Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Konsep Skizofrenia
1. Definisi
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya
pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu (Buchanan dan
arpenter, 2000). Skizofrenia menggambarkan suatu kondisi psikotik yang kadand-kadang
ditandai dengan apatias, tidak mempunyai hasrat, asosial, afek tumpul, dan alogia. (Shader,
1994). Disamping itu gangguan skizofrenia menempati urutan pertama dari 10 penyakit
gangguan jiwa yang terdapat dirumah sakit jiwa provinsi sultra. Penyakit-penyakit tersebut
antara lain adalah: Skizofrenia, gangguan depresif berulang, gangguan hiperkinetik-gangguan
“TIC”,gangguan mental, episode manik, retaldasi mental, sindrom amnestik, dimensia, gangguan
anxietas fobik, dan epilepsi (Profil RSJ Provinsi Sultra, 2015). Skizofrenia adalah sindrom
heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan
perilaku yang tidak tepat serta adanya fungsi psikososial (Yulinah elin, 2009). Skizofrenia
merupakan suatu kecatatan sejak lahir, terjadi pada hipokampus otak (Scheibel, 1991). Bowen
(1978) menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang menyebabkan
perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
interpersonal, serta memecahkan masalah (Dr. Gail Stuart, 2006). Skizofrenia merupakan
sindrom klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Skizofrenia merupakan
gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit
mental. Hal ini sering menimbulkan rasa takut, kesalah pahaman dan penghukuman, bukannya
simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutuskan hubungan yang
erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisi adanya persepsi yang terganggu, ide yang
salah, dan konsepsi yang tidak logis (Andreas, 2008). Skizofrenia merupakan sindrom dengan
variasai penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta jumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kognitif tertentu dapat berkembang kemudian
(Erwin, 2008). Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal.
Skizofrenia jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Insiden puncak awitanya ialah 15 sampai 25
tahun untuk pria dan 25 sampai 35 tahun untuk wanita (DMS – IV –TR, 2000).
Etiologi
Penyebab skizofrenia bisa karna kelainan susunan saraf pusat yaitu
diensefalon atau korteks otak, tetapi kelainan patologis yang di temukan
mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan atefakt
pada waktu membuat sediaan (Amir Huda Nurarif, S.Kep.,Ns dan Hardhi
Kusuma, S.Kep.,Ns, 2015). Skizofrenia bisa juga disebabkan karna faktor
genetik. Faktor genetik juga menentukan faktor keturunan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluargakeluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 sampai 1,8%; bagi saudara
kandung 7 sampai 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang
menderita skizofrenia 7 sampai 16%; bila kedua orangtua menderita
skizofrenia 40 sampai 68% (Maramis, 1995).
Skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang
berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas
yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa
aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia.
Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).
3. Gejala
Menurut Yulinah Elin (2009) gejala yang terjadi terbagi menjadi
dua yaitu:
3.1. Gejala Episode Akut.
meliputi tidak bisa membedakan antara khalayan dan kenyatan;
halusinasi (terutama mendengar suara-suara bisikan); delusi
(keyakinan yang salah namun dianggap benar oleh penderita); ide-ide
karna pengaruh luar (tindakannya dikendalikan oleh pengaruh dari
luar dirinya); ambiven (pemikiran yang saling bertentangan);
datar,tidak tepat atau efek yang labil; austime (menarik diri, dari
lingkungan sekitar dan hanya memikirkan dirinya); tidak mau bekerja
sama; menyukai hal-hal yang dapat menimbulkan konflik pada
lingkungan sekitar dan melakukan serangan balik secara verbal
maupun fisik pada orang lain; tidak merawat diri sendiri; dan
gangguan tidur aupun nafsu makan.
3.2. Setelah Terjadinya Episode Psikotik Akut.
Biasanya penderita skizofrenia mempunyai gejala-gejala sisa
(cemas, curiga, motivasi menurun, kepedulian berkurang, tidak
mampu memutuskan sesuatu, menarik diri dari hubungan
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, sulit untuk belajar dari
pengalaman dan tidak bisa merawat diri sendiri.
4. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia bervariasa pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secera perlahan-lahan, meliputi
beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif
san kesadaran residual (Hoeksema, 2006).
Menurut Luana (2007), Perjalanan penyakit skizofrenia dapat
dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual.
4.1. Fase Prodromal.
Biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa
minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan,
fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan
diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang
ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin
buruk prognosisnya.
4.2. Fase Aktif.
Gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek.
Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak
mendapat pengobatan gejala-gejala tersebut dapat hilang spontan
suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
6. Epidemologi
Skizofrenia dapat di temukan pada semua kelompok masyarakat
dan Dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalesi sepanjang hidup
secara kasar hampir sama diseluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir
1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau
awal masadewasa. Pada laki-laki gangguan ini mulai pada usia lebih muda
yaitu 15 sampai 25 tahun, sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu
sekitar 25 sampai 35 tahun (Sadock, 2006).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan skizofrenia masih merupakan tantangan besar
walaupun perkembangan antipsikotik dan intetrvensi keluarga serta sosial
telah mengalami kemajuan pesat. Meskipun secara relatif hasil yang
diperoleh dapat menurunkan lama perawatan di rumah sakit melalui
pembinaan masyarakat dan penggunaan psikofarmaka, namun ternyata
angka kekambuhan pasien dengan skizofrenia masih tetap tinggi (Wirnata
M, 2009).
