintah Kabupaten Kubu Raya.

Karena itu Pemerintah Kabupaten Kubu Raya sebagai pihak yang diserahi tugas

menjalankan roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat wajib

menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai

apakah pemerintah Kabupaten Kubu Raya berhasil menjalankan tugasnya dengan

baik atau tidak.

Salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk menganalisis

laporan keuangan adalah Analisis Rasio Keuangan. Analisis Rasio Keuangan

adalah suatu ukuran untuk mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan

laporan keuangan yang tersedia. Analisis Rasio Keuangan terhadap Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dilakukan dengan cara mengitung

6
Kinerja Keuangan Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah. Ada beberapa cara

untuk menghitung Kinerja Keuangan Daerah, diantaranya adalah dengan

mengitung Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian Keuangan

Daerah, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio

Keserasian. Kemudian dari masing-masing perhitungan dilakukan analisis dengan

cara membandingkan hasil yang dicapai oleh suatu daerah dari satu periode

terhadap periode-periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana

kecenderungan yang terjadi.

Analisis kinerja keuangan pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan

dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kubu Raya adalah suatu proses penilaian

mengenai tingkat kemajuan pencapaian pelaksanaan pekerjaan/kegiatan DPPKAD

Kabupaten Kubu Raya dalam bidang keuangan untuk kurun waktu tertentu.

Berdasarkan Latar Belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan mengambil judul “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten

Kubu Raya Tahun Anggaran 2017-2021.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya ditinjau

dari Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal selama Tahun Anggaran 2017 sampai

dengan 2021.

7
2. Bagaimanakah Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya ditinjau

dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah selama Tahun Anggaran 2017

sampai dengan 2021.

3. Bagaimanakah Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya ditinjau

dari Rasio Efektivitas PAD selama Tahun Anggaran 2017 sampai dengan

2021.

4. Bagaimanakah Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya ditinjau

dari Rasio Efisiensi Keuangan Daerah selama Tahun Anggaran 2017 sampai

dengan 2021.

5. Bagaimanakah Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya ditinjau

dari Rasio Keserasian selama Tahun Anggaran 2017 sampai dengan 2021.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah, maka yang menjadi

tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya

ditinjau dari Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal selama Tahun Anggaran

2017 sampai dengan 2021.

2. Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya

ditinjau dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah selama Tahun Anggaran

2017 sampai dengan 2021.

8
3. Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya

ditinjau dari Rasio Efektivitas PAD selama Tahun Anggaran 2017 sampai

dengan 2021.

4. Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya

ditinjau dari Rasio Efisiensi Keuangan Daerah selama Tahun Anggaran 2017

sampai dengan 2021.

5. Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya

ditinjau dari Rasio Keserasian selama Tahun Anggaran 2017 sampai dengan

2021.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan atau

wawasan di bidang akuntansi sektor publik terutama masalah pengukuran kinerja

keuangan pemerintah yang diukur menggunakan rasio keuangan dan sebagai

referensi bagi peniliti lain yang berkeinginan melakukan penelitian sejenis.

1.4.2 Manfaat Praktis

9
1. Bagi Penulis

Menambah wawasan atau pengetahuan serta pemahaman tentang

pengukuran kinerja keuangan pemerintah yang diukur menggunakan rasio keuangan.

2. Bagi Instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan

pertimbangan yang bermanfaat bagi instansi pemerintahan, sehingga dapat

membantu meningkatkan kinerja Badan pengelolaan Keuangan dan aset Daerah

(BPKAD) Kabupaten Kubu Raya sehingga melaksanakan program dan kegiatan di

masa depan dapat berjalan secara ekonomis, efisien, dan efektif.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Memberikan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin

melakukan penelitian lanjutan tentang kinnerja Keuangan baik pemerintahAN

Kabupaten Kota maupun Provinsi.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja yang di capai seseorang atau pegawai

yang menghasilkan output, efisien, efektifitas yang berkaitan dengan

produksivitas secara kualitas maupun kuantitas sesuai yang

dipertanggungjawabkan. (Mangkunegara : 2002). Dapat diartikan juga kinerja

merupakan hasil keberhasilan seorang atau kelompok individu dalam melakukan

sebuah kegiatan atau pekerjaan yang dapat menghasilkan berupa output atau

tingkah laku dalam suatu periode dalam mencapai tujuan individu atau kelompok

di sebuah instansi atau organisasi. Yang dilakukan oleh segala segmen, peringkat

dan jabatan di suatu instansi ataupun organisasi.

