1. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal . Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis
anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke
jaringan (Smeltzer, 2002).
Serta pengertian tentang anemia gizi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah , artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel – sel darah merah akibat kurangnya kadar besi dalam darah . Semakin berat
kekurangan zat besi yang terjadi akan semakin berat pula anemia yang diderita (Gibney, 2008 ).
Anemia adalah suatu keadaan di mana terjdi penurunan volume/jumlah sel darah
merah (eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin (Hb) sampai dibawah rentang
nilai yang berlaku untuk orang sehat, sehingga terjadi penurunan kemampuan darah
untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis
melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesis,
pemeriksaan fisis yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.
Untuk mengetahui seorang anak mengalami anemia atau tidak, maka dapat dilihat batasan kadar
hemoglobinnya . Batasan yang umum digunakan adalah kriteria WHO pada tahun 2001.
Terdapat kriteria batas normal kadar Hb berdasarkan umur dan jenis kelamin , data tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut :
Derajat anemia untuk menentukan seorang anak mengalami anemia atau tidak dapat ditentukan
oleh jumlah kadar Hb yang terdapat dalam tubuh. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai
dalah sebagai berikut :
1. Ringan sekali
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
Etiologi Anemia
1.
Kehilangan darah :
a) Akut karena perdarahan atau trauma / kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b) Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
terjadi karena :
eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat
acetosal.
2.
3.
11
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud adalah
protein , asam folat, vitamin B12, dan mineral Fe.Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh
kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam
pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti
penyakit malaria, infeksi cacing tambang (Masrizal, 2007).
Tanda – tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritinin) dan
bertambahnya absorsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikat zat
besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi yang digambarkan dengan
meningkatnya kapasitas simpanan zat besi , berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya
jumlah protoporporin yang diubah menjadi heme dan dikuti dengan menurunya kadar feritinin
serum dan akhirnya terjadi anemia dengan ciri khas rendahnya kadar hemogloblin
(Gibney,2008).
Tanda gejala yang sering dijumpai pada anak selain dilihat dari beratnya anemia, berbagai faktor
mempengaruhi berat dan adanya gejala : 1) kecepatan kejadian anemia, 2) durasinya misalnya
kronisitas, 3) kebutuhan metabolisme pasien yang bersangkutan, 4) adanya kelainan lain atau
kecacatan dan 5) komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang mengakibatkan anemia
(Smeltzer, 2002).
Sedangkan tanda gejala menurut Mansjoer (2006) dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala
yaitu : 1. Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia
organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin.
Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu
( Hb <7g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah , lesu, cepat lelah, telinga mendenging
(tinnitus), mata berkunang –
12
kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia. Pada mukosa mulut, telapak tangan dan
jaringan dibawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh
penyakit diluar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin berat
( Hb < 7g/dl ). 2) Gejala masing – masing anemia, gejala ini spesifik untuk masing – masing
jenis anemia, sebagai berikut : a) anemia defisiensi besi gejalanya antara lain disfagia, atrofi
papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok ( koilonychia ). b) anemia megaloblastik antara
lain glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12. c) anemia aplastik antara lain
seperti perdarahan, dan tanda – tanda infeksi. 3) gejala penyaikt dasar yaitu gejala yang sering
timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari
penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang seperti mengalami
sakit perut, pembengkakan parotis, dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu
sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik
oleh karena arthritis rheumatoid.
Selain tanda dan gejala yang terjadi pada anemia diatas, individu dengan defisiensi besi yang
berat ( besi plasma kurang dari 40 mg/ dl, hemoglobin 6 sampai 7 g /dl) memiliki rambut yang
rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan mungkin berbentuk sendok (koilonikia).
Selain itu atrofi paila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, bewarna merah
daging dan meradang serta sakit. Dapat juga terjadi stomatitis angularis, pecah – pecah disertai
kemerahan dan nyeri disudut mulut (Price, 2006).
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus anemia
untuk mngarahkan diagnosa anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia memerlukan
pemeriksaan laboratorium.