Menurut Amir Huda Nurarif, S.Kep.,Ns dan Hardhi Kusuma,
S.Kep.,Ns penatalaksanaan skizofrenia yaitu:
7.1. Penggunaan Obat Antipsikosis.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia
disebut antipsikotik. Antisipsikotik bekerja mengontrol halusinasi,
delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada skizofrenia.pasien
mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar
cocok bagi pasien. Terdapat tiga kategori obat antipsikotik yang di
kenal saat ini yaitu:
a). Antipsikotik Konvensional.
Obat ini adalah obat antipsikotik yang paling lama
penggunaanya. Walaupun sangat efektif, oabat ini sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contohnya adalah obat:
1. Haldol (haloperidol) tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5mg dan injeksi 5
mg/ml, dosis 5 – 15 mg/hari.
2. Stelazine (trifluoperazine) tablet 1 mg dan 5 mg, dosis 10 – 15
mg/hari.
3. Mellaril (thioridazone) tablet 50 – 100 mg, dosis 150 – 600
mg/hari.
4. Thorazine (chlorpromazine) tablet 25 mg dan 100 mg dan
injeksi 25 mg/dl, dosis 150 – 600 mg/hari.
5. Trilafon (perphenazine) tablet 2,4,8 mg, dosis 12 – 24 mg/hari.
6. Prolixin (fluphenazine) tablet 2,5 mg dan 5 mg, dosis 10 – 15
mg/hari, injeksi flufenazin dekanoat 25 mg/ml, dosis 25 mg/2-4
minggu.
b). Newer atypical antipsycotics.
Obat-obat yang tergolong kelompok ini di sebut antipikal
karena prinsip kerjanya berbeda,serta sedikit menimbulkan efek
samping bila di banding dengan antipsikotik konvensional.
c).Clozaril ( Clozapine).
Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius
dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), clozarin dapat
menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk malawan
infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat clozaril harus
memeriksakan sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendasikan penggunaan clozaril bila paling sedikit 2 dari
obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
a. Terapi Elektrokonvulsif ( ECT).
b. Pembedahan Bagian Otak.
c. Perawatan di Rumah Sakit ( Hospitalization).
d. Psikoterapi.
a). Terapi Psikoanalisa.
Terapi psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep
freug. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan
konflik yang tidak di sadarinya dan mekanisme pertahanan yang di
gunakanya untuk mengendalikan kecemasanya. Hal yang paling
penting pada terapi adalah untuk mengatasi hal-hal yang di repress
oleh penderita.
b).Terapi Perilaku (Behavioristik).
Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip
pengkondisian klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan
dengan perilaku nyata. Para terapist mencoba menentukan stimulus
yang mengawali respon malasuwai dan kondisi lingkungan yang
menguatkan atau mempertahankan perilaku Itu dalam masyarakat.
c).Terapi Humanistik.
Terapi kelompok dan terapi keluarga.
Dalam penatalaksanaan pasien skizofrenia digunakan
pendekatan elekro holistik, bahwa manusia harus dipandang
sebagai suatu keseluruhan yang paripurna, termaksud adanya faktor
lingkungan yang terdekat yaitu keluarga. Keluarga berperan dalam
pemeliharaan dan rehabilitasi anggota keluarga yang menderita
skizofrenia (Durand, 2007).
B. Konsep Kekambuhan
1. Definisi Kekambuhan
Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala
yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat
kembali (Andreas, 2008). Kekambuhan dan usaha untuk mengembalikan
pasien skizofrenia adalah istilah yang secara relatif merefleksikan
perburukan gejala atau perilaku yang membahayakan pasien dan
lingkunganya. Tingkat kekambuhan sering diukur dengan nilai waktu
antara lepas rawat dari perawatan terakhir sampai perawatan berikutnya
dan jumlah rawat inap pada periode tertentu (Sena, 2008).
Perawatan pasien skizofrenia cenderung berulang (Recurrent),
apapun bentuk subtipe penyakitnya hampir separuh pasien skizofrenia
yang diobati dengan pelayanan standar akan kambuh dan membutuhkan
perawatan kembali dalam dua tahun pertama. Tingkat kekambuhan lebih tinggi pada pasien
skizofrenia yang hidup bersama anggota keluarga yang
penuh ketegangan, bermusuhan dan keluarga yang memperlihatkan
kecemasan yang berlebihan. Tingkat kekambuhan juga dipengaruhi oleh
stress dalam kehidupan seperti hal yang berkaitan dengan keuangan dan
pekerjaan. Keluarga merupakan bagian yang penting dalam proses
pengobatan pasien dengan skizofrenia (Wulansih, 2008).
Meskipun angka kekambuhan tidak secara otomatis dapat dijadikan
sebagai kriteria kesuksesan suatu pengobatan skizofrenia, bagaimanapun
parameter ini cukup signifikan dalam beberapa aspek. Setiap kekambuhan
berpotensi menimbulkan bahaya bagi pasien dan keluarganya, seringkali
mengakibatkan perawatan kembali/rehospitalisasi dan membengkaknya
biaya pengobatan. Pada saat ini angka kekambuhan dapat diturunkan dari
75% menjadi 15% dengan pengobatan antipsikotik. Artinya tidak hanya
membuat perbaikan yang sangat besar dalam kualitas hidup pasien, akan
tetapi secara langsung telah menyelamatkan miliyaran dolar uang negara
(Keliat, 2008).