2.2. Pengertian Pemerintah Daerah

Pemerintah atau Government dalam bahasa indonesia berarati

pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam

sebuah negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya. Bisa juga berarti lembaga

atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara bagian, atau

kota, dan sebagainya. pemerintah dalam definisi terbaiknya adalah sebagai

organisasi dari negara yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya (W.S

Sayre 1960). pemerintah adalah satuan anggota yang paling umum yang memiliki

tanggung jawab tertentu untuk mempertahankan sistem yang mecangkupnya dan

11
monopoli praktis yang menyangkut kekuasaan paksaannya (David Apter

1977:16). Daerah adalah lingkungan pemerintah : wilayah, daerah diartikan

sebagai bagian permukaan bumi; lingkungan kerja pemerintah, wilayah; selingkup

tempat yang dipakai untuk tujuan khusus, wilayah; tempattempat sekeliling atau

yang dimaksud dalam lingkungan suatu kota; tempat yang terkena peristiwa sama;

bagian permukaan tubuh (David Apter 1977:17)

Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan pemerintah daerah dan

DPRD menurut asas Desentralisasi (Pasal 1 butir 2 UU 32/04), kemudian otonomi

daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat sesuai dengan peraturan perundang–undangan (pasal 1 butir 5 UU

32/04).

Berbagai argumen dan teori menyatakan, mengapa pemberian otonomi

yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah kabupaten/kota menjadi

sangat penting, dikarenakan :

a. semakin langkanya sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah pusat untuk

menyelenggarakan pelayanan publik dan pembangunan

b. Mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat

dalam pelaksanaan pembagunan (Andrew dan Mac Colin,2001: 3)

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

Daerah. Pemerintah Daerah merupakan kepala daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan

12
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Selain itu, peran pemerintah daerah juga dimaksudkan dalam rangka

melaksanakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan sebagai wakil

pemerintah di daerah otonom yaitu untuk melakukan :

1. Desentralisasi yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah

kewewenang pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia;

2. Dekonsentrasi yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada

instansi vertikal di wilayah tertentu untuk dilaksanakan; dan

3. Tugas pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari pemerintah

kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota

dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk

melaksanakan tugas tertentu.

2.3. Keuangan Daerah

Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal

156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

13
adalah sebagai berikut: “Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban

daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang

yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan

kewajiban tersebut” (Pusdiklatwas BPKP, 2007). Mamesah (dalam halim,

2007;23) menyatakan bahwa : keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak

dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik

berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang

belum dimiliki oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain

sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Peranan keuangan daerah akan dapat meningkatkan kesiapan daerah

untuk mendorong terwujudnya otonomi daerah yang lebih nyata dan

bertanggungjawab. Keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban dalam

rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang

termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan

kewajiban daerah tersebut. Menurut Kuswandi (2016) Keuangan Daerah adalah

semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala

sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang

berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah.

Pengelolaan keuangan daerah yaitu keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan

pengawasan keuangan daerah. Dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2011

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Keuangan daerah dikelola

14
secara tertib, taat pada Peraturan Perundang-Undangan, efisien, ekonomis, efektif,

transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan,

kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat.

2.4. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah menyebutkan bahwa “kinerja adalah keluaran/hasil dari

kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan

anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur”. Kinerja keuangan

pemerintah daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja dibidang

keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan

menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau

ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari

pengukuran kinerja tersebut merupakan rasio keuangan yang terbentuk dari unsur

laporan pertanggungjawaban kepada kepala daerah berupa perhitungan APBD.

Menurut Hidayat dan Ghozali (2013). Kinerja keuangan adalah suatu ukuran

kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Karena menggunakan indikator

keuangan, maka alat analisis yang tepat untuk mengukur kinerja keuangan adalah

analisis keuangan.

Analisis kinerja keuangan dilakukan pada dasarnya untuk menilai kinerja

di masa lalu dengan melakukan analisis-analisis, sehingga diperoleh posisi

keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan

berlanjut. Menurut Halim (2012) “analisis kinerja keuangan adalah usaha

15
mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia”.

Salah satu alat yang digunakan untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam

pengelolaan keuangan daerah sebagaimana yang dituangkan dalam APBD adalah

analisis rasio keuangan.