13
5. Patofisiologi Terjadinya Anemia
Menurut Price (2006) patofisiologi anemia defisiensi besi secara morfologis, Keadaan ini
diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis
hemoglobin. Definisi besi merupakan penyebab utama anemia didunia dan terutama sering
dijumpai pada perempuan usai subur disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan
peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan . Penyebab- penyebab lain defisiensi besi adalah :
(1) asupan besi yang tidak cukup, misal , pada masa bayi – bayi yang hanya diberi diet susu saja
selama 12 – 24 bulan dan pada individu – individu tertentu yang vegetarian ketat; (2) gangguan
absorsi setelah gastrektomi dan (3) kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran
cerna lambat akibat polip, neoplasma, gastritis, varises esofagus, ingesti aspirin dan hemorroid.
Dalam keadaan normal tubuh seorang dewasa rata - rata mengandung 10 mg besi, dan untuk
seorang anak rata – rata mengadung 11 – 12 mg besi bergantung pada jenis kelamin dan ukuran
tubuhnya(Supariasa, 2002) . Lebih dari dua pertiga besi terdapat didalam hemoglobin. Besi
dilepas dengan semakin tua serta matinya sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum
tulang untuk eritropoiesis. Dengan pengecualian mioglobin ( otot ) dan enzim- enzim heme
dalam jumlah yang sangat sedikit, sisa zat besi disimpan di dalam hati, limpa, dan dalam
sumsum tulang sebagai feritinin dan hemosiderin untuk kebutuhan – kebutuhan lebih lanjut.
Walaupun dalam diet rata – rata mengandung 10 sampai 20 mg besi, hanya sekitar 5 % hingga
10 % ( 1 sampai 2 mg) yang sebenarnya diabsorsi. Pada saat persediaan besi berkurang, maka
lebih banyak besi diasbsorsi dari diet. Besi yang diingesti diubah menjadi besi ferro di dalam
lambung dan duodeunum serta diabsorpsi dari duodenum dan jejunum
14
proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis
hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan. Tiap mililiter darah mengandung 0,5 mg
besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1mg / hari . Namun , yang
mengalami menstruasi kehilangan tambahan sebanyak 15 sampai 28 mg / bulan. Walaupun
kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama kehamilan, kebutuhan besi harian
meningkat untuk mencukupi permintaan karena meningkatnya volume darah ibu dan
pembentukan plasenta, tali pusat, dan janin , serta mengimbangi darah yang hilang selama
kelahiran.
Selain tanda – tanda dan gejala – gejala yang terjadi pada anemia, individu dengan defisiensi besi
yang berat ( besi plasma kurang dari 40 mg / dl: hemoglobin 6 sampai 7 g/ dl) memiliki rambut
yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata , mudah patah dan mungkin berbentuk sendok
(koilonikia). Selain itu, antrofi papila lidah mengalibatkan lidah tampak pucat , licin, mengkilat,
bewarna merah daging, dan meradang serta sakit. Dapat juga terjadi stomatitis angularis, pecah –
pecah disertai kemerahan dan nyeri di sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukan jumlah SDM normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin
berkurang, Pada asupan darah perifer, SDM mikrositik dan hipokromik ( MCV, MCHC, dan
MCH berkurang ) disertai poikilositosis dan anisositosis. Jumlah retikulosit dapat normal atau
berkurang . Kadar besi berkurang sedangkan kapasitas mengikat – besi serum total meningkat.
Untuk mengobati difesiensi besi, penyebab dasar anemia harus diidentifikasi dan dihilangkan.
Intervensi pembedahan mingkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif akibat polip,
ulkus, keganasan dan hemoroid: perubahan diet dapat diperlukan untuk bayi – bayi yang hanya
diberi susu atau individu dengan idionsnkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam
dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat
15
meningkatkan besi yang tesedia ( misalnya, dengan menambahkan hati ) , suplementasi besi
diperlukan untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan cadangan besi. Besi tersedia
dalam bentuk parenteral dan oral . sebagian besar orang berespon baik terhadap senyawa –
senyawa oral seperti ferosulfat , 325 mg tiap tiga kali sehari selama paling sedikit 6 bulan untuk
menggantikan cadangan besi. Sediaan besi perenteral digunakan pada pasien yang tidak dapat
menoleransi sediaan oral atau yang tidak patuh. Besi parenteral memiliki insiden terjadinya
reaksi – reaksi yang merugikan relatif tinggi. Pasien tersebut diberikan dosis uji dan dipantau
selama satu jam. Kila pasien tersebut tidak mengalami efek samping , sisa dosisnya diberikan 2
jam kemudian .