2.5. Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong


pencapaian prestasi tersebut. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara
berkelanjutan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus
menerus dan pencapaian tujuan di masa mendatang.
Salah satu alat menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerahnya adalah dengan melakukan análisis rasio keuangan terhadap
APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya.
Menurut Widodo (Halim, 2002 : 126) hasil análisis rasio keuangan ini bertujuan
untuk:
1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan
otonomi daerah.
2. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.
3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya.
4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan
pendapatan daerah.
5. Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran
yang dilakukan selama periode tertentu.

2.6. Indikator Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

16
Indra Bastian (2001) menyatakan bahwa indikator kinerja adalah ukuran

kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkatan pencapaian sasaran dan

tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemenelemen indikator

kinerja. Elemen indikator kinerja terdiri atas lima elemen, yaitu:

1. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar

pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.

2. Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai

dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan atau nonfisik.

3. Indikator (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).

4. Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir

pelaksanaan kegiatan.

5. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif

maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang

telah ditetapkan.

2.7. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Komponen-komponen yang terdapat

dalam satu set laporan keuangan berbasis akrual terdiri dari laporan pelaksanaan

anggaran (budgetary reports) dan laporan finansial, yang jika diuraikan adalah

sebagai berikut :

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA);

2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL);

17
3. Neraca;

4. Laporan Operasional (LO);

5. Laporan Arus Kas (LAK);

6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);

7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap

entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas

yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum, dan Laporan Perubahan Saldo

Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan entitas

pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasinya.

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyajikan ikhtisar sumber, alokasi,

dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah

pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan

realisasinya dalam satu periode pelaporan.

Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran

terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-masing

unsur dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum

Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang

menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali

oleh pemerintah.

18
b. Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara

Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun

anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali

oleh pemerintah.

c. Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas

pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan

dana bagi hasil.

d. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak

berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali

dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan

maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran

pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan

surplus anggaran.

Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil

divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran

kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan

modal oleh pemerintah.

LRA menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber

daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan

daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara

komparatif. Selain itu, LRA juga dapat menyediakan informasi kepada para

pengguna laporan keuangan pemerintah tentang indikasi perolehan dan

19
penggunaan sumber daya ekonomi dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan,

sehingga dapat menilai apakah suatu kegiatan/program telah dilaksanakan secara

efisien, efektif, dan hemat, sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD), dan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL)

Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi

kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan

dengan tahun sebelumnya.

LP-SAL dimaksudkan untuk memberikan ringkasan atas pemanfaatan saldo

anggaran dan pembiayaan pemerintah, sehingga suatu entitas pelaporan harus

menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam LP-SAL

dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Struktur LP-SAL baik pada Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki

perbedaan.

3. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan

mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.

Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas.

Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh

pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat

ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh

20
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,

termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa

bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena

alasan sejarah dan budaya.

b. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang

penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi

pemerintah.

c. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara

aset dan kewajiban pemerintah.

Neraca setidaknya menyajikan pos-pos berikut :

a. Kas dan setara kas;

b. Investasi jangka pendek;

c. Piutang pajak dan bukan pajak;

d. Persediaan;

e. Investasi jangka panjang;

f. Aset tetap;

g. Kewajiban jangka pendek;

h. Kewajiban jangka panjang; dan

i. Ekuitas.

4. Laporan Operasional (LO)

Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang

menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah

21
pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode

pelaporan.

Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional terdiri

dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa. Masing-masing

unsur dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih.

b. Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih.

c. Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh

suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana

perimbangan dan dana bagi hasil.

d. Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang

terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,

tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau

pengaruh entitas bersangkutan.

5. Laporan Arus Kas (LAK)

Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan

aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo

awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah

selama periode tertentu.

22
Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan

pengeluaran kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum

Negara/Daerah.

b. Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum

Negara/Daerah.

6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)

Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos

Ekuitas awal atau ekuitas tahun sebelumnya, Surplus/defisit-LO pada periode

bersangkutan dan koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas,

yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan

kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, misalnya:

1. Koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode-

periode sebelumnya;

2. Perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.

Di samping itu, suatu entitas pelaporan juga perlu menyajikan rincian

lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Ekuitas

yang dijelaskan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

7. Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK)

Agar informasi dalam laporan keuangan pemerintah dapat dipahami dan

digunakan oleh pengguna dalam melakukan evaluasi dan menilai

23
pertanggungjawaban keuangan negara diperlukan Catatan Atas Laporan

Keuangan (CaLK). CaLK memberikan informasi kualitatif dan mengungkapkan

kebijakan serta menjelaskan kinerja pemerintah dalam tahapan pengelolaan

keuangan negara. Selain itu, dalam CaLK memberikan penjelasan atas segala

informasi yang ada dalam laporan keuangan lainnya dengan bahasa yang lebih

mudah dicerna oleh lebih banyak pengguna laporan keuangan pemerintah,

sehingga masyarakat dapat lebih berpartisipasi dalam menyikapi kondisi

keunagan neagra yang dilaporkan secara lebih pragmatis. Secara umum, struktur

CaLK mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:

1) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;

2) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;

3) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala

dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;

4) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-

kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi

dan kejadian-kejadian penting lainnya;

5) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada laporan

keuangan lainnya, seperti pos-pos pada Laporan Realisasi Anggaran,

Laporan Saldo Anggaran Lebih, Laporan Operasional, Laporan Perubahan

Ekuitas dan Neraca.

6) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan yang belum disajikan dalam laporan keuangan lainnya;

24
7) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak

disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

CaLK harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi

Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan

Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas harus

mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan

Keuangan.

Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci dan

analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran,

Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional,

Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula dalam CaLK

adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar

Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang

diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban

kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.

Secara umum, susunan CaLK sebagaimana dalam Standar Akuntansi

Pemerintahan disajikan sebagai berikut:

1) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;

2) Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;

a. Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya;

b. Kebijakan akuntansi yang penting:

c. Entitas pelaporan;

d. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;

25
e. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;

f. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan

ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh

suatu entitas pelaporan;

g. Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami

laporan keuangan.

3) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan:

a. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan;

b. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar

Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka

Laporan Keuangan.

4) Informasi tambahan lainnya yang diperlukan

CaLK pada dasarnya dimaksudkan agar laporan keuangan pemerintah dapat

dipahami secara keseluruhan oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya

untuk pembaca tertentu ataupun pemerintah saja. Oleh karena itu, untuk

menghindari kesalahpahaman bagi pengguna maupun pembaca laporan

keuangan pemerintah, dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan setiap

entitas pelaporan (pemerintah) menambah atau mengubah susunan penyajian

atas pos-pos tertentu dalam CaLK, selama perubahan tersebut tidak

mengurangi atapun menghilangkan substansi informasi yang harus disajikan.

2.8. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diberikan tugas menjalankan

26
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat wajib melaporkan

pertanggungjawaban keuangan atas sumber daya yang dihimpun dari masyarakat

sebagai dasar penilaian kinerja keuangannya. Salah satu alat untuk menganalisis

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerahnya

adalah dengan melakukan analisis keuangan terhadap APBD yang telah

ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2007 : 231).

Menurut Halim (dalam Adhiantoko, 2013) adapun pihak-pihak yang

berkepentingan dengan Rasio Keuangan Pemerintah Daerah adalah :

1. Pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.

2. Pemerintah pusat/provinsi sebagai masukan dalam membina pelaksanaan

pengelolaan keuangan daerah.

3. Masyarakat dan kreditur, sebagai pihak yang akan turut memiliki saham

pemerintah daerah, bersedia memberi pinjaman maupun membeli obligasi.

Dengan demikian setiap Pemerintah Daerah untuk mengukur Kinerja

Keuangan Daerahnya menggunakan beberapa Rasio Kinerja Keuangan Daerah

yang antara lain : Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian

Keuangan Dearah, Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan

Rasio Keserasian (Halim, 2007).

27
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

objek dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Pemerintah Daerah kabupaten Kubu Raya tahun 2017-2021.

3.2 Bentuk Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif yaitu melakukan perhitungan-perhitungan terhadap data keuangan

yang diperoleh untuk memecahkan masalah yang ada sesuai dengan tujuan

penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui Kinerja Keuangan pada

pemerintah Daerah Kabupaten Kubu Raya jika dilihat dari Rasio Derajat

Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas

PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Keserasian.

3.3 Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan satu sumber data yaitu :

Sumber data sekunder yaitu bertujuan menggunakan data atau informasi yang

bukan dari sumber pertama. Adapun yang menjadi sumber data sekunder dalam

penelitian ini adalah data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Daerah

Kabupaten Kubu Raya Tahun 2017-2021.