Untuk mengetahui penyebab anemia, harus dilakukan pendekatan diasnotik secara bertahap
dengan mengumpulkan data klinis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Perlu ditekankan bahwa
anemia sebenarnya adalah bukan penyakit tetapi suatu keadaan yang ditandai dengan
menurunnya kadar hemoglobin ( Hb) dibawah normal ( Indriawati, 2002).
Dasar pemikiran kadar Hb adalah frekuensi khusus Hb. Fungsi khusus dari Hb adalah
kemampuanya mengangkut oksigen dengan lemah dan reversible. Oksigen ini tidak berikatan
dengan besi fero yang bervalensi koordinasi dari atom besi. Setiap molekul mengandung 4 hem,
sehingga 1 molekul Hb terdiri dari 4 atom besi dan dapat mengikat 4 molekul oksigen. Jadi dasar
penentuan kadar Hb dalam darah meliputi: (1) menentukan ml O2 yang dapat diikat oleh Hb
( 1.34 ml O2 dapat diikat oleh 1 gram Hb). (2) menentukan banyaknya CO2 yang dapat diikat
oleh Hb ( 1,34 ml CO2 dapat diikat oleh 1 gram Hb ). (3) membandingkan intensitas warna Hb
atau derivariat dengan suatu standart yang lebih terperinci secara kalorimetris ( Indriawati,
2002).
16
Pemeriksaan kadar Hb dengan metode talquist dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Darah dihisap dengan kertas hisap sampai meresap betul dan ditunggu
1-2 menit dengan kertas hisap sampai Hb menjadi HBO2 secara optimal, yang warnanya
lebih tua dibandingkan warna darah diawal penghisapan dikertas saring.
2. Kemudian bercak darah yang didapatkan, ditempatkan dibawah lubang dari skala
berwarna untuk disamakan . Pembacaan hanya dapat dilakukan dengan bantuan sinar
matahari ( siang hari ). Perincian pembacaan skala ( dibandingkan dengan metode sahli )
yaitu 100% = 16 gram / 100 ml
Pemeriksaan dengan metode talquist ini tidak begitu akurat dan hanya dilakukan untuk
mengetahui kekurangan Hb secara kasar saja ( Indriawati, 2002)
darah diserap dihisap dengan menggunakan pipet sampai tanda 20 dan sebelum menjedal
segera dihembuskan kedalam tabung. Untuk membersihkan sisa – sisa darah didalam
pipet maka HCL didalam tabung dihisap dan dihembuskan lagi dampai 3 kali.
2. Ditunggu dahulu sampai 1 – 2 menit, berturut – turut akan terdjadi hemolisis eritrosit, dan
Hb yang dipecah akan menjadi hem dan globin. Kemudian hem dengan HCL akan
membentuk hematicin – HCL yang
17
Sistem hemocue adalah metode kuantitatif yang reliabel untuk menentukan kadar Hb pada survei
dilapangan, yang didasari oleh metode cyanmethemoglobin. Sistem Hemocue terdiri dari
perangkat yang portabel, fotometer yang diaktifkan dengan baterai, dan sejumlah cuvet untuk
pengumpulan darah. Sistem ini unik untuk survei cepat dilapangan karena tidak perlu
menambahkan larutan reagen untuk satu kali pengumpulan darah dan pengukuran Hb. Staf
survei lapangan yang bukan tenaga laboratorium pun bisa dengan mudah dilatih untuk
menggunkan sistem ini ( UNICEF, UNU, WHO, 2001, dalam Indriawati, 2002).
Meskipun penentuan Hb merupakan cara yang paling umum dilakukan untuk menentukan status
anemia ini , tetapi perlu mempertimbangkan baberapa hal yaitu : 1) ketersediaan peralatan,
terutama spectrophotometer jarang ada dilapangan, 2) ketersediaan standart Hb sangat terbatas,
18
sehingga standarisasi secara periodik jarang dilakukan dan 3) penentuan kadar Hb dengan cara
sahli adalah pilihan yang banyak dilakukan , padahal tidak akurat.
Cara Cyanmethemoglobin pada metode ini hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosida menjadi
2-
methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianisida (CN ) membentuk ion sian-
methemodglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan
dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih
objektif. Namun, fotometer saat ini masih cukup mahal, sehingga belum semua laboratorium
memilikinya. Mengingat hal diatas, percobaan dengan metode sahli masih digunakan di samping
metode sianmethemoglobin yang lebih canggih(Supariasa, 2002).