28
3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Teknik Dokumentasi

Penelitian dilakukan dengan pencarian data sekunder dengan

mengumpulkan data dengan cara mempelajari catatan-catatan dan dokumen-

dokumen yang ada pada perusahaan atau instansi yang diteliti dengan

menggunakan metode dokumentasi. Yang diakukan untuk mengumpulkan data

dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD)

Kabupaten Kubu Raya yang berupa Gambaran umum Kabupaten Kubu Raya,

Gambaran umum Kabupaten Kubu Raya, dan data khusus berupa Laporan

Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten Kubu Raya Tahun Anggaran 2017-

2021.

2. Teknik Studi Kepustakaan

Teknik studi kepustakaan merupakan cara pengumpulan data bermacam-

macam material yang terdapat diruang kepustakaan, buku-buku, majalah, naskah,

dokumen, jurnal penelitian dan sebagainya yang relevan dengan penelitian.

Metode studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan

data berupa :

a. Jurnal Penelitian.

b. Skripsi / Tugas Akhir.

29
3.5 Teknik Analisis Data

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan maka teknik analisis data yang

digunakan adalah deskriptif kuantitatif yaitu melakukan perhitungan-perhitungan

terhadap data keuangan yang diperoleh untuk memecahkan masalah yang ada

sesuai dengan tujuan penelitian. Sehingga alat analisis yang digunanakan dalam

penelitian ini adalah (Halim, 2007) :

1. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

3. Rasio Efektivitas PAD

4. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah

5. Rasio Keserasian

Dengan demikian setiap Pemerintah Daerah untuk mengukur Kinerja

Keuangan Daerahnya menggunakan beberapa Rasio Kinerja Keuangan Daerah :

1. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dihitung berdasarkan perbandingan

antara jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Total Pendapatan Daerah.

Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap Total Pendapatan

Daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan

pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Secara matematis dapat

dirumuskan sebagai berikut :

PADt
DDF= x 100 %
TPDt
Sumber : Halim (2007 : 234)

Keterangan :

30
DDF = Derajat Desentralisasi Fiskal

PADt = Total Pendapatan Asli Daerah tahun t

TPDt = Total Pendapatan Daerah tahun t

Kriteria Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1

Skala Interval Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

Skala Interval Derajat Desentralisasi


Kemampuan Keuangan Daerah
Fiskal (%)
00,00 – 10,00 Sangat Kurang
10,01 – 20,00 Kurang
20,01 – 30,00 Cukup
30,01 – 40,00 Sedang
40,01 – 50,00 Baik
> 50,00 Sangat baik
Sumber : Halim (2007 : 234)

2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD)

Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan

pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan,

dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai

sumber pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan

pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

dapat dihitung sebagai berikut :


31
PAD
RKKD= x 100 %
Pendapatan Transfer
Sumber : Halim (2007 : 232)

Kriteria Rasio Kemandirian Keuangan Daerah adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2

Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah

Kemampuan Keuangan Kemandirian (%) Pola Hubungan


Rendah Sekali 0 – 25% Instruktif
Rendah 25 – 50% Konsultatif
Sedang 50 – 75% Partisipatif
Tinggi 75 – 100% Delegatif
Sumber : Halim (2007 : 232)

3. Rasio Efektivitas PAD

Rasio Efektivitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah daerah

dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan (Mahmudi,

2010). Rasio Efektivitas PAD dihitung dengan cara membandingkan realisasi

penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD atau yang dianggarkan

sebelumnya. Rumus rasio ini adalah sebagai berikut :

Realisasi PAD
Rasio Efektivitas PAD= x 100 %
Anggaran PAD
Kriteria Rasio Efektivitas PAD adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3

Skala Interval Rasio Efektivitas PAD

Skala Interval Efektivitas PAD (%) Kemampuan Keuangan Daerah


> 100 % Sangat Efektif

32
100 % Efektif
90 % - 99 % Cukup Efektif
75 % - 89 % Kurang Efektif
< 75 % Tidak Efektif
Sumber : Halim (2007 : 234)

4. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD)

Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan

perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Adapun rumus

menghitung Rasio Efisiensi Keuangan Daerah adalah sebagai berikut :

Realisasi Belanja Daerah


REKD= x 100 %
Realisasi Pendapatan Daerah
Sumber : Halim (2007 : 234)

Kriteria Rasio Efisiensi Keuangan Daerah adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4

Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan Daerah

Kriteria Efisiensi Persentase Efisiensi


100% keatas Tidak Efisien
90% - 100% Kurang Efisien
80% - 90% Cukup Efisien
60% - 80% Efisien
< 60% Sangat Efisien
Sumber : Halim (2007 : 234)

5. Rasio Keserasian

Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah

memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Rutin dan Belanja

33
Pembangunannya secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang

dialokasikan untuk Belanja Rutin berarti persentase Belanja investasi (Belanja

Pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi

masyarakat cenderung semakin kecil. Ada dua perhitungan dalam Rasio

Keserasian ini, yaitu : Rasio Belanja Operasi dan Rasio Belanja Modal

Rasio Belanja Operasi merupakan perbandingan antara total Belanja

Operasi dengan Total Belanja Daerah. Rasio ini menginformasikan kepada

pembaca laporan mengenai porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk Belanja

operasi. Belanja Operasi merupakan belanja yang manfaatnya habis dikonsumsi

dalam satu tahun anggaran, sehingga sifatnya jangka pendek dan dalam hal

tertentu sifatnya rutin dan berulang. Pada umumnya proporsi Belanja Operasi

mendominasi total belanja daerah, yaitu antara 60-90% Pemerintah daerah dengan

tingkat pendapatan yang tinggi cenderung memiliki porsi belanja operasi yang

lebih tinggi dibandingkan pemerintah daerah yang tingkat pendapatannya rendah

(Mahmudi (2010). Rasio belanja operasi dirumuskan sebagai berikut :

Total BelanjaOperasi
Rasio BelanjaOperasi= x 100 %
Total Belanja Daerah

Sumber : Halim (2007 : 235)

Rasio Belanja Modal merupakan perbandingan antara total realisasi belanja

modal dengan total belanja daerah. Berdasarkan rasio ini, pembaca laporan dapat

mengetahui porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk investasi dengan bentuk

belanja modal pada tahun anggaran bersangkutan. Belanja modal memberikan

manfaat jangka menengah dan panjang juga bersifat rutin. Pada umumnya proporsi

34
belanja modal dengan belanja daerah antara 5-20% (Mahmudi, 2010). Rasio belanja

modal ini dirumuskan sebagai berikut :

Total Belanja Modal


Rasio Belanja Modal= x 100 %
Total Belanja Daerah

Sumber : Halim (2007:235)

35
Daftar pustaka

http://repository.unpas.ac.id/34258/1/J.%20BAB%20II.pdf

http://repository.uin-suska.ac.id/9940/1/2012_2012248AKN.pdf

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/6400/skripsi%20Analisis
%20Kinerja%20Keuangan%20Pada%20Pemerintah%20Daerah%20Kab.pdf?sequence=1

https://pemerintah.net/pemerintah-daerah/

http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3454/3/BAB%20II.pdf

https://bpkad.banjarkab.go.id/index.php/2017/09/07/kinerja-keuangan-
daerah/#:~:text=1)%20Menilai%20kemandirian%20keuangan%20daerah,daerah
%20dalam%20membelanjakan%20pendapatan%20daerahnya.

https://media.neliti.com/media/publications/30582-ID-kinerja-keuangan-pemerintah-
daerah-pada-kantor-sekretariat-kabupaten-kutai-barat.pdf

http://ppid.rsjd-sujarwadi.jatengprov.go.id/berita/detail/laporan-realisasi-anggaran-lra

https://andichairilfurqan.wordpress.com/tag/laporan-perubahan-saldo-anggaran-lebih/

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/6400/skripsi%20Analisis
%20Kinerja%20Keuangan%20Pada%20Pemerintah%20Daerah%20Kab.pdf?sequence=1

https://core.ac.uk/download/pdf/268045205.pdf

http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/viewFile/871/621#:~:text=Rasi
o%20kemandirian%20keuangan%20daerah%20(otonomi,lain%2C%20misalnya
%20bantuan%20pemerintah%20pusat

https://ebbank.stiebbank.ac.id/index.php/EBBANK/article/download/109/97#:~:text=Ra
sio%20Efektivitas%20PAD,-Rasio%20efektivitas%20PAD&text=Rasio%20Efektivitas
%20PAD%20menggambarkan%20kemampuan,semakin%20baik%20kinerja
%20pemerintah%20daerah

36

Anda mungkin juga menyukai