7. Pencegahan Anemia
Diet pada semua orang yang harus mencangkup zat besi yang cukup. Daging merah, hati
dan kuning telur merupakan sumber penting zat besi. Tepung, roti dan beberapa sereal
yang diperkaya dengan besi baik untuk pencegahan. Jika tidak mendapatkan cukup besi
dalam diet, maka dapat dilakukan suplementasi zat besi. Selama periode tertentu yang
membutuhkan zat besi tambahan (seperti kehamilan dan menyusui), maka jumlah zat besi
dalam diet harus ditinggalkan atau dengan suplementasi zat besi (Proverawati, 2011).
8. Pengobatan Anemia
Penyebab kekurangan zat besi harus ditemukan terlebih dahulu, terutama pada pasien
yang lansia yang menghadapi resiko terbesar untuk kangker pencernaan. Telah tersedia
suplemen besi ( fero sulfat), untuk penyerapan zat besi terbaik, minum suplemen ini
dengan perut kosong. Namun, banyak orang yang tidak dapat mentoleransi keadaan ini
dan mungkin perlu mengkonsumsi suplemen bersamaan dengan makanan.
19
Pasien yang tidak bisa mentolelir besi melalui mulut dapat menerimanya melalui injeksi vena
(intravena) atau dengan suntikan ke dalam otot. Susu dan antasida dapat mengganggu
penyerapan zat besi dan tidak harus diambil pada waktu yang sama sebagai suplemen zat besi.
Vitamin c dapat meningkatkan penyerapan dan sangat penting dalam produksi hemoglobin.
Kondisi .Makanan yang banyak mengandung zat besi antara lain telur ( kuning telur), ikan,
kacang – kacangan , daging, unggas, kismis, roti gandum (Proverawati, 2011).
B. Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Anemia Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah menderita anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu terdapat faktor
- faktor yang menyebabkan anemia antara lain:
1. Faktor langsung
Menurut Price (2006) faktor langsung disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang
berlebihan, kehilangan darah, penurunan produksi sel darah merah akibat mengidap penyakit
infeksi malaria dan kecacingan . Kemudian menurut Mazrizal (2007) faktor langsung yang
sering dijumpai pada anak usia sekolah yaitu dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat,
akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi parasit
kecacingan. Di negara berkembang seperti Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan
masalah yang besar untuk kasus anemia gizi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah
2-100 cc setaip harinya .
Adapun faktor tidak langsung yang mempengaruhi kejadian anemia pada anak usia sekolah
antara lain :
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
( Notoatmodjo, 2005 ).
3. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap
upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti penyuluhan kesehatan
dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas dan rumah sakit
( Depkes, 2005).
21
Terutama protein hewani, walaupun tidak semua, juga dapat mendorong penyerapan besi
nonhem. Protein seluler yang berasal dari daging sapi, kambing, domba, hati, dan ayam
menunjang penyerapan besi nonhem. Namun protein yang berasal dari susu sapi, keju dan telur
tidak dapat meningkatkan penyerapan besi nonhem. Faktor yang menyebabkan kenaikan
penyerapan besi lebih dikenal sebagai MFP (meat, fish, poultry) factor (Wirakusumah, 1999
dalam Almatsier 2010).
Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan . Kandungan zat besi dalam makanan berbeda –
beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan besi adalah makanan yang berasal dari
hewani ( seperti ikan , daging, hati, ayam). Makanan nabati ( seperti sayuran hijau tua) walaupun
kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bias diserap dengan baik oleh usus ( Gibney,
2008).
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan
makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan
dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi
sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun kualitasnya yang
disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan
makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan (Masrizal, 2007). Asupan zat protein pada
anak dapat dilihat dengan memantau asupan makan selama 3 x 24 jam ( Almatsier, 2010).
22
Dalam penelitian ini difokuskan pada faktor langsung dan faktor tidak langsung karena
yang paling berperan dalam mempengaruhi kejadian anemia pada anak usia sekolah.
Adapun faktor – faktor yang diteliti
23
meliputi tingkat pendapatan perkapita keluarga, tingkat pengetahuan anak usia sekolah dan
asupan protein serta penyakit infeksi kecacingan.